19. I Can't Make You Back

Hangat.

Lembut.

Dan beraroma seperti awal musim semi.

Aku tidak yakin berada di mana sekarang, yang jelas ini bukanlah surga atau neraka.

Apa aku berada di kehidupan selanjutnya?

Sungguh aneh. Proses reinkarnasi tidak mungkin secepat ini.

Lalu ....

Perasaan berbeda apa ini? Sesuatu yang baru terasa jelas dalam dadaku.

Aku membuka mataku, saat sesuatu yang lembut itu mengusap kepalaku.

Sesuatu yang sebelumnya kukatakan dengan definisi hangat dan beraroma seperti awal musim semi.

Pandanganku kabur, seolah telah lama tertidur panjang hingga perlu beberapa saat untuk penyesuaian. Samar-samar, sepasang manik abu-abu menyambutku. Senyumnya merekah dan sosok itu kembali mengusap pipiku dan mencium keningku.

Seketika jantungku berdebar kuat.

"Akhirnya berhasil. Aku tidak bisa membayangkan jika hal buruk terjadi padamu.

"Kau membuatku lega. Namun, di waktu bersamaan aku ... maaf karena harus mengucapkannya. Selamat tinggal ... Kim."

Suara itu aku mendengarnya terlampau jelas—lirih dan menyakitkan. Aku tidak mengerti tentang apa yang terjadi dan sayangnya, aku juga masih belum bisa melihat jelas siapa yang sedang berbicara denganku.

Hanya saja ....

... aku tahu pasti siapa pemilik suara tersebut.

Jimin.

Dia bersamaku—apakah aku masih hidup? Bukankah terakhir kali pedang Park Eunha menusuk perutku? Lalu bagaimana aku ... bisa bernapas—debaran jantungku terasa kuat.

"Jimin ...," lirihku dengan nada berbisik, berharap Jimin bisa mendengarnya karena tenagaku benar-benar lenyap. "Di mana—"

"Kita sudah di rumah. Jungkook hyung berhasil menggabungkan kekuatanku untuk menyelamatkanmu, meski ...."

"Park Eunha, Suga, Taehyung, dan ...." Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku lagi karena tiba-tiba saja, kedua kelopak mataku terasa berat hingga akhirnya menuju pada layar hitam nan pekat.

Namun, sayup-sayup bisa kudengar bahwa semua orang baik-baik saja, hanya aku yang ... mianhe.

***

Tanggal 23 Mei 2019, Kamis pukul sembilan malam—itulah yang tertera pada kalender-jam di dinding depan tempat tidur. Aku melihatnya saat tenagaku benar-benar kembali, mataku menyalang begitu saja—seolah pengalaman ini merupakan hal pertama kali aku mampu melihat dunia—lalu duduk di atas kasur secara mendadak.

Kuraba tubuhku dengan perasaan panik. Lalu suara gonggongan berhasil mengejutkanku—well, aku masih hidup—pertanda bahwa percakapan singkat itu bukanlah mimpi. Namun, sejak kapan kami memelihara anjing?

Dan ... tubuhku juga sakit sekali, membuatku penasaran tentang berapa lama aku—

"Kimberly!" seru Taehyung bersamaan dengan suara bantingan pintu yang mengejutkanku. "Kau sudah sadar, syukurlah." Ia memelukku, mengabaikan gerakan tidak nyamanku karena pelukannya terlalu erat. "Mianhe, karena pengaruh Park Eunha ada pada kami ... kalian jadi berakhir seperti ini. Aku akan memberitahu yang lainnya bahwa kau sudah sadar."

"Tae, tunggu," sergahku buru-buru, sambil menahan pergelangan tangan Taehyung. "Jelaskan padaku, bagaimana dan berapa lama? Di mana Jimin? Dia berjanji selalu berada di sisiku."

Taehyung mengembuskan napas panjang lalu melirik ke arah anjing serbia berbulu putih—membuatku mengikuti arah pandangnya. Keningku mengerut—ada apa? Itulah yang kutanyakan dalam diam. Namun, untuk beberapa saat Taehyung tidak menjelaskan apa pun, selain menatap sang anjing yang menggigit topi baseball milik Jungkook, kemudian membawakannya untukku dan tanpa permisi meletakkan kepalanya di pangkuanku.

Aku tidak mengerti apa maksud anjing tersebut. Namun, ada perasaan terikat antara aku dan hewan itu.

Seperti keterikatanku dengan Jimin.

Mengherankan. Selama ini Bibi Kath selalu menolak untuk mengadopsi hewan peliharaan.

"Aku hanya akan menjawab pertanyaan kedua—kau tidak sadarkan diri selama hampir sebulan dan semuanya telah banyak berubah akhir-akhir ini."

"Aku tidak mengerti tentang perubahan yang kau maksud."

"Bukan tidak, tetapi belum. Tunggu di sini akan kupanggilkan Jungkook dan Suga," titah Taehyung lalu pergi begitu saja, meninggalkan ribuan perasaan bingung dalam benakku.

Sembari menunggu, kurasakan anjing tersebut menggosok pelan kepalanya pada pergelangan tanganku. Aku menunduk, menatapnya dan dia membalas tatapanku—rasanya tidak asing.

Haruskah aku mengucapkan sesuatu? Aku bahkan tidak tahu harus mengatakan apa, tetapi dia terus menatapku seolah ingin bicara.

"Kim,"—aku menoleh saat suara itu memanggilku—"kuatkan hatimu." Jungkook menampilkan ekspresi paling menyakitkan yang pernah kulihat.

"Wae?" Ragu-ragu aku menanyakan hal itu, sambil mengusap resah tubuh anjing serbia yang masih setia berada di pangkuanku. Diam-diam hewan itu, menguatkanku.

"Kita berhasil membunuh Park Eunha sepenuhnya, berhasil memulangkan arwah Hoseok dengan tenang, membebaskan jiwa jahat Park Eunha pada diri Taehyung dan Suga, serta membuat para hunter membiarkanmu tetap hidup. Namun, ada harga yang harus kita bayar dari keberhasilan ini.

"Kau kehilangan kekuatan sebagai sumber kehidupan untuk peliharaan iblismu dan yang terakhir ...." Jungkook menitikkan air matanya.

Aku ragu untuk bertanya, bahkan untuk mendengar kelanjutan kalimat Jungkook.

Perasaanku berubah menjadi tidak enak. Yang dikatakan Jungkook di awal, jika itu maksudnya maka ....

... Jimin telah kehilangan kekuatannya lalu di mana dia sekarang? Apakah ....

Tidak. Tidak. Tidak. Aku menolak untuk memikirkan hal tersebut. Aku sudah terbiasa dengan kehadiran Jimin.

"Eomma ...." Lagi-lagi Jungkook menggantung kalimatnya, membuatku semakin takut jika hal ini adalah yang terburuk.

"Kath telah pergi meninggalkan kita—selamanya—demi menyelamatkan kita semua dan anjing yang berada di pelukanmu,"—Suga, entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu, bersebelahan dengan Taehyung dan Jin—"maaf, dia iblis peliharaanmu."

Saat itu pula, seluruh alat indraku seketika melumpuh. Aku tidak sanggup melakukan atau memikirkan apa pun.

Bibi Kath telah tiada, bahkan di saat aku tidak sadarkan diri lalu Jimin ... berubah menjadi hewan peliharaan yang sekarang berada di pangkuanku.

Seharusnya akulah yang menanggung semua ini, bukan mereka! Akulah yang memutuskan untuk menghancurkan teori labirin—berteman dengan para musuh demi bertahan hidup. Jadi ... tidak seharusnya—

"Mianhe ... Bibi, mianhe, Jimin. This is my fault, I—" Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku dan hanya bisa menangis, sambil memeluk Jimin, sambil mengingat saat terakhir kami sempat berbincang ketika kesadaranku setengah pulih.

Ditengah tangisku yang semakin tidak terkontrol, aku teringat perkataan Jimin bahwa dia dan Jungkook menggabungkan kekuatan untuk menyelamatkan nyawaku, jadi apakah belati itu berasal dari ....

"Eomma yang mengarahkan belatiku untuk membunuh Park Eunha, Kim." Jin akhirnya angkat suara, seolah bisa membaca pikiran lalu memelukku. "Setelah kau tenang, akan kuceritakan semuanya."

"Ini salahku, Oppa. Aku terlalu gegabah dan angkuh untuk—"

"Kau mengatakan hal itu lalu apa bedanya, jika kau ingin bertarung denganku, eh?" Nada suara Suga terdengar dingin seperti biasa.

"Ya! Hyung, apa kau tidak bisa diam? Kau berbicara hanya akan menyakiti, Kim," kata Taehyung.

"Semua orang yang berada di sini pun juga merasakan hal serupa dan takdir tidak akan pernah berubah, termasuk kematian jadi—"

"Ne, arraseo!" seruku tak tahan lagi mendengar perdebatan mereka. Aku menunduk semakin dalam, sambil menghapus air mataku dan tanpa sadar telah menerima tissue dari Jimin. "I'm sorry, I really sorry."

Perhatianku sedikit teralihkan saat Jimin kembali mengarahkan topi baseball milik Jungkook. Aku masih menangis sesenggukan hingga akhirnya mendengar suara Jungkook yang mengatakan, "Kau harus memulangkan Jimin sekarang. Dia tidak bisa bertahan lebih lama dengan menggunakan tubuh itu."

"Kau bercanda. Tidak—aku akan mengembalikan kekuatan Jimin hingga ... aku tidak bisa kehilangan lagi, Jungkook."

"Anjing itu bukan tubuh Jimin. Dia hanya menumpang pada tubuh hewan yang telah mati karena kehilangan banyak kekuatan."

Tangisanku semakin menjadi-jadi setelah mendengar perkataan Suga. Ini sungguh menyakitkan, kehilangan satu-satunya saudaramu lalu kehilangan sosok yang sudah terikat denganmu. Aku tidak pernah berpikir bahwa akan berakhir seperti ini.

Jadi aku dilema.

Yang kutahu hanyalah menangis seperti orang dirundung duka.

Bibi Kath telah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkanku dan Jimin, dia telah mengucapkan selamat tinggal.

Aku benci perpisahan dan juga membenci kematian, jadi secara membabi buta—mengabaikan perhatian orang-orang di sekelilingku—aku membaca mantra, memanggil arwah orang mati dan memanggil Jimin agar kembali seperti pertama kali ia datang ke kehidupanku.

Namun, hasilnya nihil. Tidak ada yang berubah dan aku hanya memeluk tubuh anjing Jimin sambil menangis, menumpahkan seluruh perasaanku.

Termasuk seberapa besar rasa cintaku untuk Bibi Kath dan juga Jimin.

"Tenangkanlah dirimu, Kim. Setelah itu, kami akan mengatarkanmu ke pemakaman Bibi," ujar Taehyung, sambil menutup pintu kamarku setelah memastikan bahwa aku tidak akan bunuh diri.

"Aku tidak bisa membuatmu pergi, Jimin. Tetaplah bersamaku, cukup Bibi Kath yang meninggalkanku," kataku penuh rasa pilu dan hanya dibalas gonggongan lemah Jimin.

*****

Besok ending ya dan maaf jika cerita ini tidak sesuai ekspektasi kalian.

Kuharap sejauh ini, tidak mengecewakan kalian dan tolong beri vote+tanggapannya. ❤

Ig: augustin.rh

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top