5. Albino Snake

Alleia berjalan pergi. Sungguh lucu mengingat apa yang baru saja terjadi. Pria milyuner boros yang senang bermewah-mewah namun terkenal pintar itu malah terlihat seperti orang bodoh.

Begitupula ucapan spontan dan mimik bodoh yang ia keluarkan. Alleia bisa tahu kalau Arcelio bukanlah orang yang benar-benar bodoh.

Terbukti dengan sikapnya yang berhati-hati. Namun, ia tidak tahu, apa yang membuat ia jadi kelepasan dan begitu bodoh seperti anak anjing yang hanya mengatakan 'ya'.

Alleia kini menuju istana selir untuk menemui Michael siluman ular yang terlihat putus asa dan dijual seperti barang.

Alleia memanglah suka melihat orang tersiksa dan menderita. Jika dia orang yang jahat atau seumur hidup belum pernah menderita. Orang itu ingin sekali ia buat menderita hingga meminta mati.

Namun, ketika Alleia melihat orang yang sudah sering menderita dan melalui hidup yang berat. Ia tahu, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah membantu orang itu atau melepaskannya.

Karena ia juga pernah sangat menderita, depresi dan putus asa. Begitupula melewati hidup yang kejam dan berat memaksa ia menjadi orang jahat. Ini bukan sebuah pembenaran. Kalau orang menderita harus jahat. Namun, beberapa orang tidak bisa mencapai titik ikhlas baik hati yang memabukkan. Ia harus bertahan hidup menjadi kejam.

Itulah yang Alleia lihat pertama kali dari Hera. Ketika seseorang tidak bisa mencapai tertinggi orang baik dalam menghadapi kejamnya dunia. Ia hanya bisa memendam dan berusaha bertahan hidup dalam kegelapan yang tidak segan bisa membuat ia menjadi seorang yang kejam.

Namun, ia bisa membantu Hera untuk balas dendam dan melindungi gadis itu disisinya. Berbeda dengan makhluk siluman ini yang tidak bisa ia bantu. Karena itu, ia harus melepaskannya.

Jikalau tidak ia akan merasa bersalah, telah menyiksa orang yang sudah terlalu sering menderita.

"Yang Mulia."

Di tengah jalan menuju istana, Alleia berpapasan dengan Hera yang baru saja hendak kembali. Dengan sopan Hera memberikan remote control pada Alleia.

"Hera, di ruangan ku ada tamu istimewa yang akan menginap. Tolong persiapkan ia kamar."

Hera mengangguk, lantas pergi meninggalkan Alleia.

Satu hal yang ia suka dari Hera. Gadis itu cekatan dan multi talenta. Ia tidak banyak bicara namun mengerjakan semua hal dengan benar.

Alleia kini berada di depan kamar Michael. Dengan pelan ia membuka kamar.

Di dalam kamar terlihat Michael tengah terduduk di sofa. Terdiam dengan pandangan kosong tidak memiliki keinginan hidup.

Namun, saat Alleia hadir dia segera menunduk dan berlutut hormat. "Salam kepada Master."

Alleia terdiam menatap kasihan. Ia ikut terduduk. Menatap wajah menahan derita hidup yang penuh rasa sakit. Begitupula luka yang pasti ada di seluruh tubuh Michael. Alleia tidak mau membayangkan.

"Kamu pasti telah menjalani hidup yang berat."

Alleia berkata lembut dengan pandangan hangat. Ia sangat lemah di hadapan orang tersiksa, mengingatkan ia terhadap dirinya yang dulu selalu tersiksa.

Michael menatap Alleia. Namun, tidak mau berharap ia menggeleng pelan tersenyum kecil.

"Saya baik-baik saja, Master."

Alleia tertawa miris. Ia baru saja tertawa lepas dengan Arcelio. Namun, ketika berada dihadapan Michael suasana langsung berubah menjadi melankolis dan suram.

"Bukankah kamu calon selirku?"

"Tapi, tetap saja. Saya bukan manusia. Karena itu saya harus memiliki pemilik."

"Apa makhluk sepertimu tidak pantas merdeka?"

Michael terdiam, mengerutkan dahi, berusaha tersenyum dengan wajah menahan nyeri.

"Saya hidup pun tidak pantas. Untuk apa saya merdeka?"

Alleia terdiam menatap tidak suka atas keputusasaan yang di lontarkan Michael. Walau ia pernah di posisi yang sama. Ia selalu berusaha mencari jalan untuk bahagia.

Plak!

Michael tercengang, saat pipinya tiba-tiba ditampar Alleia.

"Burung saja yang tidak punya akal berhak merdeka dan bebas. Apalagi kamu Michael." Alleia berkata kesal sedikit sedih.

Alleia mengeluarkan belati dari saku gaunnya membuat Michael memejamkan mata. Mengira ia akan disiksa untuk sekian kali.

Berbeda dari pikirannya, Alleia ternyata menargetkan remote control untuk di hancurkan. Beberapa kali ia tusuk dan hancurkan. Hingga setelah benar-benar hancur rantai yang mengikat Michael terbuka sendiri.

Dengan tidak percaya ia melihat sekujur tubuhnya yang sudah bebas tidak di rantai. Sekonyong-konyong ia langsung berubah menjadi ular raksasa putih mendesis tepat di wajah Alleia.

"Pergilah, bebaskan dirimu Michael. Tapi, datanglah kembali saat upacara selir. Aku tidak mau merusak hubungan dengan Xantus."

Namun, setelah mendengar perkataan Alleia, Michael kembali berubah menjadi manusia.

"Kenapa anda melakukan ini? Bukankah anda tidak akan segan membunuh dan menyiksa seseorang?"Michael bertanya tidak mengerti.

"Apakah aku harus menambah dosaku dengan menyiksa orang yang sudah sering menderita?"

Bukannya menjawab. Alleia malah bertanya balik.

Michael menatap nanar tertawa sumbang sembari menutup wajah dengan telapak tangan.

"Saya bisa membunuh Anda, Yang Mulia."

Alleia balas tertawa. "Tidak semudah itu membunuhku bocah ular. Malahan aku yang bisa saja membunuhmu."

Michael menatap Alleia. Seakan jiwa mereka terhubung. Dua pandang mata bertubrukan merasakan rasa sesak yang sulit dideskripsikan.

Namun, tidak sanggup bertahan, dengan tubuh lemah Michael ambruk, jatuh pingsan.

"Sudah beban. Menyusahkan lagi. Apa aku salah memilih selir ya?" Alleia menggaruk tengkuknya. "Ya, setidaknya dia tampan."

Alleia menghembuskan nafas menarik tubuh Michael ke atas kasur. Dengan cekatan Ia membuka pakaian sang siluman. Mengira tubuhnya penuh luka. Malahan di dalam sana tubuh dengan enam kotak yang bersih, mulus dan indah.

Alleia kembali menghembuskan nafas. "Benar sekali, dia bukan manusia Alleia."

Setelah memastikan apa yang dibutuhkan Michael tersedia di samping kasur ia pergi dengan meninggalkan catatan.

'Pergilah jika kamu ingin bebas. Tapi, kamu wajib datang saat peresmian selir.'

Tertanda, Alleia.

.

.

.

Pukul delapan malam, belum terlalu larut, untuk Alleia yang memiliki insomnia berat. Namun, setumpuk dokumen yang menggunung dan monoton membuat jiwa bebas Alleia seakan terkurung dalam sangkar berlebel pekerjaan.

Awalnya ia pikir ketika menjadi Ratu ia bisa senang-senang saja tanpa bekerja. Namun, ternyata itu salah besar. Tanggung jawabnya bahkan lebih banyak dibandingkan kenyamanan juga kontrak kerja yang tidak terbatas.

Sesungguhnya Alleia ingin sekali membakar semua kertas ini lantas jika ada yang mengomel dia hanya perlu memotong lidahnya. Namun, sayang. Ia lebih dewasa untuk mengerti arti tanggung jawab.

Alleia berdiri dari kursi menatap jendela.

"Yang Mulia, apa ada yang anda butuhkan?"

Alleia menghela nafas menggeleng. Ia lantas mendekati Hera menyentuh bahu gadis tersebut.

"Aku bosan."

Hera menghembuskan nafas menurunkan tangan Alleia. "Apa anda mau membunuh? Saya bisa siapkan targetnya jika begitu."

Alleia menggeleng. "Aku tidak mau membunuh karena itu melelahkan. Tapi, aku harus melakukan aktivitas lain untuk menghilangkan jenuh."

"Apa mau saya panggil calon selir anda?"

Alleia langsung tersenyum semringah. "Benar, kenapa tidak terpikirkan. Sekarang ini aku sangat membutuhkan pria tampan."

Hera yang mendengarnya tersenyum kecil. Lantas tanpa basa-basi ia langsung keluar untuk memanggil salah satu pria tampan yang diinginkan sang Ratu.

"Kehormatan bagi Citrus."

Alleia melirik sumber suara. Arcelio ada di sana. Pria jangkung dengan tubuh besar, kacamata emas, rambut coklat muda dengan iris hazel, ditambah wajah rupawan.

Arcelio adalah pria tampan kaya raya yang sempurna.

Bahkan dengan pakaian santainya ia masih mengenakan beberapa perhiasan seperti satu anting, kalung, cincin dan kacamata emas. Benar-benar orang kaya.

Alleia tersenyum memberi isyarat agar pria itu mendekat.

Agak canggung ia mendekat sembari menggaruk leher belakang. "Yang Mulia?"

Alleia yang kini berada di atas sofa menarik Arcelio agar duduk disampingnya. "Duduklah."

Bulu kuduk Arcelio meremang. Sesaat ia sudah terduduk di samping Ratu mereka. Ditambah kepala Ratu yang menjatuhkan diri dalam dadanya.

"Apa kamu takut?"

Gadis itu berbisik pelan meraih jari-jemari Arcelio yang tegang.

"Tentu saja tidak, Yang Mulia, tapi ini-"

"Terlalu cepat?"

Arcelio memejamkan mata menegak ludah. Padahal ia sudah mati-matian dikamar berlatih untuk menggoda Ratu dan membuatnya jatuh dalam pesona seorang Arcelio.

Namun, pergerakan Alleia yang cepat membuat ia bahkan tidak bisa berkutik sedikitpun. Bahkan ia tidak akan pernah berkata tidak pada wanita tersebut.

"Saya tidak tahu." Arcelio bergumam lirih. Matanya menyorot lemah dengan perasaan aneh bergejolak.

Alleia menatap dalam, memasuki jiwa Arcelio membuat pria itu kembali jatuh dalam pesona Ratu Citrus.

Wajah mereka berdekatan, tangan Alleia merambat menelusuri rahang pemuda tersebut. Setelah lama bertatapan mereka memejamkan mata mendekatkan bibir satu sama lain.

Prang!

Namun, sebelum itu sempat terjadi kaca ruangan kerja pecah. Sesuatu yang besar menghantam disusul suara jerit dan sorak dari arah luar.

"Yang Mulia!"

Kaca lain ikut pecah membuat Arcelio langsung melindungi tubuh Alleia dengan mendekapnya erat.

Alleia mendesis, dibalik dekapan Arcelio dengan nyalang mata Alleia tertuju pada ular raksasa putih yang terus-terusan menghantam ruangannya.

Dengan cekatan Alleia menarik kerah Arcelio lantas mendorongnya hingga terjatuh menuju pintu keluar.

"Keluarlah!"

Arcelio terdiam kaku, terkejut bukan main. Dengan tertatih ia bangkit, lantas segera keluar dari ruangan.

Sedangkan Alleia dengan ekspresi bengis mengambil pedang dalam lemari ruang kerja.

Ia melompat dari jendela yang pecah langsung mendarat di atas batang pohon menatap ular raksasa tersebut.

"Hei! Bajingan! Mencoba membunuhku, hah?"

Gadis itu berseru, menyeringai dari balik gelapnya malam. Sedangkan wujud ular putih tersebut menggeliat mencari sumber suara lantas mengibaskan ekornya tepat di mana dahan tempat Alleia berdiri.

Alleia melompat, menjatuhkan diri hingga memijak rerumputan. Sorot tertantang, marah, dan merasa terganggu terpancar jelas.

"Bahkan, aku baru bersantai ular albino. Tapi, kamu dengan seenaknya saja mengganggu waktu istirahat ku."

Brak!

Ekor ular raksasa kembali bergerak, kini pohon yang Alleia gunakan sudah roboh akibat hantaman ekor siluman ular tersebut.

Tubuh Michael dalam wujud ular menyerang ganas. Memborbardir serangan pada Alleia yang terus-terusan menghindar sembari memberikan serangan kecil.

Hampir beberapa bagian istana sudah hancur. Begitupula dengan beberapa korban yang tewas akibat amukan Michael.

Syat!

Alleia melukai tubuh ular tersebut yang langsung mendesis. Namun, sayangnya luka yang ia torehkan dengan cepat sembuh seiring kulit ular yang mulai berguguran.

Syat!

Alleia dengan gemas kembali menyerang. Namun, luka-luka itu dengan cepat sembuh lagi-lagi dan lagi.

Sial, bagi Alleia. Otaknya tidak berjalan seperti semestinya. Begitupula semakin lama pertarungan berlangsung semakin banyak kerusakan yang diperoleh oleh dirinya.

Dengan siasat terakhir ia berusaha menargetkan kepala makhluk buas itu untuk dipenggal. Tidak peduli setampan apapun wujud manusia makhluk albino ini. Jika ia mengganggu kesenangan Alleia, maka ia perlu dimusnahkan.

Namun, itu tidak mudah.

Michael yang semakin agresif kini membabi-buta dengan lebih keji. Ia dengan kecepatan tinggi kembali menargetkan Alleia sebagai mangsa.

Nafas Alleia memburu. Dengan tangan terkepal erat menggenggam pedang ia berteriak, menusuk mata Michael yang mendesis tepat di depan wajahnya untuk dijadikan mangsa.

Jleb!

"Argh!"

Ular albino kembali menggeliat, kini dengan tanpa sengaja menghantam Alleia yang sedang tidak waspada. Dengan keras, tubuh Alleia menghantam reruntuhan, membuat ia terbatuk darah.

"Yang Mulia!"

Arcelio yang menonton pertarungan sedari tadi berseru. Namun, Hera yang baru saja datang entah dari mana menghentikan Arcelio yang hendak menghampiri Alleia.

Dari kantung jerami gadis itu mengambil sesuatu berbentuk bola kecil dan melemparkannya pada Michael.

Satu, dua, tiga bola dilempar. Menghadirkan sengatan listrik dengan daya kejut tinggi menyetrum tubuh Michael yang mulai meronta kesakitan lantas ambruk terjatuh.

Benar, kelemahan siluman ini adalah sengatan listrik.

Dengan perlahan-lahan tubuh ular raksasa mulai menyusut dan kembali pada bentuk semula dengan tubuh polos tanpa benang sehelai pun.

Alleia memegangi perut mulai bangkit. Diiringi Arcelio yang langsung menghampiri dan membantu Alleia berjalan mendekati tubuh Michael.

Namun, Arcelio yang merasa pemandangan di hadapannya, yaitu, tubuh telanjang pria dewasa albino yang tidak pantas dilihat, segera menggelarkan jubahnya menutupi tubuh Michael.

Alleia jongkok memegangi dahi pria yang terbaring lemah.

"Keputusan terbaik adalah membunuhnya. Karena dia sangat merepotkan." Hera angkat suara ikut berjongkok di samping Alleia.

"Tidak, aku tidak akan membunuhnya."

Hera dan Arcelio melirik Alleia yang berkata dengan suara agak berbeda dari biasanya. Seperti nada suara orang bersalah, mungkin?

"Yang Mulia." Arcelio memanggil lembut. "Anda harus diberi pengobatan. Biar dayang anda yang menangani makhluk setengah manusia ini."

Alleia melirik Arcelio dan Hera bergantian. Ia memijat pelipis pelan sesaat diiringi suara heboh pelayan dan pengawal yang selamat di tempat kejadian.

"Kamu benar, Arcelio. Hera, tolong bawa Michael ke kamarnya dibantu beberapa prajurit. Awasi dia sepanjang malam." Alleia memberikan perintah yang langsung dibalas anggukan dan hormat dari Hera.

Alleia kini melirik Arcelio, mengulurkan tangan. "Bawa aku pergi."

Arcelio mengangguk menggenggam tangan lentik gadis tersebut. Namun, sebelum memapahnya masuk. Alleia berbisik di telinganya.

"Gendong aku."

Arcelio yang mendengarnya dengan wajah memerah langsung dengan sigap mengangkat tubuh Alleia masuk berada dalam dekapannya.

"Maafkan atas kelancangan saya, Yang Mulia."

Alleia memasukkan wajahnya masuk ke dalam dada bidang Arcelio. "Aku yang mengizinkannya."

Tangan Alleia kembali menelusuri tubuh indah Arcelio. Membuat Arcelio dengan jiwa yang terasa mau melayang, perasaan yang kembali meluap-luap dibarengi wajah sepenuhnya memerah menahan hasrat kotor yang terlintas di kepalanya.

Sekarang Alleia sudah sampai di depan kamarnya. Dengan tendangan serampangan pintu terbuka dan pria itu langsung menidurkan tubuh pujaan hati di atas ranjang.

Cup

Kecupan manis mendarat di pipi Arcelio, sesaat Alleia berada di atas kasur.

"Aku ingin istirahat. Keluarlah."

Arcelio ingin berbicara, namun, tidak jadi. Lantas ia menunduk hormat, keluar kamar dan segera menutup pintu.

"Hah.., Ini baru dua. Bagaimana dengan lima lainnya?"

Alleia menghela nafas memejamkan mata lelah.

"Hahaha, tidak peduli bagaimanapun itu. Asalkan mereka tampan itu bukan masalah."

Ratu Citrus dengan julukan ratu dosa tertawa dengan ekspresi puas, berusaha membuat dirinya tenang.

Sebelum akhirnya ia terpejam, jatuh memasuki alam mimpi.

Bersambung...

14/09/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top