14. Like Playing Puzzle

Di rumah makan Min-ui Gajog, kami tiba-tiba saja melakukan konser dadakan. Lebih tepatnya saat lagu Fire dari Bangtan Boys terdengar dari arah speaker. Jungkook dan Taehyung yang paling nyaring, mereka bahkan sampai melakukan dance cover sambil duduk—Jimin mendapatkan tugas untuk merekam.

Lalu aku ... hanya bernyanyi dan menunggu Paman Min serta pesanan kami tiba di atas meja.

Hampir sepuluh menit menunggu, jokbal, sundae, aljigae, dan cola pun akhirnya tertata di atas meja makan bersamaan ketika Suga kembali ke dapur serta Paman Min yang duduk di salah satu kursi, sambil tersenyum hangat.

Penilaian pertamaku saat melihat lelaki yang nyawanya berhasil kuselamatkan—Paman Min—di Pantai Haeundae adalah, dia pria yang hangat dan bersahabat. Cukup berbeda dengan Suga yang cool and sometimes too savage.

"Makanlah, untuk kalian hari ini akan kuberi gratis," kata Paman Min sambil menuangkan soju lalu meminumnya dalam satu tegukan. "Dan ... Kim, aku tidak menyangka akan bertemu dengan Hereditary Witch lagi. Kupikir mereka benar-benar sudah punah."

Sambil menikmati Jokbal, aku tersenyum simpul lalu kusempatkan melirik ke arah tiga lelaki yang sekarang sedang sibuk dengan makanan mereka. "Nyatanya, kau melihatnya hari ini, Ahjussi."

"Bukan hanya melihat, tetapi nyawaku telah diselamatkan oleh Hereditary Witch."

"Tidak akan terjadi jika tanpa bantuan mereka. Meski menyandang garis keturunan Hereditary Witch, aku adalah yang paling payah," ujarku sambil mengedikkan bahu, berusaha untuk merendah.

Merendah dan bersiap untuk meroket. Itu kata Hoseok, saat terakhir kali kami melihatnya di sekolah—lima hari yang lalu.

Paman Min, kembali menenggak soju-nya lalu mendesah pelan. "Lupakan tentang seberapa payah dirimu, Kim," ujar Paman Min setelah beberapa saat melirik ke arah Suga yang tengah melayani sekelompok gadis SMA di meja dekat pintu masuk. "Kata Suga, kau mendengar nama Park Eunha saat memulangkan iblis tersebut dan dia mengaku sebagai peliharaan mendiang istriku. Apa itu benar?"

Mengangguk mantap, segera kuraih gelas cola-ku. Akhirnya setelah beberapa saat melakukan basa-basi, kami masuk ke topik pembicaraan yang sebenarnya—mengenai Park Eunha, iblis wanita, dan mendiang istri Paman Min—cukup berat, hingga membuatku sedikit gugup.

"Ne. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi selain kau dan Paman Namjoon karena Suga telah mengiraku berbohong," aduku dengan aksen yang sengaja terdengar sedikit imut.

Ingat hanya SEDIKIT karena aku tidak terbiasa melakukan aegyo, seperti Jungkook, Jin, dan Taehyung setiap kali mereka ingin menarik perhatianku. Sebenarnya tidak jarang pula hal itu membuatku jadi ingin muntah.

"Namjoon?" Paman Min menautkan kedua alisnya, seolah berpikir.

Aku kembali mengangguk.

"Maksudmu ... Kim Namjoon?"

Lagi-lagi mengangguk.

"Astaga!" Kedua sudut labium Paman Min terangkat saat ia memukul meja makan, hingga semua mata tertuju padanya.

Jimin, Taehyung, serta Jungkook bahkan sampai menghentikan aktivitas makannya dan aku, sempat terbelalak saat melihat tumpukan piring kosong di depan mereka.

Apa perut mereka bertiga terbuat dari karet, hingga mampu menampung semua makanan padahal sebelum ke Min-ui Gajog kami sempat jajan bungeoppang di pinggir jalan.

"Ah, mianhe," ujar Paman Min sambil mengusap tengkuknya saat sadar, bahwa kami semua terperanjat. "Lanjutkan acara makan kalian, Nak. Aku hanya terkejut saat Kim menyebutkan nama Namjoon dan ternyata dia adalah Kim Namjoon."

"Kim Namjoon adalah ayahku, Ahjussi. Apa kau mengenalnya?" tanya Jungkook sambil kembali mengunyah sundae-nya.

Paman Min menaikkan sebelah alisnya dalam hitungan detik—mengiyakan pertanyaan Jungkook kemudian kembali berujar. "Dia adalah teman SMA sekaligus sama-sama pernah melakukan pekerjaan part time sebagai hunter. Lebih tepatnya kami berdua adalah rival, tetapi tetap saling membantu."

"Aku mengerti. Jin hyung pernah mengatakan bahwa dia tidak memiliki sihir, tetapi memiliki bakat alami sebagai hunter. Itu karena appa adalah hunter dan eomma Hereditary Witch, just like Kim."

"Dan kau bisa melakukan sihir, 'kan?"

"Ne, tapi tidak sehebat Kim. Hanya sebagian seperti menyembuhkan—kemampuan alamiahku—dan beberapa hal kecil."

Paman Min mengangguk-angguk. "Tidak kusangka Namjoon benar-benar menikahi Kath. Dia memang sangat baik dalam hal membangun kepercayaan mengenai Kath di hadapan para hunter ."

"Err ... mianhe, Ahjussi, tapi jika boleh bertanya apa mendiang istri yang dikatakan iblis itu adalah benar?" Aku melirik ke arah Jungkook, sambil memberikan tatapan meminta maaf karena mengalihkan pembicaraan.

Beruntung Jungkook memahami situasiku dan dia pun melanjutkan acara makan-makannya. Sayup-sayup ketiga lelaki itu akhirnya mulai membicarakan tentang program survival dalam hal melahirkan girl group baru di Korea—kalau tidak salah namanya Produce 101—aku kurang yakin.

"Akan kuceritakan dari awal, setelah itu akan kubantu kau untuk menyusun puzzle. Kau pasti ingin tetap hidup seperti bibimu, 'kan?"

Puzzle? Aku tidak mengerti puzzle seperti apa yang dimaksud Paman Min. Namun, daripada bertanya banyak hal lebih baik diam dan menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya.

Err ... sepertinya tidak karena kalimat terakhir yang diucapkan Paman Min sebenarnya kurang tepat. "Tujuanku mencari tahu tentang kejadian di Pantai bukanlah untuk bertahan hidup, tapi untuk menyangkal teori labirin.

"Tentang kehidupan Hereditary Witch yang tidak bisa berdampingan dengan arwah orang mati, sesama penyihir, iblis, dan—"

"Hunter," tukas Paman Min, "karena mereka akan membunuhmu. Namun, jika kutanya sekarang apa kau merasa tidak aman?"

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibirku karena jawabannya adalah aku tidak tahu—semua terlihat abu-abu.

"Tidak perlu dijawab, Kim." Menepuk pundakku pelan, Paman Min memperlihatkan ekspresi paling hangat yang pernah kulihat selama hampir setengah jam berada di sini.

"Kamsahamnida," ujarku pendek sembari membungkukkan sedikit punggungku.

"Mendiang istriku—Yeo Reum adalah wanita dari golongan kalian dan dia juga memiliki kemampuan alamiah yang sama denganmu.

"Dia juga memelihara satu iblis. Yang kau temui di Pantai Haeundae itu Jennie, dia menggunakan wujud Yeo Reum saat wanita itu meninggal demi menggali kesedihanku di masa lalu.

"Akan tetapi mengenai Park Eunha ... mianhe, aku tidak mengingat banyak tentang nama itu. Yeo Reum memiliki banyak musuh dan karena kesalahanku dia meninggal di tangan para musuh-musuhnya—sekelompok penyihir, hunter, dan para arwah orang mati. Apa kau menceritakan hal ini pada Namjoon, Kim?" Paman Min menyeka setitik air matanya lalu menatap ke arahku.

Sial! Setelah mendengar cerita tentang Yeo Reum—mendiang istri Paman Min—seluruh tubuhku seketika gemetar. Bayangkan saja, meninggal karena diperebutkan oleh banyak musuh bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk dipikirkan!

Percayalah, kau tidak akan sanggup tidur atau bernapas dengan tenang.

Aku meneguk saliva kuat-kuat kemudian menyambar segelas cola dan menghabiskannya hingga tetes terakhir. "Paman Namjoon, mengatakan bahwa dulu, ada satu nama Park Eunha yang mengusik keluargamu. Jika kau memang melupakannya, Ahjussi."

Menggeleng pelan, Paman Min menuangkan soju-nya ke dalam gelas kemudian menoleh ke arah Suga. "Ada dua nama Eunha yang mengusik keluarga kami, Kim," ungkap Paman Min yang tanpa sadar malah membuatku semakin berpikir. "Yang terakhir hampir membuat Suga kehilangan nyawa."

Batinku mulai berseru, memberikan pernyataan bahwa inilah puzzle-nya dan kami hanya punya satu keping puzzle, yaitu nama keluarga Park.

Ini akan memakan waktu, Paman Namjoon dan Paman Min memiliki pernyataan yang berbeda lalu Suga, dia malah mengatakan bahwa Paman Min hanya menikah sekali.

"Dua? Jinjja? It's really complicated, Ahjussi."

"Aku baru ingat, bahwa kekasih Hoseok juga bernama Eunha," celetuk Jungkook tiba-tiba membuat kami; aku dan Paman Min serempak menoleh ke arahnya.

Seriously?! Aku sungguh ingin bertanya, apa nama serupa adalah suatu kebetulan atau strategi?

"Kau tahu nama keluarganya?" tanyaku dengan nada cepat sekaligus frustrasi.

I'm a dead cheese! Aku bukan detektif dan sekarang hampir mendekati profesi tersebut demi mendapatkan kepercayaan agar tidak terbunuh—sekaligus mencari tahu siapa musuhku sebenarnya.

"Park," kata Taehyung dan Suga secara bersamaan.

Well, aku tidak tahu sejak kapan Suga berada di sini dan sekarang ia memilih duduk di kursi sebelah Paman Min.

"Aku membunuhnya dalam tugas setahun lalu dan beberapa bulan kemudian Hoseok dinyatakan bunuh diri," ungkap Suga, tanpa perasaan bersalah sedikit pun.

Aku merinding saat mendengar pernyataannya dan Jimin ....

... dia hanya menatapku lekat-lekat, seolah bersiap untuk melindungi jika Suga ingin membunuhku secara mendadak.

"Terlalu banyak Eunha dan satu dengan nama kelurga Park. Namun, dia telah mati," kata Taehyung, "apa itu masuk akal? Mengendalikan iblis milik penyihir lain saat pelakunya telah meninggal."

"Iblis akan kehilangan arah jika tuan mereka pergi secara mendadak seperti kematian, hyung," ujar Jimin yang refleks membuat kami tercengang.

Pernyataan dari sesama iblis tidak mungkin salah, 'kan? Jadi wajar jika selama ini Jimin bersikeras untuk menjagaku.

Dia ... tidak ingin kehilangan arah dan menjadi ....

For God sake! Apa itu berarti bahwa iblis wanita itu ditawan lalu ... oh my God!

"Bibi Kath pasti mengetahui hal ini." Aku menggigit sundae terakhir milik Jimin kemudian buru-buru meneguk cola. "Salah satu buku nenekku mengatakan bahwa penyihir yang menawan iblis milik penyihir lain bisa melakukan hal jahat, sekaligus memfitnah kami yang masih hidup.

"Siapa pun itu Park Eunha, dia pasti memiliki motif untuk semua yang ia lakukan. Kematian Bibi Yeo Reum dan Hoseok pasti ada hubungannya."

"Jangan lupakan bahwa Suga-ssi juga hampir celaka oleh seseorang bernama Eunha," kata Jimin. Tidak kusangka dia mencermati pembicaraanku dengan Paman Min.

"Aku hampir membakar diri sendiri," tutur Suga. "Alasannya pun serupa dengan pamanku."

"Well, terasa seperti menyusun puzzle. Aku akan membantumu, Kim," Taehyung meletakkan tangannya di atas punggung tanganku kemudian disusul oleh Jimin, Jungkook dan Paman Min.

Mereka kompak mengatakan 'Aku juga' itu membuatku terharu, hingga beberapa saat kemudian kami menyadari bahwa ada satu orang yang terlupa.

Dia Suga, hanya menonton kami sambil menikmati cumi bakar.

"Mwo?" tanyanya, sambil terus mengunyah. "Aku tidak punya alasan untuk membantumu. Jadi jangan berharap, karena aku adalah hunter bukan bawahan penyihir. Meski aku telah berhutang budi padamu, Kim."



*****

Kamsahamnida.

Menurut kalian chapter ini?

Masih betah atau mulai bosan? Jangan bosan ya-cuma 30 chap, kok.

Bagi-bagi foto makanan dulu lah.

Jokbal

Sundae

Aljigae

Bungeoppang

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top