The Lost Boy

Warn of angst, violence, & blue languages. Please be wise, Readers and Dragon Riders.
16+


"Dia tidak boleh mati."

"Katakan sendiri padanya. Apakah kau mendengarnya, Pirang?"

"Apa katamu, Shifr?" tanya Torreno terkejut.

Shifr terkekeh panjang. Puas sekali kiranya makhluk itu telah berhasil mempermainkan mereka semua. Ia mengejek Torreno tepat di pusat ego pemuda itu. "Elsadora telah mendengar semua ucapanmu. Dia hanya pura-pura tidur. Nah, aku akan mempersingkat semuanya. Apa jawabanmu, Yang Mulia Ratu?"

Perlahan, wanita itu membuka mata dengan ekpresi ketakutan yang bercampur aduk dengan kebingungan luar biasa. Dalam cara halus, pertanyaan Shifr terasa mengancam baginya. Terutama cengkeraman makhluk kegelapan itu di lehernya. Elsadora bagai berada di ujung jemari kematian.

"A-aku tidak paham apa yang kalian bicarakan." Elsadora membuka suara dengan terbata. Shifr kelihatan senang, terutama ketika menyaksikan wajah Torreno yang memerah. "Kau dengar itu, Puer Draco? Dia tidak memahami perkataanmu sedikit pun," ejek si iblis. Perasaan tidak nyaman yang semula menghinggapi Torreno pun seolah menjalar kepada Elsadora. Giliran wanita itu yang tertunduk menghindari sorot mata tajam sang pangeran.

Torreno melemparkan belatinya ke kaki Shifr. Iblis itu memicingkan mata berusaha menyelisik tindakan yang sedang dilakukan oleh Torreno. Ia telah menentukan pilihan dan itu berarti Torreno menolak untuk menghabisi nyawa Nodericka.

"Apa maksud semua ini, Puer Draco? Apakah ini berarti hatimu berubah dan lebih memilih gadis Corindeureen Nyree itu?"

"Kau salah, Shifr. Tidak ada untungnya bagimu untuk membunuh Elsadora di hadapanku. Kau hanya akan mengobarkan dendam di hatiku dan akan menemui kematianmu sendiri dalam sekejap. Aku bersumpah! Tapi, jika kau memutuskan untuk menghabisi Nodericka, aku tidak akan ikut campur urusanmu. Lepaskan Elsadora dan aku akan mengampunimu."

Di luar dugaan, Shifr meraung keras. Kedua tangan dan kakinya menekuk selagi ia mengekspresikan kemarahan yang teramat besar. Elsadora terlepas dari cengkeramannya. Wanita itu terguling ke samping lantas terbatuk untuk membebaskan tekanan yang semula mengimpit lehernya. Shifr lalu menatap nyalang dan menuding ke arah Torreno. Asap hitam mengepul dari lubang hidungnya yang mengembang kempis dengan liar.

"Kau–adalah Puer Draco paling bodoh yang pernah kutitisi. Entah bagaimana cara membuatmu sadar bahwa kita tidak butuh cinta untuk menguasai dunia. Kau tidak membutuhkan wanita ini! Kau menginginkannya, heh?" Tampak bola mata Elsadora membundar kaget ketika Shifr mengangkat tubuhnya ke udara, lalu iblis itu berancang-ancang melemparkannya ke arah Torreno. "Ambillah–jika kau bisa!" Shifr tertawa mengejek.

Elsadora pun menjerit kencang. Wanita itu memelesat sangat cepat dan tak terhentikan. Saat menyadari bahwa ia akan menabrak sang putra mahkota, ekspresi wajahnya justru ketakutan seolah-olah sedang dilemparkan ke mulut monster. Ia tidak berharap Torreno menangkapnya, tetapi pemuda itu juga tidak berusaha menghindar. Torreno diam saja dengan berdiri mematung di sana dengan tatapan tertengadah penuh ke arahnya. Sikap pemuda itu bagai bersiap menyambut Vella jatuh ke atas dirinya dengan pasrah.

Elsadora tidak sempat memejamkan mata untuk menghindari tabrakan tak terhindarkan tersebut, sehingga ia hanya mengatupkan rahangnya dengan kuat seraya mengerjap cepat. Namun, tubuhnya melewati Torreno begitu saja seperti menembus bayangan. Elsadora malah mendarat dengan keras di dekat Nodericka. Tak ayal, kenyataan tadi mengguncang pikirannya.

"To-torreno?"

Elsadora memandang ke arah punggung pemuda itu keheranan. Torreno pun menghela napas, lalu berbicara tanpa berbalik ke arahnya.

"Dimensi kita telah berbeda. Menyelamatkan atau menyakitimu, aku tak 'kan bisa melakukan keduanya lagi, Elsadora. Saling membenci hingga akhir mungkin adalah pilihan yang tak perlu kita ubah sejak awal."

Elsadora menggigit bibir. Matanya memanas. Nodericka sudah memperingatkannya untuk membujuk Torreno. Ia tinggal menjawab perasaan sang pangeran agar tak lagi sepihak hingga hati Torreno luluh, tetapi ungkapan sederhana itu pun tak mampu ia lakukan. Elsadora tak kuasa mengutuki kelemahan hatinya sendiri. Sekonyong-konyong, segalanya berlalu di depan mata dan sangat terlambat.

"Selagi aku menahan Shifr di sini, larilah. Tetap bersama Nodericka. Ketika kekuatan Shifr melemah, kalian akan punya kesempatan untuk keluar dari portal kegelapan ini."

Air mata Elsadora merebak. Torreno sedang membicarakan tentang rencana membunuh dirinya sendiri. "Tolong, pikirkan jalan keluar lain, Torreno!" desaknya tidak rela. Kali ini, sang pangeran berbalik untuk menatap wajahnya terakhir kali. Keteguhan niat Torreno tergambar jelas dalam binar yang berpendar di manik matanya.

"Jangan pernah menangis untukku jika kau memang tidak mencintaiku, Else. Aku benci harapan palsu."

Torreno tidak memberikan kesempatan lagi pada Elsadora untuk bicara. Tadi adalah percakapan mereka yang penghabisan. Tidak ia hiraukan jerit Elsadora yang berusaha memanggilnya. Puer Draco menerjang ke arah Shifr.

Berpikir, Elsadora. Berpikir! Apa yang bisa ia lakukan untuk mencegah Torreno menghancurkan dirinya sendiri? Namun, Elsadora tidak menemukan apa pun. Seperti ucapan Shifr, ia meragukan kekuatan cinta bisa menyelamatkan dunia. Lihatlah, apa yang terjadi pada Jeannette Le Blanc dan Raja Dylon. Cinta mereka melahirkan Puer Draco yang menghancurkan Laniakeia. Lagi pula, Torreno sedang tersesat dan salah arah. Ia tidak bisa memercayai ucapan seseorang yang sedang kehilangan akal sehat.

Tanpa daya, Elsadora menyaksikan Torreno dan Shifr sedang bergulat beradu dominasi. Keduanya saling menghancurkan seperti api yang melahap diri sendiri hingga tak ada udara tersisa. Pada akhirnya, siku Torreno berhasil melesak mematahkan rusuk Shifr hingga memecahkan jantungnya. Keduanya ambruk bersamaan diiringi oleh kembalinya kesadaran Nodericka karena pengaruh sihir Shifr telah melemah. Makhluk itu sekarat. Portal kegelapan pun berguncang hebat dan perlahan mulai runtuh menuju satu pusat.

"Apa yang terjadi? Apakah Torreno berhasil membunuh Shifr?" Skenario itu yang pertama kali disadari oleh Nodericka setelah terbangun, lalu mendapati Elsadora hanya menatap dirinya dengan air mata berderai. Tahulah ia bahwa Torreno telah mengorbankan diri.

Nodericka tidak memberi Elsadora waktu untuk berduka. Ia segera merengkuh tubuh sang mantan permaisuri, lalu memelesat terbang secepat mungkin untuk menghindari pusat gravitasi yang terus membesar dan menarik segala sesuatu di sekitarnya.

Elsadora sulit memercayai bahwa mereka akan selamat, tetapi ketika ingat pada ucapan Torreno yang penuh keyakinan, tumbuh harapan di hatinya.

Oh, ia merasa sungguh hipokrit. Ia percaya akan janji Torreno, tetapi tidak dengan perasaan pemuda itu. Namun, ia tidak punya pilihan. Beginilah cara Alomora bertahan hidup. Mereka punya prinsip yang berakar hingga ke sumsum tulang, termasuk urusan pria. Terlahir dengan ayah seorang peri, tidak lantas menjadikan Elsadora melunak.

Akan tetapi, semuanya belum selesai. Elsadora dan Nodericka sama-sama terpaku menyaksikan apa yang terjadi pada naga darah selanjutnya. Sebelum tumbang, makhluk itu seolah runtuh dan terisap ke dalam jantungnya sendiri. Sosok luarnya yang belum sempurna lantas mengerisut dan menyusut seperti adonan menjijikkan yang menggumpal jadi satu. Isi perut kedua gadis itu serasa diaduk hingga melihat bahwa hanya sebagian kecil iblis itu yang tersisa lantas memuntahkan asap hitam beracun. Aroma belerang menyesaki penciuman seketika.

"Torreno!"

"Elsadora!" Nodericka mengejar Elsadora yang berlari kalap ke arah tempat lenyapnya naga darah yang menyisakan bekas terbakar di area padang pasir. Ia lalu paham mengapa Elsadora bisa bertingkah gila seperti tadi. Di sekitar area itu, Torreno terbujur kaku. Penampilannya hampir tidak bisa dikenali karena hangus dan mengering seperti mumi. Gerung tangis Elsadora pecah dan ia berlutut meratapi jasad sang pangeran. Nodericka di yang menyusul di sisinya pun tertegun. Ia tidak bisa memahami arti sejati sang pangeran di hati Elsadora. Kedua orang ini sungguh menyedihkan karena saling menyakiti hingga menemui sebuah perpisahan yang tragis.

Maaf, Torreno.

Elsadora nyaris tidak sanggup menampung kekuatan yang ingin meledakkan jiwanya hingga berkeping-keping. Lalu, Nodericka mencoba menawarkan sebuah peluang kepadanya.

"Elsadora, waktumu sempit. Sesungguhnya, aku memiliki mestika yang bisa menyelamatkanmu atau Torreno. Torreno berkehendak agar aku memberikannya padamu supaya cedera yang kau peroleh dari masa lalu bisa disembuhkan. Dan, perlu kauketahui, mestika itu juga bisa digunakan untuk membangkitkan Torreno kembali. Tapi, waktumu tidak banyak. Pilihan ada di tanganmu, Pirang."

Seketika tangis Elsadora membeku. Ucapan Nodericka menyengat akal sehatnya secepat sambaran kilat. Ia menengadah untuk mencari kebenaran dalam tatapan Nodericka. Gadis gargantua itu bersungguh-sungguh.

Tanpa sungkan, Elsadora bersimpuh di kaki Nodericka. "Selamatkan Torreno, Nodericka. Kumohon, cepatlah!"

Nodericka pun menarik garis bibirnya samar. Ia cukup puas mendengar keinginan Elsadora karena tak 'kan ada tragedi hari ini. Namun, ia memberi Elsadora peringatan serius. "Dengarkan ini, Elsadora. Dalam penglihatanku, masa depan kalian berdua sepertinya tidak mudah. Banyak yang akan kalian lalui. Mungkin, kalian akan lebih menderita daripada hari ini. Apakah kau akan menyesalinya suatu hari?

Napas Elsadora tersekat. Ia sama sekali tidak paham penglihatan apa yang dimaksud oleh Nodericka, tetapi bukankah mereka tidak punya banyak waktu seperti kata gadis itu tadi? Elsadora pun menggeleng dengan pasti hingga senyum di wajah Nodericka terkembang sempurna. Jemari gadis itu mulai bergerak menyusuri dada dan naik ke atas, seakan sedang mendorong sesuatu keluar dari kerongkongannya. Dengan suara parau seperti mengucap mantra, Nodericka berkata, "Cinta adalah harapan di saat semua harapan telah pudar."

Nodericka lantas memuntahkan sebuah permata safir sebiru telaga padang pasir. Sesaat, pemata itu berkilau di balik jemari lentik gadis itu, lalu sorot mata Nodericka berubah kelam. Jejak kehidupan mulai memudar dari dalam dirinya.

Elsadora terperanjat karena Nodericka kemudian tersungkur di permukaan pasir yang hangat. Barulah Elsadora tersadar bahwa mestika milik Nodericka adalah sumber energinya. Mengeluarkan permata itu sama saja dengan membunuh Nodericka. Elsadora pun membekap mulutnya seakan tidak percaya berapa kematian yang sudah ia lihat hari ini. Namun, ia sebaiknya bergegas. Dengan gemetar, Elsadora mengurai genggaman Nodericka. Ketika jemarinya menyentuh benda itu, ia merasakan mestika seolah berdenyut kuat bagai detak nadi. Lekas-lekas ia angsurkan mestika ke dalam lipitan daging di bagian wajah yang ia yakini sebelumnya adalah mulut Torreno. Celah itu nyaris menyatu akibat luka bakar. Elsadora berusaha mendorongnya masuk, bahkan membuka paksa bibir Torreno dengan kedua tangan, tetapi benda itu malah tersangkut di lidah kaku sang pangeran.

"Kumohon, Torreno. Telanlah," ucap Elsadora setengah terisak, tetapi ia tahu sia-sia saja berbicara dengan mayat. Torreno tidak akan mendengar atau memahaminya lagi.

Ketika melihat permata itu mulai menyublim menjadi asap di dalam rongga mulut Torreno, kepanikan menguasainya. Mestika dari Nodericka akan lenyap sia-sia. Sebuah pemikiran gila pun mendorongnya untuk bertindak di luar batas keinginannya. Elsadora menunduk dan mendekati wajah Torreno. Sambil berusaha menahan celah bibir Torreno tetap terbuka, ia mendorong masuk mestika itu dengan lidahnya dan membasahinya dengan saliva sebanyak-banyaknya.

Elsadora mengernyit hebat. Jadi, beginilah rasanya berciuman dengan orang mati. Ciuman pertama yang akan membuatnya bergidik seumur hidup.

Setelah yakin bahwa mestika itu berhasil meluncur jatuh, ia segera menarik diri dan mengambil udara segar sebanyak-banyaknya. Rasanya sungguh menyiksa karena ia harus menahan kecut luar biasa dari asam lambungnya. Ia pun mengusap ujung mata yang basah. Cukup lama Elsadora berusaha meredakan semua gejolak itu hingga waktu berjalan cepat bagai jam pasir.

"Else?"

Elsadora terkesiap. Ia baru saja mendengar suara Torreno!

Sang pangeran sedang duduk dengan terheran-heran. Kulitnya masih tampak pucat, tetapi perlahan ronanya mulai berangsur merah dan sehat. Segala jenis perasaan membuncah di hati Elsadora, tetapi tak mampu dijabarkan kala menyaksikan Torreno telah kembali sebagai pemuda tampan yang ia kenal.

"Aku masih hidup?" desis pangeran seraya meraba-raba sekujur tubuhnya dengan rasa tak percaya. Lalu, tatapannya jatuh pada sosok Nodericka. Torreno terkejut, tapi sebentar saja. Ekspresinya lantas berganti menjadi keprihatinan mendalam lantaran menyadari pengorbanan gadis itu. Sebaliknya, ia serasa di awang-awang saat tatapannya berjumpa dengan mata milik Elsadora. "Else." Senyum Torreno merekah lebar.

"Jangan panggil aku Else." Nada dingin Elsadora menjadikan hati Torreno yang semula dialiri oleh kebahagiaan, lantas meleleh oleh rasa tidak nyaman. Elsadora tidak tahu bagaimana Torreno mengetahui nama masa kecilnya, maka ia tak 'kan pernah terbiasa. Torreno tidak diperkenankan melangkaui batas itu.

"Kau yang telah meminta pada Nodericka?" selidik Torreno hati-hati. Elsadora pun mengangguk dengan rasa bersalah. "Ya. Aku tidak tahu kalau gantinya adalah nyawa Nodericka. Maaf, aku tidak sengaja membunuh calon permaisurimu, Yang Mulia."

Torreno terpaku karena tiba-tiba cara bicara Elsadora menjadi formal.

"Tidak. Nodericka alias Anne bukan lagi calon permaisuriku."

"Kenapa kau dingin sekali, Torri? Di mana perasaanmu? Dia sudah menyelamatkanmu!" Elsadora berteriak marah. Torreno hanya terdiam karena tidak mampu membalasnya.

"Seharusnya, kaubiarkan saja aku mati," sesal Torreno kecewa.

"Maaf, Torri. Aku tidak bisa."

Lingkaran redup pada iris mata biru wanita itu menyihir Torreno untuk mendekat, tetapi Elsadora kembali bertingkah aneh. Ia ketakutan seakan berhadapan dengan monster. Kilau matanya berdenyar panik. "Jangan mendekat. Kumohon, pergilah, Torreno!"

Permintaan itu terdengar jelas hingga Torreno bergeming. "Kenapa?" protesnya gusar.

"Kau telah memilih menjadi musuh Laniakeia dan Silvanovia. Mulai hari ini, kau akan diburu oleh banyak orang. Pergilah dari sini sekarang juga, Torreno. Selamatkan dirimu."

Torreno tergemap. Elsadora selalu memikirkan apa yang terlewat dari pandangannya. Namun, ia tidak siap.

"Kumohon, jangan lakukan ini padaku."

Elsadora tertunduk seraya menggeleng penuh sesal.

"Maaf, Torri. Aku tidak bisa membantumu kali ini. Kumohon, pergilah ...," pinta Elsadora dengan mata berkaca-kaca. Istana sudah jatuh. Sang raja pun telah wafat. Torreno kini sebatang kara tanpa alasan kuat untuk tetap bertahan di tempat yang sama.

"Ikutlah bersamaku." Torreno mengulurkan tangan dan berharap Elsadora akan menyambutnya. Namun, wanita itu justru mundur. Perlahan tapi pasti, Elsadora bangkit dan beranjak meninggalkan sang pangeran. Ego dalam diri Torreno berontak. Ia ingin sekali mengejar wanita itu, tetapi kebenaran dalam ucapan Elsadora memaksanya untuk menelan pil pahit perpisahan ini. Pada akhirnya, mereka melangkah berlawanan arah.

Meskipun dilanda kebingungan, kegelisahan, serta perih yang bercampur aduk dalam dirinya, Elsadora merasa beruntung karena Torreno mematuhinya. Ia takut akan betul-betul tersesat jika berlaku sebaliknya. Dunia Puer Draco di luar pengetahuannya. Elsadora hanya berharap Torreno segera lekas pergi jika sungguh menghargai nasihatnya. Karena bagaimanapun, Elsadora masih peduli kepadanya.

Elsadora hanya tidak menyangka jika Torreno akan menjadi pangeran terbuang selamanya. Ia gagal mengemban misi dari sang raja.

Ia masih terpekur dalam lamunan tanpa ujung, sedangkan langit di atasnya tiba-tiba menjadi malam. Langkah Elsadora langsung terhenti. Apakah sang naga kegelapan kembali?

Dengan kaku, ia menoleh ke angkasa, lalu melihat sesuatu yang menakjubkan di atas sana. Seekor naga emas berkilauan sedang membentangkan sepasang sayapnya yang luar biasa lebar. Naga itu seolah menyerap cahaya di sekitarnya sehingga langit menjadi temaram. Naga itu melayang dan menatap Elsadora dalam diam bagai sedang mengucap salam perpisahan yang mengharukan. Atau pula mengirimkan sebuah harapan agar Elsadora tidak melupakannya.

Naga itu kemudian pergi secepat ia datang. Kepak sayapnya menoreh jejak yang tidak pernah hilang dari ingatan Elsadora sejak hari itu. Hari di mana dua ramalan Nodericka terwujud: Laniakeia tertelan amarah Shifr hingga Nodericka benar-benar menghilang dari daratan pasir berbadai ini. Elsadora berhasil ditemukan dan diselamatkan oleh Pangeran Silvanovia beserta bantuan fairyhound. Namun, Elsadora sadar bahwa ada bagian dalam dirinya yang tidak benar-benar pulih setelah hari itu, yakni bagian dirinya yang memiliki ingatan tentang Puer Draco.

TAMAT





Revisi, 09 Agustus 2023 pukul 08.46 WIB




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top