IV
Runa mengelus perutnya, perut yang masih rata berisi janin hasil perbuatan yang tak ia ingat sampai sekarang. Matanya menatap perut dengan pandangan berkabut.
"Aku ga tau harus panggil kamu apa, aku juga ga tau panggilan apa yang pantas untukku, maaf kamu hampir celaka karena kebodohanku," ucap Runa sambil terus menggerakkan telapak tangannya di atas kulit perutnya.
"Anggap kita sekarang ini teman, aku boleh cerita sama kamu 'kan?" Tanyanya. Ia berbicara seolah ada yang mendengarkannya di ruangan ini.
"Sekarang ini aku cuma punya kamu, jadi tolong jangan marah padaku dan pergi, bertahanlah seperti aku mempertahankan kamu." Lelehan air mata mengalir dan langsung di hapus oleh Runa.
"Runa," sapa seorang gadis yang baru saja membuka pintu. Runa mendongak mengalihkan pandangannya dari perut ke arah pintu. Gadis itu mengangkat sebuah plastik tinggi-tinggi.
"Makanan rumah sakit ga enak 'kan, jadi aku bawain ini," ucapnya riang khas seorang Petra.
"Pet, abang turun dulu, beli kopi," ucap seorang lelaki yang tadi ikut masuk bersama Petra. Salman langsung pergi meninggalkan ruangan setelah Petra mengganggukkan kepala.
Salman tidak mengenal Runa sebelumnya, begitupun dengan Runa. Lelaki itu merasa canggung berada di ruangan itu dan akhirnya memilih keluar dan menunggu adiknya selesai menjenguk.
"Pacar aku, ganteng 'kan," ucap Petra dengan kedipan di sebelah matanya. Runa tersenyum melihat tingkah Petra.
"Iya ganteng," jawab Runa dan mengacungkan dua jempol tangannya.
Sambil membuka kotak yang ia bawa tadi Petra tertawa keras, ia mencolek bahu Runa dengan gaya genit.
"Bisa aja sih, itu abang aku," ucapnya dengan sisa-sisa tawa, ia lalu menyerahkan salah satu kotak ke Runa. "Gara-gara dia aku ga punya pacar sampai sekarang," lanjutnya dengan mulut yang mencebik.
"Kenapa?" Tanya Runa penasaran. Ia mulai menjepit makanan yang ada dengan sumpit dan memasukkan ke dalam mulutnya. Sebenarnya tadi ia sudah makan makanan rumah sakit, tapi ia pikir makhluk hidup di tubuhnya juga memerlukan makan jadi ia harus memasukkan ekstra makanan ke dalam perut. Kali ini ia tidak ingin menyakiti makhluk kecil yang sedang berkembang di dalam rahimnya.
"Dia rese kalau ada lelaki dekat denganku dia ngaku-ngaku jadi pacarku, menyebalkan," ucapnya dan membuat Runa mengeluarkan tawa.
"Kamu udah sehat?" Tanya Petra sambil memperhatikan perut Runa.
"Aku? Atau dia?" Tanya Runa sambil mengikuti arah pandang Petra.
"Dua-duanya," jawab Petra.
"Aku rasa aku sehat, tapi aku ga tau kalau dia," jawab Runa dengan nada lemah.
"Pasti sehat, kalau kamu sehat 'kan boleh pulang," ucap Petra memberi semangat.
*****
Pintu terbuka membuat Runa yang sedang memandangi jalanan dari jendela kamar rawatnya menoleh. Dilihatnya Salman memasuki kamar canggung.
"Petra sedang keluar, lapar katanya," ucap Runa memberitahu Salman keberadaan adiknya. Runa tahu lelaki itu sedang mencari adiknya.
"Aduhh, itu anak perut apa tong sampah sih, bukannya tadi dia beli makan," Omel Salman tak habis pikir dengan tingkah adiknya.
"Kurang kenyang katanya," jawab Runa yang membuat Salman menggelengkan kepala. "Aku Runa," ucap Runa memperkenalkan dirinya.
"Salman," jawab Salman. Keduanya saling memperhatikan satu sama lain sampai Salman membuka suaranya untuk memecahkan suasana. "Udah sehatan?"tanyanya.
"Udah, terimakasih kemarin sudah menolong," ucap Runa. Ia kembali menuju kasurnya, berjalan perlahan sambil mendorong tiang infusan. Ia lalu berbaring di tempat tidur.
"Permisi," seorang lelaki dengan kemeja biru dan jas putih masuk bersama seorang perawat.
"Ibu Aruna saya periksa dulu ya," ucapnya setelah berdiri di samping ranjang Runa. Tangannya mengangkat baju Runa ke atas hingga bagian pusar.
"Darahnya masih keluar?" Tanya sang dokter yang di jawab gelengan oleh Runa.
"Disini aja Pak, supaya saya bisa menjelaskan kondisi istri dan anaknya" ucap Dokter saat Salman hendak meninggalkan ruangan. Salman binggung dengan ucapan sang dokter begitu juga dengan Runa.
"Enggg... saya... " Salman ingin menjelaskan dirinya bukan suami Runa seperti yang di maksud sang Dokter tapi sayang tak di hiraukan. Dokter itu malah menjelaskan segala hal yang tak masuk ke telinga Salman. Salman terlalu fokus untuk menjaga matanya dari perut putih mulus milik Runa. Runa sendiri terlihat tak mempedulikan kehadiran Salman. Ia fokus mendengarkan saran Dokter.
Baju Runa sudah diturunkan dan sudah menutupi perut yang sejak tadi menjadi objek perhatian Salman. Salman bernapas lega, pemandangan tadi cukup membuatnya melirik beberapa kali.
Sang dokter dan perawatnya sudah keluar dari kamar Runa. Setelah dua malam menginap di rumah sakit dan dipantau keadaannya, Runa di perbolehkan pulang hari ini.
"Maaf ya tadi saya..." Salman terlihat binggung merangkai kata. Ia terlihat mengusap tengkuknya.
"Ga apa-apa, ga masalah... toh ga ada yang marah kalau kamu lihat perut saya. Tenang aja," ucap Runa sambil tersenyum. Salman terdiam mendengar jawaban Runa. Ia tahu apa yang terjadi pada Runa, ia merasa tak enak hati jadinya.
"Bang, di panggil bagian admin tuh," Petra datang dengan menjinjing kantung plastik putih.
"Oh iya," jawab Salman. Ia berjalan keluar menghilang di balik pintu.
Runa memperhatikan Salman yang keluar kamar. "Kenapa abang kamu di panggil bagian administrasi?" Tanya Runa dengan kening berkerut.
Petra tersenyum meringis. "Jadi gini Run, karena kemarin kamu setengah sadar dan aku yang nemenin kamu, abangku yang urus semua termasuk administrasi, dan... emmm... maaf ya Run... emmm waktu di tanya nama suami kamu, aku sebut nama abangku aja," ucapnya menjelaskan. Runa cukup terkejut namun tak lama ia tersenyum.
"Makasih udah bantu aku Pet," ucap Runa.
"Sama-sama," jawab Petra dengan senyum yang menunjukkan deretan giginya.
◎◎◎
Petra sedang membantu Runa merapikan pakaiannya. Runa melipat dan Petra yang memasukkan ke dalam tas. Salman baru saja masuk dan duduk di sofa yang ada si pojok ruangan.
"Bang Salman nanti aku minta rincian biayanya ya, tapi aku ga bisa bayar semua langsung aku cicil setiap bulan ya," ucap Runa sambil memasukkan baju terakhirnya.
"Gampang itu, kamu tinggal sebelahan sama Petra 'kan, nanti Petra awasin kamu biar ga kabur," ucap Salman yang langsung di lempari bantal oleh Petra.
"Jangan di dengar Run," ucap petra ke Runa. "Ngaco lo bang," berganti ia melihat ke arah abangnya yang sedang tertawa.
"Bercanda loh Run, santai aja, yang penting kamu sehat," ucap Salman yang asik dengan ponselnya.
"Bang, gue pergi dulu ya, lo bisa antar Runa sampai kosan 'kan? " ucap Petra yang sudah berdiri hendak meninggalkan ruangan.
"Mau kemana lo?" Tanya Salman,
Matanya melirik ke Petra.
"Ada perlu, ga apa-apa ya Run, bye gue pergi dulu." Petra sudah pergi menyisakan Runa dan Salman disana. Suasana kini menjadi sunyi, Salman kembali dengan ponselnya sedangkan Runa bingung tak tahu harus memulai percakapan apa.
"Sudah selesai?" Tanya Salman yang melihat Runa hanya duduk diatas tempat tidur memainkan kukunya.
"Sudah," jawab Runa.
"Mau pulang sekarang atau aku perlu urus kamar inap lagi?" Canda Salman lelaki itu sudah berdiri siap keluar kamar.
Runa terkekeh. "Ga perlu, aku mau pulang sekarang aja," jawab Runa.
Salman ikut terkekeh. "Ayo," ucapnya sambil mengangkat tas milik Runa, Runa menahan tasnya, ia menolak tasnya dibawakan oleh Salman. "Sudah ga apa-apa, saya aja yang bawa." Salman langsung mengangkat tas Runa dan berjalan menuju pintu.
Runa dan Salman baru saja keluar kamar inap saat Dini datang, Dini berjalan terburu-buru disusul Tama dan Irsyad di belakang.
"Runaaa," panggil Dini saat melihat Runa. Runa tersentak melihat wanita bertubuh tambun itu.
Kini Dini sudah memeluk dan mengelus-elus punggung Runa. "Kamu sudah sehat?" Tanya Dini dengan nada cemas.
"Sudah, Tante tau darimana aku disini?" Dengan wajah heran Runa menyalami Dini. Ia sama sekali tidak menyangka Dini akan kesini apalagi bersama suami dan lelaki itu.
"Kandunganmu sehat Runa?" Tanya Tama, saat Runa menyalaminya juga.
"Kata dokternya sehat Om, semoga ga ada apa-apa lagi... maafin Runa," jawab Runa singkat, kepalanya kini menunduk melihat ke ujung sandalnya.
"Yang penting sekarang sehat...cucu tante ga kenapa-kenapa," ucap Dini sambil mengusap perut Runa
"Cucu Mama darimana? Itu bapanya di samping ibunya 'kan," tuduh Irsyad sambil menatap Salman.
Salman yang bingung langsung menunjuk dirinya sendiri. "Gue?"tanyanya.
Tama dan Dini ikut melihat Salman dengan tatapan bertanya. "Ini teman Runa, dia yang tolong Runa kemarin," ucap Runa, ia tidak ingin Salman di tuduh-tuduh.
"Run, tinggal sama kami ya, biar kami bisa mengawasi kamu," ucap Dini.
Biar aku ga gugurin kandungan aku lagi ya Tan, batin Runa.
"Ga usah Tante, Runa tinggal di kosan aja,"
"Di rumah kami saja, supaya kami bisa menjaga kamu," paksa Dini.
"Iya tinggal bersama kami, agar kalian juga bisa mengurus pernikahan dengan cepat," sambung Tama. Runa dan Irsyad terkejut dengan ucapan Tama. Salman yang hanya orang asing diantara mereka lebih memilih menyingkir.
"Kenapa kamu ga gugurin aja bayi kamu itu. Bikin ribet!" Omel Irsyad pada Runa dan segera berjalan pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang kesal dengan ucapan sang anak dan Runa yang hanya mampu menunduk. Salman yang sudah menjauh dari mereka sampai mengalihkan pandangannya ke arah Irsyad yang semakin jauh. Tak habis pikir dengan ucapan lelaki yang tak ia kenal itu.
◎◎◎◎◎
An/
Bogor, 28-10-2017
07.28
Aku menunggu vote dan komennya.
😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top