17. We Will Not Die

Membunuh adalah cara menyempurnakan kekuatan.

Kalimat itu terus-menerus berputar di kepalaku dan aku bersyukur, Hoseok tidak bisa membaca pikiran manusia.

Di Pantai Haeundae pukul tujuh malam, kami berempat berkumpul di tempat yang tidak mencolok seperti orang tolol.

Tolol dalam artian, menjadi pengunjung satu-satunya—menunggu Hoseok—di Pantai Haeundae saat suhu udara berada di bawah titik hangat.

Dan sebenarnya aku tidak menyangka bahwa Hoseok akan mengadakan pertemuan di sini. Kupikir dia akan mengajak kami bertemu di sekolah karena di sanalah tempat tinggalnya. Namun, Hoseok berpikir lain yang mungkin saja Pantai Haeudae adalah tempat terakhirnya.

Ingat 'kan bahwa Hoseok meninggal karena bunuh diri? Jadi kupikir di pantai inilah hal itu terjadi.

"Taehyung," panggilku, ketika tidak sengaja melihatnya kembali cemas—lelaki itu menggigit bibirnya lalu mengembuskan napas kasar berulang kali. "Jangan khawatir semua akan baik-baik saja."

Samar-samar, bayangan hitam itu mulai bermunculan di balik punggung Taehyung. Hal tersebut jelas membuatku khawatir, pasalnya aku telah mengetahui pemilik dari bayangan hitam tersebut.

Pemilik yang ternyata merupakan orang yang sama.

"Aku tidak yakin—maksudku, aku mencemaskan Suga hyung dan diriku sendiri. Kau tahu bahwa, sekarang kamilah yang berada di posisi paling berbahaya. Namun, aku tetap lebih mengkhawatirkan Suga hyung, meskipun ia mengikat kemampuan sihirku, tetapi dia adalah yang terbaik."

Ucapan Taehyung mulai terdengar tak beraturan dan bayangan hitam itu pun semakin pekat. Aku hanya mengembuskan napas pelan lalu menepuk bahu lelaki itu.

Bukan hanya aku, tetapi kami semua telah mengetahui alasan mengapa Taehyung harus secemas ini—Suga adalah target pertama mereka, jadi satu-satunya harapan kami adalah, Paman Min dan Jin mampu menjaga lelaki itu—tanpa ketahuan.

Kuharap hal tersebut bisa terjadi.

"Jin oppa dan Paman Min bersamanya, Taehyung. Jadi ... kau tidak perlu khawatir." Kuharap suaraku tidak terdengar ragu, meski kenyataannya aku memang sedikit pesimis.

Well, hingga kini aku bahkan tidak tahu seberapa besar kekuatan Park Eunha. Yang kutahu hanyalah, bahwa Park Eunha memiliki kekuatan jahat yang lebih besar dari kami berempat.

Taehyung tersenyum miring kemudian mengalihkan pandangan ke arah laut lepas. "Berhentilah untuk bersikap berani, Kim. Kau sendiri sedang ketakutan, 'kan?"

"Hell, yeah," ujarku, menunduk menatap pasir pantai lalu diam-diam melirik ke arah Jimin dan Jungkook.

Mereka sedang bersiap untuk hal ini. Jungkook membaca buku sihir dan Jimin ... aku tidak yakin apa yang dia lakukan—dia hanya berkeliling sembari mengeluarkan sinar biru di beberapa benda; ranting pohin, bebatuan, dan juga ke arah tepi pantai yang tergenang air—anggap saja sebagai penanda wilayah, seperti para anjing lain lakukan.

Aku mengembuskan napas panjang, sembari mencoba merapal mantra mengingat kembali beberapa teknik sihir yang kupelajari. Namun, beberapa saat kemudian cuaca tiba-tiba saja berubah.

Langit tampak seolah-olah akan runtuh, ombak yang menggulung semakin tinggi, dan deru angin serta beberapa kilatan menjadi penyemarak suasana hening di Pantai Haeundae. Kami semua terkejut—saling berpandangan lalu menoleh ke arah tempat Bibi Kath dan Paman Namjoon berada—lokasi tersembunyi yang mana hanya kami yang mengetahuinya.

Lalu ... aku tidak pernah tahu bahwa apa yang kulihat di film fantasy akan benar-benar terjadi hari ini (aku memang telah memercayai keberadaan sihir, tetapi kejadian tersebut masih belum pernah kupikirkan). Sosok perempuan bergaun merah maroon—yang pasti adalah Park Eunha—terlihat menyeringai, seiring dengan curah hujan di satu titik tepat di depanku.

Kemudian Hoseok menyusul di belakang gadis itu dan ....

Jannie, sang iblis wanita yang merupakan peliharaan Bibi Yeo Reum, berdiri di sisi Hoseok.

Aku ingat sekali, saat Bibi Kath menyampaikan pesan Bibi Yeo Reum, yaitu jika ingin mendapatkan kehidupannya kembali maka Park Eunha harus membunuh atau setidaknya melemahkan objek-objek, tempat ia menyimpan jiwanya.

Dan sebagian jiwa wanita itu ada pada Taehyung, Suga, dan Hoseok.

Bayangan hitam yang selalu muncul di balik punggung mereka adalah jiwa Park Eunha, dan sosok yang ingin mencelakakanku di hari pertama Jimin hadir ke bumi adalah Park Eunha.

Aku baru mengetahui hal itu ketika Bibi Kath menemui roh Bibi Yeo Reum di kuil Beomeosa.

Jadi setelah melihat wujud Park Eunha di depan mataku, maka aku bisa menyimpulkan bahwa salah satu di antara mereka bertiga ada yang ....

Tidak, tidak, tidak. Aku menolak keras jika ada hal buruk yang terjadi. Jin dan Paman Min pasti mampu menjaga Suga lalu Hoseok ....

Dia hanya menunduk lemah, bersebelahan dengan Jannie. Yang mana, kurasakan ada hal aneh pada diri mereka.

"Akhirnya aku bisa melihatmu, keturunan terakhir keluarga Matsdotter." Senyuman asimetris terlihat jelas di wajah Park Eunha—dia adalah salah satu makhluk yang tidak basah kuyup akibat badai—seolah tetesan hujan merupakan media yang memperlihatkan wujudnya. "Kau penasaran denganku, bukan? Beberapa hari setelah menggagalkan rencanaku, kau mencari tahu tentangku."

Aku meneguk saliva-ku kuat-kuat.

"Aku tidak tahu harus berterima kasih sekarang atau nanti, tapi—"

"Kau mencoba untuk menipuku. Berhentilah bersikap tidak tahu apa pun." Seketika bayangan hitam di punggung Park Eunha terlihat jelas—hal yang paling kutakutkan, hingga tanpa sadar aku melangkah mundur. Namun, Jimin menahannya.

Untuk sepersekian detik, aku menoleh ke arah Jimin. Dia memberiku isyarat agar tidak takut dengan wanita itu lalu ....

... kulihat Taehyung seperti kehilangan kesadaran. Ia melangkah mendekati Park Eunha, sedangkan Hoseok—aku tidak melihatnya, begitu pula dengan iblis wanita itu.

Jangan tanya ke mana mereka pergi, karena saat itu perhatianku teralih pada Taehyung.

"Taehyung! Jimin, apa yang terjadi?" Aku nyaris berteriak dan dengan membabi buta, mengeluarkan kekuatan sihirku. "Ice," bisikku kemudian dalam hitungan detik tetesan hujan pun berubah menjadi kristal es.

Aku mengubah tetesan hujan tersebut menjadi kristal es—membuat siapa saja yang mengenainya akan terluka—saat itu aku melupakan Jungkook. Kudengar Jungkook mengerang, tetapi aku yakin itu tidak masalah—Jungkook bisa mengatasinya karena kemampuanku hanya mencapai radius lima meter.

Sayangnya apa yang kuharapkan tidak terjadi, Park Eunha tidak menghilang akibat perubahan tersebut. Ia malah menjadi wujud sempurna akibat kesalahanku dan kini Taehyung berada dalam pengaruhnya.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, hingga tiba-tiba saja Park Eunha mengucapkan mantra aneh dan tetesan kristal es yang kubuat berubah warna menjadi hitam. Salah satunya mengenaiku, memberikan efek nyeri luar biasa hingga aku, Jungkook, dan Jimin kembali mengerang.

"Kau tidak akan bisa mengalahkanku, Nona Matsdotter," kata Park Eunha, sambil melangkah mendekat dan menyentuh daguku dengan ujung kukunya. "Kalian akan mati secara perlahan. Kristal es yang kau buat telah memudahkanku untuk menyebar racun dan ....

"Hellhound kecilmu sama sekali tidak sebanding dengan kekuatanku."

"Kami tidak akan mati, justru kau yang ... aarrghh!" Ucapanku terputus seiring dengan perasaan nyeri di bagian perutku.

Dan saat itu kulihat tetesan darah mulai menetes dari ujung perak tipis nan tajam. Meninggalkan jejak merah di pasir pantai dan menyeruakkan aroma besi.

Seketika sepasang pupilku membesar.

Park Eunha tertawa keras, terlalu memekakan telinga seiring dengan badai hujan yang semakin menjadi-jadi.

"No ...," bisikku lirih. Tidak mungkin kita akan kalah secepat ini. Namun, tetesan darah yang semakin banyak itu membuat pikiran seketika kacau.

Sayup-sayup kudengar suara Jungkook dan Jimin memanggil namaku.


*****


Bagaimana chapter ini?
Terima kasih buat siapa pun yang masih betah membaca, semoga kalian enjoy.

Love you ❤

Ig: @augustin.rh

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top