21 | Sebelum Penyerangan
Raja Kora duduk di atas singgasananya. Dia sebenarnya tidak bersemangat. Pertempuran ini pun dia lakoni karena keterpaksaan. Para menteri dan penasihatnya pun memberikan jalan keluar dari ancaman Raja Azrael dan Raja Antabogo agar bisa bergabung dengan mereka. Alhasil mau tak mau ia harus ikut dalam pertempuran. Raja Kora sedang didampingi para pengawal dan penasihatnya hari itu, di tenda utama raja, di Pulau Angkara. Tinggal menunggu waktu saja sebelum ketiga pasukan menggempur Kerajaan Naga Laut Timur.
Salah seorang prajurit memasuki tenda sambil memberi hormat, "Salam Yang Mulia."
"Ada apa?" tanya Raja Kora.
"Ketiga pasukan sudah bertemu, Yang Mulia diminta hadir dalam rapat sebelum melakukan penyerangan esok hari," jawab prajurit tersebut.
Raja Kora hanya memberi isyarat. Setelah itu sang prajurit undur diri keluar dari tenda. Kora menatap baju zirah ayahnya yang dipajang di tenda tersebut. Raja Salamander meninggalkan baju zirah tersebut terakhir kali sebelum dikurung oleh Raja Primadigda di Penjara Tujuh Pintu. Raja Kora berdiri mendekati baju zirah tersebut.
"Menurut kalian, apa aku sudah pantas untuk memakainya?" tanya Raja Kora.
"Tentu saja Yang Mulia," jawab salah satu penasihatnya.
Raja Kora menggeleng. "Kalian berkata seperti itu hanya ingin menyanjungku. Sampai sekarang pun aku tak tahu apakah ayahku masih hidup atau tidak. Benda ini satu-satunya peninggalan dari beliau. Kata hatiku beliau masih hidup. Aku ingin sekali bertemu dengannya sekali lagi."
Para penasihat dan pengawal pun terdiam. Raja Kora selama ini dilatih oleh salah satu panglima perang yang ada di Kerajaan Naga Laut Barat. Walaupun dilatih olehnya, tetapi tetap saja ia ingin suatu saat dilatih oleh ayahnya sendiri. Kora memperhatikan telapak tangannya. Ada tanda api di telapak tangannya, hanya saja ia tak tahu cara menggunakan apinya. Selama ini saja ia tak tahu bagaimana caranya untuk berubah wujud. Dia hanya mengandalkan armada tempurnya untuk bertarung.
Raja Kora kemudian bergegas meninggalkan tenda menuju ke tempat pertemuan. Di sana pasti ada banyak orang-orang yang sudah menunggu. Beberapa pengawal mengikutinya dari belakang. Seluruh prajurit memberi hormat saat dilewati olehnya. Tempat rapat itu adalah tempat terbuka, beratapkan langit. Puluhan Obor tampak mengelilingi tempat tersebut. Di sana sudah disediakan meja batu dan tempat duduk untuk orang-orang yang berkepentingan.
Di tempat tersebut ada orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya. Raja Kora memperhatikan kalau-kalau ada Raja Antabogo di tempat itu. Tak ada. Hanya ada panglima tertinggi Kerajaan Naga Laut Selatan didampingi beberapa orang yang kemungkinan besar adalah Para Jendral. Pangeran Darius tampak duduk dengan tenang. Dia satu-satunya orang yang tidak menampakkan wajah di hadapan orang-orang. Kepalanya masih tertutup helm besi sebagaimana ciri khasnya selama ini.
"Salam kepada Yang Mulia Raja Kora," sapa Pangeran Darius.
Raja Kora langsung duduk di tempat yang telah disediakan. Suasana kemudian hening, hanya terdengar cakap-cakap prajurit dari jauh. Suara binatang malam pun seolah-olah enggan mengganggu mereka. Panglima Kerajaan Naga Laut Selatan bernama Brastapa. Dia seorang yang menggantikan Pangeran Bagar, setelah Pangeran Bagar tidak bisa lagi ikut dalam pertempuran. Kini nyaris semua lini pemerintahan diisi oleh orang-orangnya Raja Antabogo. Tak ada lagi sisa-sisa orang-orang kepercayaan Raja Primadigda melainkan sangat sedikit.
"Jadi, apa yang akan kalian bicarakan?" tanya Raja Kora.
"Tentu saja tentang penyerbuan esok. Tinggal selangkah lagi kita akan menaklukkan seluruh lautan. Perdamaian akan tercapai sebagaimana yang diinginkan oleh Raja Antabogo dan Raja Azrael. Kalau lautan damai, maka seluruh Dunia Bawah juga damai, bukan begitu?" kata Pangeran Darius.
"Lalu rencananya?" tanya Raja Kora.
"Pasukan dari tiga kerajaan akan mengepung Kerajaan Naga Laut Timur dari semua sisi. Kita akan meninggalkan Pulau Angkara dan fokus bertempur di dalam wilayah mereka. Mereka tak akan bisa kabur lagi. Di sebelah timur jauh, tidak ada apapun melainkan lautan. Kalau toh mereka ingin terjun ke laut, maka mereka sama saja dengan cari mati," jawab Panglima Brastapa.
"Bagaimana pembagiannya?" tanya Raja Kora.
Pangeran Darius berdiri. Ia lalu mendekati meja batu yang ada di tengah. Di atas meja batu tersebut sudah ada peta yang menggambarkan keadaan Kerajaan Naga Laut Timur. Pangeran Darius mengajak mereka melihat apa yang dia rencanakan. Akhirnya mereka pun mengerubungi tempat itu.
Pangeran Darius menempatkan beberapa batu di atas meja. Dia menunjuk satu per satu batu tersebut. "Ini adalah pasukanku. Dan ini pasukan dari Naga Laut Selatan, lalu ini pasukan Naga Laut Barat. Kalian menggempur dari sisi samping, aku dari sisi depan."
"Ini apa?" tanya Raja Kora menunjuk ke peta yang di sana terdapat tanda lambang Kerajaan Naga Laut Timur.
"Ini adalah tembok utama Kerajaan mereka. Mereka punya tiga tembok tinggi mengelilingi istana utama. Kalau kita bisa menjebol tiga tembok pembatas, maka kita bisa menaklukkan mereka," ucap Pangeran Darius.
"Tiga tembok penghalang ini, sepertinya cukup kuat," kata Brastapa.
"Tentu saja, mereka membangun ini ada fungsi dan maksudnya. Armada yang paling kuat dimiliki oleh Kerajaan Naga Laut Timur adalah pemanah. Mereka punya ribuan penembak jitu dan apa kalian tahu kalau satu-satunya Kerajaan yang memiliki pasukan terlengkap adalah kerajaan mereka?" ucap Pangeran Darius.
"Ya, kami mengetahuinya," kata Raja Kora. "Mereka memiliki pasukan elemental, penyihir, goblin, ras naga dan lain-lain. Kabarnya mereka juga memiliki para pandai besi dari Kerajaan Peri."
"Yang Mulia tahu banyak," puji Pangeran Darius.
"Aku cuma banyak belajar saja," tukas Raja Kora merendah. "Lalu, bagaimana caranya menggempur mereka agar kita bisa menang?"
"Sebenarnya, ini bukan pertempuran biasa, Yang Mulia. Kita tahu sendiri mereka sangat kuat, maka dari itu taktik yang akan kita pakai adalah dengan menyerbu mereka dari segala sisi. Buat mereka tidak bisa bernapas, kita hanya perlu mendesak mereka hingga sampai ke gerbang terakhir," ujar Pangeran Darius.
"Gerbang terakhir adalah gerbang yang langsung berhubungan dengan pusat kota dan istana. Pertahanan terakhir. Kalau misalnya kita bisa menjebolnya, maka mereka sudah pasti akan menyerah," kata Brastapa.
"Lalu pembagian pasukannya?" tanya Raja Kora.
"Pasukanku akan menerobos gerbang barat," kata Pangeran Darius. "Aku tertarik dengan Putri Aprilia Sang Pembantai Titan. Aku ingin menghadapinya. Ia pasti ada di sana. Sedangkan kalian, bisa pilih mau gerbang utara atau selatan."
"Aku bisa gerbang selatan," kata Brastapa.
"Kalau begitu kita sepakat. Serangan awal harus tanpa ampun. Agar kita bisa meringsek masuk ke dalam, selebihnya kita akan menggunakan perang taktik," kata Pangeran Darius. "Mereka yang ada di gerbang dua pasti akan berusaha mati-matian untuk bertahan, kita tak perlu banyak menyerang, tetapi kita akan pakai cara yang lain untuk membuat mereka mundur ke gerbang terakhir."
Rapat malam itu pun ditutup dengan para pemimpin kembali ke tempat mereka masing-masing. Pasukan yang sangat banyak itu sudah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Pasukan dari Kerajaan Naga Laut Utara yang cukup berbeda dari pasukan kebanyakan. Pasukan mereka terdiri dari Wyvern, manusia-manusia reptil, dan juga monster-monster yang tidak pernah diketahui namanya.
Saat fajar menyingsing, para pasukan sudah berjalan meninggalkan tenda-tenda. Pasukan gabungan dari ketiga kerajaan itu pun akhirnya melewati jembatan yang menghubungkan Pulau Angkara dan Wilayah Kerajaan Naga Laut Timur. Ribuan pasang kaki dan ratusan kepakan sayap menuju ke wilayah paling timur di Dunia Bawah. Angin pun rasanya bergerak mengikuti mereka, meninggalkan debu-debu yang menutupi jejak.
Pasukan dari Kerajaan Naga Laut Timur sudah bersiaga di depan gerbang. Mereka membentuk barikade dan pertahanan yang luar biasa. Pasukan tersebut bisa melihat bagaimana dari kejauhan pasukan gabungan tiga kerajaan itu sangat besar. Pastinya akan butuh taktik yang sangat jitu agar bisa memenangkan pertempuran kali ini.
Putri Aprilia baru saja tiba. Dia berada tepat di depan pasukannya. Dia memperhatikan pasukan musuh yang baru saja tiba di wilayah kerajaannya dari kejauhan. Para prajurit kerajaannya yang mengenalinya langsung memberi hormat.
"Tu-tuan Putri Aprilia sudah datang!" seru seorang prajurit.
Aprilia segera menghampiri mereka. "Aku ingin bertemu dengan ayahku."
"Apa kita dapat bantuan, Yang Mulia?" tanya salah satu prajurit.
Aprilia hanya tersenyum. Dia tak memberikan jawaban. Ia pun segera masuk ke dalam gerbang untuk menuju ke tempat ayahnya berada. Ayahnya ternyata berada di gerbang kedua. Melihat kedatangan Aprilia, Raja Belzagum yang tadinya berbicara dengan para prajurit langsung menyambut putrinya.
"Ayah," ucap Aprilia yang langsung berlutut di hadapan ayahnya.
Melihat Aprilia tak berani menatapnya, ia tahu kalau Aprilia telah gagal melaksanakan tugasnya. Tak ada bantuan dari Kerajaan Peri. "Bangunlah!"
Aprilia menggeleng. "Maafkan aku ayah, aku benar-benar minta maaf."
Raja Belzagum memberi isyarat agar para pengawal dan prajurit meninggalkan mereka. Setelah orang-orang pergi, Raja Belzagum kemudian membantu anaknya untuk berdiri. Terlihat sepasang mata anaknya yang sembab. Pasti Aprilia bersedih, karena lagi-lagi tugasnya tidak tuntas.
"Tak apa-apa, Anakku. Tak apa-apa," ucap Raja Belzagum.
Aprilia mengambil sesuatu dari kantong yang ada di pinggangnya. Dia mengusap air matanya sejenak, lalu menyerahkan sesuatu kepada ayahnya.
"Aku akhirnya bisa melihat ibuku," kata Aprilia. Dia menyodorkan secarik foto kepada ayahnya. Foto itu pemberian Ratu Elyana saat ia berada di Kerajaan Peri.
Ratu Elyana bercerita tentang satu bulan bersama Ghea di Dunia Atas. Ia menceritakan bagaimana baiknya Ghea. Ratu Elyana sangat menghormati Ghea, bahkan menganggapnya sebagai ratu di dunia bawah. Raja Belzagum menerima foto tersebut. Di dalam foto itu ada dia yang bersanding dengan Ghea, lalu temannya Raja Primadigda dan Ratu Elyana. Foto yang mereka ambil saat mereka tinggal di rumah Ghea waktu itu. Raja Belzagum tak mampu membendung air matanya. Ia ingat sekali dengan wajah istrinya tersebut.
"Kubilang juga apa, kau mirip dengan ibumu," ucap Raja Belzagum. Ia pun lalu memeluk anaknya.
"Aku rindu sekali dengan ibuku, tapi aku sudah puas setelah melihat wajahnya untuk yang pertama kali setelah aku dilahirkan," kata Aprilia.
* * *
40 tahun yang lalu, Dunia Bawah
Raja Belzagum berdiri di atas tanah berpasir. Di hadapannya bangkai-bangkai berserakan setelah pertempuran hebat yang telah ia lakoni selama tiga hari tiga malam tanpa henti. Kini dia lelah, bahkan saat berdiri pun ia lupa apakah di alam mimpi atau di alam nyata. Raja Belzagum kemudian mulai melangkah melewati tumpukan-tumpukan mayat. Asap mengepul dari bekas-bekas tanah yang terbakar.
Tak ada lagi lawan di hadapannya. Raja Belzagum kemudian mengubah wujudnya menjadi naga. Perlahan-lahan ototnya terbungkus oleh sulur-sulur, kemudian membungkus seluruh badannya, hingga akhirnya menjadi wujud yang baru. Perubahannya masih menakjubkan. Sayapnya terkembang, lalu ia pun terbang.
Angin membawa ingatannya saat kembali dari Dunia Atas. Tubuhnya dibawa oleh Primadigda. Mereka turun dari langit di dalam Telur Ajaib. Tubuh keduanya benar-benar mengenaskan. Primadigda kehilangan banyak darah, sedangkan dirinya terkena racun mematikan. Dalam keadaan seperti itu Primadigda masih terus menggendongnya. Ia tak mempedulikan kondisinya hingga mereka akhirnya sampai di perbatasan Kerajaan Naga Laut Selatan. Salah satu prajurit yang menjaga perbatasan langsung mengenali Primadigda. Mereka langsung menolong Primadigda dan Belzagum.
Belzagum baru sadar setelah satu minggu lamanya. Dia sendiri tak ingat bagaimana ia bisa sampai di Dunia Bawah. Saat mengingat kenangan terakhirnya dengan Ghea, ia sangat bersedih. Kesedihannya itu ia bawa sampai sekarang.
Raja Belzagum tak tahu terbang kemana. Ia sudah kehilangan arah. Ia baru saja bertempur dengan suku Behemoth. Tentu saja yang dia lakukan adalah mencari tahu siapa orang yang menyuruh Vincard membunuh istrinya. Namun, mereka bungkam. Tak ada satupun yang menjawab. Terjadilah pertempuran mati-matian antara Ras Naga Behemoth melawan Raja Belzagum. Dia menang, tak ada yang selamat darinya pada pertempuran itu.
Rasa lelah akhirnya melanda. Sayapnya pun melemah hingga akhirnya tubuh besarnya itu terjun bebas ke hutan. Hutan ini berada di salah satu pulau yang terletak antara wilayah Naga Laut Selatan dan Naga Laut Barat. Hutannya rindang, meskipun tak semistis aroma Kerajaan Peri. Raja Belzagum jatuh di hutan tersebut.
"Ghea... sampai sekarang aku tak tahu siapa yang berniat untuk membunuhmu. Aku pasti akan menemukannya," gumam Raja Belzagum. "Sedikit lagi."
Ah, aku ingin istirahat sejenak, pikir Raja Belzagum saat melihat langit. Langit di atasnya berwarna biru cerah, sama seperti langit di Dunia Atas. Awan juga bergerak, pepohonan bergoyang-goyang mengikuti kemana arah angin bergerak. Raja Belzagum terasa lemah dan tak berdaya. Energinya sudah ia habiskan untuk bertempur.
Sayup-sayup terdengar alunan suara seseorang menyanyi. Telinganya yang peka pun langsung tertarik kepada suara tersebut. Suara tersebut menyanyikan melodi-melodi yang indah, membuat tubuhnya nyaman. Makin lama didengar semakin terjadi sesuatu yang aneh dengan tubuhnya. Tubuhnya yang tadi tak punya tenaga, tiba-tiba saja ada energi yang masuk. Energi yang menyejukkan dan membuat tubuhnya lebih bugar. Dedaunan yang ada di dekatnya pun mulai menyelimuti tubuhnya, embun-embun berjatuhan membasahi tubuh naga Sang Raja. Lambat laun ia pun kembali ke wujudnya yang semula. Tubuh manusianya yang lemah dengan luka-luka yang masih membekas di sana.
Perlahan-lahan Belzagum mencoba untuk bangkit. Dia bergerak mencari-cari sumber suara yang dia dengar tadi. Kakinya sempoyongan, namun melodi tadi telah membuat tubuhnya seolah-olah mendapatkan energi baru. Ini bukanlah suara biasa, pasti suara yang memiliki kekuatan khusus yang sanggup membuat tubuhnya menjadi tenang, bugar dan membuat seluruh rasa sakit di tubuhnya hilang seketika.
Belzagum melihat pemandangan yang tidak biasa. Di tengah hutan ia melihat banyak binatang buas sedang tertidur mengerubungi seorang perempuan cantik yang duduk di atas batu. Di kepala perempuan itu ada kupu-kupu mengelilinginya, seakan-akan suka dengan suaranya yang merdu. Perempuan itu tak tahu kalau Belzagum sudah ada di dekatnya, hingga akhirnya Belzagum pun ambruk di tanah. Perempuan itu baru menyadari keberadaannya.
"Siapa kau?" tanya perempuan itu. Tak ada jawaban dari Belzagum. Dia tak sadarkan diri.
Buru-buru perempuan itu menolongnya. Beberapa hewan yang tadinya tertidur segera terbangun lalu ikut mengerubungi Belzagum.
Setelah beberapa jam kemudian, Belzagum terbangun di atas tempat tidur, di kamar yang seluruh dindingnya terbuat dari kayu. Ada beberapa orang di sana. Mereka sedang menunggu Belzagum siuman, salah satunya dikenal oleh Belzagum. Perempuan dengan suara merdu.
"Anda sudah bangun, Yang Mulia?" tanya sebuah suara.
"Aku dimana?" tanya Belzagum.
"Anda berada di kampung Para Pemanggil. Aku yakin kau sudah bertemu dengan putriku. Danaharing Lintang Wungu, namaku Mahesa. Aku juga seorang Pemanggil," jawab lelaki paruh baya yang dilihatnya.
"Mustahil, bukankah Para Pemanggil sudah punah? Kalian...tidak mungkin ada," kata Belzagum.
"Hutan ini adalah tempat tinggal kami, mengasingkan diri dari dunia luar. Mungkin sudah menjadi takdir Yang Mulia adalah orang pertama yang menemukan tempat ini," ujar Mahesa.
Danaharing memperhatikan Belzagum sedari tadi. Dia bisa mengetahui sesuatu yang tersembunyi dari dalam diri Sang Raja.
"Kau sedang berduka," ucap Danaharing.
Belzagum menoleh kepadanya. "Kau tahu apa yang aku pikirkan?"
Danaharing menggeleng. "Suaraku memiliki pengaruh besar kepada siapapun. Yang buas menjadi takluk, yang gembira menjadi lebih bersuka ria, yang marah menjadi tenang, yang berduka menjadi menerima kehilangannya. Kau baru saja berduka."
Belzagum mengernyit. Dia tak pernah bertemu dengan seorang perempuan yang bisa mengobati kedukaannya. Bagaimana hanya dengan melodi suaranya, tiba-tiba saja hatinya serasa lain. Dia menyadarinya. Rasa kehilangan itu, kedukaan yang selama ini sesak di dadanya lenyap begitu saja. Ia memang kehilangan, hanya saja ada perasaan lepas, lega dan ikhlas.
"Kau bukan perempuan biasa," kata Belzagum.
"Dia memang bukan perempuan biasa. Dia seorang Pemanggil. Tidak ada yang tidak bisa dia taklukkan dengan suaranya. Anakku Pemanggil terakhir dari keturunan Thebesita. Pemanggil yang pernah menaklukkan Raja Azrael pertama kali," kata Mahesa.
Belzagum turun dari tempat tidurnya. Mahesa berusaha membantunya, tapi ditolak. Dia mendekat ke arah Danaharing. Perempuan itu sama sekali tak takut. Ia malah bingung apa yang ingin dilakukan Raja tersebut kepadanya.
"Ma-maukah kau menjadi ratuku?" tanya Belzagum.
Tentu saja Danaharing terkejut. Itu terlalu mendadak.
"Y-yang Mulia tak salah bicara?' tanya Danaharing.
"Maukah kau menjadi ratuku? Saat ini, Kerajaanku membutuhkan ratu sepertimu. Apiku tak bisa aku gunakan untuk pertempuran, tetapi aku yakin suaramu bisa memberikan sesuatu yang lain kepada kerajaanku."
"A-aku tak bisa menjawabnya."
Belzagum menundukkan wajahnya. Ia tahu bodoh sekali meminta perempuan yang baru dikenalnya seperti itu. "Maaf, aku mungkin kurang sopan. Tapi, suaramu benar-benar telah mengobati sesuatu di dalam sini." Belzagum menepuk dadanya.
Danaharing menatap Mahesa. Mahesa menghela napas. "Yang Mulia yakin dengan permintaan Yang Mulia?"
Belzagum mengangguk. "Aku sangat yakin."
"Kalau begitu, berikanlah kami waktu. Mengekspos seorang pemanggil menjadi ratu akan membuat Raja Azrael berang. Ia pasti akan berusaha menggempur kerajaan Yang Mulia dengan segala cara. Sebab, Raja Azrael tahu yang bisa menaklukkannya saat itu salah satunya adalah seorang Pemanggil. Beri Danaharing waktu. Kami harus memikirkan ini dengan bijaksana."
"Aku akan menunggunya."
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top