Alomora dan Bunga Api

Ratu Elsadora mengirimkan gilde khusus pembawa pesan ke seluruh negeri untuk menyampaikan kabar pengasingannya dan meminta kepada setiap kerajaan yang ia datangi untuk memberikan suaka tanpa kecuali. Torreno tidak menyangka jikalau ibu tirinya sampai bertindak sejauh itu merentangkan tangan untuk memastikan agar keadaannya baik-baik saja. Apakah wanita itu sungguh peduli kepadanya setelah apa yang ia lakukan terhadap Ratu Elsadora?

Torreno pura-pura batuk terkejut dan mengusap bibir, lalu menelan ludah dengan susah payah sambil mendengarkan seorang wanita dari generasi ibundanya bercerita. Bukan lantaran isi ceritanya yang mencengangkan, tetapi lebih akibat rasa lengket dari minuman herba berwarna hijau yang dihidangkan oleh Minnalee, wanita itu, kepadanya. Minnalee berkeras agar Torreno meminum ramuan aneh itu karena khawatir dengan kondisinya yang tidak sadarkan diri saat ditemukan di depan pintu gerbang Alomora semalam.

Ah, Anne ... Nodericka .... Tidak ada penjelasan yang lebih masuk akal selain naga itu sendiri yang mengantarkan ia sampai ke sini lantas menyembuhkan lengannya yang patah–entah bagaimana caranya–setelah sebelumnya hampir berhasil membunuhnya? Anne dan Shifr adalah misteri yang belum berhasil Torreno pecahkan. Di mana keberadaan gadis sekaligus naga hitam itu sekarang?

"Yang Mulia, apa yang sebenarnya terjadi?" Di satu sisi, Minnalee seakan belum menyerah membujuk Torrenountuk bercerita. Tentu saja wanita itu heran karena Torreno tanpa bekal dan tunggangan, lalu tiba-tiba muncul begitu saja di depan pintu rumah mereka bagaikan terbang dari Laniakeia dalam waktu satu malam.

"Aku tidak ingat apa-apa." Ia putuskan untuk berbohong karena itulah kenyataan yang sebenarnya terjadi. Menunggang naga terbang bukanlah kebiasaan umum di Laniakeia dan ia tidak ingat bagaimana bisa sampai di sini. Jadi, lebih baik ia simpan saja cerita misterius itu untuk dirinya sendiri.

Kruyuuuk. Bunyi perut Torreno memutuskan pembicaraan tersebut. Astaga, ia ingat belum makan apa-apa sejak kemarin dan minuman herba ini sama sekali tidak meredakan rasa lapar. Wajah keibuan Minnalee merah padam berusaha menahan tawa hingga bahunya berguncang. Oh, wanita ini pengertian sekali karena malah menuangkan tambahan herba ke dalam cawan tembikar Torreno.

"Maaf, apakah kau punya sesuatu?" tanya Torreno dengan muka tebal. Wanita itu pun berujar geli, "Kalau Anda tidak keberatan, kami akan memasak sesuatu nanti siang. Bisakah Anda bersabar sedikit lagi?"

Ternyata, orang-orang di Alomora punya kebiasaan puasa di pagi hari dan baru akan menyantap makanan setelah selesai bekerja ketika Vella sudah berada di atas kepala. Torreno hanya bisa mengangguk pasrah mendengarkan penjelasan dari tuan rumah. Ia elus perutnya yang keroncongan seakan berusaha menenangkan naga kelaparan di dalam sana.

Torreno putuskan untuk berjalan-jalan setelah terpaksa menghabiskan isi cawan, juga untuk mengalihkan rasa lapar yang kian melilit. Untunglah, ia tidak keberatan, tetapi Minnalee memaksa seseorang untuk menemani, khawatir kalau Torreno tersesat di tempat yang baru ini, katanya.

"Pontia, kemarilah!" panggil wanita itu tidak sabar. Gadis yang masuk ke kamar Torreno tadi pagi .... Tatapan mata mereka bertemu untuk beberapa saat sebelum gadis itu menunduk menyembunyikan wajah. Ia pun segera melakukan hal yang sama. Untunglah Ratu Elsadora pernah mengajari ia tata krama ketika bertemu wanita yang baru dikenal–tidak sopan memandang seorang gadis berlama-lama atau ia akan dianggap pria jalang. Setidaknya, Torreno bisa menggunakan aturan tersebut di sini, mengingat ibu tirinya juga berasal dari Alomora.

"Temanilah Yang Mulia berkeliling."

Gadis itu seakan ingin menolak dari gerak bibirnya yang sedikit terbuka, tetapi kemudian mengatup demi melihat permohonan sungguh-sungguh dari Minnalee. Pontia tidak membantah, lantas mempersilakan Torreni untuk berjalan di depan.

"Ke mana semua orang?" tanyaTorreno saat melewati pondok-pondok serupa berbentuk limas. Pondok-pondok bergerombol dalam pola dan jarak seragam seperti kumpulan cendawan pada permukaan datar bukit dengan ketinggian bertingkat. Tempat ini seperti mengapung di tengah rawa-rawa yang sudah disulap menjadi lahan bercocok tanam di bawah sana. Sebuah pemandangan yang sungguh berbeda dibandingkan tempat asalnya–tempat penuh lumpur ini bagai tikus lumbung melawan raksasa kemegahan dan kemewahan istana pasir Laniakeia.

"Anda bisa melihat sendiri, bukan, Yang Mulia?"

Pontia tidak perlu menjawab pertanyaan darinya. Para wanita dalam tunik pendek dengan ikat pinggang dan celana sedikit di bawah lutut tampak sibuk menggarap lahan, dibantu oleh peralatan-peralatan yang belum pernah ia lihat seperti sepasang roda besar dari kayu bersegi banyak penuh duri yang didorong oleh beberapa orang wanita di tengahnya. Tanah basah berlumpur bercipratan dari roda-roda tersebut dan mengenai pakaian mereka, tetapi tidak mereka hiraukan. Bahkan, mereka tampak bersenang-senang. Tawa cekikikan merdu khas wanita dan celotehan meramaikan tempat itu.

Aroma lumpur semerbak memenuhi udara sampai ke tempat Torreno. Inilah Alomora, pikirnya takjub. Tempat ini sungguh eksotis, tidak jauh berbeda dengan gadis di sampingnya sekarang. Saat ia ketahuan sedang memandangi Pontia lekat untuk mencari garis-garis wajah sang ibunda di pernukaan kulit gadis itu, Torreno menelan ludah.

"Tempat ini indah," ucapnya jujur menyatakan kekaguman.

"Terima kasih, tapi tidak seindah istana Anda, Yang Mulia."

"Panggil saja Torreno," kata Torreno berusaha mengikis kecanggungan di antara mereka. Ia bisa menangkap ekspresi terkejut Pontia yang gagal disembunyikan dalam mata indahnya yang sedikit membulat. Entah kenapa Torreno merasa ekspresi demikian seolah tidak asing baginya.

"Kupikir, kita sebaya, Pontia." Pontia hanya meringis lucu ketika Torreno menyebutkan nama gadis itu dengan nada akrab.

"Apakah masih ada tempat yang ingin Anda lihat di sini, Pangeran Torreno?"

Pontia membelokkan perhatian. Baiklah, interaksi ini masih lebih baik daripada sebelumnya, dan Torreno mengedik bahu bingung. Apa yang seharusnya ia lakukan di Alomora? Ia memang putra mahkota, dulunya, tetapi sejatinya ia adalah pemburu, bukan pembesar yang sibuk mengatur urusan dan kunjungan kerajaan. Tugas ini lebih cocok diberikan kepada Ratu Elsadora. Ah, Torreno segera teringat sesuatu.

"Gilde itu, di mana kandangnya?"

Pontia langsung menohoknya dengan tatapan tak suka. Gadis itu jelas keberatan untuk mengantar ia menengok hewan pembawa pesan dari Laniakeia yang dimaksud.

"Aku tidak suka hewan itu," katanya malas. "Ia terus-terusan merengeh ketika kami berusaha menambatkannya ke kandang, jadi ia dilepas di padang rumput tak jauh dari sini. Entah di mana ia sekarang."

Mau tak mau, Torreno tersenyum geli mendengarnya. Gilde memang tidak biasa terikat karena hewan ini agak liar dan cinta kebebasan, mirip seperti naga. Namun, hanya gilde yang bisa menyamai kecepatan terbang naga dengan kecepatan larinya di daratan. Karena itulah, ia dan divisi pemburu naga berkawan akrab dengan hewan ini setiap hari untuk dijinakkan.

"Aku akan memeriksanya sendiri, tunjukkan saja ke mana arah aku harus pergi," ujar Torreno tidak mau merepotkan gadis ini. Namun, sikapnya berhasil memancing rasa tanggung jawab Pontia.

"Baiklah, aku akan mengantarkan Anda ke sana, Yang Mulia."

"Terima kasih."

Pontia pun tertunduk segan ketika Torreno mengulas senyum tipis padanya. Senyum yang kata Panglima Elijah digilai gadis-gadis. Bukan salahnya. Sikap Pontia terlampau kaku terhadapnya, tetapi malah membuat Torreno makin penasaran untuk mendobrak dinding takkasatmata yang terbentang di antara mereka. Sebut saja ia lancang, tetapi Torreno selalu menyukai tantangan.

***

Rupanya, Ratu Elsadora punya alasan kuat dengan menyuruh ia pergi ke Alomora. Ibu tiri Torreno seolah bisa meramalkan, atau mungkin malah merencanakan skenario ini diam-diam di belakang.

Di hari pertama, Torreno tidak sengaja mendengar desas-desus tentang sesosok makhluk besar yang terbang di langit Alomora. Makhluk itu muncul setelah kedatangan badai yang menghantam rumah-rumah mereka dan baru berhenti setelah dirinya tidak sengaja ditemukan oleh salah seorang di depan gerbang Alomora, bagai ingin memberi tanda kedatangan Torreno pada orang-orang ini. Tiada seorang pun melihat wujud asli makhluk itu karena malam gelap pekat dan kemunculannya seperti siluman. Hanya suara kepakan sayap terdengar membelah angkasa.

Itu pasti Anne, tebak Torreno yakin.

Di hari kedua, Minnalee mendadak membatasi gerakannya di Alomora sehingga ia tidak bisa mendengar perbincangan orang-orang. Torreno bahkan merasa Minnalee telah menyuruh Pontia untuk mengawasinya sepanjang waktu sehingga gadis itu dengan terpaksa harus membiasakan diri berada di dekatnya–dari bahasa tubuh yang terbaca. Torreno sama sekali tidak merasa terganggu, bahkan antusias. Ia jadi bisa memandangi wajah gadis mirip ibunya itu berlama-lama.

Akan tetapi, rasa bosan Torreno membuncah di hari ketiga. Pertanyaan-pertanyaan Minnalee terus merongrongnya. Torreno dipojokkan bagai tikus dalam lubang.

Tidak sulit sebetulnya untuk mengungkap peristiwa yang terjadi sebelum ia terdampar di Alomora. Namun, Torreno menahan lidahnya untuk tidak menyebut soal Anne. Sedikit pun. Ia ingin menyimpannya sendiri dan berpura-pura kehilangan ingatan mkj. Minnalee mungkin tidak mudah percaya, tetapi apa yang bisa wanita itu lakukan? Torreno bahkan membalas Minnalee dengan pertanyaan sulit setelah menemukan keganjilan luar biasa di Alomora.

***

"Yang Mulia, apakah Anda bersedia datang ke pusat kota malam ini? Kami akan mengadakan pesta penyambutan untuk Anda dan para gadis sudah menyiapkan ritual tarian istimewa. Saya rasa, Yang Mulia akan tertarik untuk menyaksikannya."

Sebuah undangan lisan yang ditujukan langsung oleh Minnalee kepada Torreno tak terduga setelah sebelumnya wanita ini melarangnya mati-matian untuj bertemu, apalagi berbicara dengan orang-orang. kini ia memintaku hadir di tengah keramaian?

"Apakah para pria juga akan hadir di sana?" tanyaku pada Minnalee dengan wajah polos, berusaha menunjukkan bahwa aku juga butuh berada di tengah kaumku setelah sekian lama tidak bertemu seorang pun pria di Alomora.

Minnalee hanya tersenyum penuh misteri.

"Maaf, Yang Mulia. Andalah pria satu-satunya yang akan hadir di pesta," jawabnya lugas.

"Oh." Torreno tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Baiklah, aku akan datang." Torreno ikuti saja skenario Minnalee sambil memikirkan rencana ke depan.

Pusat Alomora berada di puncak tertinggi bukit, berupa altar besar bundar yang mampu menampung seribu lebih orang dalam lingkaran yang diapit oleh tiang-tiang obor tinggi di empat sisi. Satu api unggun besar dinyalakan di tengah sebagai pengusir kegelapan yang tidak terlampau terang, sehingga mereka masih bisa memandang bulan pucat pada latar bukit. Indah.

Berada di tempat ini kala malam seolah berada di tengah keagungan langit, melayang tinggi jauh dari daratan fana. Suara yang terdengar hanya lirih angin berbisik diselingi hela napas orang-orang yang diam menunggu acara dimulai.

Lalu tiba-tiba terdengar suara gemerincing seragam tatkala belasan gadis penari menuju altar. Para pengunjung pesta duduk melingkar di pinggir–Torreno duduk bersama mereka, di antara Minnalee dan Pontia.

Gemerincing hening membisu ketika para gadis penari berdiri mematung membelakangi api unggun di tengah altar. Torreno kemudian menyadari bahwa suara gemerincing tadi berasal dari koin-koin logam tipis berkilau keemasan tertimpa sinar api unggun yang menghiasi seluruh pakaian dan perhiasan di betis-betis telanjang milik mereka. Gadis-gadis itu berpakaian seragam; tunik longgar tanpa lengan di atas mata betis yang ringan dan berkibar-kibar liar diterpa angin malam, andai tidak ada koin-koin logam yang memberatinya dan berdenting nyaring seiring gerak mereka.

Seorang penari tepat di hadapan Torreno maju lantas memisahkan diri dari barisan. Ia membungkuk dalam gerakan indah–satu kaki berdiri rapat di belakang kaki lainnya yang menjulur lurus ke depan sambil melengkungkan punggung sejauh mungkin sehingga tangannya nyaris menyentuh telapak kaki. Kedua tangannya kemudian bergerak saling melingkar seperti gulungan asap sambil terangkat pelan naik di sepanjang permukaan tubuhnya hingga terhenti dalam posisi mengatup rapat tinggi di atas kepala.

Tanda tarian dimulai adalah saat satu tangan penari itu turun menyusuri lengan menuju sisi kepala, lalu memetik satu kelopak bunga yang terpasang di gelungan rambutnya. Dengan gerakan lincah, ia berputar ke belakang seperti roda menggunakan kedua tangan dan kakinya bergantian, mengingatkan Torreno akan akrobat Lucas! Bedanya, Lucas berputar di udara tanpa menyentuh tanah dalam gerakan yang lebih cepat. Akan tetapi, gerakan gadis ini jauh lebih indah dan anggun untuk seorang wanita. Aksi penari pun sukses membuatnya terperangah. Rumor tentang Alomora dan gadis kuil penarinya ternyata bukan omong-kosong. Andai Panglima Elijah turut menyaksikan.

Penari itu berhenti tepat setelah kembali dalam barisan, lalu ia melemparkan bunga tadi ke dalam nyala api unggun di belakang .... Blaaash! Seketika lidah api menukik membelah udara, lalu menghambur bagaikan kepingan-kepingan salju berekor meliuk sebelum menghilang di tengah kobaran api. Apa? Bunga apa yang baru saja dilemparkan oleh penari itu?!

Torreno menoleh cepat pada Minnalee di samping seakan menuntut jawaban. Wanita itu malah terkikik geli melihat ekspresi terkejut sang pangeran yang mampu mengalihkan perhatian sesaat dari pertunjukan tari di depan. Wanita itu kemudian memberi isyarat lambaian tangan 'lupakan saja' kepadanya.

Nihil, Torreno lantas menoleh pada Pontia. Gadis itu justru terkesiap dan matanya mengerjap cepat karena salah tingkah mendapati jarak tatapan mereka yang terlalu dekat. Jangankan untuk membaca arti tatapan Torreno sekarang yang dipenuhi rasa penasaran, Pontia malah menghindar ke lain arah.

Astaga ... ada apa dengan kedua wanita ini? Torreno bersenandika geram. Ia putuskan untuk menanyakannya langsung pada si gadis penari nanti. Ia nyaris melewatkan akrobat berikutnya di depan–para penari melenggok mengitari api unggun, mereka bergerak tangkas menyusun piramida manusia, lalu penari yang berada di puncak berlompatan indah melayang di udara.

Torreno sama sekali tidak berkedip ketika sang penari utama berancang-ancang lari kencang untuk mengambil awal lompatan menuju tribun buatan dari jalinan tangan para penari. Dengan dorongan kuat mereka, ia bersalto indah menyeberangi api unggun. Sekejap tubuhnya seakan lenyap ditelan kobaran api, lalu tak lama kemudian dalam gerakan yang sama, ia muncul kembali dari arah sebaliknya. Torreno bisa membayangkan seekor phoenix sedang terbang ke arahnya sekarang. Ini gila! Lucas harus melihatnya!

Torreno meringis penuh semangat, lalu berdecak menghela napas penuh kekaguman. Ia tidak sadar telah kehilangan dua orang wanita di sampingnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top