3. Queen's Coronation

Alleia meninggalkan dua tubuh bocah tersebut dibelakang toko kosong. Lantas dengan kantong jerami yang meneteskan darah ia pergi kembali menuju istana.

Pukul menunjukkan jam lima pagi. Alleia telah kembali menuju kamar. Hera berada di sana, terduduk di atas sofa dengan wajah bantal. Sepertinya, gadis itu baru saja terbangun karena mendengar suara pintu yang terbuka.

Alleia melemparkan kantung jerami berisikan kepala pada Hera.

"Itu bayaran pertama mu. Bekerjalah dengan giat untuk seterusnya."

Alleia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setidaknya, ia harus tidur beberapa jam untuk mengistirahatkan tubuh.

Sedangkan Hera kini mulai membuka kantong yang dibawa Alleia. Dengan tampang menyeringai, tersenyum lebar, ia tertawa tertahan. Menatap penuh khidmat kepala itu satu persatu dengan antusias.

"Akhirnya, kalian mati juga," ujar Hera bahagia.

Gadis itu dengan cepat membersihkan darah dan menyimpan pakaian kotor putri untuk di cuci. Begitupula membersihkan lantai yang kotor akibat tetesan darah.

Setelah semua selesai ia kembali menuju kamarnya sembari tertawa puas dan bahagia atas apa yang ia dapatkan.

Alleia yang selesai mandi kini berjalan menuju kasur langsung merebahkan diri.

Menyiapkan tubuh untuk hari baru.

.

.

.

Alleia di dampingi Hera kini berjalan menuju ruang penerimaan tamu istana. Ia kini harus menyelesaikan tugas dengan utusan tetangga yang kemarin datang.

"Salam dan hormat pada Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."

Utusan yang datang menunduk hormat. Alleia membalas salam para utusan dan duduk mulai berdiskusi.

"Aku telah mendengar apa yang kalian katakan kemarin. Aku setuju dengan perpanjangan kontrak damai antara negeri Citrus dan Xantus."

Utusan memasang wajah senang mulai berbicara.

"Yang Mulia, kami juga kesini ingin menawarkan selir pada, Yang Mulia untuk menambah ikatan antar dua negeri."

Alleia menopang dagu, tersenyum miring. "Bagaimana bisa kabar aku menginginkan selir tersebar secepat itu?" sinis Alleia.

Utusan tersenyum kecil. "Ah, kami tidak sengaja mendengar bisik-bisik bangsawan kemarin."

Alleia menghembuskan nafas. Benar sekali, tidak ada yang bisa ia percaya di istana ini.

"Siapa yang akan kalian tawarkan?"

Utusan saling pandang dengan utusan lain, senang. "Dia adalah siluman ular yang kami jaga di istana. Dia juga cukup patuh pada majikannya."

Alleia terlihat tertarik langsung mengiyakan. Kapan lagi ia bisa mendapatkan selir berupa siluman ular bukan?

"Kalau begitu ini kontrak yang harus anda tanda tangani."

Utusan mengajukan kertas dokumen kontrak yang langsung Alleia tanda tangani.

"Kami akan kirimkan calon selir anda secepatnya."

Alleia mengangguk, tersenyum tipis.

"Kalau begitu aku akan pergi untuk penobatan resmi. Kalian bisa hadir jika tidak akan segera kembali."

Utusan menunduk hormat menyetujui akan hadir di penobatan resmi.

Alleia didampingi Hera dengan dagu terangkat berjalan dengan penuh percaya diri. Melintasi setiap orang yang langsung menunduk hormat akan kekuasaan yang dimiliki.

Mereka berjalan menuju istana tempat penyelenggaraan penobatan di tonton oleh ratusan bangsawan dan ribuan rakyat dengan hologram sihir di gerbang istana.

Saat sampai di istana penobatan, dirinya ditemani Hera menuju ruang ganti untuk mengganti pakaian yang akan ia gunakan saat penobatan.

Di ruang ganti sudah tersedia gaun putih indah berwarna putih dengan pernak-pernik kilauan perak yang mengagumkan.

Dibantu Hera kini ia mulai mengenakan gaun yang tersedia. Tanpa korset atau alat penyangga dan pelebar yang membuat gaun mengembang. Namun, gaun yang membentuk tubuh ideal Alleia nampak lebih cantik dan mempesona.

"Bukankah aku minta penyihir untuk menemui ku sekarang?" Alleia bertanya pada Hera yang kini sedang menata rambut Ratu.

"Saya sudah mengatakannya pada prajurit untuk menyampaikan pesan."

Alleia terlihat tidak senang dan mengalami mood buruk. Namun, sebentar ia hendak berbicara lagi. Seorang pria dengan jubah penyihir muncul dihadapan Alleia, langsung menunduk hormat.

"Kamu terlambat."

Penyihir yang mendengar suara rendah Alleia merinding. Ia bahkan seakan sulit untuk mencari Alasan kenapa ia hadir terlambat dikarenakan aura mematikan yang ada pada diri Alleia.

"Maafkan Saya, Yang Mulia." Hanya itu yang bisa dikatakan.

Alleia dengan wajah dingin meminta barang yang selalu ia bawa kemanapun ia berada. Ya, Pisau.

"Angkat wajah mu."

Dengan menahan gemetaran penyihir mengangkat wajahnya.

Alleia yang menggenggam pisau layaknya mengukir di dahi penyihir malang menuliskan kata dengan ketebalan sekitar dua centimeter.

"T-E-R-L-A-M-B-A-T."

Penyihir menggigit bibir menahan sakit ketika sang ratu mengukir kata tersebut dengan menyakitkan.

Darah mulai mengalir dari dahi penyihir yang menetes mengenai gaun putih Alleia.

Setelah memberi pelajaran pada penyihir yang telat. Alleia kembali memberikan pisau pada Hera.

"Gaunnya terlihat lebih indah dengan hiasan bercak merah." Alleia tertawa senang.

Penyihir yang masih menahan sakit, kembali menunduk hormat.

"Jadi, aku kemari untuk memerintahkan mu untuk menyalakan sebuah lagu yang aku inginkan di penobatan. Apakah bisa?"

Buru-buru penyihir mengangguk, mengiyakan.

"Bagaimana caranya agar yang aku inginkan itu terwujud?" tanya Alleia

"I-izin menjawab, Yang Mulia. Kami baru saja memiliki sebuah batu sihir yang mampu menyerap ingatan manusia untuk kembali ditayangkan. Untuk membuat hal yang anda inginkan tersebar ke seluruh tempat penobatan. Kami bisa menambah energi sihir yang mampu melepaskan frekuensi yang lebih besar."

Penyihir itu ketakutan, sangat. Untung saja dengan spontan ia bisa menjawab. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika saja tidak bisa menjawab pertanyaan Ratu.

Alleia tersenyum, lantas mengulurkan tangan. "Mana batu sihirnya?"

Penyihir langsung mengeluarkan kekuatan yang ia miliki. Dengan silau cahaya remang. Batu semurni intan seukuran kepalan tangan muncul dengan indah.

Alleia mengambil batu sihir. Lantas dengan fokus ia membagikan ingatan lagu yang ia inginkan pada batu. Saat Alleia transfer ingatan yang ia inginkan, batu secara otomatis bersinar terang.

Setelah selesai Alleia kembali mengembalikan batu intan pada penyihir. "Lakukanlah dengan benar. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika kalian gagal."

Alleia berdiri menatap tajam penyihir yang kembali gemetaran langsung mengangguk.

Di ruang tersebut darah kembali menetes dari dahi penyihir. Kemanapun Alleia pergi, seakan darah dan rasa sakit selalu saja harus mengikuti.

.

.

.

Alleia kini memasuki gerbang pintu masuk istana. Di sana, para bangsawan telah hadir, menatap dengan kagum atas kecantikan dan takut pada aura yang mengelilingi calon Ratu.

Langkah Alleia maju dan pasti. Sesaat ia masuk lagu mulai bersenandung mengagetkan para hadirin karena lagu yang sangat asing masuk dalam Indra pendengaran mereka.

"If all of the kings had their queens on the throne. We would pop champagne and raise a toast."

Alleia ikut bersenandung ringan tanpa bersuara mengikuti lirik lagu menuju altar tempat penobatan.

Di depan sana, pemuka agama dengan seseorang menggenggam bantal ungu mewah yang diatasnya kini terdapat tongkat perak berhiaskan permata Azure juga mahkota ungu berhiaskan perak teronggok Indah.

"To all of the queens who are fighting alone. Baby, you're not dancin' on your own."

Lagu berhenti, kini pemuka agama mengambil pedang untuk dinisbatkan di kedua pundak Alleia . Allei kini menundukkan wajah dan tubuhnya. Untuk menerima tanggung jawab yang besar.

"Dengan nama Tuhan. Apakah kamu menerima sumpah untuk bertanggung jawab menjadi pemimpin negeri Citrus. Mengayomi rakyat, memberikan keputusan adil dan menjadi pemimpin yang jujur."

Pemuka agama menempatkan pedang di bahu kanan Alleia.

"Saya bersumpah."

"Apakah kamu bersumpah untuk melindungi seluruh rakyat dengan seluruh jiwa, raga dan pengorbanan?"

Kini ia menempatkan pedang di bahu kiri Alleia.

"Saya bersumpah."

Pemuka agama kini mengambil mahkota dan meletakkan mahkota di kepala Alleia.

Alleia kembali berdiri tegak. Kini, orang di samping pemuka agama mendekati Alleia untuk memberikan tongkat pada Alleia.

Setelah menggenggam tongkat perak tersebut. Alleia mulai berbalik menghadap semua rakyat.

Pemuka agama memanjatkan doa dan kata-kata yang tidak bisa dimengerti. Lantas ia bersuara.

"Dengan ini, kami resmikan di hadapan Tuhan dan rakyat Citrus. Yang Mulia Ratu Alleia Custadio resmi menjadi Ratu kerajaan Citrus."

Tepukan sahut-menyahut. Memberikan apresiasi luar biasa pada Ratu baru mereka.

"Can't live without me, you wanna, but you can't, no, no, no."

Alleia kini mulai berjalan mendekati balkon Istana untuk menghadap semua rakyat.

Di atas sana, Alleia berdiri. Menatap ribuan manusia yang berkumpul, menyaksikan penobatan yang tengah ia lakukan.

"Think it's funny, but honey, can't run this show on your own."

"Wahai rakyat Citrus yang aku cintai. Aku berterimakasih atas partisipasi kalian yang hadir dan menyaksikan aku yang menjadi pemimpin baru."

Rakyat terdiam, mulai mendengarkan pidato yang dilayangkan Alleia dengan berani.

"Aku sebagai pemimpin baru akan mendeklarasikan seluruh jiwa dan raga untuk mengabdi pada rakyat dan negara. Mohon bantuan dan dukungan anda semua yang hadir."

"Terimakasih, Semoga kehormatan Citrus menyertai kalian."

Suara tepuk tangan kembali bersahut. Seakan lupa, kalau sang Ratu hadir karena membunuh. Mereka malah bertepuk tangan akan pemerintahan yang baru.

Seakan sogokan harta benda yang Alleia berikan dengan mudah melelehkan kemarahan mereka dengan harta. Membuat mereka menganggap akan ada pemimpin bijaksana yang akan memimpin negeri lebih dari sebelumnya.

"I can feel my body shake, there's only so much I can take."

Alleia berjalan kembali pada ruang penobatan yang kini mulai kosong. Orang-orang sudah ribut mulai mendatangi istana, tempat diadakannya pesta.

Begitupula rakyat, yang mengadakan festival di alun-alun dan ibu kota.

"I'll show you how a real queen behaves, oh."

Alleia menunduk hormat pada pemuka agama. Mengembalikan tongkat dan langsung berbalik pergi menuju pesta bangsawan.

"No damsel in distress, don't need to save me."

Di sana kini sudah terdapat berbagai hidangan mewah yang disajikan. Begitupula orang-orang penting yang berkumpul dapat satu ruang.

"Once I start breathin' fire, you can't tame me."

Alleia berjalan menaiki takhta dengan anggun. Melambaikan tangan untuk memulai pesta tanpa berbicara dan mulai kembali bersenandung.

"And you might think I'm weak without a sword."

Alleia tidak berdansa, tidak pula berkumpul dengan orang-orang. Ia hanya duduk di singgasana di temani Hera yang membawakan ia segelas kampanye dan makanan ringan.

"But if I had one, it'd be bigger than yours."

Ia memang berniat untuk mengadakan pesta. Namun, para petinggi dan bangsawan memaksa dan mengatakan. Acara penting tanpa kesenangan bagaikan makanan tanpa rasa.

Ya, segini pun ia sudah meminta agar dibuat pesta sederhana dan tidak terlalu mewah.

"If all of the kings had their queens on the throne. We would pop champagne and raise a toast."

Alleia mulai berdiri, mengajak Hera meninggalkan istana untuk membaur dengan para rakyat biasa.

"To all of the queens who are fighting alone. Baby, you're not dancin' on your own."

Alleia keluar dari gerbang. Tanpa penjaga ataupun orang penting. Dengan masih menggunakan gaun dan mahkota ia berkeliling melihat festival yang diadakan rakyat.

"Disobey me, then baby, it's off with your head."

Rakyat yang melihat kehadiran Ratu menjadi riuh. Langsung menunduk hormat.

Namun, Hera langsung menjelaskan agar rakyat biasa tidak terganggu dengan kehadiran Ratu yang hanya ingin ikut menikmati Festival.

"Gonna change it and make it a world you won't forget, oh-oh, oh."

Para rakyat tidak pernah menyangka. Dari berbagai generasi bahkan tidak pernah ada satupun pemimpin dengan santai ingin ikut bergabung dengan pesta rakyat karena mengusung kasta rendah dan tinggi.

Berbeda dengan Ratu mereka ini. Walau mereka tahu ia menjadi pemimpin karena membunuh ayah dan kakaknya. Namun, saat kepemimpinannya rakyat biasa seperti mereka merasa lebih di istimewa kan oleh Sang Ratu yang tidak memandang kasta.

"No damsel in distress, don't need to save me."

Tanpa Alleia sadari, perbuatan yang ia lakukan telah mencuri hari rakyat.

"Once I start breathin' fire, you can't tame me."

Alleia berjalan memandangi seluruh penjuru festival sembari ikut tersenyum.

"And you might think I'm weak without a sword."

Alleia berjalan mengikuti alunan musik dan tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang pria yang menggunakan banyak perhiasan.

"But I'm stronger than I ever was before."

"Maafkan saya," ujar pria tersebut. Bahkan, terlihat sekali kalau dia tidak merasa bersalah.

"If all of the kings had their queens on the throne. We would pop champagne and raise a toast."

Alleia yang melihat tersebut hanya bisa tersenyum licik lantas mengambil pisau dari tangan Hera.

"To all of the queens who are fighting alone. Baby, you're not dancin' on your own."

Alleia dengan kasar menarik tangan pria tersebut hingga tubuh mereka berdekatan satu sama lain.

Wajah pria kaya memerah. Menyadari akan pesona dan kecantikan yang dikeluarkan Alleia.

"In chess, the king can move one space at a time."

Namun, ia langsung meringis sesaat Alleia mengukirkan huruf A di telapak tangan pemuda dihadapannya.

Gaun Alleia kembali memiliki hiasan bercak merah baru.

"Mine," bisik Alleia tepat di telinga pemuda tidak punya sopan santun lantas mengedipkan sebelah mata.

"But queens are free to go wherever they like."

Alleia meninggalkan pria yang kini terdiam kaku. Harusnya kini ia meringis kesakitan atas luka yang baru saja di torehkan. Namun mengapa detak jantung pria tersebut malah lebih merespon dengan kecepatan tinggi ditambah wajah memerah yang menunjukkan ketertarikan emosional?

"You get too close, you'll get a royalty high."

Dari jauh laki-laki yang baru saja bertindak tidak sopan menatap punggung Alleia hingga hilang dari pandangan.

"So breathe it in to feel the love."

Apa ia menderita penyakit masokis diam-diam? Pria itu tidak tahu. Ia lebih memilih untuk segera pergi dari sana.

"If all of the kings had their queens on the throne. We would pop champagne and raise a toast."

Tapi, mengapa ia sekarang baru merasakan firasat buruk saat mulai bisa berpikir jernih.

"To all of the queens who are fighting alone. Baby, you're not dancin' on your own."

Oh, tidak. Apa yang baru saja lakukan
dihadapan seorang Ratu? Dan sekarang pria tersebut mulai panik, menyesali perbuatannya.

Song: Kings & Queen's - Ava Max

Bersambung...

26/08/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top