Keputusan Puteri

Langkah yang Talita susuri di sepanjang sisi koridor kampus terasa berat. Bagaimana tidak, sepanjang ia berjalan, banyak mata sinis menatapnya. Terutama dari kaum hawa.

Kabar kematian Bing yang tak masuk akal lantas menyebar seantero kampus. Entah siapa yang menyiarkannya. Talita tak peduli. Hatinya yang kini ikut hancur tak bisa banyak berkutik. Tak peduli bagaimana orang menatapnya. Bukan dia pembunuh Bing. Bila bisa, ia ingin takdir menghadirkan Bing lagi di hadapannya. Dengan kekakuan Bing yang penuh perhatian membuatnya selalu nyaman berada di kampus.

🌽🌽🌽

Hampir sebulan kejadian itu berlalu, Bing pergi untuk selamanya. Bagi talita kini adalah bukan hanya soal kehilangan, tapi juga soal kesepian. Ia merasa dunia menjauhinya. Adara sebagai sahabat juga tengah ke Turki untuk pertukaran mahasiswa.

Talita melangkah pasti menuju kampus Adara. Tujuannya menemui Fawaz. Ia ingin bertanya suatu hal pada pemuda itu. Kebetulan jadwal mengajar Fawaz di kampus Adara hari ini.

🍒🍒🍒

"Talita, namanya orang meninggal, selamanya akan pergi. Dan kita tak bisa menemuinya lagi," terang Fawaz.

Fawaz menangkap mata Talita yang berkaca-kaca. "Kak Fawaz mempunyai banyak ilmu, ..."

"Tapi itu tidak bisa digunakan untuk mengembalikan orang yang sudah meninggal." Segera Fawaz memotong ucapan Talita. Ia memandang Talita dengan iba. "Aku tahu, kamu tahu soal ini."

Talita tak menjawab. Ia memandang arah lain dengan perasaan kacau. Memandang langit dan mengharapkan siapa tahu ada keajaiban Bing akan kembali. Jatuh dari langit mungkin.

"Bing tidak akan jatuh dari langit. Yang ada air matamu yang jatuh, Talita," seloroh Fawaz.

Bukannya tersenyum geli seperti biasa saat mendengar selorohan Fawaz, yang ada Talita menyeka air matanya dan memilih pergi.

Fawaz hanya bisa mematung melihat gadis itu berlalu dari hadapannya. Ia ingin menghibur, tapi dirasa percuma. Namanya kehilangan, pasti sangat sakit. Fawaz pernah merasakannya juga. Kehilangan saat harapan sudah di ujung pencapaian. Lalu amblas seketika. Sungguh menyedihkan. Mengingat hal itu, Fawaz menghela napas panjang. "Talita butuh waktu," gumam Fawaz. Mungkin pengalaman itu juga yang pernah dirasakan Fawaz. Waktu sulit yang harus dilalui dulu.

🍑🍑🍑

Adrian tertawa puas melihat sang mantan istri yang belum sempat disentuhnya itu menangis sesenggukan dalam kegelapan. Ia merasa dendamnya selama ini sudah terbayarkan. Dendam sakit hati karena kegagalannya berdampingan dengan sang putri cantik jelita.

"Jangan pernah menyakiti Adrian. Satu jentik pun, Adrian akan membalasnya," ucap Adrian.

Siluet pemuda di ujung seberang jalan sana mengamati sikap Adrian. Sejenak pemuda itu berpikir, ia mengingat sesuatu.

Adrian. Mantan suami Talita.

Pemuda itu memahami ada sesuatu. Ada permainan yang sengaja dilakukan di sini. Sebelum semuanya terjadi, ia sudah merencanakan sesuatu.

Bunda salsa mengusap pucak kepala Talita penuh kelembutan. "Bing sudah pergi, sudah saatnya kamu melanjutkan hidupmu, Nak."

Talita memeluk erat tubuh wanita yang sudah melahirkannya itu. Bunda Salsa tak banyak komentar lagi. Saat si putri wayangnya menatap dengan lekat, ia hanya mengangguk dan beranjak dari sisi Talita.

Langkahnya tajam mengempas lantai persegi rumah itu menuju kamar. Bunda Salsa sudah bertekad akan menemui seseorang.

🥕🥕🥕

"Maksud, Tante?"

"Adara akan kembali ke hutan. Tempatnya dia dulu. Ia merasa putus asa setelah kematian Bing, kekasihnya itu. Ia ingin menyendiri sampai perasaannya benar-benar pulih."

Fawaz merenung sejenak. Mungkin ini yang diinginkan mantan suami Talita kemaren. Membalas sakit hatinya dan menginginkan Talita hancur.

Bunda Salsa mengunjungi rumah keluarga Fawaz karena ingin bertemu Adara. Sementara Adara masih menyelesaikan tugasnya di Turki, Fawaz dan keluarga yang menemui Bunda Salsa. Merasa sudah seperti keluarga sendiri, Bunda Salsa tak sungkan lagi menceritakan permasalahannya terkait Talita. Bangaimana hancurnya Talita.

"Aku akan mencoba bicara pada Talita, Tante."

Tatapan Bunda Salsa beralih pada Fawaz, tatapan berharap yang sangat dalam. Ia mengangguk dengan meyakinkan diri bahwa Fawaz mampu membantunya. Bukankah Fawaz memang dekat dengan Talita.

🌿🌿🌿

"Aku sudah komit sama diri sendiri, aku akan kembali pada habitatku setelah dilahirkan."

Fawaz dan Talita tidak berdua. Ada Bunda Salsa di seberang sana mengawasi keduanya. Dan itu adalah atas permintaan Fawaz. Pemuda itu tak ingin ada fitnah karena mereka memang bukan mahram.

"Manusia memang akan sampai pada tahap di bawah, jatuh dan kecewa. Itu kehidupan alami manusia. Terlalu sering kita menghadapi kesenangan, sampai saat takdir mencoba menjatuhkan, kita merasa dunia kita sudah hancur." Fawaz diam sejenak mendapati sikap Talita yang sedari tadi bergeming. Entah ia memasukkan kata-kata Fawaz ke dalam hatinya atau malah melamun. "Cobalah hadapi ini sejenak. Lewati pahit ini sebentar saja. Sejengkal demi sejengkal. Karena waktu selalu bersiap akan menghapusnya. Menghapus sakitmu," lanjutnya.

Merekam dan mencerna setiap ucapan Fawaz lumayan mengobati hati Talita yang sedih. Setidaknya masih ada sedikit solusi yang bisa ditempuh. Talita memandang lekat pada manik mata Fawaz yang diimbangi dengan tatapan Fawaz yang menatap ke arah lain.

Tak lama kemudian, sebuah anggukan kecil diperlihatkan Talita. Mungkin ia merasa apa yang dikatakan oleh Fawaz ada benarnya juga.

"Aku akan mencoba." Nada Talita yang melemah. Entah akan berhasil atau malah menambah sakit. Ia pun tak tahu, mungkin hanya akan mencoba sampai waktu benar-benar bisa menghapus kenangannya dengan Bing.

Bing pemuda yang baik dan pemuda pertama yang menorehkan kenangan asmara dengan Talita. Bagai sebuah legenda cerita cinta, Bing adalah pemuda dengan misterinya. Tak bisa ditebak bagaimana ia menjalani kehidupan. Bagaimana keluarga dan persahabatannya. Bahkan anak pecinta alam di sekelilingnya hanya mengenal Bing sebagai senior yang lebih banyak menutup diri.

Barulah bersama Talita, Bing mulai membuka diri. Profesionalitas sebagai seorang mapala tetap ia jalani, tapi hanya sekadar itu, tak lebih. Tak ada cerita tentang kehidupannya yang diketahui banyak orang. Dan Talita menyukai hal itu. Setidaknya si putri merasa kehidupan Bing tak jauh berbeda dengan dirinya yang tertutup.

"Kak Fawaz, bagaimana kabar Adara?"

Fawaz senang mendengar pertanyaan Talita seputar adiknya, hal itu bisa menjadi barometer sendiri bahwa Talita mulai menemukan kehidupannya. Setelah lama kabut kehilangan berkutat di jiwanya.

"Sebentar lagi Adara pulang."

"Aku tak sabar ingin bertemu dengannya."

"Dan aku suka dengan sikap ceriamu yang tiba-tiba ini."

Walau tak selebar biasanya, tapi senyum Talita sudah menyiratkan bahwa gadis itu mulai ingin membuka diri seperti biasanya.

"Tapi mungkin, setelah Adara berada di sini, kau sudah berada di habitatmu setelah kau dilahirkan, Talita." Seolah Fawaz sedang menyindir gadis itu dan membuat Talita akhirnya terbungkam.

Keduanya bergeming cukup lama. Fawaz memang sengaja tak membuka suara cukup lama. Ia hanya memberi jeda bagi Talita untuk memikirkan ucapannya.

"Baiklah, aku akan mempertimbangkan keinginannku untuk kembali ke hutan."

Gadis itu mengangkat bahunya pelan. Kali ini bayangan sahabat rasa saudara yang tak lain adalah Adara mulai membayangi benaknya. Bayangan di hutan yang sepi tanpa senyum manis dari Adara pastinya akan membuatnya cukup kehilangan dan kesepian. Ditinggal sebentar saja rasanya ia sangat merindukan sang sahabat.

Kali ini Talita mengangguk, "Yah, sepertinya aku harus mempertimbangkan banyak hal dalam hidupku."

"Fakaanal 'insaanu ajuula. Dan adalah menusia bersifat tergesa-gesa," sela Fawaz.

Selaan santai Fawaz membuat Talita tersenyum tipis. "Sama seperti Adara, Kak Fawaz mengatakan sesuatu yang kadang aku tidak mengerti artinya."

"Itu hanya semacam sindiran dari Sang Maha Kuasa. Manusia bersifat tergesa-gesa memang sudah bawaan dari lahir, tapi Sang Maha Bijak, selalu bisa memahami itu. Karena itu kita harus selalu tenang dan banyak memohon petunjuk dari Allah. Itu saja."

"Pikirkan baik-baik setiap keputusan yang kita ambil dalam hidup. Biar tidak menyesal akhirnya," lanjut Fawaz.

🍇🍇🍇
Bersambung.
Situbondo, 4 Mei 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top