Dragon Talon
Ekor mata Ratu Elsadora menatap cemas ke halaman istana tepat di depan balkon. Sebuah perayaan sedang berlangsung di bawah sana. Orang-orang mulai menari dan menyanyi: tua muda, banyak juga lelaki menggendong anak-anak di bahu mereka-bocah-bocah kecil itu riang bersahutan laksana menunggang gilde terbaik di seluruh negeri. Tepuk tangan dan permainan suara menggantikan iringan musik; gelak tawa terselip dalam bait riang dari lisan orang-orang, mendendangkan kebahagiaan sebelum derak badai dari arah padang pasir menggertak mereka mundur ke liang-liang. Namun, tidak hari ini. Alam seolah turut berpesta.
Luap keprihatinan terembus kasar dari bibir sang ratu. Ia harus mafhum. Setelah berminggu-minggu tertawan di negeri sendiri oleh kepungan koloni naga, akhirnya orang-orang ini bisa bernapas lega di bawah udara terbuka seraya mandi sinar Vella pertama yang bisa mereka nikmati hari itu bersama lenyapnya desis dan tapak kaki naga tatkala mengais dengan cakar tajam di jalan mati serta reruntuhan rumah terbengkalai. Tiada seorang pun lagi tinggal di sana. Seluruh rakyat telah diungsikan ke lumbung pertahanan tersembunyi di dasar guild prajurit dan istana Laniakeia.
"Kita belum aman sepenuhnya, Yang Mulia." Di sisinya, Seamus berdiri memperingatkan bagai tamparan keras pada punggung sang ratu. Pria itu baru kembali dari perbatasan dengan wajah kuyu kurang tidur dan setengah gila oleh hantaman kenyataan. Seamus satu-satunya saksi mata yang tersisa dari tragedi oculus karena ia terperangkap di atas bukit, lalu pria malang ini kembali dengan kondisi amat terpukul akibat kehilangan satu divisi. Kaki Seamus hampir-hampir tak sanggup tegak di lantai, seolah dapat ambruk kapan saja membawa serta tubuh gagah perkasanya. Seamus tahu persis bahwa kebebasan semu di halaman istana harus dibayar mahal oleh pengorbanan segelintir orang, salah satunya adalah dirinya sendiri.
"Seberapa cepat mereka akan kembali?"
Maksud Ratu Elsadora, para naga. Bahu Seamus terayun lemah.
"Mungkin, selama kita berbicara di sini. Memang hanya tersisa sedikit, tampaknya mereka mundur sebentar ke padang pasir. Tapi percayalah, Yang Mulia. Para naga pasti akan menyerbu tempat ini karena mencium bau mangsa."
Perhatian sang ratu lantas teralihkan ketika Kanselir Januska datang tergopoh-gopoh diiringi para panglima dan pejabat kerajaan. "Raja Dylon ingin bertemu dengan Anda, Yang Mulia."
"Untuk apa?" Ratu Elsadora merasa sedang kehilangan waktu hingga mengabaikan adab dan tata cara kerajaan saat berbicara kepada para petinggi tersebut.
"Deklarasi kemenangan."
"Belum waktunya, Kanselir. Kita harus memindahkan semua orang ke tempat aman secepatnya!" ujar Ratu Elsadora dengan ketegasan mengalahkan rasa panik dalam suaranya.
"Tapi-"
"Tidak ada tapi! Sayalah yang memegang kuasa sekarang! Bawa semua orang kembali ke bawah. Ikuti perintah Seamus-" Ratu Elsadora menunjuk lelaki bertampang pucat di sisinya, "hanya aku, kau, Raja Dylon, dan pasukan kerajaan yang tetap berada di sini." Perintah selanjutnya diucapkan Ratu Elsadora tepat di depan wajah sang kanselir.
Ratu Laniakeia dengan penampilan garang di balik gaun kusam dan kusut akibat tekanan untuk mempertahankan kerajaan dalam kemelut, jelas pantang ditentang. Seamus adalah orang pertama yang menyambut titah itu dengan anggukan tanpa sadar, sementara Kanselir Januska dan para petinggi bergeming sejenak. Ketika Ratu Elsadora menghilang ke dalam, lalu beberapa saat kemudian muncul di bawah menyusul langkah Seamus ke halaman istana, barulah mereka terbangun dari euforia mengenaskan.
***
Angin malam menyelusup masuk kamar, hingga pelita gantung di langit-langit bergoyang liar. Nyala perapian seakan berenang dalam tiga pasang bola mata yang menyorot gelisah. Detik-detik genting hanya diisi oleh hening yang tak mampu dilembutkan oleh aroma khas amberis kesukaan sang pemilik takhta.
Ekor mata Ratu Elsadora berpindah tak sabar antara Raja Dylon dan Kanselir Januska. Keduanya dicengkeram oleh dua pilihan sukar: meminta bantuan kepada negeri tetangga atau bertahan sampai sekarat.
"Izinkan saya bicara, Yang Mulia dan Tuan Kanselir. Dalam situasi ini, saya punya rencana yang harus Anda berdua dengarkan!" Ratu Elsadora berbicara tegas tanpa beranjak sedikit pun dari kursinya yang berada di sisi pembaringan Raja Dylon. Hanya ekor matanya bergerak lincah sedari tadi. Ekor mata yang tak pernah gagal memindai situasi selama itu tidak berhubungan dengan tindak-tanduk gila sang putra mahkota.
"Yang Mulia!" Kanselir Januska meminta kebijaksanaan Raja Dylon Yang Terhormat untuk menghentikan aksi wanita tersebut, tetapi sang raja malah memberi isyarat tetap diam dan mendengarkan. Wajah sang kanselir memerah tersinggung.
"Elsadora telah berada di sisi Torreno selama tujuh tahun dan Torreno telah dibesarkan oleh Jeannette Le Blanc sebelum akhir hayatnya. Dia pasti belajar sesuatu. Sementara, kau telah berada di sisiku seumur hidup, Kanselir."
Wajah Kanselir Januska kian kelam. Dialah dalang di balik pengusiran sang putra mahkota. Raja Dylon seolah menyatakan penyesalan akibat telah mendengarkan pertimbangan darinya dulu.
"Lanjutkan, Elsadora."
"Saat Anda berdua diam selama Laniakeia dimangsa naga, saya telah mengirimkan utusan ke Alomora dan Mermaidivine untuk meminta bantuan dari mereka."
"A-ap-" Raja Dylon mengangkat telapak tangan untuk membungkam protes keberatan orang kepercayaannya dan memberi panggung leluasa kepada sang ratu.
"Alomora mengabarkan bahwa Pangeran Torreno diculik oleh Silvanovia, tetapi selentingan beredar bahwa ia kemudian berada di Mermaidivine. Seseorang melihat Torreno naik kapal. Saya memperoleh berita ini dari utusan kita yang berburu bahan baku di sana, Yang Mulia. Seharusnya, waktu itu kita mengirim Panglima Elijah untuk mencarinya, bukan bergerak sendiri seperti yang kerajaan rencanakan."
Kanselir Januska berdiri dari kursi. "Anda selalu membela putra mahkota, Ratu Elsadora. Seperti divisi pemburu naga, Anda terlalu mengelu-elukan dan menggantungkan harapan palsu pada pemuda liar ambisius yang memulai distopia ini."
"Dia putraku, Kanselir, dan dia telah cukup menerima hukuman pengasingan dengan gagah berani. Kau tidak boleh lupa, siapa yang membesarkan divisi pemburu naga selama ini!"
Jeannette Le Blanc, wanita yang paling dicintai oleh Raja Dylon. Divisi pemburu naga telah berkumpul kembali bersama wanita itu. Kilat mata Kanselir Januska pun meredup mendengarnya karena ia tidak mungkin menang di hadapan nama tersebut. Pria itu hanya berani mencuri pandang ke arah sang ratu yang kini berada di sisi raja mereka. Air muka Ratu Elsadora tampak mengeruh seakan menanggung beban berat.
"Yang Mulia, izinkan saya mencari Pangeran Torreno sendiri ke Mermaidivine."
"Tidak, Elsadora. Di luar terlalu berbahaya. Engkau pun tahu sendiri jika Otoritas Mermaidivine bukan sekutu setia. Mereka mungkin sedang menunggu kabar kejatuhan Laniakeia sampai ke depan rumah mereka."
"Saya tidak takut! Sebelum itu, saya juga akan ke Alomora untuk meminta bantuan evakuasi rakyat."
"Laniakeian sudah mendiami tempat ini berabad-abad berdampingan dengan naga, Yang Mulia."
"Sebelum kalian saling memangsa."
"Lancang ...."
"Ya, itu benar!" Raja Dylon menyudahi sebelum bibit perdebatan antara dua orang kepercayaannya menjadi sengit.
"Yang Mulia, Anda lebih mendengarkan perkataan pengasuh Pangeran Torreno daripada kanselir Anda sendiri?" Retorika Kanselir Januska mecapai puncak putus asa. Raja Dylon menatap pria berpenampilan serbapirau itu dengan sorot mata kelam. Tak sedikit pun ia meragukan orang ini, selama bukan menyangkut bagian keluarganya. Raja Dylon lebih mengenal mereka dibandingkan siapa pun, kecuali ....
"Yang Mulia ...." Ratu Elsadora menuntut perhatian sang raja. "Semenjak Pangeran Torreno pergi, saya tidak punya alasan tinggal di sini lebih lama lagi."
"Kau telah banyak menolongku, Elsadora. Tidakkah kau ingin tetap di sini jika dia kembali?"
Ratu Elsadora menggeleng tegas. "Tidak ada yang bisa menahan puer draco, Yang Mulia. Bahkan, Minnalee dan Pontia pun kelihatannya gagal. Tapi, izinkan saya memenuhi janji terakhir saya kepada Anda untuk mengembalikan Torreno ke hadapan Anda."
"Engkau bahkan belum menemukan seorang calon permaisuri untuknya." Hela napas kasar terlontar dari Ratu Elsadora karena Raja Dylon berbicara lebih jauh bagai seabad jaraknya. Tugas terberat untuk wanita itu yang mungkin takkan pernah terpenuhi.
"Torreno akan menemukannya sendiri," ucap sang ratu setengah tak yakin.
"Elsadora, aku mengandalkanmu."
"Saya berjanji akan membawa Torreno kembali kepada Anda," tegasnya lagi untuk menepis keraguan di benak Raja Dylon.
"Bagaimana jika dia tidak kembali? Setidaknya, aku masih memilikimu."
"Yang Mulia!" Nada suara Ratu Elsadora meninggi, lantas melembut tatkala berucap, "Saya tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Pangeran Torreno. Saya kembali ke Alomora setelah semua ini ... selesai."
"Torreno." Tangan Raja Dylon bergerak ke depan seakan berusaha menggenggam udara. Ratu Elsadora lekas menangkap telapak tangan tua yang tak lagi kokoh itu lantas menangkupnya erat. Pandangannya bertemu dengan sepasang manik cokelat Raja Dylon yang mulai kelabu dan tampak basah. "Andai ia tidak kembali, bisakah kausampaikan ini padanya?" Raja Dylon melepaskan tangan Ratu Elsadora, lalu meraih sebuah medali yang tergantung di lehernya. Benda itu senantiasa berada di sana sejak ia memegang takhta Laniakeia. Kanselir Januska ingin sekali bersuara ketika Raja Dylon sendiri yang mengalungkannya ke leher wanita itu. Namun, ia tak punya kuasa untuk menentang tindakan raja saat ini.
Jantung Ratu Elsadora seolah berdetak lebih kencang. Ia bisa merasakan medali itu berdesir saat menempel di balik gaunnya. Namun, perhatiannya lebih tertuju pada Raja Dylon yang tak kuasa menahan kesedihan di hadapan mereka. Air mata pria malang itu luruh.
"Jeannette berjanji akan mendampingiku menjaga Laniakeia dan aku berjanji akan menjaga keluarga kami.
"Anda sudah melakukannya, Yang Mulia."
"Belum!" Serak oleh air mata, suara Raja Dylon bergetar. "Aku belum bisa menjaga keduanya. Aku bahkan bergantung padamu, Elsadora. Aku telah menjadikanmu pion atas ketidakmampuanku sepeninggal Jeannette."
Napas Ratu Elsadora kian sesak. Beban itu baru terasa memudar ketika Raja Dylon memerintahkan Kanselir Januska membacakan sebuah dekrit yang dihafal sang kanselir di luar kepala, jauh sebelum peristiwa ini terjadi. Separuh beban bagai terlepas dari pundak wanita itu.
"Sejak dekrit ini ditetapkan, gelar Ratu dan kekuasaannya dicabut dari takhta Laniakeia." Kanselir Januska menutup dekrit raja.
"Elsadora, katakan pada Torreno bahwa aku menyayanginya."
Itu adalah amanat terakhir Raja Dylon sebelum ia melangkah ke luar istana di tengah malam berangin. Sebelum ia pergi, Elsadora menuntut sang kanselir untuk tetap berada di sisi sang raja sepeninggalnya. Tanpa ramuan naga yang persediaannya mulai habis, kondisi Raja Dylon bisa memburuk sewaktu-waktu. Semoga ia bisa menemukan Torreno sebelum itu.
Di tengah dingin menggelugut, Elsadora memacu gilde kencang, berharap sisa naga tidak tertarik untuk mengikuti mangsa rapuh yang sedang merayap membelah jantung pasir Laniakeia, tanpa sadar ia sedang membawa sesuatu yang berharga pada dirinya.
Tangan Elsadora menggenggam medali yang tersembunyi di balik jubah. Benda itu seolah hidup dan berdenyut seraya mengalirkan kehangatan yang tak mampu ia jelaskan. Apakah ini lebih karena perasaan Raja Dylon yang harus ia sampaikan pada sang putra?
Andai ia tahu bahwa malam itu akan terjadi sesuatu, tentu Elsadora ingin segera terbang bertemu Torreno agar punya cukup waktu.
***
Thank you for reading ❤️
07 Agustus 2022, 21.43 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top