Puer Draco
Pria itu ingin bertemu Torreno. Ayahnya.
Pertemuan macam apa yang ayahnya inginkan sekarang? Yang pasti bukan obrolan hangat atau mengharukan antara ayah dan putra karena ada cerita dari masa lalu di antara mereka bertiga: Torreno, Raja Dylon, dan Ratu Elsadora.
“Ingat, yang akan Anda temui adalah Ayah Anda sendiri, bukan monster. Bersikaplah biasa dan santailah,” pesan terakhir Panglima Elijah ketika pria itu mengantarkan Torreno ke depan kamar Raja Dylon. Tentu saja ia tidak ikut masuk untuk memberi Torreno dukungan—itu pun kalau Panglima Elijah punya hak untuk berpihak. Torreno bukan bocah yang masih membutuhkan bantuannya.
Pintu ganda besar di hadapan Torreno menjerit ketika seorang pengawal pribadi membuka benda itu. Ia melangkah masuk ke dalam dan pintu segera menutup. Ruangan yang redup memaksa pupil matanya bekerja cepat menyesuaikan diri karena pelita gantung besar di tengah kubah sebagai pusat penerangan tidak banyak menolong. Perapian ada di seberang ranjang besar dari kayu terbaik dengan kanopi beludru keemasan—dua patung liliput mengapit di kanan kiri perapian dan tampak memantulkan cahaya dalam keremangan ini.
Aroma parfum yang kuat langsung menyerbu organ penghidu Torreno begitu mendekati ranjang besar itu. Entah dari mana parfum ini berasal: kelenjar monster lautkah atau getah pohon padang pasir, ia tidak terlalu memikirkan. Yang ia tahu, selera Raja Dylon memang tinggi, sama seperti wanita-wanita pendampingnya—mendiang Jeannette Le Blanc dan Ratu Elsadora yang sekarang duduk dengan setia di sisi ranjang. Sementara tak jauh, berdiri Kanselir Januska, pria paruh abad yang mulai beruban dan ringkih dengan wajah tirus pucatnya.
Raja Dylon bersandar di tengah ranjang. Harusnya, ayahandanya sudah tidur di waktu selarut ini, andai tidak menunggu Torreno, tentu saja. Ia perhatikan wajah dua orang lainnya, Ibu Tiri dan Kanselir, sama kuyunya setelah menjalani hari. Terutama Ratu Elsadora, Torreno tahu pasti kenapa. Urusan pesta dan Anne pasti menguras tenaga dan pikirannya habis-habisan. Mestinya Ratu Elsadora mendengarkan ia lebih awal, maka tidak akan timbul persoalan berat yang membuat dua orang kepercayaan pribadi Raja Dylon tersebut berkumpul di sini sekarang.
Ayahanda Torreno tampak lebih tua setelah tujuh tahun berlalu; kurus dan tidak banyak tersisa kekokohan pada tubuhnya yang dimakan usia. Iris matanya makin kelabu, alih-alih cokelat seperti mata Torreno, hingga tidak terlihat setajam dan segelap dulu. Sungguh reuni yang memanggil ingatan Torreno untuk berkelana membayangkan bagaimana penampilan ayahandanya selagi Jeannette Le Blanc masih hidup.
Ada sesal dan kesal di hatinya karena sungguh suatu kesia-siaan melihat Ratu Elsadora berada di sisi pria ini. Ibundanya tidak akan kembali, begitu pula kemudaan ayahandanya. Andai Torreno bisa menyingkirkan wanita yang senantiasa mengawasi gerak-geriknya itu.
“Lihatlah dirimu sekarang. Kau tumbuh persis seperti Jeannette.”
Itulah kata-kata yang terucap pertama kali dari mulut Raja Dylon. Terima kasih, Torreno sudah sering mendengar hal itu.
Jeannette Le Blanc bukanlah wanita biasa karena Raja Dylon yang lemah justru jatuh cinta pada pengawal pribadinya, paladin wanita perkasa kebanggaan Laniakea. Konon, rambut merah tembaga dan mata zamrud terang milik ibundanya susah dicari bandingnya, tutur Panglima Elijah, alasan sang raja jatuh hati padanya. Torreno mewarisi bakatnya, sementara Raja Dylon menyumbang rupanya.
Ibunda Torreno adalah pemburu naga terhebat yang pernah ada. Orang-orang menjulukinya Perangkap Berjalan karena Jeannette Le Blanc seolah hafal ke mana harus mengendus jejak naga dan cara memburu mereka, seakan-akan bisa memahami pikiran makhluk itu. Namun, ketenaran itu luntur ketika perburuan terakhir mengantarkannya pada penghujung hayat—Jeannette Le Blanc meregang nyawa seketika setelah terkena racun naga air mematikan dari Danau Air Asin Tavareth. Hingga saat ini pun, Torreno berpikir bahwa kematian ibundanya terlalu janggal bagai konspirasi. Namun, ia tidak punya bukti dan divisi pemburu naga jelas bukan pengkhianat.
Torreno telah menghabisi naga Danau Air Asin Tavareth di usianya yang kelima belas berkat penemuan senjata andalan bersama Panglima Elijah. Seharusnya ia puas karena naga pembunuh ibundanya telah mati, tetapi nyatanya tidak. Torreno tidak akan berhenti sampai memusnahkan seluruh naga di Laniakeia. Lalu, ia bertemu Anne.
“Ceritakan … siapa gadis itu.”
Gadis itu masalahnya. Ayahanda Torreno pun ingin tahu.
“Hanya seekor naga hitam cantik yang kubawa pulang dari perburuan..”
Ratu Elsadora membulatkan mata lebar-lebar mendengar jawaban sekenanya Torreno. Sementara, Raja Dylon dan Kanselir Januska jelas tidak senang. Mereka menatap sang pangeran tajam.
“Demi rambut keritingmu, Torri! Aku bersumpah matanya bersinar merah sewaktu aku menyebut tentang bagaimana cara dia berubah jadi manusia!” Ada desau ketakutan dalam nada tinggi yang terlontar dari mulut Ratu Elsadora. Wanita itu seolah berkeluh kesah meminta simpati. Oh, ya? Torreno berpura-pura tidak mendengarkan, hingga sikapnya berhasil menambah kadar kekesalan sang ibu tiri dan merengek putus asa, "Sungguh, Torri! Aku merasa aura istana ini menjadi kelam setelah kedatangannya ke sini! Ia mondar-mandir sendiri saat kau tidur! Menakutkan!"
Tunggu …. Ekor mata Torreno melirik pada ekspresi Ratu Elsadora yang pias. Jika ceritanya benar, mungkinkah Anne merencanakan sesuatu?
“Di mana dia?” Torreno lantas bertanya gusar. “ia harus selalu bersamaku!” Terdengar posesif? Tidak. Ini masalah serius!
“Dia kabur!” ujar Ratu Elsadora bangkit dari kursi.
“Apa?“
"Pengkhianat! Bagaimana bisa kaubiarkan seekor naga masuk ke istana?!” Raja Dylon berang. “Bicaralah sebelum seluruh pasukan dikerahkan untuk memburunya!”
Kanselir Januska mendelik pada Raja Dylon setelah sang raja bertitah demikian. Rupanya, mereka telah membicarakan masalah ini tanpa andil Torreno. Istana gempar, bahkan mungkin seluruh kerajaan …. Panglima Elijah tidak berbohong bahwa ini memang masalah serius.
“Aku bisa mengatasinya sendiri, Yang Mulia! Dia nagaku! Urungkan kembali rencana Anda karena aku keberatan!”
“Lupakah kau akan ibumu, Jeannette Le Blanc?” Raja Dylon menohok sang putra dengan tatapan suram. Tatapan yang bicara bahwa ia adalah monster keluarga. Dalam satu hal, Torreno tidak menyangkal atas kesalahannya terhadap Ratu Elsadora dulu. Namun, apabila nama ibunya dibawa-bawa, Torreno tidak terima.
“Akulah yang paling tahu rasanya kehilangan Ibunda, Yang Mulia! Anda cukup menonton saja seperti biasa.”
“Torreno!” Dua orang di sisi ranjang Raja Dylon menegang demi mendengar kemurkaan sang raja yang telah lama tidak mereka saksikan. Ratu Elsadora pun mengerling pada Torreno. Jika penyakit ayahandanya kambuh lagi, sudah pasti itu salah siapa.
“Kau masih anak laki-laki yang dulu rupanya. Dendam itu masih kausimpan, heh? Dan kau sungguh bodoh telah melampiaskannya pada wanita malang tidak bersalah ini!” Raja Dylon menunjuk Ratu Elsadora.
"Salahnya sendiri masuk ke istana ini!"
"Torreno!"
Lewat sudut mata, Torreno bisa melihat ketegaran Ratu Elsadora runtuh, lalu wanita itu terisak keluar kamar. Satu korban perasaan telah jatuh, sungguh naïf ibu tirinya memaksakan diri terlibat dalam pembicaraan antarlelaki.
“Apakah aku harus mengusirmu keluar, Torreno?” Raja Dylon bermaksud menyudahi perdebatan pelik mereka.
“Yang Mulia …, kita bahkan belum tahu strategi Pangeran Torreno—“ Kanselir Januska yang terkenal bertangan besi penasaran ingin mendengar rencana Torreno.
“Dia hanya anak laki-laki yang bertindak gegabah sesuka hati.”
“Tunggu. Sebenarnya siapa yang memanggilku ke sini?!” Torreno merasakan ada yang salah dalam situasi tersebut.
Raja Dylon tersenyum kecut menjawab, “Kaupikir siapa, Nak? Wanita itu memang keras kepala, merasa mampu mengendalikanmu, padahal kita tahu bahwa kau itu liar dan tidak punya aturan!”
Sial, Ratu Elsadora membodohi ia lagi. Wanita itulah dalang kekacauan ini. Masih berpura-pura suci di balik tampangnya yang naif bagai boneka porselen.
“Masih ada yang ingin kausampaikan, Puer Draco?” Raja Dylon menyebut nama panggilan yang paling ia benci karena ibundanya adalah pemburu naga. Julukan terlarang itu tidak pantas untuk disandingkan dengan sang putra, Torreno.
“Yang Mulia,” Torreno mengejek dengan membungkuk hormat, “Anne adalah penemuan tidak terduga yang bisa menjadi kunci menuju para naga. Izinkan aku memeliharanya. Anda harus setuju karena akulah pemburu naga terbaik yang Anda miliki saat ini.” Ya, posisi tawarnya tinggi, apa pun yang coba Raja Dylon patahkan, Torreno masih punya kekuasaan dalam pasukannya yang berdikari.
“Tidak lagi.” Apa?
“Selama gadis itu bersamamu, kalian adalah ancaman bagi kerajaan. Dasar pasangan naga. Aku tidak ingin berbicara lagi denganmu, Nak. Aku lebih senang kalau Panglima Elijah yang menemuiku sekarang.”
“Anda tidak usah khawatir, Yang Mulia. Aku akan menemukan cara untuk membunuh Anne sekaligus naga-naga ini.”
Raja Dylon sejenak terdiam mendengar kata-katanya yang dingin. Torreno sekarang punya alasan untuk membunuh tanpa takut disalahkan, bukan? Bila memang itu yang raja inginkan, tidak perlu mengerahkan satu pasukan untuk puer draco yang diciptakan oleh ayahandanya sendiri.
Torreno tersenyum penuh kemenangan saat melangkah keluar.
“Sial-“ Samar-samar terdengar Kanselir Januska berusaha menenangkan kegusaran Raja Dylon sebelum pintu ditutup.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top