Part 17 - Putus

"Semua kacau gara-gara Adam. Ari justru ninggalin gue di kantin sambil bilang gini, sebaiknya kamu selesaikan dulu masalah kamu sama mantan. Dan, ya, untuk pertama kalinya ada yang ngenalin gue sebagai mantan Adam. Gue nggak tahu harus bahagia atau gimana," Putri menutup curhatan panjangnya dengan wajah nelangsa.

Ketika di kantin Ari pergi meninggalkan Putri begitu saja karena ulah Adam yang sangat mengganggu. Setelah sukses merusak acara PDKT Putri, tanpa rasa bersalah barulah Adam melenggang pergi. Membuat Putri tidak habis pikir dengan jalan pikiran Adam yang menurutnya menyebalkan.

"Adam benar-benar licik. Dia nggak ngebiarin lo dekat sama siapapun, sementara dia bebas dekat sama Safa atau cewek lain," jawab Mutia emosi.

Putri menghela napas lelah. Merasa kesal entah karena gagal PDKT atau karena hubungannya dengan Adam yang berubah menjadi rumit.

"Tenang aja, Put. Gue masih punya banyak stok cowok ganteng yang bakal gue kenalin ke lo," Mutia berujar dengan nada yakin.

"Curhatnya bisa dilanjut nanti aja, nggak? Gue kebelet mau ke toilet, nih. Temani gue dong," sela Acha.

"Ajak Mutia aja. Gue nggak sanggup jalan karena masih galau." Putri menampilkan wajah yang sengaja dibuat sedih.

Mutia mencibir mendengar perkataan Putri. Dengan berat hati dia beranjak dari kursi taman yang ada di pinggir lapangan. Mutia dan Acha pergi menuju toilet terdekat, dan meninggalkan Putri sendiri.

-o0o-

"Lo mau ngajak gue ke mana, sih?" Bian merenggut kesal saat Adam menarik lengan seragamnya.

"Ikut gue dulu. Cuma lo yang gue percaya untuk jadi teman disaat susah begini," Adam membawa Bian ke pinggir lapangan. Duduk pada salah satu kursi kosong yang ada.

Bian rasanya ingin memaki habis-habisan pada sosok Adam. "Giliran susah aja gue baru diakui teman."

Adam melirik ke kursi sebelah yang di duduki seorang cewek yang tengah asik bermain ponsel. Bian mengikuti arah pandang Adam, kemudian barulah Bian mengerti mengapa Adam bertindak di luar nalar. Bertindak di luar nalar maksudnya di sini Adam menarik paksa Bian seperti kambing peliharaan.

Drama apa lagi kali ini, ya Tuhan? decak Bian dalam hati.

"Bian, gimana pendapat lo tentang seseorang yang memblokir mantan?" tanya Adam sambil melirik pada Putri. Si mantan yang awalnya tidak menyadari kehadiran Adam akhirnya menoleh dengan wajah terkejud.

Bian menatap Adam dengan pandangan gue harus jawab apa?

Apa aja terserah. Yang penting jawaban lo harus lebih bijak dari om Mario Teguh. Kurang lebih begitu arti tatapan Adam.

"Menurut gue orang yang memblokir mantan itu sama sekali tidak bijak. Dalam artian tindakannya itu sama saja dengan memutuskan tadi silaturahim. Benar apa betul?"

Adam menjentikkan jari seraya mengangguk kuat. "Gue setuju! Seseorang yang memblokir mantan sendiri itu sangat kekanakan. Gimana kalau tiba-tiba pengen balikan? Kan jadi susah ngehubunginnya kalau diblokir."

Dan jelas Putri merasa tersinggung mendengar hal itu. Dia melirik sekilas pada Adam dan Bian yang sibuk menyindir tindakannya. Ayolah, siapa lagi kalau bukan Putri yang melakukan pemblokiran mantan yang dimaksud dua sekawan itu.

Segera Putri berlalu dari tempat duduknya. Ia tidak ingin menunggu Mutia dan Acha kembali dari toilet. Menjauhi Adam adalah hal yang harus Putri lakukan saat ini.

"Target kita udah pergi," ucap Bian sambil menatap punggung Putri yang semakin menjauh.

Adam menghela napas pelan, bahunya melorot beberapa derajat. "Di sini yang kekanakan gue atau Putri?"

"Kalian berdua kekanakan. Kalau masih sayang kenapa harus putus?" Bian menatap jengah pada Adam.

"Karena gue mau Putri bahagia. Udah gue bilang, dia tertekan pacaran sama gue. Biar Putri cari kebahagiaanya di luar sana. Segala sesuatu yang terlalu dipaksakan tidak baik." Apa Adam sekarang pantas mendapat predikat sad boy?

"Ini lebih rumit daripada kisah cinta gue sama Dila," komentar Bian. Mendadak dia teringat sang pacar yang masih gagal move on.

"Hidup ini memang keras!" ungkap Adam dengan nada nelangsa.

-o0o-

Adam men-dribble bola basket yang ada di tangannya. Menggiring bola berwarna orange tersebut menuju ring basket, melewati pemain lain yang coba menghalagi pergerakannya. Dari    area sekitar high post Adam coba melakukan medium shoot, ia segera melakukan lay-up ke dalam ring. Dan sayangnya lemparan Adam meleset. Bola yang lepas dari tangan Adam segera diambil pemain lain membuat Adam menghela napas jengah.

"Adam, fokus! Fokus!" teriak coach dari tepi lapangan.

Adam menatap pelatihnya dengan rasa bersalah sebelum melanjutkan sesi latihan sore ini.

"Kacau! Permainan lo benar-benar kacau kalau begini terus. Posisi lo adalah guard dalam tim kita dan lo yang akan memimpin jalannya penyerangan nanti. Jangan bikin anak-anak kecewa, Dam," ujar Bian selepas mereka latihan. Ia lemparkan air mineral pada Adam.

Adam minum hingga setegah botol minuman yang diberikan Bian. "Gue lagi nggak fokus," jawab Adam sambil menyekah keringat dengan asal.

"Apa perlu gue bawa Putri ke sini supaya lo nggak loyo lagi?" cibir Bian.

"Coba aja kalau bisa," Adam balas mencibir.

"Cih, lo ngeremehin gue? Oke, gue bakal bawa Putri ke sini." Bian berjalan menjauh dan keluar dari area lapangan basket, Adam menatap punggung kawannya itu dengan pandangan tidak peduli. 

Adam angkat kepalanya ke atas, langit sore sangat cerah hari ini. Namun hatinya bergemelut dalam perasaan sedih yang tidak menentu memikirkan kisah percintaannya yang tidak semulus wajah artis Korea. Sungguh Adam tidak ingin merusak segala persiapan untuk turnamen basket sudah di depan mata. Tapi, dia bisa apa? Adam sedang galau.

-o0o-

Hari beranjak sore. Putri terpaksa mengorbankan beberapa menit waktu di sore harinya yang sangat berharga untuk menyetrika jaket milik ketua OSIS yang super berisik itu. Rencananya besok Putri akan mengembalikan jaket tersebut pada si ketua OSIS. Sekaligus mengucapkan kata terima kasih karena telah meminjamkan jaket pada Putri walau saat itu Putri sama sekali tidak butuh.

"Ah, sebenarnya gue malas berhubungan sama orang keren," ujar Putri sambil meletakkan jaket tersebut di atas meja belajar selepas disetrika. Orang keren yang Putri maksud di sini adalah ketua OSIS yang tingkat kekerenannya setara dengan Adam. Ya, mereka sama-sama keren.

Ponsel yang berada di atas meja belajarnya bergetar. Ada panggilan masuk dari Bian. Ah, apa Putri juga perlu memblokir nomor Bian? Bagaimanapun Bian berhubungan langsung dengan sang mantan yang sangat ingin Putri hindari.

"Halo," Putri memilih untuk menjawab telepon dari Bian. Cowok itu terus menghubungi Putri walau diabaikan lebih dari sepuluh kali.

"Gue di rumah," jawab Putri. Bian menanyakan keberadaannya.

"Gue sibuk kalau urusannya nggak penting." Dan sebisa mungkin Putri bersikap judes. Harus terlihat antagonis supaya dikira kuat, pikirnya.

"Apa?! Adam jatuh?!" pekik Putri kaget. Hei, kenapa Putri harus sekhawatir ini? Dia mencoba untuk tidak peduli, namun langkahnya kini bergerak menuju pintu.

"Apa lukanya parah?"

"Adam di mana sekarang?"

"Gue bakal ke sana!" putusnya.

TBC

Cerita ini aku ikut sertakan dalam challenge 30 hari menulis selama ramadhan bersama glorious publisher 😊😊Minta dukungannya teman-teman dengan vote dan komen yang buanyaaak 😁

Wish me luck gaess 😉

Ceritanya bakal aku up tiap hari, hayuk di vote dan komen makanya.

Spam next di sini 👉

❤ Awas ada typo ❤

#Challenge30GP

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top