Pesta Dansa dan Pencuri 1

Tak ada kaki ataupun ujung gaun yang terinjak malam ini, sehingga Torreno dapat bernapas lega. Hanya ada satu masalah, bahunya seakan mau copot dari engselnya karena banyak gadis-gadis yang bergelayut pada sang pangeran malam ini. Torreno tidak tahu tugas seorang pangeran di lantai dansa akan menjadi sedemikian sulitnya.

Ketika gadis yang terakhir menyelesaikan dansanya, Torreno memutuskan untuk pamit, menyisihkan diri dari zona keramaian, berusaha terlindung di balik gerombolan bunga begonia merah sambil menyendok sorbet stroberinya. Ia merasa perlu istirahat panjang malam ini.

"Di mana semangat pestamu, Anak Muda?"

Sial. Sesendok sorbet jatuh menimpa kerah mantel Torreno ketika suara Panglima Elijah mengagetkannya. Dia malah terkikik geli melihat ekspresi sang pangeran yang jelas-jelas mengatakan sedang tidak ingin diganggu. Torreno bisa menyamakan suara kikikannya itu dengan ringkikan kuda yang sedang kegirangan.

"Akan kupikirkan bila aku sudah mencapai paruh baya sepertimu, Pak Tua," balas Torreno datar. Panglima Elijah pun mengerang dan menonjok bahu sang pangeran. Torreno meringis ... Harus ia akui jika tonjokannya memang sangat kuat. Sang pangeran belum pernah berhasil mengalahkan pria ini dalam pertarungan tangan kosong.

"Kadang aku berpikir wajah tampanmu itu hanya sebuah kesia-siaan, Pangeran Torri. Dan selera humormu itu payah sekali."

"Aku hanya seorang Torri yang kalian kenal sejak lama."

Panglima Elijah hanya mendesah kemudian menggeleng. Sepertinya ia sudah mengakui kekalahannya dalam perdebatan kali ini. Ia harus melewati level kemampuan Ratu Elsadora dulu sebelum bisa mengalahkan sang pangeran

"Kau beruntung," deliknya tajam sambil menyeruput minuman nanasnya.

"Sepertinya sikap dingin dan misterius itulah yang membuatmu terlihat seksi di mata para gadis."

"Aku baru tujuh belas dan tidak ingin terlihat seksi di mata siapapun kecuali itu bisa membuat Ratu Elsadora meloloskanku dari pelajaran "Bagaimana Memikat Hati Seorang Gadis" yang ia ajarkan setiap hari padaku. Bila itu maksudmu, Panglima."

"Hahaha." Ia tergelak nyaring menarik perhatian.

Oh, diamlah. Anda membuat posisiku terekspos, Panglima. Gerutu Torreno dalam hati.

"Ratu hanya menyuruhmu cepat-cepat menikah," ujarnya geli.

Torreno mengedikkan bahu. Sama saja baginya. Memikat gadis atau menikah tidak ada dalam daftar prioritas hidupnya. Sebaliknya, itulah obsesi Ratu Elsadora terhadap sang pangeran sekarang.

"Ugh!" pekik Torreno tertahan ketika Panglima Elijah menonjok bahunya lagi. Apa ia tidak tahu bahu sang pangeran sudah menderita sejak tadi? Sebuah tonjokan ekstra adalah hal yang paling tidak dibutuhkannya sekarang.

"Lihatlah, Pangeran Torri. Tempat ini adalah surga," katanya membingkai pemandangan aula dengan tangan. Torreno tahu yang dia maksud. Para gadis. Kenapa pria ini dan Ratu Elsadora belum menyerah juga, pikirnya.

"Apa kau lihat manusia air berkulit eksotis di sebelah sana? Mermaidivine."

"Peri-peri Silvanovia yang cantik sempurna itu?"

"Atau gadis-gadis kuil penari dari Alomora?"

Torreno berusaha keras untuk tidak menyumpal mulutnya dengan potongan arippa berdaging merah marun yang mengitari mangkuk buah-buahan di tengah meja.

"Percayalah, aku lebih tertarik dengan "gadis naga"." Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulut sang pangeran.

"Pangeran Torri." Panglima Elijah menatapnya horor. "Hewan yang bisa berubah menjadi seorang gadis hanya siren. Tapi kusarankan untuk tidak mendekati mereka karena suka memangsa."

Ia masih saja keras kepala tidak memercayai cerita sang pangeran tentang Anne.

Di manakah gadis itu sekarang? Torreno jadi merindukan sikap diam membisunya di antara keramaian parade para putri ini. Mungkin saja Ratu Elsadora mengurungnya sekarang di kamar. Sang ratu pasti tidak ingin ia terlihat bersama Anne di malam perburuan calon pasangan yang khusus diadakan untuknya. Seharusnya wanita itu mendengarkan Torreno sejak awal bahwa ia tidak akan pernah memilih seorang gadis pun dalam pesta dansa ini. Bila ia memang memaksanya untuk menikah, biarlah sang pangeran melakukannya dengan Anne. Torreno telah terbiasa dengan si gadis naga pendiamnya, sekeras apa pun usahanya untuk mengajaknya bicara.

Torreno merasakan sesuatu yang aneh ketika seisi ruangan aula mendadak menjadi hening. Ia memeriksa kedua telinganya apakah mereka tuli mendadak akibat terlalu lama mendengarkan musik, tawa, dan riuh rendah obrolan? Lalu Panglima Elijah menyikut lengannya dan menunjuk ke satu arah. Itu adalah gadisnya, Anne.

Mata biru. Rambut hitam. Gaun hitam yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali lengan. Di bawah sorot lampu aula yang temaram keemasan, ia benar-benar jelmaan seekor naga hitam. Anne menuruni tangga lebar di tengah ruangan dengan gerakan anggun khas naga. Sosoknya yang serba hitam mampu menyedot seluruh perhatian bagaikan sebuah lubang hitam di angkasa yang menyerap seluruh cahaya yang berani melintas di dekatnya.

Wow. AstagaNAGA.

Kalau ada yang bertanya apakah Torreno telah jatuh cinta? Maka akan ia jawab tidak, demi kadar romantis dalam darahnya yang tidak pernah terdeteksi. Akan tetapi, ia harus mengakui kalau Anne baru saja mencuri perhatiannya.

"Pangeran Torri?"

Tidak  ia indahkan jentikan jari Panglima Elijah di depan wajahnya. Torreno sedang terpesona dengan naga hitamnya sekarang.

"TORRI?"

Pangeran Torreno terkesiap. Itu bukan suara Panglima Elijah, Ratu Elsadora atau siapapun yang lain. Itu adalah suara Anne yang dingin dan menggelegar di tengah keheningan ruangan. Apa gadis naga itu baru saja BERSUARA memanggil namanya? Berminggu-minggu ia mengajaknya bicara dan hasilnya nihil, lalu tiba-tiba saja ia memanggil nama sang pangeran di tengah acara dansa. Ini adalah bencana bagi Ratu Elsadora yang akan berujung bencana juga baginya.

"TORRI?"

Dia memanggilku lagi sehingga Torreno tidak punya pilihan selain melambai-lambaikan tangan dengan manis tinggi-tinggi di udara.

"Demi rambut keriting Anda, Pangeran Torri. Apakah kalian sudah merencanakan adegan romantis ini untuk pamer?" Torreno menelengkan kepala pada Panglima Elijah. Sejak kapan ia menirukan kata-kata Ratu Elsadora untuk menyindir?

"Astaga, aku tidak mau ikut campur masalah ini karena Ratu Elsadora bisa memotong gajiku." Ia segera meninggalkan sang pangeran sendirian tanpa seorang pendukung sekarang. Yang benar saja. Di manakah letak kesetiaannya?

Namun, Panglima Elijah benar. Torreno benar-benar dalam masalah yang sangat serius sekarang. Anne mendatangi tempatnya dengan langkah penuh percaya diri yang terlampau cepat untuk ukuran kakinya. Sang pangeran baru tahu mitos langkah kaki naga yang bisa melipat jarak itu ternyata benar. Torreno hanya diam terpaku ketika Anne tiba di depannya. Pun ketika gadis itu menahan kedua tangannya m di sisi meja dan mencondongkan wajah persis di depan wajah sang pangeran. Torreno bisa merasakan napas naganya-- anehnya kali ini tidak setajam sebelumnya. Mungkin ia baru saja selesai menggosok gigi sebelum turun ke sini. Mau tak mau alis Torreno berkedut heran.

"Mana makananku?" tanyanya.

"Apa?"

"Kau belum memberiku makan."

Ah benar juga, ia lupa.

Torreno benar-benar seorang pemelihara naga yang buruk. Begitu banyak kesibukan yang musti ia siapkan sepanjang hari ini sampai-sampai ia lupa memberinya makan di kamar. Pantas saja dia rela bersusah payah turun ke sini untuk mengingatkan sang pangeran.

"Akan kubawakan segera," ujar Torreno. "Kau mau di sini atau di kamar?"

Ia diam saja dengan ekspresi dingin tidak menjawab. Anne berbalik pergi ke tempat dari mana tadi ia muncul. Kepergiannya secepat kedatangannya dan harus Torreno akui, momen itu tadi sangat menegangkan. Sang pangeran mengira Anne akan berubah menjadi naga lalu mencaplok memakannya secara harfiah. 

Tak ada waktu sekarang. Torreno bergegas berlari ke arah dapur dan menimbulkan kekacauan mendadak di sana.

"Pangeran Torreno?"

Sang pangeran mendengar suara desahan penuh kekaguman dan mata-mata yang melotot lebar menatapnya. Ini memang pertama kalinya ia mengunjungi dapur, tapi hei, ayolah, mereka semua 'kan lelaki! Torreno balas menatap mereka dengan datar.

"Aku butuh dua porsi daging."

"Baik, Yang Mulia." Seorang koki yang berbadan paling besar dan topi beda warna sendiri menghampirinya dengan gelagapan. Rupanya ia adalah Koki Kepala.

"Anda mau dioles dengan lemak? Selai? Arippa?--"

"Berikan saja apa yang kalian punya sekarang juga," perintah Torreno tegas tanpa ada celah kesalahpahaman karena ia memang butuh daging-daging itu secepatnya. Torreno pun langsung menerima dua nampan daging pangang polos di kedua tangannya.

Sang pangeran baru saja mencuri makanan dari dapur. Ia lantas berlari menyusuri aula pesta dengan dua nampan di tangannya.

"TORRENO!"

Tak ia indahkan panggilan sang ibu tiri, Ratu Elsadora. Masih ada matahari terbit esok hari untuk mendengarkan omelan dan sumpah serapahnya. Yang ada dalam pikiran Torreno sekarang cuma Anne.

Gadis itu menunggu dengan manis sedari tadi di kamar hingga membuat napas Torreno tercekat. Kakinya bergerak otomatis menendang pintu, berharap tak ada orang lewat yang sempat mengintip ke dalam kamar. Anne sedang duduk di tepi ranjangnya.

Torreno sudah menyiapkan tempat untuknya. Sebuah sofa panjang untuk tidur di pojok ruangan. Tempat yang sudah seharusnya bagi seekor naga peliharaan. Ia sama sekali tidak keberatan dan tidur nyaman di sana. Akan tetapi, sekarang, tiba-tiba saja ia duduk di tepi ranjang sang pangeran?

Matanya bersinar gelisah menatap Torreno, sama seperti jari-jarinya yang juga gelisah meremas-remas seprei. Nyaris saja nampan di tangan sang pangeran terjatuh.

"Torri, mana makananku?" Suaranya tidak menggelegar lagi. Kali ini lebih pelan dan menekan.

Torreno menyorongkan satu nampan ke hadapannya tapi Anne bergidik menolak.

"Makananku. Makananku." Ia mengulang-ulang ucapannya dengan gelisah sambil terus menatap sang pangeran yang benar-benar tidak memahami apa yang sedang gadis naga ini inginkan.

"AKU?" Dengan bodohnya Torreno malah menunjuk diri sendiri. Jangan-jangan yang diinginkan Anne adalah dirinya.

Anne menggeleng kuat-kuat.

"Pegasus. Peri. Makananku. Pegasus. Peri."

Nampan di tangan Torreno terlempar ke seberang ruangan. Anne baru saja meminta pegasus dan peri untuk menu makan malamnya?

Jika Torreno menculik salah satu pegasus atau peri, dan jika sang pangeran memang bisa melakukannya, sudah ia bayangkan kemungkinan Ratu Elsadora yang akan menggunduli rambut keritingnya lalu mengirimnya untuk merenung di biara selama seratus tahun.

Anne, apakah ada permintaannya yang lebih masuk akal? Torreno bersedia ke dapur sekali lagi untuk mencurinya!

Demi rambut keritingnya yang menjadi taruhan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top