Epicentrum

"Torri! Torri?!" Panggilan Seyra tak bersambut. Semenjak mendengar kabar yang dibawa oleh Raja dan Ratu Silvanovia, Torreno duduk di tepi tempat tidur dengan ekspresi wajah membeku. Hanya bayangan Panglima Elijah dan para prajurit divisi pemburu naga yang meliuk suram di dalam benaknya, seolah nyata.

Seburuk apakah situasi ibu kota hingga memaksa Panglima Elijah berani mengambil risiko menggunakan senjata terlarang yang belum disempurnakan? Napas Torreno bagai tersekat beban menyakitkan di kerongkongan karena memikirkan nasib orang-orangnya yang barang tentu takkan lagi ia temui. Orang-orang yang tak hanya rekan berburu, tetapi juga rumah kedua tempat ia bertumbuh, kehilangan mereka baginya lebih daripada sekadar kehilangan sahabat dan keluarga. Tanpa divisi pemburu naga, ia bukan siapa-siapa. Dan, Lucas ... masih teramat muda, sama seperti dirinya. Raut wajah antusias Lucas menjelang perburuan di padang bunga Lacantina menjadi memori terakhir yang mungkin akan Torreno ingat bersama mereka.

Sementara itu, Seyra dengan raut khawatir bersimpuh seraya bertopang dagu di pangkuan sang pangeran. Pemuda itu sama sekali tidak keberatan atau mengusir seperti biasa. Torreno mengabaikan Seyra sama sekali, seakan-akan, jiwanya sedang tidak berada di tempat itu.

"Sia-sia saja kau mencintai orang yang sudah mati jiwanya!" Seyra mengangkat wajahnya dari lutut Torreno lantas melontarkan tatapan mencela pada sang kakak. Kehadiran Raffendal saat itu hanya memperkeruh situasi. Namun, ia kembali berpaling heran pada Torreno yang tidak terpancing sedikit pun akibat provokasi Raffendal, sang rival bebuyutan, hingga kekhawatiran di hati Seyra semakin menjadi-jadi.

Ia kembali meletakkan dagu pada pangkuan Torreno. "Torri-Torri?" panggilnya lagi, lebih atas dasar simpati, alih-alih berharap memperoleh reaksi. Raffendal berdecak, nyaris mengeluarkan cambuk untuk melecut kesadaran pasangan menyedihkan di hadapannya agar kembali ke jalan yang benar.

"Tidak ada waktu untuk meratap, Torreno! Raja dan Ratu Silvanovia ingin berjumpa denganmu sekarang!" Raffendal menyampaikan sebuah pesan bernada perintah.

Tanpa membantah, Torreno bangkit sehingga Seyra nyaris terjengkang ke lantai akibat gerakan tiba-tiba yang dilakukannya. Tatapan Torreno kini tak lagi kosong, tetapi manik matanya tertuju lurus pada wajah Raffendal yang sedang menyunggingkan senyum merendahkan. Namun, kondisi jiwa Torreno terlalu terguncang untuk melayani sikap menyebalkan sang pangeran peri sekarang. "Bawa aku ke hadapan mereka!" Sebaliknya, kalimat penuh kekerasan hati tercetus dari bibirnya dan mencengkeram lawan bicaranya sesaat.

"Huh!" Raffendal pun menuntun langkah sang pangeran di depan, sedangkan Seyra tergopoh-gopoh mengiringi di belakang seraya berusaha menyesuaikan kecepatan dua orang bertemperamen tak tertebak tersebut. Mendadak keduanya tampak sedang bersiap-siap mengatur strategi penting. Pada saat yang sama, perasaan Seyra disergap kegelisahan.

"Ah!" Seyra memekik ketika Torreno di depannya berhenti tiba-tiba, hingga hidung mungil nan mancung miliknya menjadi korban punggung tegap sang pangeran. "Ayahanda! Ibunda!" Keriangan Seyra membuncah tatkala menyongsong Raja dan Ratu Silvanovia yang sedang duduk berdampingan di atas singgasana, hingga ekspresi ganjil di wajah Torreno lolos begitu saja dari perhatiannya.

Rahang sang pangeran mengeras bagai dipaku di tiang pancang saat menyaksikan pertunjukan keluarga di depannya. Seyra memeluk dan mencium kedua orang tuanya dengan tingkah manja, sementara manik mata Torreno tak lepas-lepas dari wajah Raja dan Ratu Silvanovia. Wajah keduanya bisa langsung ia kenali, meskipun berada dalam balutan busana berbeda dan raut wajah jauh lebih muda. Kapten Larsam beserta kembarannya Larnam seolah kembali dari bangkai Del Maria yang kandas di Laut Mermaidivine.

"Larsam dan Larnam!"

"Jaga sopan santunmu, Torreno!" Raffendal tampak menahan murka, sementara Raja dan Ratu Silvanovia justru berpandangan seraya terkekeh geli.

"Anda bilang apa, Pangeran? Tidak ada seorang pun di seluruh negeri berani memanggil nama kami secara terang-terangan di luar gelar penghormatan."

Seyra menahan napas menyaksikan pangeran pujaannya berhadapan dengan keluarganya seolah mereka siap saling menerjang kapan saja. Seyra bisa melihat Torreno tampak berusaha keras mengendalikan amarah saat berbicara formal dengan mereka. "Anda berdua berutang penjelasan pada saya. Saya pikir, Raja dan Ratu sedang dalam perjalanan katarsis. Tidak disangka akan bertemu dengan hantu Anda berdua di sini."

Tawa Raja Silvanovia berderai memenuhi ruang balairung yang sepi. Tidak ada pelayan berseliweran seperti biasa karena semua orang menyingkir selagi sebuah pertemuan pribadi sedang berlangsung di sana.

"Tadinya, ya. Namun, setelah bertemu denganmu di Mermaidivine, kami tidak bisa menahan diri untuk terus mengawasimu, Anak Muda. Juga, kami belum mati. Kau boleh mendekat kemari untuk memastikan sendiri."

"Kalian telah saling mengenal?" pekik Seyra menyela perbincangan intens tersebut.

"Astaga, saya sudah termakan sandiwara Anda berdua! Tapi, saya melihat kalian berdua tenggelam."

"Pertanyaan yang sama untukmu."

"Apa yang kalian bi--" Raffendal menutup mulut adiknya dengan tangan besarnya hingga mulut Seyra terbungkam. Ia butuh mencerna dialog antara penguasa Silvanovia dan putra mahkota Laniakeia dalam kondisi tenang.

"Sayang sekali, tidak. Kami punya sihir untuk bernapas dalam air, dan-"

"Dan-melaso sekawanan mermaid untuk memberi kami tumpangan kembali ke pesisir!" Ratu Silvanovia menyambung cerita sang raja dengan bersemangat. Tampak jelas mereka sangat menikmati momen pengungkapan yang sama sekali tidak terlintas di benak sang pangeran. Amarah tak terkira pun menggetarkan seluruh tubuh Torreno.

"Kupikir kalian sedang dalam katarsis, tapi kalian malah di atas kapal?" Kegusaran Raffendal datang terlambat. Ia sampai mengacak rambut panjangnya dengan kasar.

"Laut adalah tempat katarsis terbaik, Putraku. Kau boleh ikut kami berlayar sesekali."

"Andai Del Maria tidak terkena kutukan Torreno dan tenggelam ke dasar laut. Keberadaanmu di sini pun sebuah tanda tanya besar, Pangeran Muda." Torreno menelan ludah tatkala telunjuk Ratu Larnamia menuding dirinya dengan tatapan menyipit.

"Aku tidak tahu kalau dia punya kehebatan semacam itu. Kupikir, dia hanya pangeran bermasalah." Raffendal melirik Torreno heran.

"Tutup mulutmu, Raff! Kau hanya iri dengan anugrah yang Torreno miliki!" Seyra turun tangan membela.

"Sejak kapan kutukan menjadi anugrah!" Alis Raffendal naik sebelah.

"Ada apa dengan kalian, Putra-putriku? Inikah yang kalian kerjakan selama kami pergi? Bertengkar gara-gara seorang pangeran?"

"Bukan pangeran biasa, Ayahanda! Dia puer draco!"

Raja dan Ratu Silvanovia terperanjat. "Puer draco!" seru mereka bersamaan. "Siapa yang meramalkan itu?" Seyra pun menunjuk lurus pada Raffendal yang segera membuang muka. Raja Larsam bangkit dari singgasana dan berjalan menuju putranya. Ia sempat melontarkan tatapan waspada pada Torreno yang berdiri tak jauh dari mereka. "Kita harus membicarakan ini." Ia berbisik pada Raffendal seraya memberi isyarat untuk mengikutinya. Namun, Torreno berniat mencegah.

"Pembicaraan kita belum selesai, Raja Larsam!"

Raja Larsam berbalik. "Tidak ada yang berhak mengaturku di wilayah kekuasaanku sendiri, Pangeran Muda."

"Jangan lupakan jasa-jasa Jeannette Le Blanc untuk kerajaan kalian."

Langkah Raja Larsam terhenti sejenak. Sebuah senyum terulas di bibirnya. "Tidak akan. Terima kasih untuk kalian berdua karena telah menghabisi naga-naga." Sang raja memutuskan untuk tidak menggubris walaupun kemudian Pangeran Torreno menuntut dengan gencar.

"Saya ingin mendengar kabar kecelakaan di Laniakeia yang Anda bawa! Raja!"

"Torreno ...."

"Beri Pangeran Torreno waktu untuk berduka, Seyra." Ratu Larnamia turut menarik tangan putrinya untuk pergi dari balairung. Seyra tidak diperkenankankan menghibur hati sang pangeran, maka Torreno ditinggalkan bersama kemelut pikirannya yang laksana badai tiada usai.

"Tidak ada seorang pun boleh pergi dari sini!" Teriakan Torreno memantul di langit-langit balairung. Seyra seakan tidak rela ketika menoleh pada dirinya, tetapi sang putri tidak berdaya melawan ibundanya. Raja Larsam dan Raffendal jelas tidak akan menggubris permohonan--apalagi perintah--yang ia ajukan. Kekecewaan dalam dirinya pun tumbuh menjadi gergasi beringas yang buta hati.

Torreno tidak menyadari ketika seluruh tubuhnya berpendar samar. Segala pemikiran jahat mengambil alih akal sehatnya sehingga memuncak menjadi sumber energi takkasatmata. Tiba-tiba saja, pintu ruang balairung tertutup demi memenuhi perintah dalam kepala Torreno. Ketika Raja Silvanovia dan keluarganya membalik badan lantaran terkejut, fountain lampu kristal yang terpancang tanpa pilar di tengah ruangan pun runtuh. Sebuah kekuatan misterius telah mematahkan sihir yang menjaga situs itu tetap langgeng turun-temurun.

Kekuatan serupa lantas berdenyut bak gelombang, menyapu rambut-rambut pirang pemiliknya yang masih terperangkap dalam ruangan. Kekuatan itu turut membekukan nyali mereka. Seyralah orang pertama yang menyadari keganjilan tersebut dalam keremangan, tubuh sang pangeran samar-samar tertelan oleh aura putih bergelung bagai kelindan tubuh hewan melata raksasa. "Torreno, oh, tidak! Dia kerasukan!" jerit Seyra kencang. Ratu Larnamia pun memeluk putrinya agar tidak berlari ke arah sang pangeran untuk berniat menolong. Sebaliknya, ia membisikkan mantra pelumpuh di telinga Seyra hingga kepala putrinya lantas terkulai di lengannya. Seyra jatuh tertidur.

"Sudah kuduga, kau membawa sesuatu dari laut!" Sayap transparan laksana cahaya terkembang lebar di punggung Raffendal selagi ia mengeluarkan cambuk. Dengan tangkas, Raffendal mendaratkan lecutan cambuk pada Torreno lewat serangan udara. Ujung cambuk itu menyasar leher Torreno. Raja Larsam tidak sempat memperingatkan tindakan putranya yang gegabah. Maka, tanpa daya ia menyaksikan serangan kejutan Raffendal malah berbalik celaka. Berondongan peluru dari teritip seketika melubangi tubuh pangeran peri dan mengoyak sayapnya. Raffendal jatuh terguling ke lantai dengan darah berkilau perlahan merembes dari mata luka tembakan di beberapa tempat. Sebagian tidak berbahaya, tetapi beberapa nyaris mengenai area vital di dada.

Jeritan Ratu Larnamia memantul di ruangan balairung. Tanpa menghiraukan bahaya, sang ratu berlari menyongsong putranya yang terluka parah, selagi suaminya sedang berperang batin. Raja peri bergeming dengan tatapan tajamnya menyusuri sosok pangeran terbuang yang telah berhasil menundukkan Raffendal, peri terkuat dengan rekor tak terkalahkan sebelumnya. Kecepatan serangan Torreno tadi memang tidak manusiawi dan sulit dihindari.

"Siapa kau?" bentak sang raja pada Torreno, seakan meragukan bahwa pangeran sang pangeran bukan dirinya sendiri.

"Tak penting siapa saya, tapi kalian akan mendengarkan kata-kata saya!"

Suara batuk dan napas terengah-engah Raffendal serta ratapan sang permaisuri tatkala gagal menghentikan perdarahan di tubuh putra mereka, membuat kecamuk pikiran di kepala Raja Larnam terbelah. Situasi yang sedang ia hadapi sungguh mengguncang. Sebagai seorang raja yang telah memilih jalan katarsis, ia telah bersumpah untuk tidak akan menumpahkan darah, sehingga ancaman Torreno tidak memberi ia pilihan lain di luar strategi yang sanggup ia kendalikan.

"Saya bisa menutup luka-luka itu sebelum terlambat, Tuan Raja!" Di telinganya, kata-kata Torreno bagai berasal dari tempat yang jauh.

Angin, ombak, hiruplah aromanya, membasuh jiwa yang luka. O, kekasih, bayangannya bercermin di tepi dermaga pada senja hari, mengiringi kapal berlayar ke tempat terbenam esok hari--Sepasang bibir Raja Larsam seolah bergerak sendiri tanpa suara.

"Raja! Sekarang bukan saatnya untuk katarsis!" Ratu Larnamia berseru marah karena suaminya malah melantunkan sepenggal bait yang biasa dinyayikan oleh sang raja untuk menjernihkan pikiran. Sepasang bola matanya tampak pucat, bergantian menatap gusar pada putra dan suaminya. Pertahanan Ratu Larnamia goyah. "Tolonglah!" Ia memohon pada Torreno.

Diam-diam, Torreno merasa lega karena ia tidak perlu menguras darah seorang peri-rivalnya-hari ini. Torreno mendekat, lantas bersimpuh di sisi Raffendal yang menatapnya dengan mata terbelalak. Pangeran peri yang pintar, cukup tahu diri untuk tidak menghabiskan energi sia-sia dengan memaki. Tanpa melepaskan tatapan dari Raffendal, Torreno menggosok-gosok telapak tangan, siap untuk memberikan berkat penyembuh kepadanya.

Torreno meludah pada telapak tangan, lalu menempelkannya di dada Raffendal diiringi tatapan tajam Ratu Larnamia. Asap keluar dari balik tangan Torreno yang bersentuhan dengan daging di bawahnya.

"Kau ingin membunuh putraku?" Suara Ratu Larnamia meninggi. Torreno pun tersenyum manis sebagai balasan untuk wanita yang telah menjungkirbalikkan hidupnya di kapal dengan alasan apa pun.

"Saya hanya mencoba menyelamatkan putra Anda setelah ia berusaha membunuh saya, Nyonya," seluruh tubuh Ratu Larnamia disergap dingin, "padahal, saya dan Raffendal adalah teman baik."

Bola mata Raffendal seakan ingin mencelat keluar, tetapi sang pangeran peri terlalu sibuk untuk mengendalikan rasa sakit saat sebuah teritip bulat dan tajam bergerak keluar dari kulitnya, lalu jatuh ke lantai. "Bagaimana bisa?" Akhirnya, pangeran peri itu bersuara. Tenaganya berangsur pulih bersamaan dengan lubang menganga di dadanya yang menutup perlahan. Darah pun berhenti merembes dari sana.

Torreno menarik napas puas. Jikalau setiap bagian Beluci mampu meregenerasi diri sendiri, maka ia pun memiliki kekuatan serupa selama mestika si gargantua bersarang di tubuhnya. Kekuatan penyerang dan penyembuh sekaligus, haruskah ia membawanya pada Nodericka? Beluci pasti berpikir jika Torreno bisa memanfaatkan kekuatan ini untuk menghadapi Nodericka yang sekarang ditempati oleh Shifr.

"Anda lihat sendiri, saya tidak berniat jahat, bukan, Nyonya Ratu?"

Ratu di depannya mendengkus, tetapi juga tidak membantah karena melihat Raffendal lantas bangkit dengan gerakan mantap. Sang ibu segera mengusap kepala Raffendal dengan lega dan langsung ditepis pangeran peri itu dengan kesal. "Ayolah, Ibunda. Aku sudah terlalu tua ratusan tahun untuk diperlakukan seperti anak kecil!"

"Oh, Raff. Sayapmu koyak di mana-mana. Di mana kita bisa memperoleh benang ajaib untuk menjahitnya? Aku khawatir serbuk peri kita tidak mampu menyembuhkan racun monster ini." Torreno memperoleh tatapan tajam dari keduanya.

"Anda meminta saya untuk menjilatinya?" tanya Torreno datar.

"Tidak! Sialan, kau, Rambut Keriting. Aku tidak akan pernah memaafkanmu jika menyentuhku lagi!"

"Saya punya solusi yang lebih baik. Izinkan saya, Nyonya Ratu."

Mereka sempat terkesima ketika Torreno membungkuk hormat dan anggun dengan sebelah lutut menekuk. Namun, Raffendal terlambat bersikap waspada ketika Torreno bergerak gesit ke balik punggungnya tanpa peringatan, lalu mematahkan sayapnya dengan sekali sabetan.

***

Teriakan Raffendal seolah-seolah hal terakhir yang Seyra dengar tatkala raganya hilang kesadaran kemarin. Namun, Seyra sama sekali tidak ingat peristiwa yang terjadi setelah ia berlari ke arah Torreno. Tiba-tiba saja, ia terbangun di atas ranjang di kamarnya. Hal pertama yang ia rasakan adalah aroma wewangian hari ini terasa jauh lebih semerbak dari biasa. Ketika tubuhnya beringsut ke samping, tangannya menyentuh serpihan benda di atas tempat tidur. Seyra bergegas duduk, lantas terbelalak mendapati ranjangnya telah berganti hamparan bunga musim semi aneka rupa dan warna.

"Selamat pagi, Sayang. Ini hari istimewamu!" Wajah Ratu Larnamia menyambutnya, tampak secerah Vella di luar jendela pada latar belakang.

"Ada apa ini, Ibunda?" Seyra berseru heran ketika sang ratu melempar sebuah adibusana indah dari rangkaian kelopak bunga kepadanya. Ia menyadari satu hal, lalu segera menyingkirkan helai gaun yang menutup kepalanya. "Torreno!" Seyra berteriak cemas. Namun, langkahnya langsung dihadang Ratu Larnamia.

"Seyra, berhenti! Kau tidak boleh menemui Pangeran Torreno!" Bola mata ibunya membesar.

"Apa yang kalian lakukan pada Torreno? Kalian membunuhnya?" Tangis Seyra pecah. Bukan tanpa alasan. Di Silvanovia, mereka akan mengenakan busana terbaik untuk menghindari pemakaman seorang peri. Kecuali ....

"Tidak, sampai kau berdandan secantik mungkin! Sebuah kejahatan jika seorang putri tampil buruk di hari pertunangannya!"

Mulut Seyra terbuka lebar mendengar hal paling ajaib yang pernah ia dengar seumur hidup-nyaris dua ratus tahun jika dihitung dalam umur manusia.

"Tunangan! Siapa?" Suara Seyra melengking tinggi.

"Tentu saja Torreno. Ada berapa puer draco di dunia ini?

***

















Kalbar-Kalsel, 27 Juli 2022, 22.10 WIB.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top