Reuni
Tempat ini tidak seperti yang ada dalam ingatanku.
Dulu, ketika pintu terbuka, akan ada pemandangan danau dengan rumput hijau di sekelilingnya. Lalu di sambut oleh sosok-sosok dengan berbagai bentuk aneh tapi tidak menyeramkan. Nenek bilang mereka adalah hantu, tapi percayalah, saat itu mereka ramah dan memiliki aura yang menyenangkan.
Namun ... apa yang kulihat saat ini jauh dari kata ramah.
"Lepaskan!" jeritku sambil mengerahkan seluruh tenaga untuk melepaskan tangan dari cengkraman yang entah milik siapa, sebab aku tidak bisa melihat apa pun saat ini.
"Kau akan menggantikannya!" Suara berat itu kembali terdengar, bersambut dengan ruangan yang perlahan temaram. Tidak seterang yang seharusnya, tapi sudah cukup bagiku untuk melihat sekeliling.
Aura dingin langsung menyergap. Udara pekat dengan bau anyir memperparah segalanya. Kepalaku sakit dan isi perutku sudah dipangkal ternggorokan-meronta hendak keluar dan akhirnya sarapan tadi berceceran di lantai. Aku langsung terduduk dengan napas terengah dan mata berair.
"Kau akan tinggal di sini untuk selamanya!" bisik seseorang di telinga kiriku.
"Tidak!" tukasku. "Kalian siapa? Aku ingin bertemu teman-teman Nenekku!"
Suara tawa melengking terdengar bersahut-sahutan memekakkan telinga. Aku menutupi kuping dengan kedua tangan. Tanpa pikir panjang, aku menarik kasar tangan yang menahan dan segera lari menuju pintu.
Namun, sosok lelaki kurus yang tinggi mencapai langit-langit menghadang jalan keluar.
"kalian mau apa?"
"key, berdiri dan keluar!" bentak seseorang, suara yang beberapa minggu ini menghantuiku. "CEPAT!"
Aku menengadah, mengedarkan pandangan untuk mencari tahu asal suara, tapi rungan sudah dipenuh makhluk berwajah mengerikan; penuh darah dan daging mengelupas, membuatku kembali memejamkan mata. Namun, sebuah tangan menarikku untuk berjalan.
"Siapa?" gumamku seraya menatap sosok tinggi berambut hitam dengan dua tanduk besar di kepalanya. Sorot mata beriris merah dan wajah pucat itu tidak asing. Dia yang ada di taman waktu itu.
Sosok tinggi di depan pintu menggeram marah kala aku ditarik menuju pintu. "Dia tetap di sini!"
Refleks aku bersembunyi di balik lelaki bertanduk-setidaknya dari yang lain, hanya dia yang sedikit lebih nyaman untuk dilihat.
"Minggir!" usirnya pada sosok yang menghalangi pintu.
"Kau mau menjadi penghianat?"
"Minggir!"
Aku tidak tahu apa yang terjadi saat ini, tapi mereka saling bertatapan dan tiba-tiba sosok yang menghalangi pintu langsung mundur. Tanganku kembali ditarik dan didorong ke luar hingga terjatuh, lalu pintu menutup dengan sangat keras.
Tanpa pikir panjang, aku berusaha bangkit dan lari turun. Akan tetapi, ketika sampai di lantai bawah, langit sudah gelap dan Mama sedang menatap dengan pandangan yang tidak bisa kuartikan.
"Keysa. A-apa yang terjadi?" tanya Mama dengan bibir bergetar.
Aku langsung memeluknya sambil terisak. "Ma, kita harus pergi dari sini!"
"Kita tidak bisa keluar dari sini!"
Aku melepas pelukan dan menatap Mama yang wajahnya sudah pucat pasi. "Apa maksudnya?"
Mama menggeleng pelan dengan raut tegang. "Kita tidak bisa keluar dari sini!" ulangnya.
"Ma, jangan bercanda! Ayo kita pulang!" Aku menarik tangan Mama menuju pintu keluar, tapi saat merasa sudah berada di teras, kami malah kembali ke depan tangga secara tiba-tiba. Hanya dalam sekejap mata.
Aku kembali mencobanya, tapi hal yang sama terjadi. Ternyata benar, kami ... tidak bisa keluar dari sini.
****
Saat kami sedang berusaha keluar, ada suara keras dari atas, seperti pintu yang terbuka dengan kasar. kemudian geraman dan langkah kaki terdengar mendekat. Aku yakin mereka yang di dalam sana telah keluar.
Aku dan Mama masuk ke dalam kamar, lalu mengunci pintu dan mengganjalnya dengan meja rias. Bunyi barang-barang yang berjatuhan membuat jantungku berdetak semakin kencang dan keringat dingin membanjiri pelipis.
"Kamu dari mana saja? Apa yang terjadi, Key?" tanya Mama dengan nada pelan, seperti berbisik.
"A-aku ... dari lantai atas."
"Mana mungkin, Mama sudah mencarimu ke mana-mana bahkan ke atas dan tidak ada," bantahnya. "Mama mencarimu seharian!"
Seharian? Aku hanya beberapa menit di atas. Mana mungkin seharian, tadi masih pukul 10 pagi! "Aku di atas hanya beberapa menit, Ma. Paling setengah jam?!"
"Keysa!"
Aku tersentak. Ada suara Mama dari balik pintu.
"Keysa, buka pintunya! Kamu kenapa Key?"
Mama ada di luar? Lantas ..., aku menoleh ke samping, ke arah Mama. Beliau juga balik menatapku. Kali ini dengan ekspresi datar. "Ada apa, Key?"
Aku langsung berteriak histeris. Itu bukan Mama!
Sosok yang menyerupai Mama langsung tersenyum lebar dengan mata molotot seolah hendak tanggal dari sarangnya.
Aku mundur hingga merapat ke dinding. "MAMA!"
"Keysa ada apa? Buka pintunya!" panggilan Mama dari luar sana malah membuatku semakin panik karena sosok yang menyerupainya tersenyum semakin lebar ke arahku.
Aku meraih vas bunga di lantai, lalu melemparkannya ke arah sosok itu. Di saat bersamaan, aku segera lari ke samping dan masuk ke toilet. Pintu kukunci kemudian menyandarkan tubuh sebagai penahan tambahan.
"Nenek! Mereka jadi sangat menakutkan!" rengekku dengan wajah yang sudah basah oleh keringat bercampur air mata. "Mama, tolong ...!"
Apakah aku sedang bermimpi? Jika benar, maka bangunlah Keysa! Bangun!
Aku tersentak ketika mendengar Mama berteriak. Apa yang mereka lakukan pada Mama? Oh, Tuhan! Bagaimana ini. Aku harus apa? Jangankan untuk keluar dan menolong, tanganku saja tidak bisa berhenti bergetar. "Siapa saja tolong aku!"
Tiba-tiba aku mencium aroma bunga sweet alison, begitu pekat seperti tersumpal di depan hidung. Alih-alih takut, aku malah merasa lebih tenang. Suara gaduh di luar juga ikut menghilang.
"Key, buka pintunya!" Suara yang sudah sangat familier terdengar dari luar pintu. Dia pasti lelaki bertanduk yang tadi menolongku. "Aku sudah mengusir mereka semua."
Benarkah?
Aku berusaha berdiri dan menghadap pintu tanpa niat untuk membukanya. "Sebenarnya kau siapa? Apa yang terjadi? Kenapa mereka menggangguku?"
"Keluarlah, akan kuceritakan semuanya!"
"T-tidak. Katakan sekarang!"
Hening sesaat membuatku berpikir mungkin dia pergi, tapi suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih santai. "Semua karena kematian Margareth."
Nenek?
"Dia adalah orang yang memiliki kekuatan spiritual yang kuat sehingga mampu memurnikan arwah-arwah jahat dan membawa mereka ke dimensi lain melalui pintu di lantai atas," jelasnya. "Tapi dia malah meninggal sebelum mencari pengganti. Sehingga, semuanya jadi di luar kendali."
Aku menelan ludah. Maksudnya Nenek adalah penjaga pintu dimensi ke alam lain? Apa dia sedang berdongeng? Berniat membodohiku? Aku tahu kalau Nenek memang bisa melihat hantu, arwah, atau apa pun namanya, tapi hanya sebatas itu, kan?!
"Lalu, kenapa mereka mengincarku?"
"Karena kau mewarisi kekuatan Margareth." Hening sesaat, lalu ia melanjutkan, "dan mereka yang sudah tercemar energi jahat, berniat balas dendam dengan mengurungmu di dalam sana untuk selamanya."
Baiklah, harapan bahwa semua ini hanya mimpi, langsung terbantahkan, karena jelas ini melampaui kemampuan otakku dalam berimajinasi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top