Anne L'aracosta

Ini adalah sejarah pertama Torreno bersepakat dengan Ratu Elsadora dan wanita itu juga bersedia mendengarkan perkataannya. Anne L’aracosta dan kenyataannya dia adalah seekor naga.

“Darah murni Alomora tak pantas berada di sini.”

Terdengar sungguh ajaib di telinga Torreno dan mampu membuat wajah Ratu Elsadora berkeriput dalam semalam—baiklah, itu terlalu berlebihan, tapi Torreno yakin sebentar lagi dia akan memeriksa kerutan-kerutan yang mulai timbul pada wajahnya di pantulan cermin.

“Ba-bagaimana kau bisa tahu?” tanya Ratu Elsadora dengan tatapan ketakutan. Kenapa kata-kata Anne tadi membuat ibu tirinya merasa ketakutan? Alomora? Negeri penuh kuil dan wanita penari?

“Tak ada yang bisa disembunyikan dari naga kegelapan belasan abad, Yang Mulia Ratu ….”

Tunggu! Naga kegelapan belasan abad?

“Si-siapa kau?” Ratu Elsadora lagi-lagi bicara dengan terbata-bata, sungguh suatu hal yang langka bila ia mengalami gangguan bicara seketika untuk level otak bicaranya yang di atas rata-rata.

“Anne L’aracosta.” Anne menekuk lutut dan merendahkan dirinya untuk memberi hormat pada Ratu Elsadora. Gadis ini lucu juga, ia tahu betul cara mengejek wanita itu.

“Bukan itu, bodoh!” Ibu tirinya mulai bicara dengan normal. “Siapa kau sebenarnya?!” Ia membentak gusar.

“Seekor naga tidak sudi untuk diperintah seorang manusia. Anda tak perlu menyia-nyiakan waktu untuk memikirkan sesuatu yang tidak sanggup Anda tangani dalam kepala pirang yang Anda miliki itu.”

“Rambut pirangku ini lebih berharga daripada rambut hitam kusammu yang berantakan itu, gadis bodoh!”

“Tak ada gunanya bila dibandingkan dengan kemajuan pengetahuan saya yang berabad-abad, Pirang Membosankan.”

“Jangan lupa … akulah yang memberimu nama L’aracosta!”

“Saya yakin nama Elsadora itu bukanlah nama Alomora Anda yang sebenarnya, Ratu Pirang.”

Astaga, Torreno merasa tersesat dalam pembicaraan mereka. Tak ada gunanya menyaksikan pertengkaran dua orang wanita. Torreno mengaku kalah.

Saking asyiknya mereka berdebat mengadu kehebatan bersilat lidah masing-masing, kepergian Torreno seolah terabaikan. Baguslah, ia ingin mencari udara segar setelah semua kegilaan ini. Torreno memutuskan untuk keluar dari istana, menuju tavern para pemburu naga. Hari ini semua kegiatan berlatih ditiadakan karena pesta di istana, mereka pasti sedang bersenang-senang sekarang.

“Ayo, menarilah, wanita!”

Para lelaki duduk mengelilingi meja persegi panjang tavern, menggebrak-gebrak permukaannya yang halus terbuat dari kayu berwarna cokelat gelap, dan sebagian menggebraknya dengan gelas-gelas minuman mereka. Lucas, seorang pemburu muda sebaya dengannya tampak menari konyol di atas meja selagi disoraki oleh separo pasukan di sana. Separonya lagi berdiri di tepi sebagai penggembira, Torreno menyingkirkan mereka yang menghalangi jalannya ke samping. Tak susah untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di tengah-tengah meja bila kau memiliki badan yang paling tinggi.

“Whoa, ada bintang pesta, kawan-kawan!” seru Lucas menyadari kedatangan sang pangeran. Otomatis semua leher menjulur berusaha mencari tahu.

“Tetap di sana!” perintah Torreno pada Lucas yang sepertinya berniat undur diri memberinya kesempatan ketika ia melompat naik ke atas meja dengan mudah.

“Yuhu, Pangeran Torreno kembali!”

Ayolah, kalian sungguh norak, pikir sang pangeran sinis terhadap acara penyambutan mereka yang terlalu ramai.

“Mengapa Anda di sini, Yang Mulia? Kami pikir Anda sedang menari bersama gadis-gadis sekarang!” Mereka mengoloknya seru. Gebrakan-gebrakan gelas kayu kosong di atas meja semakin keras saja.

Torreno hanya tersenyum singkat sebagai jawabannya. “Aku ingin menari bersama kalian! Seamus, berikan kami pedang!” perintahnya pada lelaki berusia awal tiga puluh yang ia hafal tak pernah lepas dari pedang rapier ganda di ikat pinggang. Ia mengerang frustrasi mendengar perintah sang pangeran.

“Ayolah Pangeran Torreno! Tidak adakah gadis yang bisa kauajak bermain pedang di pesta? Anda sungguh tersesat jauh sampai ke sini!”

Tavern yang tidak seberapa besar ini lantas meledak dipenuhi oleh cemoohan dan tawa yang dipicu oleh ledekan dari Seamus tadi. Bila mereka bermaksud untuk membuat kuping sang pangeran memerah, sia-sia saja. Butuh kekuatan sepuluh Ratu Elsadora untuk menembus kupingnya yang tebal ini.

“Kupikir bermain pedang bersama kalian lebih mengasyikkan,” jawab sang pangeran sengaja membalas mereka dengan berpura-pura polos. Para lelaki pemburu kasar ini langsung berjengit jijik dan memegangi leher mereka demi mendengar kata-katanya tadi. Lucas sampai berlutut memegangi perutnya di atas meja.

Apa-apaan dia? Torreno masih membutuhkannya sebagai lawan permainan pedang, dia malah menghabiskan sia-sia tenaganya dengan tertawa. "Bangunlah, kau masih punya hutang padaku malam ini!” Torreno menghardiknya untuk menghentikan kegilaannya secepatnya dan melayani keinginannya. Kata-kata sang pangeran memang sangat ampuh untuk membunuh pria-pria ini, dan itu memicu tawa mereka semakin keras.

Torreno sama sekali tak berniat lagi meneruskan lelucon remeh dan gila ini ketika berteriak menggelegar pada Seamus, “SEAMUS, PEDANGMU!”, yang justru membuat mereka semakin menggila sambil menunjuk-nunjuk ke arah pria yang ia teriaki tadi. Oh, ayolah. Torreno tahu mereka mendapatkan kesenangan dengan memperolok-olok dirinya yang masih perjaka. Namun, ia sama sekali tak tersinggung. Sekeras apa pun usaha mereka, tak ada satu pun di antara pria-pria ini yang mampu melumpuhkannya dalam latihan bersenjata.

“Hei, apakah gadis itu memang sedemikian hebat?” tanyanya dingin pada mereka.

“Oh, astaga, Yang Mulia.” Para lelaki ini memegangi kepala mereka dengan frustrasi dan tawa mengejek. “Anda memang hebat di medan pertarungan, tapi cobalah satu gadis dan Anda pasti akan langsung kalah dalam beberapa detik!” kerling salah satu dari mereka padanya.

Baiklah, Torreno mulai terintimidasi dengan masalah gadis ini sekarang. Ia berteriak lagi pada Seamus. "SEAM, APA PERLU AKU SENDIRI YANG TURUN MENGAMBIL PEDANGMU?”
Lagi-lagi Seamus mengerang gusar di antara riuh tawa yang tampaknya masih enggan mereda.

“Panglima Elijah akan menggantungku terbalik bila kuberikan Anda pedang!” protesnya mengingatkannya yang memang terlarang untuk menyentuh senjata ini sejak insiden dengan Ratu Elsadora. Ini perintah langsung dari Ayahnya, Raja Dylon. Dialah yang kini mengerang frustrasi. Sungguh? Ksatria tanpa pedang bagaikan pria tanpa bulu badan. Torreno benar-benar merasa dikebiri dengan hukuman dari beliau yang kupikir lebih dari pantas untuk diterima.

“Jangan kuatir, Yang Mulia. Anda punya ganti yang lebih baik!” Seseorang melemparinya dan Lucas dengan sapu kayu silinder panjang milik tavern yang bagian sikatnya dibuat dari jerami kasar.

“Hei!” Lucas berseru kesal karena merasa terhina.

“Ayolah, Lucas. Ini tidak terlalu buruk.” Dia memutar-mutar gagang sapu di tangannya dengan cepat dan cekatan di samping tubuhnya untuk membakar semangat bertarung. Lucas dibuat terperangah oleh aksi sang pangeran yang lihai. Tak menyentuh pedang selama bertahun-tahun menuntutnya untuk mengembangkan keahlian bersenjata yang lain yang membutuhkan ketangkasan. Dan di sinilah Torreno sekarang, menantang Lucas bertarung satu lawan satu dengan gagang sapu.
Ia tertawa penuh gairah sekarang meladeni tantangannya dan mulai mengambil ancang-ancang untuk menyerang.

Lucas berteriak nyaring ketika ia bermaksud menghantamkan gagang sapu itu lurus ke arah pelipis sang pangeran—gerakan membunuh langsung yang berbahaya dalam pertarungan.

TAK!

Suara kayu pun mulai beradu memekakkan telinga, mengalahkan riuh rendah yang mengisi tavern. Lucas dan Torreno sebaya. Di usia mereka yang baru tujuh belas, mereka masih tak kenal takut akan arti sebuah bahaya sehingga pertarungan berlangsung brutal.

Sorak-sorai di sekeliling meja, gebrakan-gebrakan gelas, gagang sapu yang saling beradu berusaha menetak, dan peluh mulai mengalir deras di seluruh tubuh akibat pertarungan yang berlangsung cukup intens. Pada satu kesempatan, ia memberi isyarat pada Lucas untuk berhenti sejenak. Mereka berdua sudah mulai kelelahan tanpa menunjukkan tanda seorang pun akan keluar sebagai pemenang tunggal. Lucas tampak semringah karena kali ini pertarungan kami berlangsung seri.

Argh, ada apa dengan dirinya? Torreno baru sadar bila ia telah menghabiskan banyak energi di pesta sebelumnya karena digelantungi entah oleh berapa orang gadis, dan juga sisa serangan racun di tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih.

“Ini harus jadi yang terakhir!” Torreno memberi isyarat pada Lucas untuk melanjutkan pertarungan. Dia tertawa penuh keyakinan akan segera mengalahkan sang pangeran yang dibalas dengan tawa serupa.

Ya, ini memang jadi serangannya yang terakhir karena gagang sapu sang pangeran tiba-tiba patah dua terkena hantaman gagang sapu di tangan Lucas. Sial! Tapi jangan panggil ia Torreno bila ia kehabisan akal dan menyerah begitu saja. Sang pangeran lantas melempar gagang sapu yang tak berguna lagi itu ke luar arena dan bersiap menyambut serangan Lucas dengan tangan kosong. Pemuda itu menganggapnya sudah gila, tapi Torreno memang bisa dibilang tak waras lagi karena berbagai hal. Ia tampak gusar dengan kekeraskepalaan sang pangeran dan menyerangnya membabi buta.

Usaha yang bagus, kawan …. Lucas terbelalak ketika ia berhasil menyergap serangannya dan memegangi gagang sapu itu sekarang. Belum sempat ia mencerna, sang pangeran mendorong gagang sapu itu dengan keras dan menjatuhkan tubuhnya ke belakang. Akhirnya ia tak berdaya ketika Torreno menguncinya ketat di bawah tubuh. Sorak kemenangan langsung meledak di udara.

“Pangeran Torreno!”

“Yang Mulia!”

“Sial!” Lucas mematahkan gagang sapunya kesal dengan pahanya setelah Torreno melepaskannya sebagai pelampiasan kekalahannya.

“Sapuku!” Terdengar ratapan pemilik tavern di antara keriuhan yang gila. Lalu suara tepuk tangan keras dari seseorang.

PLOK. PLOK.

Torreno lantas menoleh ke sumber suara tersebut dan langsung menemukan Panglima Elijah berdiri di depan pintu tavern. Menyaksikan tingkah sang pangeran yang terdiam, pasukannya pun mencari tahu apa yang sedang ia lihat. Setelah menyadarinya, mereka juga terdiam sama seperti sang pangeran.

“Pertunjukan yang bagus, Pangeran Torreno. Sementara Anda sedang terlibat masalah di istana.”

Suasana berubah serius seketika. Torreno turun dari meja dan menghampirinya.

“Apa maksud Anda, Pak Tua?”
Ia bahkan tidak meringis seperti biasa menanggapi lelucon sang pangeran. Ditepuknya bahu Torreno dengan serius, dan setelah keluar dari tavern, dia berkata padanya. “Yang Mulia Raja Dylon sedang menunggu Anda di istana.”

Raja Dylon? Ayahnya yang menolak untuk bertemu dengannya selama hampir tujuh tahun?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top