20 | Menuju Batas
Penjara Tujuh Pintu
Aryanaga terengah-engah. Napasnya nyaris habis dan ia sudah kehabisan tenaga. Sementara itu Alter Ego masih segar bugar seolah-olah tenaganya tak pernah habis. Memang kekuatan mereka seimbang, apapun yang dilakukan oleh Aryanaga, dia juga bisa melakukannya. Bukan hanya bentuk fisik saja yang mirip, semua kepribadian dan cara menyerangnya juga sama. Aryanaga seperti melawan sosoknya yang lain.
"Kenapa? Kau sudah kelelahan. Kau bisa beristirahat dan aku akan menunggumu untuk kembali bertarung," ucap si Alter Ego.
Aryanaga berbaring di atas tembok gedung pencakar langit. Tenaganya benar-benar terkuras habis. Tubuhnya lebam-lebam karena serangan kembarannya itu. Dia berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan orang ini. Benar-benar tak masuk diakal. Seluruh gerakannya bisa ditebak, mau menyerang darimanapun juga pasti bisa ditangkis dan dihindari. Waktunya tak banyak, orang-orang sedang menunggu di atas sana.
"Hei, diriku!?" panggil Aryanaga.
"Ya?" jawab Alter Ego.
"Bagaimana cara mengalahkanmu?" tanya Aryanaga. Tentu saja itu pertanyaan yang sangat tolol.
Si Alter Ego terkekeh. "Kau sudah mulai putus asa rupanya. Tak apa-apa, kau bisa menemaniku di sini selama-lamanya atau kau serahkan saja tubuhmu kepadaku. Aku yang akan mengendalikannya."
"Sembarangan. Kau kira aku akan mengizinkannya?"
Alter Ego terkekeh. "Bagaimanapun juga, kau sekarang tak berdaya Pangeran Aryanaga. Waktumu tidak banyak dan kau sekarang sudah putus asa bukan? Semakin kau putus asa, semakin besar kesempatanku untuk mengendalikan tubuhmu. Kau tahu kalau aku bisa melakukan hal yang tak bisa kau lakukan. Aku telah mengalahkan Putri Vivian, aku juga telah mengalahkan Pangeran Bagar, sayangnya aku cukup lengah saat tahu ada Antabogo di sana. Itu karena kau berusaha mengambil alih kesadaran. Seharusnya aku bisa mengalahkan pamanmu juga waktu itu."
"Itu tidak akan terjadi. Aku yang akan mengalahkannya," ucap Aryanaga. Ia perlahan-lahan mencoba untuk bangkit lagi. "Tentunya, setelah aku mengalahkanmu."
"Semangatmu cukup kuat Aryanaga. Tapi, apakah cukup kuat untuk mengalahkanku? Sudah aku bilang kepadamu sebelumnya. Kau tak bisa mengalahkanku."
"Kita lihat saja!"
Sementara itu Raja Salamander masih menunggu Aryanaga dalam posisi semedinya. Dia membentuk pertahanan di sekitar tubuh Aryanaga, karena kekuatannya makin lama makin meningkat semenjak pertarungannya dengan Alter Ego. Tubuh Aryanaga juga berubah dari wujud manusia menjadi wujud hybrid.
"Morth, bagaimana keadaan di atas sana?" tanya Raja Salamander.
"Pasukan tiga kerajaan telah bertemu. Semuanya bergerak ke arah timur," jawab Morth.
"Kita tak punya waktu lagi. Aryanaga, kalau kau benar-benar ingin melindungi orang-orang yang kau cintai, segera akhiri!" ucap Raja Salamander.
Aryanaga tak bisa mendengar ucapan Raja Salamander. Ia sibuk bertarung dengan dirinya. Hantaman-hantaman pukulannya selalu bisa dihindari oleh kembarannya. Satu tendangan keras menghantam wajahnya hingga ia harus terbang menghantam satu gedung perkatoran. Dunia sembilan puluh derajat ini benar-benar membuatnya pusing. Ia tak mengerti bagaimana di dalam jiwanya bisa terbentuk dunia seperti ini.
Si Alter Ego melompat ke gedung tempat Aryanaga jatuh. Ia berjalan di antara tumpukan puing-puing, meja-meja kantor dan dokumen-dokumen kertas berserakan di mana-mana. Pecahan-pecahan kaca jatuh menyamping.
"Kenapa dunia ini seperti ini? Aku tak pernah memikirkan kalau dunia di dalam jiwaku seperti ini," ujar Aryanaga.
"Dunia ini tak terbentuk begitu saja. Kau yang menciptakannya, lebih tepatnya kita yang menciptakannya. Kekuatan kita berada di dunia ini, terkurung tanpa bisa keluar, lalu membentuk dunia tanpa batas yang kau lihat sekarang."
Aryanaga berpikir sejenak, bukankah lawannya adalah dirinya sendiri? Jadi kekuatan yang dimiliki kembarannya, pasti juga dimilikinya bukan? Mereka seperti cermin, serupa. Aryanaga mengakses ingatannya yang samar-samar saat dia berubah menjadi wujud hybrid bersisik hitam putih. Dia bisa mengeluarkan tombak dari tangannya, maka ia pasti bisa mengeluarkan kemampuannya itu. Aryanaga pun mencobanya. Dia membuka telapak tangan kanannya, dari tanda api yang ada di telapak tangannya tiba-tiba muncul sesuatu. Api keluar dari telapak tangannya, lalu membentuk benda panjang berujung runcing. Ia bisa melakukannya.
"Kau baru menyadarinya?" tanya Si Alter Ego.
Tanpa basa-basi Aryanaga langsung melemparkan tombak tersebut seperti yang ia lihat di dalam ingatannya. Si Alter Ego bisa menghindar dengan mudah. Aryanaga mencoba mengingat lagi bagaimana ia melakukan serangan berikutnya. Memorinya muncul satu demi satu. Ia bisa terbang dalam wujud hybrid, maka dia pun mencobanya. Sayapnya mulai melebar sedikit demi sedikit seperti tanaman yang tumbuh saat tersiram air.
"Aku merasa lebih kuat dari sebelumnya," gumam Aryanaga.
"Benarkah? Rasanya tidak ada perubahan. Bagiku kau sama saja," kata Alter Ego. "Kekuatanmu itu sebenarnya sudah ada di dalam tubuhmu sejak kau lahir. Kau tidak pernah menggunakannya, itu saja. Aku pun tahu bagaimana kau akan menyerang, seberapa kuat dirimu, juga seluruh kelemahanmu."
"Jangan bercanda!"
Aryanaga kembali mengeluarkan tombak dari tangannya. Dia melompat mengejar kembarannya. Terjadilah kejar-kejaran di udara. Ia bisa terbang dengan sayap barunya. Kembarannya pun ternyata memiliki sayap yang sama. Aryanaga melempar lagi tombaknya ke arah kembarannya itu, serangannya bisa dielakkan dengan sempurna, sedangkan tombaknya tadi menghantam satu gedung dan menimbulkan ledakan yang sangat besar.
"Dari pada kau buang-buang tenaga mengeluarkan satu-satu tombakmu, bagaimana kalau seperti ini?" ucap Alter Ego. Dia melayang di udara kemudian dari tangan kanannya keluar beberapa tombak api. Setelah itu dengan cepat si Alter Ego melemparkan semuanya ke arah Aryanaga.
Aryanaga baru mengetahui ada cara bertarung seperti itu. Memang dia pernah ingat saat Alter Ego mengendalikan dirinya bisa melakukan cara bertarung seperti itu. Hanya saja kali ini ia lebih bisa melihat secara langsung bagaimana dia melakukannya. Dia terkejut, tetapi sudah terlambat. Tombak-tombak itu mengarah kepadanya. Ia berusaha menghindar. Satu, dua tombak bisa dihindari tapi yang ketiga tidak. Tombak itu mengenai perutnya hingga menembus tubuhnya. Ia pun terdorong oleh kekuatan lemparan tombak tersebut lalu jatuh di salah satu gedung. Setelah itu tombak tersebut meledak. Api berkobar dari bekas ledakannya tadi.
Sang Alter Ego terkekeh. Dia melayang di udara di atas ledakan. Aryanaga melompat dari kobaran api. Ada bekas lubang menganga di tubuhnya. Dia terluka. Bekas tombak tadi melukainya, darah mengucur dari luka tersebut.
Tiba-tiba terdengar getaran yang keras. Dari cakrawala terlihat ada yang naik. Gedung-gedung yang ada di timur, barat, utara dan selatan seperti naik ke udara. Aryanaga terkejut melihatnya. Dia kebingungan dengan apa yang terjadi. Bumi seperti dilipat, langit pun menghilang digantikan dengan pemandangan kota dengan gedung-gedung tingginya. Aryanaga seperti berada di dalam bangunan kubus.
"Kau lihat? Dunia ini makin menyusut. Dunia tempat kita bertarung ini bukan dunia permanen Aryanaga. Lambat laun dunia ini menyempit dan kau akan terhimpit. Apabila dunia ini hilang, maka aku yang akan menguasaimu," kata Alter Ego.
Aryanaga tahu ia tak punya banyak waktu, tapi ia juga tak tahu bagaimana caranya untuk bisa mengalahkan Alter Ego ini. Dia sangat kuat. Aryanaga benar-benar putus asa.
"Kak Aprilia, apa yang harus aku lakukan?"
* * *
Kerajaan Peri
Aprilia tersentak. Dia menoleh ke suatu arah. Seperti ada yang memanggilnya. Dia yakin ada yang memanggilnya, tetapi tak ada orang sama sekali. Sayup-sayup tadi terdengar suara Aryanaga memanggilnya. Dia mendesah. Mungkin karena perasaan rindunya kepada Aryanaga membuatnya seolah-olah merasakan kehadiran tunangannya itu. Kembali ia mengusap punggungnya, berharap tanda itu masih ada di sana. Dia juga berharap Aryanaga baik-baik saja sekarang.
Ruangan tempat dia berada sekarang adalah ruangan yang cukup luas. Cuma ada Minotaur di ruangan itu terkapar tak berdaya. Mereka baru saja berlatih cukup keras, sampai-sampai membuat Minotaur tak bisa lagi berdiri. Luka-luka lebam tampak terlihat di tubuh Si Manusia Banteng. Aprilia kemudian berjalan meninggalkan ruangan itu untuk keluar.
Di luar sudah menunggu Junrei dan Ramwock. Kedua orang ini menyodorkan sebotol ramuan kepada Aprilia.
"Hei, aku duluan!" ucap Junrei.
"Aku duluan!" protes Ramwock.
Aprilia lalu mengambil dua-duanya. "Kalian ini, begini saja rebutan?"
Junrei dan Ramwock tersipu-sipu. Aprilia mengendik ke arah Minotaur.
Junrei terbelalak. "Kau apakah Minotaur?"
"Dia kelelahan mungkin," kata Aprilia. "Dia petarung yang tangguh, pantas saja Ratu Elyana mengangkat dia sebagai prajurit terbaik."
"Kau sangat berbeda Aprilia," puji Ramwock. "Kau kelihatan lebih kuat sekarang."
Aprilia menggeleng. "Kau tidak tahu apa yang ada di sini Ramwock," ujar Aprilia sambil menunjuk ke dadanya. "Kau tidak akan tahu."
Ramwock tersenyum. "Aku bisa mengerti. Manusia memang punya perasaan yang berbeda daripada bangsa kami."
"Tolonglah Minotaur, ia lebih membutuhkan bantuan daripada aku," ujar Aprilia.
Ramwock dan Jureni bergegas meninggalkan Aprilia. Mereka masih memperhatikan Aprilia. "Kau mau pergi setelah ini?" tanya Junrei.
"Iya, kerajaanku membutuhkanku," jawab Aprilia.
"Sampai ketemu Aprilia," kata Ramwock.
"Woaah, Minotaur. Kau tak apa-apa?" tanya Junrei saat mendapati Minotaur tak berdaya.
Aprilia pun menghilang dari pandangan.
Junrei segera mengeluarkan ramuannya, lalu menyuapi Banteng itu dengan ramuan tersebut. Kedua Peramu ini duduk menunggu Minotaur sampai siuman. Akhirnya Prajurit Terkuat di Kerajaan Peri ini terbangun. Ia mengerang.
"Perlahan-lahan Minotaur!" kata Ramwock sambil membantu Minotaur untuk duduk.
"Apa yang terjadi denganmu? Dari luar aku mendengar suara yang menggetarkan. Apa yang terjadi selama kalian latihan?" tanya Junrei penasaran.
Minotaur tersenyum. "Aku baru kali ini melawan orang setangguh dia. Dia punya kekuatan yang tidak diketahui oleh orang banyak. Semesta sudah mempersiapkan segalanya. Dia dipersiapkan oleh semesta ini untuk menjadi Ibu Para Naga."
"Kau bisa dikalahkan olehnya?" tanya Ramwock.
"Dengan mudah," jawab Minotaur.
"Apa?" Junrei sampai ternganga.
"Kekuatan sejatinya bukan kepada fisiknya, tetapi dari perasaannya untuk melindungi. Dia juga memiliki perasaan cinta yang dia sembunyikan," kata Minotaur sambil berusaha untuk berdiri. "Dia tak akan bisa dikalahkan oleh siapapun selama perasaan itu ada di dalam dirinya."
Ketiganya menatap ke arah dimana Aprilia tadi pergi. Mereka baru saja mendapatkan pelajaran dari Aprilia. Ia bukan saja seorang Putri Raja, lebih dari itu hati manusianya telah menggerakkan mereka. Perasaan untuk melindungi orang-orang yang dicintai telah membuat Aprilia lebih kuat dari sebelumnya.
Sementara itu Aprilia sudah kembali ke ruangan tempat Sang Ratu berada. Ia juga sudah membawa barang-barang yang ia butuhkan. Ratu Elyana tampak sedang didampingi oleh beberapa orang. Dia kemudian menyerahkan kantong kecil berwarna hitam kepada Aprilia.
"Apa ini Yang Mulia?" tanya Aprilia.
"Kantong ini berisi beberapa Batu Kekuatan dan beberapa ramuan. Kau akan membutuhkannya selama perjalanan. Sisakan Batu Kekuatan dua butir untuk Aryanaga. Dia akan sangat membutuhkannya nanti," jawab Ratu Elyana.
"Hah?" sekali lagi Aprilia kebingungan sambil menerima kantong tersebut.
"Ingat saja pesanku baik-baik. Kau tak perlu khawatir. Kau bisa melewati semuanya," kata Ratu Elyana.
"Baik, Yang Mulia Ratu Elyana. Hamba akan selalu ingat pesan Yang Mulia," kata Aprilia.
"Ikut aku!" ajak Ratu Elyana.
Mereka melangkah menuju ruangan lain. Aprilia hanya mengikutinya saja. Ruangan itu tak jauh dari ruangan tempat Ratu Elyana berada. Ruangan yang kecil penuh dengan barang-barang dan yang menarik adalah satu cermin besar yang ada di ruangan tersebut.
"Ini apa?" tanya Aprilia.
"Kau bisa pulang cepat dengan ini. Katakan tujuanmu dan kau akan diantarkan ke sana secepatnya," jawab Ratu Elyana.
"Kemana pun?" tanya Aprilia.
"Kemana pun."
Aprilia masih tak percaya, tetapi apa yang bisa ia lakukan. Semua hal yang dia lihat memangnya bisa dipercaya? Rasanya tidak. Tapi, ia melihat semua keanehan ini dengan mata kepalanya sendiri.
Aprilia melangkah maju mendekat ke depan cermin. Terlihat jelas wajahnya. Wajahnya yang awet muda dan tidak menua walaupun usianya sekarang sudah lebih dari 40 tahun. Wajahnya masih terlihat remaja. Dia sudah menyadarinya sejak lama, seolah-olah waktu terhenti begitu saja.
"Tujuanku, tentu saja ke Kerajaan Naga Laut Timur," ujar Aprilia sambil tersenyum.
Tanpa ragu Aprilia melangkah maju ke cermin, tubuhnya menabrak cermin. Perlahan-lahan dia seperti tenggelam ke dalam air. Di antara cermin itu terdapat suatu ruang kecil bercahaya yang mengeluarkan sisi tubuhnya yang lain. Ia baru menyadari telah berada di tempat yang lain. Tempat tersebut tepat di dekat gerbang terluar Kerajaan Naga Laut Timur. Di sana dia melihat pasukan telah bersiap dengan berbagai macam barikade, sementara itu dari arah lain pasukan lawan sudah mengepung dari berbagai arah.
"Bagaimana kami bisa melawan mereka?" gumam Aprilia.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top