Menuju Jantung Laniakea


Torreno berusaha untuk tidak menyentuh bagian berisi pertumpahan darah, tetapi ini adalah kisah rahasia yang pada akhirnya tidak bisa ia tutup-tutupi juga. Ke sisi manakah orang-orang akan memahaminya?

Jauh di luar gemerincing istana pasir Laniakeia ....

Terdengar seperti misi bunuh diri; ia sedang menuju jantung Laniakeia. Gurun pasir berbukit cadas terhampar di sekeliling; pemandangan gersang dan kerikil tajam di mana-mana. Seandainya muncul badai pasir sekarang, tiada tempat perlindungan selain ceruk kecil di antara batu-batu keras itu.

Gilde putih yang ia tunggangi berkali-kali meringkik gelisah seakan merasakan sesuatu di udara. Aneh, biasanya hewan ini tidak pernah protes membawa beban berat di punggungnya. Mungkin karena keberadaan seorang gadis yang kini duduk di belakangnya ... Anne.

Meskipun gilde ini berkelakuan ganjil, Torreno terpaksa memilihnya lantaran gilde jantan hitam kesayangannya berusaha menendang Anne saat dinaiki seolah tidak sudi membawa seekor naga di punggungnya.

Pasti ada sesuatu yang salah dengan gadis ini – saat Torreno diberikan kesempatan untuk membawa sesuatu yang berharga dari istana Laniakeia, Anne-lah yang justru ia pilih. Panglima Elijah jelas tidak bisa menyembunyikan raut kecewa tatkala bukan dia yang terpilih. Hubungan mereka memang sedang renggang, tetapi bukan itu saja sebabnya. Akan lebih aman jika Anne dibawa pergi bersamanya sepanjang waktu daripada dibiarkan tetap berada dalam istana.

Bukannya ia mengkhawatirkan Anne, tetapi orang-orang di Laniakeialah yang ia khawatirkan bila gadis ini masih ada di sana. Torreno yang membawanya dulu, kini Torreno pula yang akan mengembalikan gadis itu ke tempat asalnya.

Namun, rencana itu terdengar seperti sebuah misi bunuh diri sungguhan sekarang. Ia tidak mendengarkan nasihat Ratu Elsadora untuk langsung pergi ke Alomora dan malah ke jantung padang pasir Laniakeia, rumah para naga.

Sesuatu benar-benar salah ketika gilde Torreno kini bergeming. Hidung hewan berparu-paru empat itu kembang-kempis dan matanya nyalang gelisah, lalu ia mendengar suara desisan di belakang.

"Hisss." Sumbernya berasal dari Anne. Ah, tidak ... jangan sekarang!

"Hieee!" Gilde meringkik terkejut, melontarkan Torreno dan Anne dari punggungnya sehingga mereka jatuh bergulingan mendarat di atas cadas keras.

Argh, sial ... punggungnya! Ia lihat Anne tergeletak tidak jauh darinya, pingsan. Astaga, apa yang telah dipikirkan gadis ini? Tidak sadarkah Anne bahwa tubuh manusianya itu rentan? Dan kini, Torreno berada dalam masalah nyata ketika hewan campuran antara kucing hitam loreng besar berkepala kuda itu lantas tunggang langgang meninggalkan mereka, berdua.

Tanpa tunggangan, terdampar di tengah gurun pasir yang luas bersama seorang gadis yang tergeletak tidak sadarkan diri, terdengar seperti sebuah pesta penyambutan kematian. Namun, masih ada kabar baik, sepertinya ia berhasil membawa Anne ke tempat perburuan pertama kali. Jikalau naluri pemburunya benar, maka makhluk itu akan mendatangi tempat mereka secepatnya.

Torreno bergerak secepat mungkin, berlindung dalam ceruk kecil gelap tak jauh dari tempat Anne berada. Tempat pengintaian itu sungguh sempit dan tidak nyaman, tetapi ia akan tersamar di sini dengan warna pakaian serupa, bahkan rambut cokelatnya pun menyatu sempurna dengan warna tanah. Lalu, yang bisa ia lakukan kemudian hanyalah menunggu.

Perkiraannya sedikit melenceng. Keheningan gurun lantas terpecah oleh suara desis di langit, persis seperti yang berasal dari Anne, tetapi yang ini jauh lebih keras seperti suara semburan gas alam yang lolos dari perut bumi. Tak urung darahnya tersirap seketika. Itu adalah suara naga yabg tampaknya sedang terbang menuju mereka, sementara ia sendirian sekarang tanpa pasukan ataupun senjata pemusnah naga andalan.

Pasir merah bercampur kerikil tajam merantak di udara ketika sayap seekor naga putih yang besar dan kuat mengepak sebelum mendarat, hingga menciptakan angin yang menyapu pasir di bawah. Bahkan, Torreno yang telah tersembunyi di balik ceruk kecil pun tidak luput dari amukan kerikil menggores tajam saat mereka berusaha melesak masuk ke dalam kulit sang pangeran–sepertinya, ada banyak pasir terperangkap di rambut keritingnya.

Belati berbilah lengkung bak kuku tajam raksasa teracung siaga di tangan kiri Torreno sejak ia masuk ceruk tadi. Ia menunggu peluang emas tiba dengan mata terbuka lebar penuh waspada.

Tanah bergetar di bawah kaki saat naga itu menghunjam bumi dengan keempat tungkainya yang masing-masing berjari tiga dan dilengkapi cakar tajam. Sayapnya kini diam terentang lebar; tampak garis-garis rangka kokoh meruas seperti rangka sayap kelelawar, lalu sepasang sayap itu mengatup rapat di kedua sisi tubuh seperti kipas lipat. Ia mendekati Anne lalu mengeluarkan bunyi desis keras di depan wajah gadis itu seakan sedang membangunkannya, tetapi Anne terlelap mati.

"Jangan bangun sekarang ...," desah Torreno risau dalam hati. Ia berharap Anne tidak akan tersadar dalam waktu singkat. Jika dugaan berikutnya benar, maka kesempatan untuk menghabisi naga putih tinggal sebentar lagi. Ia bersiap, genggaman pada gagang belati kian erat.

Tidak berhasil membangunkan dengan cara biasa, si "Putih" yang pernah dipanggil Anne lirih saat Torreno menemukan gadis itu pertama kali dalam wujud manusia, kini menggoyang-goyangkan tubuh Anne dengan moncongnya yang melengkung tumpul ke bawah seperti moncong kura-kura. Ia lantas mencoba menggulingkan tubuh Anne ke samping. Rupanya, gadis itu mendapat benturan keras di kepala sehingga tidak kunjung sadar atau menunjukkan sedikit tanda pergerakan. Dia ... belum mati, bukan?

Tidak ada waktu untuk mencemaskan Anne sekarang! Bulir-bulir keringat besar mulai terbentuk di dahi Torreno akibat cuaca gurun yang panas memanggang ketegangannya sendiri karena berusaha mencuri celah waktu. Hanya ada sekali peluang atau nyawanya jadi taruhan!

Si naga putih menggeram. Makhluk itu mendongak dan membusung dada, lalu dirinya bergetar. Tiba-tiba, tubuhnya berpendar putih terang seperti purnama dan terbungkus sepenuhnya oleh cahaya. Torreno terperenyak, antara rasa takjub dan heran. Baru kali ini ia melihat naga yang punya elemen cahaya.

Cahaya itu mulai mengecil perlahan menelan wujud besar sang naga. Cahaya membungkus sayap hingga bagian itu menyusut lantas menghilang. Leher dan kepalanya memendek, badannya menekuk menjadi lurus, dan transformasi itu baru berhenti setelah ia mencapai ukuran manusia. Cahaya pecah menyebar sebelum memperlihatkan sosok seorang pria dengan rambut putih tergerai lewat bahu kemudian berdiri di hadapan Anne. Ia langsung memanggil nama gadis itu.

"Nodericka! Bangunlah!"

Genggaman Torreno pada bilah gagang belati serasa licin. Ia bermaksud menyerang naga itu segera setelah berubah menjadi manusia, tetapi wujudnya sekarang malah mengusik segenap logika Torreno. Siapa sangka niat menghabisi nyawa seorang manusia membutuhkan lebih banyak nyali daripada membunuh seekor naga? Jiwanya berontak. Ia memang seorang pemburu tulen, tetapi bukan seorang prajurit perang yang terbiasa membantai nyawa orang. Ranah keduanya sangat berbeda.

Akan tetapi, ini adalah Laniakeia, dan pria ini adalah seekor naga yang kebetulan menghirup udara yang sama dengannya. Hanya salah satu di antara mereka yang akan bertahan di sini dan itu adalah dirinya.

Pria itu terjengkit ketika Torreno berdiri di belakangnya sambil menghunus belati ke lehernya. Dalam bentuk manusia, naga ini jelas buruan yang mudah.

"Argh! Siapa kau?!"

"Kematian," jawab Torreno datar.

Torreno merasakan helaan napas kasar sang pria di tangannya. Belati di leher pria siap menusuk kapan saja. Sementara, pria itu agak kesulitan menahan serangan dari tangan kiri Torreno, sedangkan tangan kanannya telah berdarah kala tidak sengaja tersayat belati akibat reaksinya sendiri yang refleks berusaha menangkis.

"Diamlah, Naga!"

"Kau adalah orang-orang dari divisi pemburu naga istana, bukan?"

Torreno terkesiap mendengar pria itu berbicara. Sebuah perasaan gamang menyelusup dalam indra tanpa kuasa ia tolak. Pria ini berbicara laiknya manusia! Maksud Torreno, bukan sekadar berbahasa seperti manusia, tetapi juga berperilaku seperti manusia. Apakah ini memang kelebihan naga pengubah wujud? Torreno pun memutuskan untuk memanggil pria ini naga jelmaan.

"Dengarkan aku ...," kata pria itu berusaha meyakinkan. "Aku bukan musuhmu. Aku hanya ingin membawa gadis ini pergi, jadi lepaskan aku sekarang juga."

Demi apa pun, kenapa naga jelmaan ini berbicara begitu sopan?!

"Apakah dia pasanganmu?" tanya Torreno tidak sudi melepaskan. Siapa tahu yang sedang dilakukan pria itu adalah bagian dari taktik untuk mengulur waktu.

"Ah, kau adalah pemburu yang mengejar Nodericka dulu, bukan? Apa yang kaulakukan kepadanya sehingga ia tidak membunuhmu?" tanya si pria geli. Torreno mengatupkan geraham geram. Apakah naga jelmaan ini sedang mencoba bermain-main?

"Apa yang kalian berdua rencanakan?" Torreno berusaha untuk tidak terpancing.

"Kalau aku mengatakan segalanya, apakah kau akan melepasku?"

Pintar sekali caranya berusaha membodohi Torreno. Namun setidaknya, si pria berhasil membuat Torreno tersenyum sinis. Naga ini berbeda sekali dengan Anne yang seolah tidak mengenal rasa takut. Sebaliknya, si naga putih bersikap seperti manusia sungguhan.

"Aku tetap akan membunuhmu."

"Kau sungguh keras kepala! Dasar bocah bodoh tidak tahu apa-apa!"

Sayang, naga itulah yang bodoh. Sebentar lagi, ia takkan bisa menatap dunia. Torreno putuskan untuk mengakhiri hidup makhluk ini sekarang juga atau ia akan diserang keraguan mendalam jika menunda terlalu lama.

Ia lesakkan mata belati tepat di sisi batang tenggorokan pria itu dengan gerakan mengait ke luar untuk memutuskan jalan napasnya. Saking cepatnya gerakan Torreno, korbannya tidak sempat bereaksi dan hanya bisa mengeluarkan jeritan tanpa suara. Pria itu kini tercekik oleh darah yang menyumbat tenggorokannya sendiri, memegangi leher panik seraya berusaha mengambil udara, tetapi sia-sia belaka.

Pria itu kini merintih penuh derita. Torreno bisa saja mempercepat proses kematiannya dengan mengiris nadi di lehernya, tetapi tidak ia lakukan. Torreno ingin membunuh naga ini pelan-pelan, lantas menggelepar kehabisan udara. Adalah kebodohan si naga sendiri karena tidak langsung menyelamatkan diri dengan berubah wujud balik segera setelah senjata ditodongkan kepadanya. Senaif itu sang naga untuk memercayai manusia.

Setelah beberapa menit berlalu tersiksa dalam penderitaan, akhirnya pria itu meregang nyawa. Namun, ada sesuatu yang salah! Kenapa tubuhnya tidak terurai menjadi elemen cahaya? Apakah naga ini masih hidup? Penasaran, Torreno balik tubuh pria yang tengkurap, lalu melihat mata korbannya membelalak lebar dengan bibir pucat dan darah segar mengalir keluar dari hidung.

Tunggu! Darah? Bukan hanya dari hidung, tetapi juga bekas tusukan di leher. Astaga, pria ini benar-benar manusia?

Belati di tangan Torreno terjatuh. Kakinya bergerak mundur akibat rasa terpukul menyaksikan jasad si pria. Kegilaan macam apa ini?

Ia rasakan tangan yang telah mencabut nyawa pria tadi gemetar, disusul oleh anggota-anggota tubuhnya yang lain. Kakinya runtuh ke tanah dalam posisi berlutut bak terdakwa di depan hakim yang mulia. Namun, kali ini hakimnya adalah dirinya sendiri.

"Bagaimana rasanya menumpahkan darah sesamamu sendiri?"

Keberadaan Anne menambahkan rasa syok yang seolah tak cukup. Gadis itu tampak baik-baik saja di mata Torreno, duduk dengan kedua siku bertopang ke lutut dan dagunya terangkat seakan mengejek. Hanya saja, mata obornya kembali dan tampak membara di bawah terik Vella.

Seharusnya, Torreno sadar bahwa ada sesuatu yang salah semenjak melakukan perjalanan ke sini. Petunjuk dari ibu tirinya Ratu Elsadora untuk pergi ke Alomora, juga sebuah pesan berisi peringatan dari Panglima Elijah yang dibisikkan kepadanya sebelum ia pergi. "Lenyapkan gadis itu. Dia bukan manusia."

Itu adalah perintah kesekian kali yang Torreno abaikan; kemunculan Anne, pengasingan, lalu pria naga yang sepertinya bermula dari perbuatan tangannya sendiri.

Sesaat, Torreno terpana ketika Anne bergerak dari posisinya dan merayap mendekati jasad pria misterius menggunakan keempat tungkai laiknya seekor naga. Disentuhnya tubuh yang telah terbujur kaku dengan telapak tangannya, seketika selarik cahaya terang putih keluar dari sana dan merasuk ke dalam tubuhnya. Mata obornya menentang Vella dengan jemawa dan tubuhnya melengkung ke belakang. Anne seakan sedang mengisap seluruh elemen yang terpendam dalam tubuh sang pria.

"Bunuhlah dia selagi dalam wujud terlemahnya, Torri!"

Peringatan dari Panglima Elijah menggema memenuhi liang telinga, berpusar sejenak di titik kesadaran Torreno yang kemudian bangkit dengan cepat meraih belati yang terjatuh di pasir–tanpa menghentikan kecepatan laju kakinya, Torreno meraih benda itu dan menghunjamkannya langsung ke dada Anne, bagian jantung.

Gerakan tangan Torreno tiba-tiba membentur sesuatu di depan Anne. Sebuah gelombang energi takkasatmata menyengat dan mementalkan tubuhnya sepuluh meter ke udara, lalu ia terhempas dengan bunyi 'krek' keras dan erangan kesakitan yang tak bisa ditahan hingga menggema ke seluruh penjuru.

"Ssst, pelankan suaramu, atau kau akan membangunkan seluruh naga yang ada di sini." Ia dengar Anne berbicara. "Pasti sakit sekali, ya, mematahkan lenganmu seperti itu?"

Mata Torreno membola sempurna. Seekor naga hitam kini bersimpuh di hadapannya, tetapi suaranya persis seperti milik Anne dan mampu melumpuhkan rasa sakit yang mendera sejenak.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top