Gate of The Lost Ring
Bahkan, seseorang yang tangguh tahu kapan waktunya untuk berhenti.
Gempuran air sedingin es memantik peringatan darurat dalam diri Torreno. Andai tidak terpasung pada sebatang kayu yang timbul tenggelam dihempas ombak, tentu ia tidak akan sepanik ini. Anehnya, kayu itu enggan mengapung lantas tenggelam menuju dasar samudra. Dalam momen-momen beku yang terasa bagaikan selamanya, jantung Torreno menabuh kencang di balik rongga dada. Paru-parunya berlomba melawan desakan untuk menarik napas, berpacu dengan tubuhnya yang begitu merindukan permukaan.
Sial! Jeritan itu menggema di kepala Torreno, tetapi tak mampu lolos dari dalam mulut yang kini menjadi benteng terakhir kehidupan. Tatkala terbuka sedikit celah, gelembung-gelembung udara berkejaran keluar di antara sepasang bibirnya yang gemetar.
Sedikit, sedikit lagi. Ia butuh tambahan waktu. Istana pasir Laniakeia dengan lonceng-loncengnya yang berdenting kini bergerak di luar jangkauan. Lubang hitam mata Torreno membaur bersama rasa sesak yang menyergap dari kegelapan pekat di sekitar, lalu sekilas cahaya berkilau jatuh di pusat penglihatannya.
Torreno sadar bahwa nyawanya sedang berada dalam genggaman tipis maut. Kenyataan itu pun terasa sungguh abstrak ketika ia melihat wajah kematian berkilau laksana pantulan rembulan di permukaan air, terulas senyum hangat dari sepasang bibir yang ironisnya, pucat membiru. Torreno pun terbius oleh gurat-gurat kebijaksanaan serta tatapan tajam miliknya, bagai jendela yang menyimpan pengetahuan dari berdekade-dekade masa. Kendati mengesankan, jiwa Torreno terguncang hebat. Mestinya, ia tidak perlu khawatir karena tak lama lagi, ia akan mengucapkan selamat tinggal pada dunia.
Di luar dugaan, sosok itu malah menyambut tubuh Torreno, lalu berenang membawa sang pangeran ke atas. Torreno terbatuk hebat dan memuntahkan banyak air laut ketika tubuhnya terguling tidak berdaya di atas balok kayu. Lagi-lagi, sosok itu mengerahkan kekuatan luar biasa dengan menyabetkan sebidang sirip tajam yang tiba-tiba terkembang di bawah lengan untuk memutus tali pengikat. Dalam beberapa kali desing menyakitkan telinga, Torreno pun terbebas.
Rupanya, sedari tadi, sosok inilah yang menarik ia ke dalam air. Omong-omong tentang Kapten Larsam, andai pria itu benar-benar berniat membunuhnya, tentu Torreno tidak akan dipasung pada sebatang kayu! Namun, laut Mermaidivine seakan bersekongkol dengan makhluk tersebut. Celaka bagi Kapten Larsam dan seluruh awak Del Maria. Mungkin yang dikatakan orang-orang Mermaidivine benar, semua masalah bersumber dari dirinya.
"Kenapa kau menyelamatkanku setelah menenggelamkan orang-orang?" Torreno mendesah dengan napas tersiksa. Kerongkongannya terasa melepuh digerus air asin.
"Langit yang melakukannya. Aku hanya mengambil sisanya. Laut telah bermurah hati untuk membersihkan segala sesuatu yang tidak diinginkan lagi di dunia ini." Bukan hanya perkataan, tetapi senyum di wajah sosok misterius itu kini berbalik mencengkeram urat nadi Torreno.
"Kenapa aku? Apa untungnya bagimu menyelamatkanku?"
"Laniakeia butuh seorang pahlawan, Nak."
Seluruh tubuh Torreno menggigil kedinginan. Setelah pertemuan dengan Shifr, ia pikir tidak akan menjumpai makhluk yang lebih mengerikan daripada iblis berwujud naga. Namun, sekarang, makhluk yang hanya berjarak sekian jengkal darinya, justru lebih menakutkan. Lengan bersirip makhluk itu terentang memecah ombak yang mendatangi mereka. Percikan air memburamkan pandangan Torreno untuk sesaat. Dalam keterbatasan jarak pandang, Torreno melihat ada gerakan liar seperti makhluk melata di antara lapis lazuli ombak.
Angin menampar punggung dan wajah Torreno tanpa belas kasih hingga ia terbangun dari kebisuan. Torreno menggeleng cepat satu kali hingga liang telinganya yang tergenang oleh air terasa nyeri. Ia memang muda dan naif, tetapi Torreno cukup cerdas untuk tidak terjatuh dalam ilusi yang sama jika ada iblis serupa Shifr menyamar dalam wujud berbeda.
"Kau mirip Shifr."
Seketika wajah sosok itu beriak. Ucapan Torreno seakan membuka sebuah kotak terlarang. "Shifr!" teriak makhluk itu lantang, tatapannya mengunci Torreno. "Kau samakan aku dengan si napas busuk itu?"
"Mengorbankan banyak nyawa untuk satu orang. Apa bedanya kalian berdua?!"
"Shifr memusnahkan semua, sedangkan aku menyelamatkan yang paling berharga."
"Apa maksudmu?"
"Pangeran dari Laniakeia. Tidak mungkin kau meninggalkan daratan begitu saja dan mempertaruhkan nyawa mengarungi lautan jika bukan untuk menemukan sesuatu yang berharga."
"Apa ... itu pertanyaan?" Pertanyaan Torreno membuahkan lebih banyak teka teki. Sosok ini seakan mengetahui isi jemala sang pangeran. "Siapa kau? Bagaimana kau tahu siapa aku dan apa yang kumau?"
Barisan gigi tajam dengan kilau bak pedang tersembul di balik bibir makhluk itu ketika tesenyum penuh jemawa. "Pernah mendengar cerita seekor gargantua penjaga cincin yang hilang-Corindeureen Nyree?"
Bola mata Torreno nyaris mencelat keluar. Orang-orang di Del Maria pernah menyebut-nyebut nama itu, tetapi ia tidak tahu persis apa yang mereka maksud.
"Akulah penjaga yang ditakuti para pelaut dan dicintai pendongeng Mermaidivine. Dan, kau beruntung terpilih berjumpa denganku."
Dari balik ombak yang menampar wajah Torreno, sosok itu perlahan melengkungkan punggung yang begitu panjang bagai gigir dari gumuk-gumuk padang pasir, yang saling memunggungi satu sama lain. Torreno pun sadar kalau sosok itu ternyata seekor makhluk melata. Ular laut raksasa dengan sisik perak berkilau, senada dengan rambut perak panjang di kepalanya yang menggeliat-geliat melawan embusan angin. Rambut makhluk itu begitu aneh, tembus pandang, setebal kelingking, dan berpendar dalam kegelapan. Rambut itulah tadi yang dilihat Torreno bergerak-gerak liar dalam bayangan.
"Makhluk apa dirimu?" Torreno benar-benar tersesat dalam kebingungan. Sementara, Del Maria mungkin kini sudah mencapai dasar samudra, kembali pada tempat yang memberi ia kehidupan di laut.
"Akan kuperlihatkan sesuatu padamu sebagai jawabannya, Pangeran Muda."
***
Tempat Torreno bukan di Del Maria. Namun, jelas, dipermainkan oleh nasib dan terkatung-katung di pelosok samudra, bukanlah gambaran menyenangkan bagi seorang pemuda dari tanah gersang berbukit cadas. Torreno tidak punya pilihan selain menuruti kemauan sosok itu. Di puncak malam menggelugut yang berenang pada kemilau basah rembulan usai langit berbadai, sosok itu menghadirkan rahasia yang tersimpan dalam ceruk samudra.
Cincin yang hilang. Sekilas, Torreno tidak paham apa yang sedang ditunjukkan oleh si gargantua tanpa nama di tengah laut asing yang hening. Permukaan air seolah terbius tenang, mengilap licin bagai cermin dan menampilkan seiris rembulan kedua. Si gargantua lantas menciptakan gelombang kecil dengan ujung ekornya. Gelombang itu merambat halus di permukaan air hingga pantulan rembulan kini bagai stigmata yang mencakar permukaan tanpa cela.
Saat itulah keajaiban terjadi. Torreno menahan napas menyaksikan pemandangan yang mengusik bulu roma di hadapannya. Keterpakuannya seirama dengan balok kayu yang sedari tadi beralih menjadi papan selancar. Ia dan balok kayu terombang-ambing pada teka teki baru: Corindeureen Nyree-Torreno belum fasih melafalkan nama itu, tetapi matanya mulai membiasakan diri menyusuri lekuk setengah lingkaran yang tersembunyi di dasar lautan di bawah mereka. Si gargantua seakan membangkitkan ganggang-ganggang berkilau yang memenuhi tempat itu sehingga perairan di sekitar Corindeureen Nyree bersinar terang menyaingi langit berbintang dan kawan rembulannya. Mereka berada persis di kedua ujung cincin yang terbelah, pintu masuk menjanjikan atas pertanyaan-pertanyaan yang mengendap di kepala Torreno selama ini.
Tengkuknya dirayapi dingin meresahkan. Barulah Torreno sadar jika sehelai rambut licin si gargantua menggelitik permukaan kulit di sana. Makhluk itu menarik bibir lebar dengan tatapan bersinar.
"Apa yang kaulakukan?"
"Aku membawamu ke sini bukan untuk mengagumi tempat ini, Pangeran Muda. Masih ada tugas yang harus kauselesaikan."
"Tugas? Bukankah kau ingin menunjukkan sesuatu kepadaku?"
"Ya, tapi kau harus mencari sendiri jalan masuknya." Si Gargantua tampaknya tidak akan mengabulkan keinginan Torreno dengan mudah. Makhluk itu menuntut lebih.
"Apa maksudmu?" Torreno merasa terperangkap dalam keputusasaan. Situasi ini sudah keterlaluan dan menguji seluruh kewarasan.
"Wahai, Tuan Gargantua yang terhormat. Kau sendiri yang membawaku ke sini. Apa aku melewatkan sesuatu?" Torreno kehilangan kesopanan, sekalipun di hadapannya ini adalah penjaga Corindeureen Nyree. Kini ia tahu apa bedanya si gargantua dengan Shifr. Salah satu di antara mereka jelas lebih tahu apa yang mereka inginkan. Mungkin gargantua ini sudah terserang pikun karena mengarungi samudra seorang diri tanpa kehidupan, atau ia terlalu bosan dan ingin bermain-main sedikit dengan Torreno?
"Jangan menghabiskan waktumu yang berharga, Pangeran dari Laniakeia. Orang-orang mungkin sedang mati saat kita sedang berbicara."
Rahang Torreno mengeras. Seluruh otot wajah dan telinganya terasa saling baku hantam satu sama lain. Sebelum ia sempat menyanggah, gargantua itu membelit Torreno dengan ekornya. Sang pangeran bagai dicerabut paksa dari balok kayu yang kini seolah menjadi tubuh keduanya, lalu dilempar dengan sangat cepat ke dalam perairan Corindeureen Nyree.
Seluruh indra perasanya tersiksa ketika air menyambut tubuhnya dengan benturan keras. Beragam kelebatan masa lalu berlari cepat dalam benak Torreno yang terhempas ke alam bawah sadar. Hanya rasa sakit yang tidak asing menemani setelahnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top