02 : Semangat Baru
Aku melangkah dengan gontai memasuki area lantai tiga, hingga tiba-tiba sebuah suara yang sudah sangat kukenal memanggilku.
"Putria, kamu kok baru datang?"
Aku menoleh dan melihat Chika, rekan kerjaku yang kebetulan rumahnya hanya berjarak beberapa blok dari rumahku. Sungguh menyenangkan bisa ditugaskan di tempat yang sama dengannya. Mungkin karena domisili kami berdekatan.
"Iya, Chik. Tadi aku terlambat bangun tidur."
"Lemes banget. Sudah sarapan?"
"Belum," jawabku singkat.
"Wah, kebetulan kalau begitu. Nih sarapan bekal punyaku aja. Tadi aku sudah sarapan bubur. Emm... sebenarnya bekal ini untuk makan siang sih."
"Hah... tumben kamu bawa bekal. Biasanya enggak pernah."
"Iya, emm... Ibuku agak maksa tadi, katanya biar lebih sehat perbanyak makan sayur."
"Tapi---"
"Sudah jangan banyak tanya! Ayo cepat makan. Masih banyak kerjaan nih."
Chika langsung menyodorkan sendok kepadaku dan membuka bekalnya. Aku pun langsung melahapnya dengan senang hati.
"Wah, Chik, aku sudah lama enggak makan masakan Ibu kamu. Ternyata masakannya masih enak kayak dulu."
Chika hanya mengangguk. "Eh, Put, memangnya kenapa kok kamu bisa terlambat bangun tidur?"
Aku mengunyah makanan dan menelannya. "Ya biasa deh... "
Chika yang sudah mengerti maksudku hanya bisa menggeleng.
"Makanya, Put, kurangi kegiatan nokturnalmu di dunia maya. Sadar dong, usiamu itu sudah lebih dari seperlima abad loh."
Aku hampir saja tersedak makanan yang baru saja kutelan.
"Ya ampun, Chika! Bisa enggak sih kamu sebut usiaku 22 tahun aja! Enggak usah pakai abad segala. Nanti kalau yang lain dengar, aku disangka jenglot!"
Chika tertawa terbahak-bahak sambil menoyor kepalaku. Lalu aku membalasnya dengan mengetuk kepalanya menggunakan sendok hingga membuatnya menjerit lebay.
Bercanda seperti itu memang sudah biasa aku dan Chika lakukan jika kami mendapat jadwal shift yang sama, bahkan saat kami masih kecil.
Chika adalah temanku saat di sekolah dasar. Walaupun kami sempat berpisah lama karena suatu keadaan, namun tidak ada yang berubah.
Chika tetaplah Chika yang bawel dengan segala nasehatnya yang membuat telingaku panas. Dan aku tetaplah aku yang ceplas-ceplos dengan keegoisanku yang membuat mulut Chika berbusa.
Setelah menyelesaikan sarapan dengan cepat, aku dan Chika mengerjakan tugas masing-masing.
Aku mengambil uang modal yang sudah ditetapkan di ruang finance, lalu menuju tempatku bertugas. Setelah itu aku harus memastikan mesin Kassa dan mesin EDC berfungsi dengan baik, begitupun dengan segala perlengkapannya.
Para karyawan lainnya juga terlihat sibuk. Ada yang menata produk, membuat laporan, memasang alat promosi, dan sebagainya.
Biasanya sebelum ritel dibuka, semua karyawan akan berkumpul untuk briefing yang dipimpin oleh seorang Floor Manager. Dan karena sudah seminggu ini terjadi pergantian pimpinan, maka briefing dipimpin oleh asistennya.
"Put, ayo cepat. Briefing mau dimulai," ajak Chika yang datang menghampiriku.
"Iya sebentar," jawabku sambil memastikan semuanya tertata rapi.
"Eh, Put, katanya hari ini ada Floor Manager baru. Aku penasaran kayak apa orangnya."
"Ah, paling kayak yang sudah-sudah."
Aku memang tidak begitu penasaran ingin melihat Floor Manager baru. Karena selama ini, orang yang terpilih adalah sosok yang sudah berpengalaman, alias tua. Kalau bukan rambutnya yang sudah putih semua, pasti rambutnya yang sudah tidak ada separuh.
"Hei, kalian kok masih di sini?"
Sebuah suara bariton khas pria tiba-tiba mengejutkan kami. Lalu pemilik suara itu berjalan mendekat.
Walaupun lampu ruangan belum menyala sempurna, namun aku bisa melihat siluet rahang yang tegas dan hidung mancungnya yang begitu memesona.
"Emm... Anda siapa ya?" tanyaku dengan suara bergetar.
"Saya adalah Floor Manager baru, yang akan memimpin briefing pagi ini."
"Ohh..." hanya itu suara yang bisa keluar dari mulutku.
"Ayo cepat! Saya tidak ingin ada yang terlambat."
Lalu pria itu pun berlalu meninggalkan aroma parfum yang menggoda dan menghipnotis, membuat aku dan Chika nyaris berteriak dan berjingkrak-jingkrak.
"Ya ampun, Put. Itu Floor Manager baru ganteng bingits sih."
"Iya, Chik. Masih muda. Rambutnya hitam dan tebal. Dan yang pasti giginya masih lengkap."
"Mimpi apa kita punya pimpinan seger kayak gitu."
"Kita? Aku aja kali, kamu enggak."
"Loh kok gitu?!"
"Iya dong, kamu kan sudah punya cowok, sedangkan aku masih jomblo."
Chika mengerucutkan bibirnya, sedangkan aku memeletkan lidah. Lalu setelah aku mengunci mesin Kassa, kami pun bergegas ke tempat briefing.
"Selamat pagi rekan-rekan sekalian. Perkenalkan, nama saya Andre, dan saya adalah Floor Manager baru di sini. Sebelumnya saya ditempatkan di..."
Pria yang ternyata bernama Andre itu terus berbicara dengan suaranya yang begitu berat dan dalam.
Ia menyebutkan tentang pengalamannya di tempat tugas sebelumnya, bagaimana strategi untuk mencapai target omset, dan bla bla bla...
"... jadi sebagai pimpinan baru, saya mengharapkan kerja sama dari rekan-rekan sekalian. Emm... apa ada pertanyaan?"
Tentu saja. Dalam hitungan detik, berbagai pertanyaan langsung berterbangan dari para karyawan yang sebagian besar adalah kaum Hawa. Tetapi tidak ada satupun pertanyaan itu yang berhubungan dengan pekerjaan.
Dimulai dengan pertanyaan tentang apa status Sang manager? Berapa usianya? Sampai apa nama akun instagramnya?
Aku dan Chika juga tidak mau kalah heboh. Kami langsung menyerangnya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Dan ternyata pria itu bukan hanya tampan, tetapi juga cukup ramah.
Ia menjawab setiap pertanyaan konyol itu dengan canda dan sedikit humor. Membuat para karyawan yang beberapa diantaranya adalah wanita labil, semakin menjerit histeris.
Ahh... ini adalah keberuntungan pertamaku setelah menjalani pagi yang melelahkan. Dan sepertinya mulai besok hari-hariku akan berjalan dengan indah.
Sangat indah...
Bersambung....
24 Okt 2018
Terima kasih telah membaca cerita ini dan memberikan voment-nya ⭐
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top