Ratu Elsadora

Baiklah, Anne memang sedang tidak berada dalam wujud kebesarannya lagi. Namun, tamparan tangannya yang mendarat di pipi Torreno terasa lumayan sakit -- sebuah hadiah yang layak diterimanya setelah berlaku spontan menciumnya. Hei, yang tadi itu hanya sebuah ciuman di pipi, tanpa hasrat, pula .... Tapi, kenapa dia bereaksi dengan keras? Ternyata, baik sebagai wanita ataupun naga, dia susah ditaklukkan. Jika dia menjadi permaisuri Torreno, mungkin nyawanyalah yang menjadi taruhan.

Kenapa di sini Torreno berbicara seolah-olah dia adalah seorang penakluk wanita? Dia adalah seorang penakluk naga! Dan selamanya akan tetap begitu!

Sepertinya ada yang salah dengan kepala Torreno karena kedua telinganya berdenging sekarang dan ia bisa melihat kedua mata biru Anne kini bersinar merah menyala penuh amarah.

"KAU. LANIAKEIAN," katanya dalam. "KALIAN TAKKAN PERNAH LAYAK MENYENTUH PARA NAGA!"

Apa gadis itu bercanda? ejek sang pangeran. Tentu saja dia tak berniat menyentuh mereka ... yang ia dan orang-orangnya inginkan adalah mengonsumsi mereka ....

Alangkah herannya, Torreno hanya terdiam menatapnya tanpa mampu bersuara -- suaranyalah yang kini memantul-mantul dalam kepala sang pangeran seperti gema di tengah keheningan lembah yang mahasunyi. Agaknya, sesuatu yang aneh tengah terjadi kepada Torreno.

Anne keluar dari dalam ruangan membawa serta kemarahannya, lalu menabrak Ratu Elsadora yang muncul di balik pintu. Ia melesat pergi sebelum ibu tiri sang pangeran melabraknya dengan ketus.

"Gadis aneh. Apakah kalian bertengkar?"

Sungguh? Apa pedulinya Ratu Elsadora terhadap mereka berdua dibandingkan pesta di luar sana yang pasti telah dikacaukannya dengan sukses? Mermaidivine dengan cermin memorinya, peri Silvanovia dengan tipu dayanya, seharusnya itulah yang beliau pikirkan sekarang, bukan gadis "naga sang pangeran" yang hanya ia pandang sebelah mata. Torreno dan Anne bukanlah kombinasi yang populer baginya.

Tunggu .... Kenapa sedari tadi yang memantul-mantul di kepala Torreno hanya soal Anne?

Anne siapa?

Torreno tiba-tiba tersungkur jatuh ke lantai.
Gelap. Senyap.

...

"Torri?"

"Torreno." Suara seorang wanita yang cempreng khas memanggil namanya dengan cemas. Tentu saja sang pangeran tahu suara siapa itu. Dialah wanita yang menjadikan hidupnya serumit labirin semut. Dan semua itu ada sebabnya. Baginya, Torreno adalah pion kunci untuk mengamankan kekuasaannya di balik takhta Laniakeia. Bila ia berhasil menguasai sang pangeran, itu berarti jaminan rumah tangga kerajaan turut berada dalam genggamannya. Ibu tiri yang pintar ini, pasti tak menyangka kalau Torreno telah mengetahui fakta tentangnya.

Torreno masih ingat betul saat Ayahnya, Raja Dylon Agerlaine I pertama kali membawanya ke istana dan memperkenalkannya secara resmi sebagai pendamping beliau dalam sebuah prosesi kerajaan untuk menggantikan posisi mendiang ibunya yang telah wafat. Usia sang pangeran bahkan belum genap sebelas kala itu.

Dalam kondisi yang masih terpuruk akibat kehilangan sosok wanita yang paling berharga dalam hidup, ironisnya sang Ayah sudah menemukan penggantinya secepat itu. Dan wanita itu sangat muda, baru tujuh belas tahun, Torreno dan Elsadora seperti adik kakak saja. Apa sebenarnya yang ada dalam pikiran sang Ayah? Mengucapkan namanya dengan benar saja pada awalnya dia tidak bisa. Menjijikkan sekali ketika mendengarnya mengeja nama sang pangeran dengan terbata-bata. Demi ibunya yang telah wafat, Torreno yakin dia bersikap baik kepadanya hanya untuk formalitas saja dan berusaha tampil sebagai seorang ratu yang sempurna di mata Ayah.

Torreno mengibarkan bendera perlawanan padanya sejak awal.

Tak terhitung beragam kenakalan yang telah dilakukannya dengan sengaja sengaja untuk membuat sang ratu marah dan tak betah tinggal bersama mereka. Sepertinya Torreno bahkan sempat membuat matanya bengkak dan memerah untuk sekian waktu lamanya. Puas rasanya Torreno karena berhasil dalam misinya; menunjukkan kepada sang ratu siapa dirinya ... seorang Agerlaine sejati. Lalu, sang pangeran melakukan sebuah kesalahan fatal yang pada akhirnya menyakiti mereka berdua.

"Apa sebenarnya yang kauinginkan, Torreno?!" Tangan Ayah yang sedang memegang cemeti memerah, sementara punggung sang pangeran  penuh guratan bersilangan. "Dia itu ibumu! Apa salahnya padamu sehingga kau tega melakukan hal seperti itu kepadanya?!"

"Tentu saja dia salah! Dan itu semua adalah salahmu, Ayah! Dia bukan ibuku ... dan tak akan pernah menjadi ibuku! Ibuku hanya satu! Jeannette Le Blanc! Aku benci sekali kalian berdua!"

TAS!

Sebuah cambukan kini mendarat di lengannya yang langsung teriris berdarah karena Torreno refleks melindungi wajahnya dari sabetan sang ayah. Tak pernah ia melihat Ayah semarah ini seakan Torreno tak pernah menjadi bagian dari darah dagingnya. Sebesar itukah kesalahannya sehingga pantas mendapat hukuman barbar semacam ini?

"Cukup, Paduka! Anda bisa membunuhnya!" Panglima Elijah yang menyelamatkan Torreno. Ini adalah momen di mana sang pangeran mulai menaruh kepercayaan dan penghormatan padanya sebagai "orang"-nya nomor satu.

Dialah satu-satunya "pembela" Torreno saat ini, tatkala semua orang memandang jijik padanya. Ia bahkan dilarang untuk menemui Ratu Elsadora selama beberapa waktu dan eksistensinya dianggap sebagai ancaman serius. Dan semua itu memang benar adanya karena perbuatan sang pangeran telah membahayakan dirinya.

Dengan segenap rasa hormatnya, ia membujuk sang raja yang sudah digelayuti oleh pusaran kegelapan. "Dia hanyalah anak bodoh yang gelap mata. Maafkanlah, Pangeran Torreno. Beri dia kesempatan untuk menyadari kesalahannya."

"Aku tak mau melihatnya ada di depanku lagi!" Namun, hanya itu yang keluar dari mulut Ayah ketika ia memutuskan untuk melepaskan Torreno. Semenjak hari itu, ia menepati ucapannya.

Tatapan matanya seolah selalu menghindari putranya sendiri. Bahkan ketika Torreno diangkat sebagai putra mahkota satu-satunya, pewaris takhta Laniakeia. Ketua Penasehat Agung-lah yang menyematkan diadem sulur kebanggaan yang menjadi milik Torreno sampai sekarang. Bukan diadem biasa ... itu adalah diadem langka yang terbuat dari sisik naga emas satu-satunya di dunia, hasil dari perburuan ke ujung dunia yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Hanya seorang putra mahkota yang pantas mengenakannya. Nyaris saja kemudian Torreno memberikannya untuk seorang Silvanovia demi sebuah pertukaran atas ciuman yang tak diinginkannya. Karena Torreno sungguh membenci wanita dengan segala tipu dayanya.

Setelah Torreno selamat dari amukan amarah Ayah, bukan berarti ia terbebas sepenuhnya dari hukuman. Setelah seminggu diberikan kesempatan agar luka cambuknya membaik, sang pangeran memperoleh hukuman yang sebenarnya tatkala Panglima Elijah memaksanya menengok keadaan Ratu Elsadora yang berada di ruang khusus pengobatan. Setelah perdebatan alot dengan kepala pasukan penjaga di depan kamar, Panglima Elijah berhasil membawa Torreno masuk ke dalam kamar sang ratu.

Torreno membencinya. Perasaan itulah yang merasukinya sehingga nekat melakukan perbuatan kejam pada sang ratu. Entah nasib apa yang telah mengejeknya ketika ia hanya diam terpaku melihatnya terbaring tak berdaya di atas tempat tidur.

Kulitnya yang putih seakan kusam bagai salju kotor ternoda oleh serpihan abu dari sisa-sisa pembakaran. Wajahnya tirus nyaris tak berdarah. Rambut pirang gelapnya bahkan kusut tak bercahaya. Wanita itu seperti bukan dirinya saja, tapi mengingatkan Torreno pada wajah ibundanya yang telah membeku di persemayaman. Setelah seminggu, keadaannya belum menunjukkan perbaikan yang berarti.

Apa yang telah Torreno lakukan? Waktu mendengar kabar bahwa sang ratu akan memberikannya seorang adik, seorang lagi penghuni asing di istana kediamannya, Torreno merasa sangat marah. Dan kemarahan itu berasal dari kecemburuan luar biasa yang memuncak karena keberadaan calon saingan di dalam perut sang ratu, yang telah menyedot seluruh perhatian Ayah. Torreno merasa terbuang.

Tak dipedulikannya rengekan permohonan sang ratu ketika ia menyudutkannya di sisi balkon istana yang menghadap taman saat Torreno menemukan sebuah kesempatan. Di kala itu ia sendirian saja sedang bersantai di atas dipan malasnya dan tanpa berpikir panjang, Torreno menghunuskan sebilah pedang ke arah wajahnya. Ia memekik terjatuh dari dipan. Tak terlalu tinggi, tetapi cukup untuk membuatnya kesakitan. Nampak jelas kontras ketakutan di wajahnya yang sebelumnya damai dalam dunia sendiri, lalu terlempar dalam persimpangan maut.

Wanita ini, yang telah merebut posisi ibu Torreno, yang sekarang berhasil menyingkirkannya berkat calon pewaris talhta lainnya, Torreno tak ingin melihatnya menghirup udara di tempat yang sama dengannya. Tanpa keberadaannya pun napas sang pangeran sudah terasa sesak akibat kehilangan orang yang paling dicintai di dunia ini. Dan sekarang ia benar-benar kehilangan segalanya karena dirinya.

Torreno mengabaikan ia yang kini menangis memohon padanya. Air matanya tak mampu membasuh kedengkian yang telah membutakan hati sang pangeran. Torreno, seorang anak yang bodoh, seperti Panglima Elijah katakan, telah kehilangan hati nurani saat mengacungkan pedang tinggi-tinggi di hadapannya.

"Melompatlah atau rasakan pedang ini. Berteriaklah, maka kau akan kehilangan kepalamu."

Dengan menangis, sang ratu tak punya pilihan selain melangkahkan sebelah kakinya ke balik pagar balkon. Ia masih berusaha memohon meyakinkan Torreno sampai usaha dan detik terakhirnya. Gertakan pedang sang pangeran yang tiba-tiba telah berhasil mengagetkannya dan menyebabkannya kehilangan keseimbangan. Wanita malang itu terjatuh di atas sebuah dahan wisteria ungu yang menjorok sebelum mendarat di atas tanah tiga meter di bawah sana.

"Lihatlah apa yang telah Anda perbuat pada Yang Mulia Ratu, Pangeran Torreno. Apakah sekarang semua rasa dendam Anda telah terbayarkan?" tanya Panglima Elijah tanpa maksud menggurui sang pangeran. Kata-katanya itu berhasil membuat Torreno ketakutan karena ia baru sadar konsekuensi akibat perbuatannya. Torreno baru saja berusaha membunuh seseorang!

Dan itu mungkin berhasil karena dari yang ia dengar dari Panglima Elijah kemudian adalah jabang bayi yang dikandung oleh Ratu Elsadora mengalami keguguran .... Setelah beranjak remaja, baru Torreno mengetahui bahwa cedera yang dialami oleh ibu tirinya membuatnya tidak lagi bisa memiliki seorang anak -- ia telah membunuh keduanya; adiknya dan masa depan wanita itu. Mengapa Ayah tidak mengungkit soal ini waktu ia menghukum Torreno dulu? Bukankah ayahnya menghukumnya karena perkara ini?

Torreno mengabaikan panggilan Panglima Elijah ketika ia telah berlari ke luar ruangan lalu menyusuri lorong-lorong istana yang seolah menelanjangi segenap kesadarannya bahwa ia telah menjadi seorang pembunuh!

Udara terbuka dengan nektar musim seminya menyambut Torreno di luar istana, tapi kakinya tak berhenti berlari melintasi padang rumput. Biji-biji kemuncup menusuk kulitnya, tetapi tak memperlambat gerakannya. Ketika kaki sang pangeran pada akhirnya tersangkut akar rambat ilalang, ia terguling jatuh, lantas menyerah ... berteriak pada gumpalan awan tipis nun di atas langit. Argh, luka di punggungnya sungguh perih menyayat dan Torreno hanya bisa berguling ke samping untuk meredakan sakitnya.

Ada wajah ibundanya pada bunga lantana di rerumputan ... Tampak kecewa karena Torreno telah melanggar nasehat beliau ... seorang lelaki sejati pantang menyakiti wanita. Ibunda, maafkan aku.... Seharusnya ia mengingatnya saat menghunuskan pedang pada Ratu Elsadora. Kegelapan hatilah yang telah membuatnya lupa. 

"Torreno ... kau memiliki amarah seekor naga dalam dirimu ... jangan biarkan ia mengendalikanmu atau kau akan kehilangan dirimu."

"Bagaimana bila aku gagal, Ibu?"

"Temukan dirimu sendiri. Setiap yang hilang pasti ada penggantinya, selama masih ada penyesalan dalam hatimu, itulah tanda bahwa kau "hidup". Menyerah bukanlah pilihan."

"Dan bila aku tetap gagal?"

"Kau harus mencari lagi ... dan lagi. Tak ada yang boleh menghentikanmu kecuali kematian itu sendiri."

"Lalu ... setelah aku menemukannya?"

"Hadapi dan kalahkan naga dalam dirimu. Lalu kuasai ia. Kau takkan bisa membunuhnya karena dia adalah bagian dari dirimu. Yang bisa kaulakukan hanyalah mengendalikannya dan berdamai dengan dirimu sendiri. Selama kau bisa menemukannya, maka kau punya kesempatan untuk melawannya dan menang."

"Ibu ... aku tak mengerti."

"Kau akan mengerti suatu saat ... bila kau sedang kehilangan dirimu."

Dan Torreno menemukannya terlambat. Ia baru saja memahaminya sekarang demi apa pun yang ada di atas sana bersamanya, ini adalah sebuah siklus penaklukan tiada akhir, perang yang sesungguhnya berlangsung selamanya di sini ... di dalam hati Torreno.

"Torreno, apa kau sudah sadar?"

Suara cempreng itu terdengar lagi. Bukan karena suaranya yang jelek, tapi karena pita suara Ratu Elsadora mungkin sudah lama dikerat oleh kepedihan. Di usianya yang baru 25, ia sudah mengalami berbagai macam penderitaan. Semuanya karena nasib yang mempertemukannya dengan Torreno, sang pembawa bencana. Sang pangeran takkan heran ketika sikapnya yang semula lunak berubah menjadi beku, sekaku hatinya yang mulai mengeras. Namun, tidak seperti biasanya, kali ini suaranya terdengar sungguhan cemas ketika ia bertanya pada tabib istana.

"Apakah racunnya masih bekerja? Kenapa dia belum juga membuka mata?"

"Paduka Yang Mulia, tolonglah, sekali lagi jangan menggunakan kata itu. Pangeran Torreno hanya terkena mantra cinta peri Silvanovia, bukan racun."

Tabib terdengar gelisah berusaha meluruskannya karena sebuah kata sensitif bisa memicu perang besar.

Mantra cinta? Maksudnya? Nyaris saja naga dalam diri Torreno mengamuk lagi, untung lekas ia berangus amarah berbisanya. Ia takkan pernah mendekati peri Silvanovia lagi ... selamanya.

"Yang Mulia tidak perlu khawatir ... Pangeran Torreno beruntung. Entah bagaimana mantra cinta tadi termurnikan dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Sekarang, nyawanya sudah tidak berada dalam bahaya lagi."

"Maksud Anda, Tabib, Torreno kebal terhadap mantra?"

Anne! Itu pasti karena ia telah mencium Anne. Torreno kira cuma bagian tanduknya saja yang bisa menyembuhkan, tapi ... sepertinya semua bagian dari dirinya ....

Namun, apa-apaan tadi? Mantra cinta yang membahayakan nyawa? Silvanovia benar-benar memanfaatkan cinta ke dalam tingkatan yang berbeda! Akan ia catat bagian ini ketika ia sudah diangkat menjadi raja. Mereka semua akan menjadi urusannya di kemudian hari.

Torreno, ia mulai kehilangan dirinya lagi .... Untuk ke sekian kali ia mengingatkan dirinya sendiri. Baiklah, sepertinya ia akan menutup mata saja dalam masalah ini. Ia masih punya Anne.

"Kalau begitu, kenapa dia belum bangun juga?!" Ratu Elsadora mulai berteriak gusar. Astaga, Torrenolah yang telah menciptakan monster ini.

"Ma-maafkan, Saya tidak tahu pasti, Yang Mulia. Mungkin ... Pangeran Torreno hanya sedang kelelahan dan ingin beristirahat ...," keretnya ketakutan.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, Ratu Elsadora langsung beraksi. Torreno dapat merasakan selimutnya ditarik paksa dan suaranya yang terkulai pasrah di lantai. Tanpa rasa belas kasih sedikit pun pada sang pangeran yang baru selamat dari marabahaya, sang ratu menghardiknya.

"Bangun, Torreno! Aku tahu kau pura-pura tidur saja! Demi rambut keritingmu, Torri, kau telah membuat gelisah semua orang karena kabur dari pesta! Seharusnya kauberikan saja apa yang diminta oleh peri itu dan membiarkan dia memberimu pembalik mantra!"

Pembalik mantra? Untuk sebuah ciuman yang nyaris saja merenggut nyawanya, pembalik mantra seperti apa itu? Kejengkelan berhasil membuatnya terbangun dalam posisi duduk di atas tempat tidur sekarang sehingga Ratu Elsadora tersenyum sinis penuh kemenangan karena Torreno telah berhasil masuk dalam pancingannya. Begitu banyak makian protes yang ingin Torreno lontarkan atas kesulitan yang ia perbuat padaku hari ini, tapi ia hanya bisa bersabar menerimanya ... Ia sudah kalah sekali dan tak ingin mengulangi lagi. Yang ia inginkan sekarang hanya menebus semua kesalahan di masa lalu, meski itu harus menggerogoti egonya yang sealot hatinya. Torrenolah alasannya sekarang berada di sini, mereka sedang berusaha berdamai dengan diri masing-masing.

Torreno dan sang ibu tiri hanya berdua di dalam sini, sementara tabib tadi telah lama pergi -- ia pasti tidak ingin menyaksikan sebuah drama pertengkaran keluarga. Ini kesempatannya, sekaligus kebodohannya .... Ratu Elsadora terkejut meronta ketika Torreno menariknya duduk ke sisi ranjang lalu merengkuhnya paksa dalam kedua lengan. Ia selipkan kepalanya di balik bahunya sambil berucap, "Maafkan aku, Ibu ...."

Torreno merasakan tubuhnya bergetar penuh amarah atas kelancangannya sendiri seperti tatkala dulu ia berusaha meraih permohonan ampun dari tangan sang ratu yang tertutup untuknya. Sekarang ia lebih dewasa dan lebih berani untuk meminta kepadanya, tapi rupanya Torreno belum cukup bijak untuk memahami mereka.

"Aku membencimu, Torreno .... Kulakukan ini semua hanya demi Ayahmu dan Laniakeia. Jadi, tolong temukanlah segera seorang putri untuk menggantikanku mengurusimu. Bila kau butuh seseorang untuk dipeluk, carilah orang lain! Kau sudah bukan anak kecil lagi ... sungguh tidak sopan kau melakukan ini. Lupakah kau bahwa aku bukan ibumu? Aku "hanya" istri dari Ayahmu!"

Torreno segera melaksanakan titahnya dan melepaskan kedua lengannya dari Ratu Elsadora. Hanya istri dari Ayahnya. Ya ... Ia telah membunuh adiknya dan sang ratu belum memaafkannya, sampai kapanpun ... Ia tak akan pernah menjadi seorang pengganti "anak"-nya yang hilang. Ternyata ada rasa yang lebih buruk dari kekalahan, yaitu rasa bersalah.

Sambil menyematkan diadem kebesarannya di kepala, Torreno memutuskan untuk mulai mendengarkan permintaan Ratu Elsadora dengan kembali ke pesta. Akan ia mulai dari Anne.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top