Adventure Begins
Anne dapat melihat kepulan kemarahan di mata Pangeran Torri saat ia terbang menjauh membelah angkasa. Tak ada yang bisa dilakukan pemuda itu kali ini. Jika ramalan itu benar, maka mereka akan bertemu lagi. Dan itu berarti waktu yang dimilikinya hanya tinggal sedikit.
Selamat tinggal , Torreno ....
Silvanovia
Denting logam beradu bagaikan harmoni musik yang berpadu sempurna di telinga para pendengarnya. Sebuah duel sedang berlangsung di Balairung terbuka Istana Silvanovia, istana para peri. Sorak Sorai penonton bergemuruh memberi dukungan pada masing-masing kesatria yang sedang berduel. Duel kali ini menjadi tontonan yang sangat menarik karena dua pangeran dari dua bangsa berbeda sedang bertarung dengan kemampuan pedang mereka yang luar biasa.
Torreno bergerak lincah menangkis dan menyerang dengan pedang terhunus dalam genggaman seolah sedang menari di udara. Pedang yang dulunya terlarang bagi seorang Torreno, kini bagaikan bertemu dengan pemilik sejatinya. Di tangan pemuda itu, pedang laksana tangan kiri kedua yang memiliki jiwanya sendiri. Ia dapat memukul, menetak, menebas, dan menusuk dengan begitu sigap dan lihainya.
Raffendal berdesis gusar ketika serangan Torreno nyaris memutuskan kuping lancipnya. Kecepatan tangan kirinya itu tak manusiawi! serunya tak percaya. Cucuran keringat mulai membasahi paras rupawan sang peri. Napasnya memburu. Ia merasa mendapat lawan yang sebanding.
Sang pangeran peri memicingkan matanya. Ia mencari celah untuk meredam kelincahan sang pemuda yang seolah tak kenal lelah. Satu hal yang akhirnya ia tangkap, kecerobohan Torreno.
Salah satu sudut bibir Raffendal tertarik ke atas saat netranya menemukan celah kelemahan pemuda itu. Sang pangeran peri menyasar rendah pada pangkal kaki Torreno. Keseimbangan pemuda itu seketika terganggu. Ia lantas terjungkal keras ke belakang untuk menghindari sabetan pedang sang pangeran peri yang nyaris melenyapkan telapak kakinya.
Torreno meringis sekilas saat bagian belakang tubuhnya menghantam permukaan arena tanding yang berpasir kasar. Ia bangkit seraya mengatur napas.
"Pertarungan yang hebat!" Raffendal mengulurkan tangan kanan seraya tersenyum kepada Torreno.
"Aku anggap itu sebuah pujian."
Raffendal tertawa. "Oh, Ayolah, Torri. Kau ini kaku sekali!"
Dasar peri! Torreno merutuk dalam hati. Andai boleh jujur, sebenarnya ia justru sangat berterima kasih karena sang pangeran peri telah bersedia menjadi lawan tanding untuk mengasah kemampuan pedangnya yang sempat terkubur bertahun-tahun. Otot-otot lengannya seakan telah lupa bagaimana caranya mengayunkan pedang untuk menciptakan sebuah serangan bernilai berlian. Terlebih lagi, tak sembarang orang dapat memperoleh kehormatan untuk berduel melawan sang pangeran dalam arena pertarungan. Torreno yang terpilih di antara para bangsawan peri, seorang pemuda biasa dari Laniakeia.
Pemuda itu akhirnya menyambut uluran tangan kekar berkulit putih bening milik sang pangeran peri. Senyum tipis pun terulas di bibirnya. Torreno masih tidak menyangka kalau hubungan mereka bisa berujung sedekat ini.
Pikiran Torreno melayang saat pertemuan pertamanya dengan Raffendal. Ia masih ingat adu mulutnya yang menyulut kemurkaan sang pangeran peri di Alomora. Semua itu telah berlalu dan seolah menguap begitu saja saat Raffendal membawanya ke Istana Silvanovia dimana musim semi seolah berlangsung abadi.
Masih segar dalam ingatan Torreno, saat ia tiba di Silvanovia. Sebuah tempat yang memiliki keindahan musim semi dengan sepuhan warna-warna hangat dan bergelora bak gadis remaja yang ranum dalam usia. Kelopak bunga mekar di mana-mana dan pohon-pohon beraneka rupa dengan spektrum pelangi di atas hamparan padang rumput hijau yang lembut bak permadani-permadani dari sutra. Ia akhirnya mafhum jika Raffendal bahkan tak sudi untuk membandingkannya dengan Alomora. Perkampungan para petani itu tampak seperti kandang berlumpur saja jadinya. Sungguh, tempat itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Silvanovia. Bagi Torreno, satu-satunya kesan yang tertinggal tentang Alomora mungkin hanya Pontia, seorang gadis yang keberadaannya seolah salah tempat.
Pemuda itu menghembuskan napas panjang. Segenap keindahan dan sukacitanya di Silvanovia seolah menguap begitu saja saat berhadapan dengan kenyataan pahit yang dihadapinya di Laniakeia. Ia tidak akan pernah berada di sini jika saja pengusiran itu tidak pernah terjadi. Torreno Agerlaine II, putra mahkota kerajaan Laniakeia, yang terusir dari negerinya sendiri akibat kejahatan yang tak termaafkan di mata dewan penasehat agung. Ia masih tak mengerti apa hubungan antara ramalan Silvanovia dan perang naga yang dicetuskan oleh sang ratu terdahulu, ibundanya. Yang ia tahu, ia tak bisa berhenti dari apa yang telah ia mulai dengan kedua tangannya. Suka atau tidak, perang ini akan tetap berlangsung sampai nasib salah satu dari kaum mereka tamat. Dan itulah yang kini membawanya ke tanah para peri di ujung utara Laniakeia, tempat dimulainya ramalan pencetus perang naga.
"Kau kalah lagi, Torreno. Terimalah hukumanmu." Raffendal mengejek.
Suara sang pangeran peri menyadarkan pemuda itu dari lamunannya yang berkelana ke masa lalu. Hatinya yang gundah seketika menghangat. "Aku anggap itu keberuntungan." Torreno membalas.
"Dasar rambut keriting!"
"Dasar pirang pucat!"
Mereka lantas saling mengejek sampai berpisah di luar arena yang mulai lengang.
Raffendal langsung di sambut oleh para bangsawan penggemarnya, sementara Torreno mengambil jubah yang tergeletak di salah satu kursi pada podium penonton. Ia mengenakannya lalu menaikan tudungnya menutupi kepala.
"Selamat bersenang-senang!" salam perpisahan dari Raffendal terdengar samar sebelum pria itu menghilang di balik kerumunan peri-peri rupawan dan jelita.
Seulas senyum terbit di wajah pemuda itu. Torreno bergegas penuh semangat untuk mendatangi tempat hukuman yang ia jalani dengan sukarela. Kaki jenjangnya melangkah cepat menapaki jalan berbatu koral berkilau yang mengarah ke halaman belakang istana.
Di area luas yang dipenuhi aneka ragam bunga dengan kolam air mancur itu terdapat sebuah istal beratap dan berdinding sulur dengan kelopak-kelopak bunga mungil bermekaran. Ringkikan merdu terdengar ketika ia memasuki bangunan indah yang lebih pantas di sebut sebagai istana impian anak-anak itu.
Torreno menyapa belasan pegasus yang sedang beristirahat di dalamnya dengan semringah. Sebentar lagi ia akan membawa makhluk-makhluk indah bersurai ruby rose ini terbang melintasi langit biru safir Silvanovia menuju sebuah danau di kaki gunung Primavera untuk memandikan mereka.
Tugas ini harusnya ia kerjakan bersama Raffendal. Namun, ia tak keberatan dan sebaliknya malah merasa bahagia karena mengerjakan tugas ini seorang diri. Hukuman ini bagaikan impian yang menjadi nyata. Ia tak sabar untuk bercengkerama dan bermain air dengan makhluk-makhluk indah ini.
Sejenak Torreno dapat merasakan lupa akan segalanya, termasuk pada Laniakeia.
"Anda kelihatan bahagia sekali di Silvanovia, Paduka. Saya sangat senang melihatnya." Seyra muncul di ambang pintu istal. Mulut Torreno terbuka ingin bersuara. Kehadiran Seyra kini sungguh di luar harapannya.
"Kenapa Anda selalu bertampang seperti itu setiap kali melihat saya, Yang Mulia?" Alis sang putri melengkung turun.
"Anda tidak bersikap seperti itu saat bersama kakak saya."
Torreno mendesah. Raffendal dan dirinya adalah rekan yang menyenangkan, sama halnya dengan orang-orang di divisi pemburu naga. Sementara Seyra adalah cerita yang berbeda, dunia mereka sungguh berkebalikan.
"Saya bisa menemani Anda berlatih memanah, Yang Mulia!" Seyra membayangi Torreno yang sedang bergerak cekatan mengumpulkan pegasus lalu mengikat mereka dalam dua barisan rapi. Pemuda itu hanya tersenyum kecut sebagai jawaban. Panahan adalah keahliannya yang sudah mencapai tingkat mumpuni dan ia tak butuh teman berlatih apalagi seorang wanita. Ia tak membutuhkan seorang teman memanah yang pada akhirnya hanya akan menjerit histeris mengaguminya.
"Saya adalah calon permaisuri Anda, Paduka!" Seyra kini menghalangi jalan keluar istal.
Oh, sial! Torreno berdecak dalam hati. Andai ia tidak ingat sedang menumpang tinggal di istana milik Seyra, tentu sudah ia usir peri perempuan ini jauh-jauh dari hadapannya. Apalagi waktunya sekarang sungguh tidak tepat.
"Calon permaisuriku adalah Anne L'aracosta." Akhirnya Torreno membuka suara untuk memangkas impian Seyra yang mulai membumbung tinggi.
Peri perempuan itu kelihatan marah karena Torreno menyebut soal pertunangannya dengan sang naga yang ia sadari hanya sandiwara belaka.
Torreno tak peduli. Ia hanya belum memikirkan atau menginginkan sebuah pernikahan dalam waktu dekat. Pemuda itu sedang ingin menikmati akhir masa remaja dan menjalani hidupnya dengan baik-baik saja walau sedang dalam masa pengasingan.
Dengan raut wajah cemberut yang dibuat-buat, Seyra menaikkan tubuhnya sendiri dan duduk di belakang Torreno tanpa permisi untuk menunggangi pegasus terdepan. Peri perempuan itu malah melingkarkan lengannya erat pada pinggangnya lalu menyandarkan kepala pada punggung tegapnya.
Torreno mendengkus. Namun tak ada yang dapat ia lakukan untuk mencegah Seyra.
"Yang Mulia, Anda masih bisa menjadikan saya selir. Bukankah seorang raja pantas untuk memilikinya?"
Tangan Torreno terkepal erat menggenggam tali kekang, berusaha menahan umpatan yang nyaris terlontar dari mulutnya. Ia sungguh ingin bekerja sekarang dan Seyra masih saja betah mengganggunya.
"Turunlah, Seyra. Raffendal tidak akan senang bila melihat ini," usir Torreno halus.
Seyra mengedik. Ia menolak untuk turun.
"Tak mau. Saya ingin ikut Anda ke Primavera, Yang Mulia." Rupanya kepala gadis itu sudah menempel erat dan tidak bisa dilepaskan lagi dari punggungnya. Torreno pun hanya bisa menelan kegeramannya lalu meneguk ludah pasrah. Dasar peri!
"Baiklah, tapi cukup menonton saja."
"Sayangnya, Anda tidak bisa melarang saya untuk melakukan apa pun di tanah milik bangsa saya sendiri, Yang Mulia."
Dengkusan kasar kembali lolos dari mulut Torreno. Sepertinya hukuman kali ini menjelma menjadi hukuman yang sebenarnya. Andai ia bisa meminta bantuan Raffendal sekarang, tapi ia tak bisa menjilat ludahnya sendiri. Pemuda itu hanya bisa berharap agar emosinya tidak bangkit sampai pada titik di mana ia mungkin akan menghunuskan pedang pada Seyra.
Hai hai hai.... Maafkan telat update dari jadwal huhuhu
Terima kasih banyak sudah mampir yaaa, jangan lupa untuk vote dan komentarnya supaya kak Ravistara dan saya semangatttttt untuk melanjutkan petualangan pangeran kesayangan kita semua uhuk 😆
Salam sayang dari kak Ravistara dan Zu. 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top