Pawai Obor
Ba'da Maghrib tadi Kavin serta teman-teman mengaji dan warga komplek rumahnya akan berpawai keliling kampung belakang komplek menggunakan obor, menyambut bulan suci Ramadhan.
Namun ada yang beda kali ini, Kavin tidak nampak ceria seperti biasanya. Ia sedikit cemberut karena Daddy lagi-lagi ingkar janji. Padahal tadi pagi sudah janji akan pulang lebih awal dari biasanya namun Kavin sudah menunggu hingga maghrib tiba dan saatnya pawai, Daddy belum juga sampai.
Jadilah Mommy yang menemaninya sementara Kenzie di rumah bersama Bik Sum. Acara selesai tepat jam 8 kurang, ditutup dengan doa bersama lalu makan-makan.
Aliya dan Kavin memutuskan untuk pulang duluan setelah makan meninggalkan Bryan dan Bryna yang kali ini ikut jadi panitia dan harus ikutan beres-beres selesai pawai.
Mereka berjalan menelusuri trotoar komplek dalam diam. Aliya tahu, Kavin sedang badmood.
"Mommyyyyy," rengekan dimulai saat sudah sampai di rumah.
"Iya sayangku?" sahut Aliya sambil membuka peniti di kerudungnya.
"Chapekk," adunya.
"Lepas bajunya dulu. Baju kokonya sini."
Kavin mendekat dan melepaskan kancing-kancing baju kokonya sambil terus mengoceh. "Jalannya jauuuuhhhh banget,"
"Nggak apa-apa, kan sama temen banyak. Rame-rame kan, nggak kerasa juga." sahutnya sambil melepas sarung Kavin.
"Iyaa tapi pegel, mom. Mbak mas kok nggak ikut pulang mom?" tanyanya heran.
"Mbak dan mas kan, sekarang jadi remaja mushola, Bang. Bantuin beres-beres sisa pawai tadi."
"Oooo. Abang kapan ya?" jari jempol dan telunjuknya di letakkan di dagu seolah sedang berpikir.
"Nanti kalau udah gede kayak mas,"
Kavin hanya mengangguk saja. "Mom, daddy kok belum pulang ya? Katanya mau temenin abang pawai, tapi nggak datang. Gimana sih?" sungutnya masih sebal.
"Daddy ada operasi darurat sayang. Udah mau pulang eh ada pasien," jelas Aliya, Kavin enggan menanggapi, selalu itu saja yang jadi alasannya.
Kavin langsung melengos ke kasur depan tv hanya dengan singlet dan celana pendeknya lalu diam menonton.
"Bang?"
"Hmmm,"
"Abang minum susu ya?"
Kavin menggeleng lagi.
"Kenapa atuh?"
"Mau daddy. Kangen," gumamnya namun Aliya masih bisa mendengarnya.
"Iya udah jalan pulang kok, udah deket bentar lagi,"
Kavin diam lagi. Tak berapa lama ada suara klakson mobil yang sudah Aliya hafal. Adrian pulang juga akhirnya.
"Assalamualaikum," ujar Adrian saat membuka pintu.
"Wa'alaikumsalam," Aliya menghampiri Adrian dan menyalaminya seperti biasa. "Anaknya nyari,"
"Mana? Mas, mbak, abang, Ziee??"
"Tuh di kasur. Mas mbak di mushola, beberes sisa pawai, Zie bobok." sahut Aliya.
"Oalah, iya yaa, malam ini pawai." Adrian membuka kancing kemeja teratasnya lalu melihat Kavin yang masih menatap tv tak peduli keberadaannya. "Abang, Daddy pulang kok nggak salim?"
"Ngambek wes," sahut Aliya.
Adrian tahu ia ingkar lagi malam ini. "Sek tak cuci kaki,"
Adrian segera mencuci kaki dan tangannya lalu melepas kemejanya dan tinggal menggunakan kaos serta celana bahannya saja lalu menghampiri Kavin.
"Bang,"
"Hm."
"Daddy tadi salam lho? Kok nggak dijawab?"
"Jawab kok. Daddy aja yang nggak denger." jawabnya ketus.
"Assalamualaikum. Sholehnya daddy?"
"Wa'alaikumsalam." sahutnya lagi dengan ketus sambil membuang pandangannya ke arah lain.
"Nah gitu. Bangun coba, ceritain daddy Bang."
"Capek. Nggak mau ah!"
"Yah, kok gitu? Habis ngapain sih? Kok kayaknya seru?"
"Daddy juga gitu! Janji ajaaa, nggak pernah ditepatin." protesnya keras membuat Adria sedikit terperangah.
"Hei hei hei." Adrian membalik tubuh Kavin menghadapnya.
"Ngh! Daddy bau!!"
"Lihat Daddy dulu. Daddy sedih kalau didiemin gini?"
"Abang juga sedih kalo daddy lebih sibuk!Abang, kan maunya di temenin daddy!!" kesalnya tak tertahankan lagi.
"Maafin daddy, Abang. Beneran tadi daddy udah mau pulang." Adrian mencoba memberi pengertian lagi pada Kavin.
"Temen-temen abang di temenin papa nya
Abang nggak."
Jleb. Adrian menelan ludahnya sendiri.
"Tapi kita kan nggak tahu bang, kapan musibah itu datang--"
"Emangnya dokter cuma daddy aja?"
Jleb lagi. Ucapan Kavin begitu menohok.
"Dan daddy dibutuhkan untuk membantu saat itu. Dokter banyak, Abang, tapi yang berkeahlian seperti daddy, nolongin Ibu Hamil yang mau ngelahirin dedeknya, pada saat itu cuma daddy."
"Hhhhhh...,"
"Oma Nad sudah pulang. Daddy pun nggak sendiri, dibantu dokter-dokter yang lain--"
"Udah ah abang mau bobok!" Kavin beranjak dari kasurnya enggan mendengar penjelasan Daddynya lagi.
"Abang?? Kok gitu?? Bang??"
Kavin segera lari masuk ke kamarnya dan menutup pintunya rapat-rapat.
"Mas," panggil Aliya. "Biarin dulu dia."
"Hhhh yawes."
"Dia tuh kangen kamu sebenernya. Dia udah ngerti lho, dia mulai iri sama temen-temennya. Maklumi, ya?" Aliya meraih jemari Adrian dan di tautkannya lama.
"Iyaa, i know. Maafin aku juga, belum bisa jadi daddy yang baik." sesalnya.
"Nggak apa-apa, aku paham. Anak-anak yang butuh pemahaman lagi. Emang tadi kasus apa sih?"
"Kasus eklamsi, kasian. Aku beneran nggak bisa limpahkan ke ppds gitu aja."
"Ya Allah. Terus? Gimana operasinya?"
"Ya, tadi nanganin eklamsinya dulu sih. Baru setelah stabil, baru masuk ruang operasi. Makanya agak lama.
"Pantesan lama."
"Makanya kan kubilang dadakan. Siapa yang tahu coba?"
Mereka sama-sama terdiam menyelami pikirannya masing-masing sebelum akhirnya Aliya membuka bahasan yang sudah lama ingin ia bahas. "Mas?"
"Iya?"
"Kamu ngerasa nggak sih, kalau kadang tuh ya, perhatian kita ke abang kurang banget?" tanya Aliya, dahi Adrian mengkerut.
"Sejak ada Zie?"
"Bahkan sebelum ada Zie,"
"Kenapa gitu??"
"Nggak tahu ya. Aneh aja berasanya, kita pulang, kadang abang udah tidur, ketemu pagi lagi, siang jarang. Itu kenapa makanya aku minta potong jam praktik tuh karena aku gak mau abang jauh, mas. Abang juga jadi makin iseng, aku tahu dia cari perhatian. Dulu, apa pernah dia iseng sampai anak orang nangis? Kan nggak. Chika lho korban paling sering ditangisi abang," jelas Aliya panjang kali lebar mengingat kelakuan anaknya akhir-akhir ini yang semakin jahil.
"Kamu kok mikirnya segitu jauh ya yang? Kalau menurutku gini, di luar oke, kita mungkin memang masih kurang perhatian ke Kavin. Tapi, sikap jahil dan isengnya dia tuh semata-mata karena sekarang dia lagi masa emas aja. Puncak keaktifan. Puncak ingin tahu segala. Curious. Dan lainnya. Dan memang masa-masa sekarang ini sebenarnya nggak boleh kita lewatkan gituu aja. Bukan nakal yang beneran nakal lho ya, justru aku bangga lho sama Kavin
Ingin tahunya banyak." sahut Adrian tak kalah panjang juga menyampaikan pendapat dari sisinya.
"Iya. Aku paham, Kavin bukan anak nakal, kok."
"Pelan-pelan mulai kita tata lagi pola asuh kita untuk Kavin ya."
"Iya mas. Coba kamu tengok gih mas,"
"Iya, aku beberes dulu ya. Eh, mas sama dedek line deh, jangan kemaleman, besok sahur pertama lho."
"Besok?? Oiyaa! Astagfirullah!"
Aliya lantas segera mengirimi si sulung pesan singkat agar segera pulang dan istirahat sementara Adrian langsung masuk kamar dan mandi, Aliya menyiapkan makanan untuk sahur nanti.
❤️❤️❤️❤️❤️
Selesai mandi Adrian lalu menghampiri Kavin di kamarnya. Kavin sedang memunggungi Adrian, ia belum tidur hanya pura-pura terpejam saja saat mendengar suara pintu terbuka.
"Abang? Abang udah bobok belum ? Besok sahur pertama lho Bang?"
Tak mendapat respon, Adrian mengintip Kavin yang pura-pura tidur, dilihat dari dahinya yang mengkerut dalam, Adrian tahu anaknya hanya pura-pura.
Adrian mengelitiki kaki Kavin. Kavin yang tak tahan akhirnya terbangun juga. "Nggghh! Dadddyyyyyy!!"
"Bangun, bangun. Daddy tahu Abang belum bobok,"
"Ngapain syiih daddy?!?"
"Bobok di kamar Daddy, yuk?" ajaknya. "Daddy pengen denger cerita abang, yuk?"
Kavin diam, merengut lebih tepatnya. Ia masih kesal walaupun Daddy nya sudah minta maaf dan menjelaskan kenapa tidak bisa ikut. "Daddy sih! Abang tadi pengin sama daddy, bukannya sama mommy."
"Tadi daddy udah jelasin,"
Kavin menunduk, ia tahu Daddy nya kesal karena sejak sampai tadi Adrian selalu di tanggapi seperti ini.
"Ya udah kalau abang nggak mau." Adrian masih berdiri di sisi tempat tidur Kavin hingga beberapa menit dan Adrian menyerah.
"Daddy," panggil Kavin.
"Bobok gih. Besok sahur," perintahnya.
"Gendong," rengeknya begitu Adrian mencapai pintu.
"Abang kangen daddy. Daddy, hiks. Abang kangen dadddyyy,"
Tak kuasa, Adrian menghampiri Kavin lagi. "Iya sini Daddy gendong, uuuh berat ya."
Kavin langsung nemplok di leher Daddy nya dan di bawa ke kamar. Kenzie sudah pulas di box nya sejak tadi.
"Daddy mau cerita apa?" tanya Kavin begitu turun dari gendongan Daddy nya.
"Daddy pengin denger cerita dari Abang. Tadi ngapain aja?"
"Tadi pawai obor ke kampung belakang. Bawa obor beneran daddy," ia mulai bercerita.
"Ooh, sama siapa aja?"
"Sama temen-temen ngaji. Sama mbak, mas."
"Oh iya?"
"Iyaa,"
"Emang yang bikinin obor siapa? Kita punya obor?"
"Bikin dong daddy. Mamas sama temennya,"
"Wah. Seru dong? Terus?"
"Sama ustadz siapa aja? Ada pak RT nggak?
Daddy dicariin ya?"
"Iya sama pak ustadz, ustadzah, Pak rt. Di cari kata mom, nanyain kok daddy nya Kavin gak ada? Gitu."
"Ooohh, terus sama bawa kentongan gitu ya Bang? Sholawatan gitu?"
"Iyaa bawa itu juga. Heum, Sholawatan juga."
"Rame banget pasti. Daddy ya pengen Bang,"
"Daddy sihh,"
"Ntar deh kalau takbiran. Daddy harus ikut."
"Jangan janji-janji. Kata pak ustadz, kalau janji harus ditepati, nggak boleh ingkar!"
"Iya Abang. Maafin daddy ya?"
"Heum,"
"Terus tadi maem nasi uduk rame-rame."
"Waah, enak banget. Yang masak siapa?"
"Mama nya Vino yang buat. Mommy tadi bawa kentang balado."
"Oiya iyaaa. Nanti Sahur Abang harus bangun ya? Makanya bobok sini. Biar enak banguninnya."
"Bukannya abang selalu bangun duluan ya kalo sahur? Daddy yang belakangan terush."
"Oiyaaa. Hahaha, kamu nihhh." Adrian mengelitiki Kavin hingga kegelian. Ia tahu bahwa anak ketiganya ini paling tidak bisa dikelitiki seperti ini hingga Kavin kelelahan sendiri lalu Aliya masuk.
"Hem mommy nggak diajak." protesnya.
"Abang bobok syinii."
"Iya bobok yuk. Mas sama mbak juga udah bobok. Langsung ke kamar tuh," Aliya merebahkan tubuhnya.
"Lho kembar gak kesini?"
"Kecapekan. Begitu dateng langsung pamit ke kamar," ujar Aliya sambil mengatur alarm untuk sahur nanti.
"Ooh, ya udahlah nanti sahur juga ketemu kok."
"Yuk bobo. Mom udah setel alarm ini, si abang udah pules tuh ngenyot jempol."
"Iya, yuk. Ntar adeknya ikut sahur mesti." ucap Adrian sambil mematikan lampu tidurnya lalu menarik selimutnya.
"Iya biarin sekarang pules dulu."
"Heum," sahut Adrian sambil memeluk Kavin di dadanya hingga mereka bertiga pulas.
❤️❤️❤️❤️
Hwallaawwhhhh momsye's back 😘😘 perhari ini mas Bian ku hold dulu yaa, insha Allah update Abang kalo aku siangnya gak ketiduran bisa update tiap hari. Sebelum teraweh, sore gini atau sesudah teraweh ya. Pokoknya tungguin aja 😘😘
#dahgituaja
#awastypo
#SalamGanteng
Danke,
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top