7. Who are you?
Ruang takhta kini sudah berisikan setengah dari bangsawan yang dikumpulkan. Sedang sang Ratu yang belum kunjung kembali membuat para aparat pemerintah masih bisa bernafas lega.
Namun, seusai perkataan sang gadis. Setengah jam. Ia akan kembali dalam jangka waktu setengah jam.
"Satu jam lagi!" seru Alleia yang kembali membuat yang hadir merinding.
Alleia kembali menaiki singgasana dan menatap satu persatu yang hadir dengan seksama. Matanya yang tadi dipenuhi gejolak amarah dan haus akan darah. Sekarang sudah mulai tenang digantikan sorot dingin menakutkan.
Alleia berdiri kini menatap jam pasir yang sudah habis lantas membaliknya.
Waktu berlalu dengan penuh tekanan. Para bangsawan yang hadir terdiam sembari menunduk, meratapi nasib apa yang akan mereka dapati selanjutnya.
"Empat puluh lima menit waktu yang tersisa!"
Entah karena ketakutan atau efek waktu singkat yang Alleia berikan. Karena ini sangat cocok bagi aparat untuk bekerja lebih produktif dan berguna. Buktinya, saat ini apa yang Alleia perintahkan berjalan sesuai keinginannya.
"Tiga puluh menit!"
Bangsawan telah hadir hampir menuju tiga perempat dari keseluruhan.
"Dua puluh menit!"
Hampir semua sudah terkumpul, hingga menunggu beberapa lagi yang belum datang.
"Sepuluh menit!"
Para hadirin tegang. Tinggal tersisa tiga orang lagi. Namun, lima menit berlalu baru satu dari ketiganya yang muncul.
"Tiga menit tersisa!"
Bangsawan yang hadir saling lirik mulai bergumam panik. Hingga menuju satu menit terakhir. Muncul seorang bangsawan lagi. Namun, jelas saja karena semua belum lengkap.
"Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam,"
Aparat pemerintah ada yang terjatuh pingsan. Seorang lagi! Seorang lagi, dengan itu mereka bisa selamat!
"Lima, empat, tiga,"
Dari lubang sihir muncul seorang bangsawan dengan nafas tersengal di tengah ruangan membuat semua orang langsung menghembuskan nafas lega.
"Dua, satu. Kerja bagus semua."
Alleia kini berdiri menatap satu persatu yang hadir. Ruang takhta yang biasanya lenggang kosong, sepi dan biasanya diisi belasan orang saja kini dipadati dengan jumlah hampir menuju ratusan.
Semua orang menunduk, memberi penghormatan.
"Salam kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."
Suara bangsawan menggema memberikan penghormatan pada pemimpin kerajaan.
Alleia dengan tenang mengangkat tangan tersenyum tipis, yang terkesan sangat mengerikan.
"Aku mendapatkan informasi. Bahwa sebagian diantara kalian. Ada yang tidak menyukai dengan aturan baru soal sumberdaya berlebih untuk dikelola oleh kerajaan dan dibagikan ke masyarakat umum."
"Sekarang, tolong bagi para bangsawan yang sepakat dengan keputusan ku berdiri di sebelah kanan ruangan."
Bangsawan yang merasa terpanggil berjalan menuju arah kanan. Menurut apa yang Alleia dengar dari penjelasan salah satu menteri yang mendukung keputusannya. Sebagian besar yang mendukung adalah bangsawan yang tidak populer, miskin, setia, dan netral.
Terlihat dari yang beranjak ke sisi kanan saja terlihat, jumlahnya bahkan tidak sampai seperempatnya.
"Yang tidak setuju ke sisi kiri."
Setelah mendengar pernyataan tersebut berbondong-bondong dari mereka ke sisi kiri. Jumlahnya lebih dari setengahnya.
Namun, yang unik. Ada juga yang tidak beranjak dan berdiri di tengah-tengah. Jumlahnya hanya bisa dihitung dengan jari.
Alleia merasa miris. Oh, ayolah. Seegois apa mereka hingga sumber daya yang berlebihan saja ia ambil hingga menolak sampai sebegitunya.
Padahal ini demi masyarakat luas dan rakyat yang mereka pimpin juga agar lebih sejahtera.
"Baiklah, sebelum aku mulai dengan omong kosong menyebalkan soal kebodohan kalian menyanjung kasta tinggi, hina ini. Aku hendak bertanya dengan tujuh orang yang tidak memilih setuju atau tidak."
Jari Alleia mengarah ke tengah ruangan pada pria dengan tampang seperti aktor Korea tampan yang menggunakan setelah jas hitam lengkap.
Pria yang merasa terpanggil maju ke depan menunduk hormat. "Izin menjawab, Yang Mulia."
Alleia mengangguk. Lantas merasa memiliki persetujuan pria itu menegakkan badan sembari mulai menjelaskan.
"Yang Mulia, keputusan kedua belah pihak memiliki keuntungan dan kerugian pada masing-masing kelompok. Jika menunjuk pada putusan anda tentang pengambilan harta sesuai standar yang telah anda tentukan sebelumnya. Maka para bangsawan yang sudah setia ratusan tahun mengabdi seperti tidak memiliki harga sama sekali dimata Baginda. Bukan saja tentang berkurangnya pemasukan untuk dana pribadi. Tapi juga akan risiko besar penjualan yang berkurang drastis. Ini juga merujuk pada eksistensi maupun reputasi bangsawan pemilik denah investasi yang menaikkan harga penjualan dengan menjual nama baik."
"Begitupula dengan menerapkan sistem yang sama seperti sebelumnya. Bangsawan memang tidak mendapat kerugian sama sekali. Namun, rakyat yang menanggung beban kurangnya peran negara dalam kesejahteraan masyarakat luas."
"Atas dasar hal itu saya lebih memilih untuk tidak berpihak pada satu sisi karena keduanya memiliki kekurangan yang sama-sama besar."
Pria yang menjelaskan tersebut kembali menunduk. Sementara hadirin yang lain benar-benar tercengang mendengar pernyataan berani dari bangsawan tersebut.
Alleia terpejam sembari mengetuk-ngetukan jari pada singgasana.
"Begitu,"
Dengan tenang pria itu mengangguk. Bahkan dibandingkan dengan dirinya yang masih bisa bersikap tenang. Yang lain sudah merasa panas dingin dengan apa yang akan dilakukan Ratu pada mereka setelah ini.
"Lalu, apa solusinya?" Alleia bertanya dengan nada tenang membuat si pria agak terkejut.
"Maaf?" Bahkan tidak percaya pendapatnya diterima dengan baik ia memastikan sekali lagi.
"Iya, apa solusi yang kamu punya? Kamu bilang solusi yang aku buat memiliki kekurangan, apalagi solusi egois mereka juga tidak membantu untuk masa depan kerajaan. Jadi solusi apa yang kamu punya untuk menyelesaikan masalah ini?"
Semua orang yang hadir tercengang. Bagaimana mungkin Ratu tiran seperti Alleia yang gila akan darah mendengarkan pendapat orang yang entah darimana tersebut dengan santai dan meminta solusinya.
Namun, yang terlihat amat kesal adalah pihak yang menentang. Kalau seperti ini jadinya, seharusnya mereka sudah melakukannya lebih awal untuk membuat kesepakatan lebih dulu. Sayang sekali mereka sudah takut duluan dan melakukan hal bodoh dengan berbondong-bondong menolak.
"Bagaimana jika keuntungan dari sumber daya tersebut dibagi rata dengan bangsawan pemilik asli tanah? Itu akan menguntungkan dua belah pihak." Pria itu dengan memantapkan diri mengajukan solusi yang membuat Alleia langsung mengernyit tidak senang.
"Itu tidak bisa. Bagaimana mungkin aku melakukannya. Ini untuk masyarakat luas! Rakyat ku bukan hanya orang-orang bangsawan kelas atas. Bahkan seorang pengemis jalanan dan gelandang rendahan adalah rakyat yang harus lebih aku prioritaskan dibanding orang yang senang bermewah-mewah."
Alleia berseru sembari mengepalkan tangan. Dia adalah orang jahat. Sangat jahat. Namun, walau dia membunuh seseorang tanpa ampun. Ia tetap bisa bertanggung jawab atas apa yang akan ia miliki dan kuasai.
Dan walau mereka bukan orang yang benar-benar baik setidaknya tidak seperti dirinya yang pembunuh bukankah seharusnya mereka masih punya hati?
Bagaimanapun rakyat biasa, sehina-hinanya mereka dalam pandangan para bangsawan. Mereka juga adalah manusia hidup yang pantas memiliki kehidupan yang layak.
"Kalau begitu mungkin anda bisa memberikan empat puluh persen."
Brak!
Ratu Citrus kembali menggebrak singgasana. Awalnya ia masih bisa tenang dan membalas tanpa masalah, tapi mengapa orang di hadapannya ini sangat tidak tahu batasan?
"Apakah kamu waras?"
Suasana menjadi tegang, orang-orang yang tadi sedikit menggerutu karena tidak bisa mengambil kesempatan sekarang malah bernafas lega. Memang benar jika hal seperti itu mana bisa ditoleransi oleh Ratu mereka.
"Kalau begitu tiga puluh lima persen."
Pria yang tadi masih bisa ragu-ragu sekarang malah menawarkan keuntungan besar untuk bangsawan. Bukan hanya saja berani, sikapnya tersebut sudah termasuk kategori lancang. Apalagi pria berparas aktor Korea tersebut kini tanpa ragu-ragu lagi memberikan pernyataan dengan mantap.
"Para bangsawan itu hadir untuk melayani rakyat. Bukan malah mengambil keuntungan dari mereka! Apa kamu pikir kemewahan yang kalian semua dapat adalah sesuatu yang cuma-cuma?"
Ratu tiran dengan manik Amethyst itu bergetar sembari menahan murka. Sudah cukup, ia kini tidak mau lagi mendengar pernyataan pria di hadapannya ini.
"Namun, Yang Mulia. Tidakkah anda mempertimbangkan akan kesetiaan para bangsawan selama ini. Apa mungkin tiga puluh persen bisa anda terima."
Orang-orang kembali saling berbisik. Berani sekali pemuda itu seakan dia adalah perwakilan bangsawan yang tidak takut mati untuk mendapatkan kehormatan. Namun, dibandingkan semua hal tersebut mengapa pria itu tetap kukuh memberi pernyataan untuk keuntungan yang terdengar sangat egois tersebut. Salah-salah nyawanya bisa melayang kapan saja.
"Tidak, tidak ada penawaran. Lebih baik aku bunuh saja yang menentang keputusanku." Gadis dengan surai hitam kembali bersuara menyatakan keputusan yang akan ia lakukan.
Sudah jelas, bagi para penentang itu adalah pernyataan yang tidak bisa diterima karena mereka sudah dipastikan masuk dalam daftar korban yang akan dibunuh.
Para penentang kini melirik pria tadi yang kini terdiam. Mereka berharap pria itu bersuara untuk membuat mereka bisa ada diposisi yang aman.
"Yang Mulia, mungkin dua puluh lima persen bisa cukup."
Astaga! Abaikan pemikiran mereka tadi untuk membuat pria itu kembali bersuara. Jujur saja pria ini lebih baik bungkam. Bisa-bisanya dia masih menawar keuntungan untuk diri sendiri di kondisi kapan saja nyawa manusia bisa melayang.
"Gigih sekali kamu untuk kepentingan pribadi. Rasanya aku jadi ingin menggantung kepalamu sebagai hiasan gerbang istana."
"Bagaimana dua puluh persen?"
Gadis berjiwa pembunuh merasa kepalanya akan meledak karena emosi. Apakah dia tidak tahu bahwa yang ia katakan sebelumnya adalah peringatan keras agar dia berhenti bicara.
"Satu persen," ucap Alleia dengan suara rendah menusuk.
Bangsawan merasa tersedak dengan ludah mereka sendiri. Apa, satu persen? Ratu yang tadi menolak mentah-mentah sekarang akan memberikan keuntungan satu persen.
Mereka kembali berharap pemuda itu diam saja. Sepertinya karena Ratu mereka sudah sangat stress dengan apa yang terjadi ia lebih memilih mengiyakan walau jumlahnya sangat sedikit.
"Bagaimana dengan delapan belas persen?"
Alleia tersenyum paksa. Kerutan di dahinya semakin jelas. Padahal tadi ia sudah memberikan keringanan satu persen karena ia sendiri yang malah semakin stress. Apa itu belumlah cukup. Juga, sebenarnya berapa nyawa sebenarnya yang dimiliki pemuda gila kehormatan ini?
"Dua persen."
Apa?! Mengapa Ratu kembali menaikkan keuntungan bangsawan. Apa Ratu sekarang memiliki rencana lain untuk menghancurkan mereka.
"Lima belas persen, bagaimana, Yang Mulia?"
Alleia sudah merasa dirinya gila. Sepertinya dia harus menghukum pria ini setelah menyelesaikan omong kosong ini.
"Tiga persen."
Pria dengan setelan jas itu tersenyum tipis. "Sepuluh persen bagaimana?"
Wow! Mari berikan tepukan kematian pada pemuda gila kehormatan ini. Karena sebentar lagi kepalanya akan tergantung di gerbang istana untuk dijadikan pelajaran.
"Tiga koma lima persen." Dengan aura gelap sedikit pasrah Alleia menjawab
"Delapan persen, Yang Mulia."
"Empat persen." Sekarang Alleia sudah benar-benar muak dan memikirkan dengan cara apa dia menghukum pria gila di hadapannya.
"Enam persen bagaimana?" Pria itu masih kembali bersuara walau sudah mengetahui aura jahat yang kental akan menargetkan dirinya.
"Lima persen! Dan tutup mulutmu! Ini kesepakatan terakhir!"
Setelah menahan emosi berkepanjangan akhirnya Ratu tersebut meledak sembari menunjuk pria di hadapannya. Sudah cukup hari ini, darah tingginya sudah naik dengan baik.
"Benar, lima persen adalah harga yang pantas untuk menghormati kesetiaan kami selama ini. Terimakasih atas kebijaksanaannya, Yang Mulia." Dengan anggun dia menunduk hormat, sembari diam-diam menahan senyum puas.
Orang-orang yang sedari tadi menahan napas tercengang. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Ratu mereka melunak?
"Jangan merasa puas dulu."
Alleia kini turun dari singgasana mendekati Pria tersebut. Sudah dipastikan dia akan mati atau mendapat hukuman keras.
Walau agak gentar pria itu tetap menunduk hormat memantapkan hati. Ia sudah tahu resikonya atas sikap lancangnya tersebut. Namun, ini adalah pilihannya yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Alleia kini mengacungkan pedang, mengarah pada leher pria tersebut. "Karena kamu sudah lancang. Bukankah kamu pantas mati? Atau adakah alasan yang tepat agar aku tidak membunuhmu?"
Pria itu menegak ludah sembari mengepalkan tangan. Napasnya tertahan sembari mengangkat kepala agar pedang tersebut tidak menyentuhnya lebih jauh.
"Ya, saya memiliki satu putra yang masih kecil untuk dibesarkan. Sebelum dia dewasa, saya tidak bisa mati begitu saja." Mata pria itu menyorot dingin dengan mengeluarkan suara rendah.
Alleia yang sebelumnya sudah siap membunuh dan membuat kepala pria itu menggelinding agar terpisah dari tubuhnya langsung terdiam dengan perasaan yang mulai tenang. Ratu kini menatap pria itu intens untuk memastikan apakah dia berbohong atau tidak.
"Apa kamu bersungguh-sungguh atas apa yang baru saja kamu ucapkan?"
Pria itu tersenyum menyedihkan mengangguk kecil. "Tentu saja, lebih dari apapun, Yang Mulia."
Suasana menjadi hening tanpa alasan. Tidak ada yang berani bersuara bahkan untuk menghela napas. Sedangkan sang Ratu sendiri tengah sibuk dengan perasaan campur aduk yang merasuki dadanya.
Namun, setelah beberapa saat hening Alleia mulai memecahkan suara sembari menyeringai lebar.
"Kamu benar, itu adalah tugas utama orang tua."
Mendengar pernyataan tersebut semua orang bernafas lega. Ditambah Alleia yang menurunkan pedangnya dan malah menatap dalam pria tersebut.
"Tapi, sebagai hukuman dari ketidaksopananmu. Mulai hari ini kamu akan masuk daftar calon selirku yang memenuhi syarat."
Semua orang ternganga. Benar, selain gila darah Ratu mereka juga pencinta wajah tampan. Beruntunglah pria tersebut memiliki wajah yang bisa dimaafkan walau mesti harus sial menjadi salah satu selir Ratu psikopat kejam sepanjang masa.
"Dan, bukankah seorang anak harus tumbuh didampingi ibunya?"
Pria bernama Javan itu terdiam menatap mata Ratu yang menyorot tanda kepuasan.
Sungguh, dia tidak bermaksud bertindak sejauh ini.
'Maafkan ayah, nak.'
Bersambung...
02/10/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top