9. Evil Queen
Seminggu berlalu dengan cepat. Pengurusan sumberdaya berjalan dengan lancar karena Alleia mati-matian menyuruh semua aparat berfokus pada masalah tersebut hingga semua terkendali dengan baik.
Dan terbukti jelas seminggu berlalu semua telah terkontrol sempurna karena proyek ini dipantau ketat oleh Ratu. Mulai dari pengawas dan tenaga kerja semua telah terselesaikan dengan baik. Walau semuanya masih dalam bentuk laporan karena Alleia belum melihat secara jelas di lapangan.
Baru saja ingin berehat setelah mati-matian mengerjakan proyek gila ini. Ratu kembali mengajukan dekrit yang membuat semuanya gempar.
"Aku ingin sistem perbudakan dihapus dari kerajaan ini."
Ucapan singkat itu membuat para aparat ingin menangis darah. Pasalnya bahkan kekaisaran di atas mereka sendiri masih tidak bisa menghilangkan sistem perbudakan. Bagaimana mungkin mereka yang hanya kerajaan yang tidak begitu besar memulai aturan yang mungkin pertama muncul di benua kekaisaran?
"Kalau tidak mau menurut maka,"
Tentu saja mereka sudah tahu lanjutan ucapan itu juga dengan aura membunuh yang dikeluarkan oleh Ratu.
"Mati."
Dengan cepat mereka harus melambaikan tangan pada istirahat panjang dan lembur pada proyek baru.
"Kita akan memasang dekrit baru ini dan mengumumkannya ke seluruh negeri. Kita juga harus mengumpulkan Marquess dan pemilik kesatria terbaik kerajaan hadir di istana tiga hari lagi. Secara besar-besaran kita akan menghapus sistem perbudakan hingga ke akar-akarnya."
Para aparat bernapas lega. Walau mustahil tapi mereka akan mengerjakan aturan baru ini dengan sempurna. Bukan saja karena perintah, tapi tenggang waktu yang diberikan juga tidak seketat sebelumnya saat pengelolaan sumberdaya. Karena sungguh, mereka tidak ingin merasakan lagi kondisi seperti sebelumnya yang sangat menegangkan.
"Berhubungan kali ini dengan pemberantasan orang-orang yang mengambil kemerdekaan manusia. Aku ingin ikut serta menghabisi siapa saja yang membantah." Senyum mengerikan terpampang jelas dari wajah Ratu yang membuat siapa saja yang melihatnya merinding.
"Oh, ya. Hubungi Marquess Govert. Malam ini aku akan ditemani oleh Marquess terbaik di ibukota untuk memberantas perbudakan."
Semua orang langsung mengangguk dan mengerjakan tugas masing-masing tanpa banyak tanya dan mengeluh.
"Dan umumkan aturan baru ini di seluruh negeri sekarang juga. Aku harap saudagar para budak sudah bersiap sebelum penyergapan."
"Baik, serahkan saja semuanya pada kami, Yang Mulia."
.
.
.
Alleia kini duduk di taman sembari mengerjakan tugas. Secangkir teh hangat, kue kering dan tumpukan dokumen menemaninya. Sekaligus ia memantau renovasi Istana yang dibantu oleh para penyihir kerajaan.
Langit biru terang dengan semrawut gumpalan awan bergelung. Angin berhembus menerpa lembut rambut hitam arang yang terbawa arus. Cuaca hangat membuat suasana terasa nyaman memeluk untuk tertidur lelap dalam rasa nyaman tak berujung.
Mata gadis berstatus Ratu tersebut memberat membuat sorot matanya terlihat sayu. Memandangi orang-orang yang bekerja tanpa henti hingga akhirnya tiba-tiba pria dengan baju besi menghampiri sang Ratu dan menunduk hormat.
"Salam kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."
Ratu menggulirkan iris mata Amethyst menuju sumber suara lantas mengangguk dan melambaikan tangan. "Selamat datang, Marquess Govert. Silahkan duduk."
Marquess Govert mengangguk, langkahnya berjalan memanjang menghampiri kursi dan langsung terduduk di kursi.
Cangkir teh kosong disiapkan dihadapan pemuda dengan surai ungu gelap. Kulit pucat miliknya terlihat kontras dengan warna gelap anggun tersebut.
"Marquess Govert, apa kamu sudah tahu kenapa aku memanggilmu ke sini?"
Wajah pemuda itu terangkat tersenyum sopan. "Kurang lebih saya sudah mendengar informasi dari utusan yang anda ajukan, Yang Mulia."
Alleia mengangguk-angguk sembari menyeruput teh hitam dihadapannya. "Bagaimana pendapatmu tentang itu?"
Pemuda bermarga Govert mengangkat cangkir teh sembari menatap dalam teh di hadapannya. "Menurut pendapat saya pribadi itu adalah ide yang bagus, Yang Mulia."
Gadis itu menatap pemuda di hadapannya dari atas hingga bawah. Tata krama tanpa cela, postur tegap dengan gerakan anggun menyesap secangkir teh hangat. Dia adalah bangsawan sejati dari segala aspek.
"Bagus ya," ujar gadis tersebut sembari menyelipkan anak rambut.
Marquess Govert, dengan nama lengkap Teon Govert tersebut meletakkan cangkir teh. "Tentu saja itu sesuatu yang mustahil pada awalnya. Bahkan kekaisaran di atas kita saja masih belum bisa menghapus sistem tersebut."
Perkataan yang dilontarkan Marquess membuat sang Ratu meliriknya seakan bertanya apa maksud dari kalimat tersebut.
"Namun," mata pemuda tersebut menatap pemimpin negara di hadapannya dengan yakin. "Jika itu anda saya yakin itu akan berhasil."
Ratu yang mendapatkan pernyataan jujur tersebut tertawa sembari menatap Marquess tertarik.
Mendapatkan perhatian tersebut pemuda dengan gelar Marquess tersebut menghembuskan nafas dan berkata tegas. "Yang Mulia, saya tidak berniat untuk menjadi salah satu calon selir anda."
Alleia melambaikan tangan menggeleng pelan. Tangannya perlahan mengambilnya cangkir teh dan meminumnya. "Aku tidak tertarik denganmu. Kamu tidak masuk dalam seleraku Marquess."
"Syukurlah," ujar pemuda itu tenang.
"Oh, ya, aku sudah mengumumkan dekrit baru ini ke seluruh ibukota. Aku harap kamu menemaniku malam ini untuk ikut memberantas perbudakan."
Marquess Govert mengangguk kembali menyesap teh. Namun, tiba-tiba pandangannya berbalik ke belakang dengan awas. Lantas melemparkan belati tepat pada orang yang nampak bersembunyi dibalik pepohonan.
"Siapa di sana?"
Langkah Marquess mendekat, menemukan tubuh yang tergeletak lemah di bawah rimbunan pohon yang sudah terluka di bagian ulu hati.
Ratu yang menyadari hal tersebut ikut mendekat lantas menarik belati tersebut dan mengiris leher mata-mata tersebut hingga menyemburkan darah.
"Seharusnya anda tidak membunuh mata-mata itu dan mengintrogasinya untuk memberitahu siapa yang mengirimkannya."
Gadis yang mendapatkan nasehat dari pemuda di belakangnya langsung tersenyum tipis. Tubuhnya berbalik menatap pemuda yang sama sekali tidak gentar dan memandangnya dingin.
"Begitukah? Tapi, sayang, aku tidak bisa menahan hasrat ku untuk pesta nanti malam."
Marquess Govert menahan perasaan berkecamuk dalam dadanya karena mempermasalahkan moral gadis di hadapannya. Apa gadis ini juga membuat dekrit baru karena ingin kembali membunuh? Namun, dibanding hal tersebut dia harusnya sudah tahu kalau orang yang di hadapannya kini bahkan tega membunuh keluarganya yang tidak bersalah hanya karena ingin menaiki takhta.
"Kalau begitu sepertinya urusan kita sudah selesai. Anda bisa menentukan waktu dan tempat berkumpul yang anda inginkan. Saya akan membawa kesatria terbaik bersama saya."
Mengenyampingkan perasaan bergejolak dan rasa moralitas. Marquess muda tersebut membuat pernyataan untuk segera pergi dari hadapan Ratu.
Benar, awalnya ia yang memiliki keadilan yang tinggi dalam hati mengira gadis di hadapannya adalah Ratu yang adil dan memiliki kesamaan visi, karena membuat dekrit yang tidak biasa namun berpihak pada rakyat yang kesusahan dan tidak mengutamakan bangsawan rakus seperti kebanyakan pemimpin lain.
Namun, kenapa juga ia melupakan fakta bahwa selain adil pemimpin di hadapannya adalah tiran kejam yang mempunyai kesenangan membunuh makhluk hidup.
"Jam delapan malam dari pusat ibukota menjalar hingga tempat perdagangan legal dan ilegal dalam negeri. Mungkin kita akan membagi tugas."
Marquess Govert mengangguk dan mengucapkan salam. Ia lantas pergi untuk menyiapkan pemberantasan nanti malam.
Sedangkan di ibukota sendiri sedang ricuh dengan dekrit baru tersebut yang membuat para budak yang mendengarnya berbunga-bunga dan orang yang berurusan dan memiliki budak ketar-ketir. Terlebih nanti malam adalah waktu dimana akan dilakukan pembersihan secara merata di ibukota.
.
.
.
Pukul delapan malam seperti yang dijanjikan. Alleia sembari menaiki kuda berkumpul dengan para kesatria dan Marquess Govert yang telah berada di pusat ibukota.
Semua kesatria memberikan penghormatan hingga akhirnya sang Ratu memberikan perintah untuk memulai pemberantasan.
"Dalam era kepemimpinanku. Aku berharap membuat masa depan yang lebih cerah dan adil untuk semua rakyat tanpa memandang kasta dan derajat semata. Dan itu semua dimulai dari membuat semua manusia itu merdeka dan tidak diperjualbelikan seperti harta benda."
"Kemerdekaan seluruh rakyat dan membuat kesejahteraan adalah visi misi ku untuk membuat kerajaan menjadi lebih baik untuk kedepannya. Dengan otoritasku sebagai seorang Ratu kini aku perintahkan kalian para kesatria pemberani untuk ikut berjuang dalam misi mulia ini."
"Bebaskanlah yang tidak merdeka. Dan buat semua manusia memiliki harga yang setara untuk hidup dalam kebebasan."
Alleia berpidato untuk menaikkan semangat para kesatria yang langsung berkoar membenarkan dan mengikuti perintah pemimpin negara.
Setelah sang gadis berbicara kini giliran Marquess yang membagi kelompok untuk memastikan di setiap rumah bangsawan maupun rakyat biasa untuk membebaskan para budak secara menyeluruh di wilayah ibukota.
"Ratu dan tiga belas kesatria akan menuju wilayah barat. Saya dan tiga belas lain akan pergi menuju selatan. Tiga belas kesatria pada masing-masing kelompok menuju wilayah utara dan tenggara Ibukota. Sedangkan kelompok yang terbagi menjadi dua belas kesatria di dalamnya terpencar menyusuri wilayah lain yang tersisa."
Suara serak Marquess Govert berbicara lantang, memberikan arahan kepada setiap kelompok yang akan bertugas.
Setelah semua persiapan selesai semua yang hadir berikrar sumpah setia dan pergi menuju pos penyisiran pembebasan perbudakan di wilayah ibukota.
Sang Ratu yang kini menyusuri wilayah barat ditemani tiga belas kesatria terbaik akan menuju pusat penjualan budak di wilayah barat. Di sana mereka akan membebaskan perbudakan lebih dulu sebelum menyusuri dari rumah bangsawan hingga rakyat jelata.
Sesampainya ditujuan utama. Alleia menuruni kuda sembari menenteng pedang di sampingnya. Di halaman depan sudah ada pria paruh baya gendut yang menanti dan memberi salam pada Ratu yang hadir.
"Aku tidak ingin basa-basi. Kini aku akan melepaskan para budak di sini untuk mendapat kemerdekaan sebagai manusia. Karena itu, mohon kerjasamanya, Tuan."
Pria paruh baya dengan perut buncit mengeluh dalam hati. Namun, wajahnya masih bisa menampilkan senyum dan berusaha untuk berbicara sopan pada wanita yang notabenenya seorang Ratu.
"Yang Mulia, menjual budak adalah sumber penghasilan terbesar yang keluarga saya miliki. Bagaimana bisa saya memberikannya begitu saja sedangkan saya sekeluarga akan merasakan kelaparan karena ketua keluarganya tidak memiliki penghasilan berarti."
Mereka berbincang sembari menyusuri tempat tersebut hingga menuju penjara tempat para budak tinggal. Mengabaikan ucapan sang penjual Alleia kini memerintahkan para kesatria membebaskan mereka dan menempatkan mereka pada kereta kuda untuk mengangkut mereka ke tempat aman.
"Tuan Hao. Aku telah menetapkan harta pengganti dari penghasilanmu saat ini. Karena itu, sebelum kamu mendapatkan pekerjaan baru yang layak. Kehidupanmu dan keluargamu akan ditanggung pemerintah. Itu pun jika anda mau bekerjasama dengan pihak kerajaan."
Gadis dengan status tertinggi kerajaan menjelaskan dengan tenang. Walau tengah berbicara serius dengan penjual budak. Matanya juga tetap mengawasi budak yang satu persatu dibebaskan dan dibawa menuju kereta.
Tidak kehabisan akal pria paruh baya bernama Hao tersebut menuntun Alleia menuju ruang tamu untuk berehat sejenak sembari memakan makanan ringan.
Alleia yang mendengarnya setuju. Setelah berbicara dengan beberapa kesatria ia mengikuti Hao menuju ruang tamu. "Aku pikir kamu cukup baik mengikuti perintah Tuan Hao. Aku harap kerjasama yang baik ini mendapatkan perhatian lebih dari istana."
Pria paruh baya itu tertawa hambar lantas ia terduduk sembari menuangkan whine ke gelas Ratu. "Yang Mulia, kalau boleh bicara. Tidakkah anda pikir keputusan ini berlebihan. Bagaimana jika nanti semua orang menginginkan keseteraan dan menghancurkan sistem kasta yang ada? Saya harap dengan kebijaksanaan yang mulia memberikan keringanan kepada saya."
Alleia terlihat tidak senang mendengarnya. Matanya menyipit dengan aura dingin yang menguar, menatap pria di hadapannya datar. "Ini sepenuhnya keputusanku. Apakah kamu hendak mengatakan bahwa yang kulakukan adalah sebuah kesalahan?"
Pria itu buru-buru menggeleng dan memberi alasan. "Yang Mulia, bukan itu maksud saya."
"Lalu, apa maksudmu?"
Pria itu mengumpat dalam hati. Seakan memberi kode, tangannya melambai aneh di belakang tubuh hingga dari pintu rahasia ruangan hadir pria tampan yang mengenakan pakaian tipis mendekati keduanya.
Sejujurnya pria ini tetap ingin berada dalam bisnis perbudakan yang sangat menguntungkan. Bukan hanya menghasilkan banyak cuan. Tapi, menjual manusia adalah hal termudah tanpa modal dan bisa bekerja seperti mesin tidak bernyawa. Dan lebih baik lagi kalau kualitas manusia itu bagus ia bisa mendapatkan harga yang besar dalam setiap penjualan.
Karena itu, ia tidak bisa membiarkan ini semua terjadi dan membuat ia akan kesusahan hidup nantinya tanpa penghasilan. Setelah mendengar dekrit tersebut ia langsung ketar-ketir dan berusaha memikirkan jalan keluar. Hingga akhirnya terlintas dalam pikirannya saat mendengar bahwa Ratu tertarik pada pria tampan dan sedang mencari selir di seluruh kerajaan. Benar, kini ia akan meluluhkan hati Ratu dengan menyuguhkan pria tampan untuk membuat keringanan padanya untuk tetap dalam bisnis penjualan tersebut.
"Apa maksudmu dengan ini?" Alleia tampak sekali tidak senang menunjuk pria berpakaian tipis yang berjalan menghampiri mereka.
"Yang Mulia, saya berikan ini sebagai hadiah untuk anda. Karena itu, mohon keringanannya. Lihatlah, anak ini tampan dan penurut. Anda pasti akan menyukainya." Dengan sombong Hao menunjuk pemuda tersebut yang kini mulai mendekati Alleia seakan hewan rayap yang menyentuh dengan malu-malu.
Sang gadis menghempaskan tangan pemuda tersebut yang berusaha menyentuhnya. Matanya mulai berapi dengan kegilaan untuk membunuh menatap Hao tidak terima.
"Dasar sinting. Kamu pikir aku memperlakukanmu dengan baik karena menginginkan sesuatu. Aku hanya suka karena kamu penurut. Tapi, ada apa denganmu bajingan? Apa kamu sangat ingin mati hingga melakukan hal rendahan seperti ini?"
Alleia marah, jelas marah. Jujur saja ia bertindak baik karena memang ia tidak mendapatkan penolakan diawal. Tapi mendapati sogokan menyedihkan pria tampan dan spekulasi yang tidak jelas bahkan tidak masuk dalam list yang ia incar, mengapa pria ini berani-beraninya bermain api dengannya?
Sring!
Kepala pria berpakaian tipis malang itu terlepas dari tubuh akibat ulah Alleia yang mulai membangkitkan jiwa sikopat dalam dirinya.
"Mohon ampun, Yang Mulia." Hao bersujud meminta maaf. Namun, bukannya menjawab Alleia menendang tubuh gempal tersebut hingga terbentur tembok ruangan.
"Apa kamu pikir aku baik hati, huh? Tidak bodoh. Aku itu jahat."
Jleb!
Pedang Alleia menusuk leher pria di hadapannya. Suara jeritan tertahan terdengar nyaring dengan darah yang mulai menyembur mengotori wajah bersih milik Alleia. Mendapati keributan satu kesatria masuk mendapati Alleia yang berlumuran darah.
"Ayo pergi, kita bagi kelompok. Aku dan enam kesatria lain akan menyusuri rumah bangsawan. Dan kelompok kedua akan menyusuri rumah rakyat biasa untuk memastikan adanya budak atau tidak. Mari bergerak." Alleia tidak basa-basi. Dengan cepat ia memberikan perintah yang langsung dibalas anggukan oleh kesatria tersebut.
Kesatria yang tadi mendapatkan perintah sang Ratu berjalan menghampiri rekan-rekannya yang hampir selesai mengevakuasi budak yang ada.
"Ada apa kawan?" tanya temannya yang melihat wajah pucat pria tersebut.
"Ratu memerintahkan untuk bergegas dan membagi dua kelompok untuk menyusuri rumah bangsawan dan rakyat biasa."
"Lalu?"
Kesatria yang mendengarkan informasi dari temannya melirik bertanya. Karena ia tahu bukan itu saja yang sepertinya ingin disampaikan rekannya tersebut.
"Ratu baru saja membunuh penjual budak dan seorang pria. Sepertinya malam ini akan terasa panjang."
Rekan yang mendengarnya menegak ludah. Hingga sampai pada orang terakhir yang keluar dari penjara budak ia bergegas menyebarkan informasi pada kesatria lain yang langsung membagi diri dalam dua kelompok.
"Apa semuanya sudah siap?" Ratu keluar dari tempat itu sebagai yang terakhir.
"Siap, Yang Mulia!" seru komandan kesatria.
Kelompok juga kini sudah terbagi hingga Alleia menunjuk kelompok berisikan enam yang salah satunya kesatria yang menyampaikan informasi.
"Mari kita berangkat," ujar Alleia sembari menenteng pedang penuh darah.
Malam itu tanpa basa-basi lagi. Siapa pun yang menentang kehendak Ratu akan mati begitu saja meninggalkan keluarga yang mereka sayangi saat itu juga.
Bersambung...
08/10/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top