8. Concubine Candidate
Rapat yang penuh ketegangan, tekanan dan kejutan terpilihnya selir Ratu membuat mereka merasa hari ini terasa sangat panjang.
Setelah kesepakatan disepakati oleh semua pihak 'walau Javan, pria itu harus menjadi tumbal' mereka merasa sangat puas.
Dan sekarang disinilah Javan berada.
Di ruangan kerja sementara Alleia yang dipenuhi tumpukan dokumen yang harus dikerjakan pemimpin negara.
"Viscount Javan Kaleolani. Jadi, itu nama dan gelarmu?"
Javan mengangguk. Sebenarnya ia melakukan hal tersebut karena percaya diri akan kemampuannya dalam diplomasi. Dan itu sudah terbuktikan dengan terjadinya kesepakatan yang indah ini.
Namun, sejujurnya dia tidak mengira akan dihukum menjadi selir. Sekiranya ia sudah memperhitungkan menjadi tahanan penjara.
"Siapa nama anakmu dan berapa umurnya?"
Javan yang sedari bergelut ria secara pikiran dan batin seketika langsung tersadar ketika ditanyai soal anaknya. Dengan aura hangat, khas seorang ayah dia tersenyum sembari menjawab dengan hangat.
"Namanya, Celestin Kaleolani. Umurnya delapan tahun. Sekarang dia sekolah disalah satu akademi bangsawan."
Alleia mengangguk sembari ikut tersenyum. Entah kenapa, jiwa keayahan Javan terasa sangat kental ketika membahas sang putra. Rasanya ada sesuatu yang hangat dan nyaman.
Alleia yang tadi berbicara dengan Javan sembari mengerjakan dokumen berdiri menghampiri pria tersebut. Tidak ayal kalau Javan agak terkejut. Namun, dengan tenang ia berusaha menutupinya sembari meminum secangkir teh.
"Apa kamu tahu kenapa kamu terpilih sebagai selirku?"
Dengan tenang pria duda tersebut menggeleng. Dengan anggun dia tersenyum. "Tidak, Yang Mulia."
Alleia membawa kertas dengan list tipe selir yang ia inginkan. "Kamu lihat ini." Alleia menunjuk daftar kriteria calon selir. Disana tertulis kurang lebih seperti ini.
Kriteria calon selir Alleia.
• Tampan Kaya Raya ✓
• Tampan tapi bukan manusia✓
• Tampan duda punya anak ✓
• Tampan Polos
• Tampan Misterius
• Tampan Romantis
• Tampan Baik hati
Javan menegak ludahnya. Jadi karena dia duda tampan yang punya anak dia masuk menjadi calon selir yang memenuhi syarat.
"Yang tampan kaya raya adalah Arcelio Ingram. Walau dia tidak punya gelar bangsawan ia adalah milyuner paling sukses di kerajaan."
Javan tahu sekali pria tersebut. Namun, dia tidak menyangka pria sombong yang terkenal sangat pelit tersebut akan menjadi selir seorang Ratu.
"Tampan tapi bukan manusia adalah siluman ular dari Xantus. Namanya Michael Tendo. Dia sudah tinggal di istana selir pada hari kedatangannya."
Ah, dia juga sudah mendengar kabar itu dari salah seorang bangsawan. Berita itu sangat terkenal apalagi katanya ada insiden semalam di istana tentang siluman yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya.
"Dan kamu berada di sini." Ratu tersebut menunjuk urutan tiga.
Javan menatap serius sembari berpikir serius menatap daftar tersebut. Seakan otaknya sedang menghitung untung atau kerugian apa yang ia dapat saat menjadi selir yang mulia Ratu.
"Dan ketika semua daftar selir yang memenuhi kriteria ini lengkap baru akan mulai peresmian selir."
Javan mengangguk mengerti. Duda tampan itu masih dengan serius berpikir panjang.
Melihat keseriusan Javan membuat Alleia tersenyum kecil. Javan adalah yang terlihat paling dewasa dibandingkan Arcelio dan Michael. Mungkin karena dia sudah menjadi seorang ayah membuat ia terkesan lebih bijaksana.
"Jangan khawatir soal putramu Celestin. Ketika kamu menjadi selir resmi. Dia akan diangkat menjadi pangeran kerajaan Citrus."
Mendengar pernyataan Alleia membuat Javan terlonjak tidak percaya. Seakan ditimpa keberuntungan seumur hidup dia langsung tersenyum lebar.
Benar, masa depan cerah menjadi pangeran negeri. Walau bukan menjadi penerus kerajaan tapi putranya bisa mendapatkan hak dan kenyamanan hidup sebagai seorang pangeran. Sungguh masa depan yang sangat terjamin.
Javan langsung tersenyum tulus dan berlutut mengecup tangan Ratu. "Kehormatan besar bagi saya, Yang Mulia. Saya akan berusaha dengan segenap kekuatan yang saya miliki."
Alleia mengangguk sembari mengelus kepala Javan yang terkejut. Namun dia langsung memejamkan mata, tersadar bahwa dia akan menjadi selir Ratu tidak lama lagi.
"Kamu bisa kembali sekarang. Dan sebelum peresmian selir ada baiknya kamu memperkenalkan putramu padaku terlebih dahulu."
Javan berdiri memberikan hormat sembari mengecup tangan Sang Ratu. "Saya akan mengirim anda pesan untuk kunjungan selanjutnya bersama putra saya."
Ratu mengangguk dan membiarkan Javan keluar dari ruangan.
"Sudah tiga. Tinggal empat lagi yang harus kutemukan."
Gadis itu tertawa menatap kembali list daftar selir tersebut. "Betapa beruntungnya aku bukan?"
.
.
.
Hari ini tepat tujuh hari setelah dia memasuki tubuh Alleia. Seakan ingatan sebagai pembunuh berantai itu lenyap sekarang dia disibukkan dengan pengelolaan sumberdaya.
Para bangsawan yang sebelumnya menyetujui keputusan Alleia sebelumnya sekarang diberi otoritas untuk mengelola sumberdaya tersebut.
Walau keuntungan lima persen akan didapat oleh bangsawan pemilik sumberdaya sebelumnya. Namun, sekarang hak penuh sumberdaya dimiliki oleh kerajaan.
Tepatnya, hari ini baru saja sebagai permulaan dari kepemerintahannya sebagai seorang ratu dengan wewenang baru.
Satu persatu Duke dan Duchess yang memiliki otoritas tertinggi setelah Ratu memberikan surat perizinan kepemilikan sumber daya oleh negara yang sudah terdaftar dalam setiap wilayah.
Dengan adanya kerjasama dan dibukanya lapangan kerja oleh negara dalam pengelolaan saat ini. Maka diusahakan pengangguran akan berkurang dan membuat rakyat memiliki pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari.
Ini adalah tujuan utamanya. Dengan disambung dengan jumlah harta kerajaan yang tersimpan bisa menjadi pengalihan untuk gaji sebelum sumber daya bisa dijual dalam maupun luar negeri.
Fokus utama adalah pensejahteraan masyarakat luas.
Hari itu, Ratu menghabiskan seluruh waktunya di tempat kerja menghabiskan seluruh waktu untuk membangun negara.
.
.
.
Arcelio mendapatkan surat dari kediamannya soal panggilan darurat mengenai bisnis. Sebenarnya ia sudah memiliki banyak kepentingan yang sudah dikesampingkan agar ia bisa lebih dekat dengan Ratu.
Namun, nyatanya ia tidak bisa lepas tangan dengan bisnis satu ini. Lagipula gelar milyuner yang ia punya bukan hanya sebutan omong kosong belaka.
"Ah, aku tidak mau pergi."
Pria bersurai coklat terang tersebut mengerang, menjatuhkan kepalanya di atas ranjang. "Aku masih ingin melakukan pendekatan dengan Ratu."
Urian sang ajudan yang mendengarnya hanya bisa tersenyum sembari menyipitkan mata. Ia sudah tidak mengerti, bagaimana lagi otak tuannya ini bekerja.
"Bahkan sainganku sekarang bukan hanya kesibukan Ratu dan siluman albino. Tapi juga duda Viscount yang memiliki satu putra tersebut."
Arcelio mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia bahkan berguling-guling memikirkan memilih pergi atau tidak.
"Aku ingin bertemu Ratu~" pria itu kini berbicara dengan mendramatisir suasana.
"Kenapa dunia sangat tidak adil? Betapa besar rindu yang kumiliki untuk Ratuku yang sangat cantik ini. Oh~ Cintaku ❤️." Bukan hanya berfantasi di atas kasur sembari berguling-guling kesetanan. Arcelio sekarang malah menari-nari dramatis dengan akting super buruk yang pernah ada.
Ajudannya Arcelio hanya bisa menyipitkan mata sembari memakai kacamata hitam. Ia sudah terlalu silau melihat kelakuan tuannya tersebut.
(⌐■-■)(⌐■-■)(⌐■-■)
Setelah mengoceh hingga satu jam akhirnya Arcelio dengan terpaksa membuat keputusan. "Urian, dengan sangat terpaksa kita harus pergi."
Urian yang mendengar ocehan keputusan akhir Arcelio bertepuk tangan dalam hati. Sebab insiden dua hari lalu dia tidak mau lagi banyak bicara dan lebih memilih diam. Karena jujur saja dia sangat menyayangi kewarasannya agar tidak terjerumus dalam kegilaan seperti tuannya.
"Baik, Tuan."
Dengan cekatan ia merapikan pakaian dan barang-barang Arcelio dengan cepat. Semua ia rapihkan tanpa terkecuali. Ia berharap agar tuannya tidak bermalam lagi di istana karena jujur saja. Istana ini adalah tempat mematikan dimana siapa saja bisa mati seketika.
"Kenapa kamu merapikan semuanya? Aku akan tinggal disini untuk seumur hidupku. Kita hanya akan pulang seminggu."
Urian melirik tuanya tersebut dengan wajah kosong tanpa ekspresi.
"Apa?" tanya Arcelio yang mendapat tatapan tersebut.
"Anda, anda membuat saya tidak waras," ucapnya seakan dia akan menghadapi bencana paling besar di dunia.
Arcelio mengangkat sebelah alisnya sembari tertawa. "Memangnya kamu masih waras? Kupikir sudah tidak."
Urian hanya kembali terdiam dengan air mata imajiner yang mengalir membasahi pipi. Dia harap tuanya tidak akan membuat keributan setelah ini. Lagipula seminggu adalah waktu yang cocok membuat dia merefresh otaknya di tempat orang-orang normal.
Setelah merapikan barang-barang yang Arcelio bawa. Ia segera menghampiri tuannya yang sudah berganti pakaian. Ditangan pria tersebut sudah ada sebuah amplop yang dijaga dengan hati-hati. Mulai dari kertas, amplop, stempel khusus terbatas yang terbuat dari emas. Parfum mahal yang dioleskan pada kertas dan pita sutra yang sangat indah juga dikecup dengan perasaan cinta yang sangat mendalam.
Urian lagi-lagi hanya bisa menahan napas dan menegak ludah. Bahkan kemewahan tuannya tersebut amat kentara dan bisa membuat siapa saja yang melihatnya iri. Bukan hanya surat spesial yang dimiliki tuannya. Tapi, juga pakaian sehari-hari yang selalu ia gunakan. Dari ujung kepala hingga ujung kaki semuanya adalah pakaian berkualitas maupun perhiasan mahal dan langka yang digunakan.
"Aku akan pergi menghadap Ratu."
Urian mengangguk dan membuat Arcelio agar berjalan di depannya. Sepanjang perjalanan orang-orang yang berpapasan dengan mereka harus menahan iri dan kagum dengan kemewahan yang dimiliki Arcelio.
Hingga akhirnya sampai diruang kerja Alleia dimana sekarang sang Ratu sedang tenggelam dengan tumpukan dokumen tentang proyek sumber daya.
"Salam dan hormat kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus." Arcelio membungkuk memberi salam dibarengi ajudannya.
Sang Ratu yang sadar akan kehadiran Arcelio mengangkat kepala dan menghentikan aktivitas menulisnya. Bersamaan dengan itu Arcelio meminta ajudannya keluar dari ruangan agar dia bisa memiliki waktu berdua dengan pujaan hati.
Mereka berdua kini terduduk di sofa dengan dua cangkir teh yang baru saja dibuat Hera. Hingga akhirnya ketika mereka benar-benar berdua Arcelio baru angkat suara.
"Yang Mulia, saya harus pergi menuju kediaman Ingram. Tiba-tiba ada urusan mendadak," ucap pria itu berhati-hati.
"Baiklah. Tidak masalah."
Ruangan menjadi hening karena Alleia hanya membalas ucapan Arcelio sekedarnya karena saat ini otaknya dipenuhi tentang masalah pekerjaan.
"Yang Mulia, ini, saya harap anda membacanya nanti." Kali ini Arcelio memberikan surat yang langsung membuat gadis pemimpin negeri tertarik.
"Oh, ya?"
Arcelio mengangguk dan langsung memberikannya dengan tersipu. Sembari curi-curi pandang menanti reaksi apa yang akan Ratu keluarkan.
Awalnya Alleia mengernyit, namun setelah dia menghirup aroma lembut yang glamor keluar dari surat ia langsung tersenyum. "Baiklah, akan kubaca."
Alleia kembali melihat Arcelio yang terlihat belum puas dengan reaksinya seakan menginginkan sesuatu yang lebih. Menyadari akan hal itu Alleia tertawa kecil lantas mendekati pria itu dan duduk dipangkuannya.
Gadis dengan manik Amethyst itu menyusuri wajah tampan Arcelio yang sudah tidak memiliki luka. Dan dengan ringan tangannya terangkat mengusap wajah pria tersebut yang langsung terpejam menikmati suasana.
"Saya akan merindukan anda, Yang Mulia," ucapan lirih keluar dari bibir Arcelio.
Alleia menyentuh lembut bibir Arcelio yang membuat sang empu membuka kedua matanya. "Aku juga, segeralah kembali."
Pria dengan manik hazel itu tersenyum lebar. Tangannya menggenggam tangan sang pujaan hati dan menjatuhkan kepalanya di atas genggaman tersebut. "Tentu saja, Yang Mulia. Saya akan kembali."
Setelah perkataan itu usai. Kepala Arcelio terangkat hingga pandangan mereka kini bersiborok, sorot yang melembut terenyuh memasuki aura hangat tidak beralasan. Menarik keduanya masuk dalam emosi rasa memulai ekspresi sayang dengan kecupan ringan yang manis.
"Jangan bersedih. Kamu bisa kembali kapanpun."
Ratu yang biasanya akan berlaku kasar kini dengan ekspresi lembut membelai rambut halus nan lembut sang pria yang lebih ia anggap seperti anak anjing.
"Tentu saja, aku akan kembali!" seru pengidap masokis yang sudah cinta mati padahal baru bertemu kurang dari lima hari.
Alleia tertawa dan mulai bangkit dan menjulurkan tangan membantu anak anjingnya berdiri."Kalau begitu jangan buang-buang waktu. Selesaikan urusanmu. Bukankah kamu mengatakan bahwa kamu ingin selalu berada dekat denganku?"
Mengerti apa yang dimaksud Ratu. Arcelio menyambut uluran tangan kekasih hati dan segera bangkit seraya tersenyum manis dengan mata menyipit. Dengan gerakan anggun ia menarik sedikit tangan yang menggenggam tangannya lantas mengecup tangan gadis di hadapannya penuh kasih sayang.
"Saya akan melakukannya dengan baik," ujar milyuner abad ini.
Ratu mengangguk kembali mengusap rambut calon selirnya tersebut. "Tentu saja, kamu pasti bisa melakukannya."
Setelah kembali mengecup lembut tangan gadis yang dicintai. Arcelio keluar dari ruangan diiringi lambaian tangan Alleia.
"Oh, ya. Mungkin kapan-kapan kamu harus berkenalan dengan Javan. Mungkin kalian bisa jadi partner yang cocok. "
Arcelio yang sedari tadi berbunga-bunga dengan aura mega cinta yang tidak ada habisnya langsung memasang ekspresi datar saat mendengar penuturan Alleia berbarengan dengan pintu yang tertutup.
Walau kesal mendengar nama pria lain keluar dari mulut sang Ratu. Tapi, kekhawatirannya semakin bertambah padahal sedari kemarin dia sudah uring-uringan tidak jelas sesaat mendapat kabar calon selir baru yang terpilih.
Padahal kekhawatirannya sudah mereda. Namun, sekarang kekhawatiran itu kembali menyusup jelas membuat Arcelio cemburu tidak beralasan.
Dengan ekspresi suram dan emosi dia berjalan cepat diikuti ajudan yang berusaha mengejar langkah Arcelio.
Tidak cukup dengan kekesalannya tersebut dan pikiran gila untuk sedikit mengganggu calon selir baru, si duda atau apalah itu. Dia malah tidak sengaja berpapasan dengan siluman ular di taman istana.
"Salam kepada, Tuan Ingram." Michael menunduk hormat yang dibalas senyum remeh dari lawan bicaranya.
"Salam juga, Tuan Tendo."
Setelah mendapatkan jawaban Michael mengangkat kepala dan langsung berhadapan dengan tatapan sinis Arcelio.
"Oh, aku pikir kamu sedang terbaring di atas ranjang. Sepertinya kondisi tubuh anda sudah membaik."
Serangan pertama diluncurkan milyuner, calon selir kedua Ratu. Terlihat sekali bahwa ia ingin mencari masalah dengan makhluk setengah hewan di depannya tersebut.
"Ah, berkat, Yang Mulia saya sudah jauh lebih baik sekarang." Dengan jawaban jujur dan ekspresi dramatis ia menjawab seakan-akan ia orang paling bersalah di dunia.
"Walau begitu, sepertinya anda belum terlalu pulih. Mengapa anda tidak kembali ke tempat anda." Arcelio menggulirkan iris hazelnya ke samping. "Atau, anda ingin melihat renovasi Istana yang hancur akibat ulah anda?"
Hohoho, headshoot! Arcelio tertawa dalam hati melihat Michael yang terlihat lebih merasa bersalah. Dan kelabakan ingin mengucapkan permintaan maaf.
"Ah, itu, ma-maafkan saya. Saya tidak bermaksud." Walau tergagap dengan ekspresi muram Michael menjawab. Matanya terlihat sekali sudah bergetar membuat Arcelio ingin semakin menjadi.
"Tapi, walau begitu, Yang Mulia tetap sangat perhatian dengan anda. Bukankah lebih baik anda kembali ke tempat anda dan menghargai kasih sayang, Yang Mulia. Dengan tidak menunjukkan diri anda di hadapan Ratu secara langsung setelah membuat kekacauan."
Michael menunduk mengepalkan tangan. Terlihat sekali dia sangat lemah dan tidak berdaya.
"Dan, ya, kamu tahu. Ratu sudah memilih calon selir ketiga yang sangat kompeten dan berguna. Karena itu, berhati-hatilah."
Setelah mengucapkan itu pria kaya raya tersebut melewati Michael begitu saja dengan perasaan puas.
"Tuan, anda keterlaluan." Urian menasihati tuannya tersebut yang kini sudah berada di gerbang istana.
Tepat di hadapan mereka kereta berlapis emas terbuka membuat Arcelio dan ajudannya segera memasuki kereta.
"Aku tidak keterlaluan. Salahkan saja dia yang terlalu lemah."
Bersambung...
03/10/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top