22. Birth
Alleia tahu bahwa dirinya adalah penjahat yang tidak pernah pantas mendapatkan kebaikan dari seseorang. Untuk mendapatkan pria pun dia tidak memilih untuk setia dan membuat banyak variasi seakan-akan mereka adalah koleksi yang hanya bisa dinikmati.
Dia tidak pernah berharap bahwa dirinya akan mendapatkan kebaikan atas segala hal buruk yang dia lakukan walaupun dunia memang memperlakukan dirinya layaknya sampah. Itu tidak akan pernah bisa membenarkan perbuatan jahatnya selama ini.
Hingga hal paling tidak masuk akal dalam hidupnya terjadi.
"Selamat, Yang Mulia. Anda kini tengah mengandung."
Bahkan dia tidak ingat ekspresi apa yang dia keluarkan saat mendapat kabar mengejutkan tersebut. Terkejut? Sedih? Marah? Atau campur aduk?
Semua pertanyaan menimbun sedikit demi sedikit memasuki kepalanya hingga begitu penuh terasa seakan bisa pecah kapan saja. "Dokter bilang, usia kandungannya sudah dua minggu."
Tanpa sadar dia menyentuh perutnya yang datar. Bukankah berarti ada kehidupan di dalam sini? Apakah benda di dalam perutnya itu bisa mendengar semua hal yang terjadi?
"Yang Mulia!"
Alleia mengedipkan mata pelan sebelum beralih menuju sumber suara. Pikirannya campur aduk dengan perasaannya tidak menentu arah hingga di pintu masuk dia bisa melihat keenam prianya memandang dia tidak percaya.
Ya, bahkan dirinya sendiri pun tidak percaya dengan fakta mengejutkan ini.
"Anda tengah mengandung!"
Alleia hanya mengangguk kikuk mendengar Arcelio berseru keras mendekati dirinya tanpa ragu. Pria itu yang menjadi anak anjingnya tersenyum lebar memeluk dia dengan erat.
"Dokter bilang usianya baru menginjak dua minggu. Karena itu, Anda harus lebih banyak beristirahat di masa awal kehamilan."
Pandangan Alleia sekarang beralih pada Javan yang menuangkan air hangat ke gelas dan memberikannya pada Alleia. Pria itu berbicara dengan ekspresi hangat, membuat perasaannya semakin tidak menentu.
"Ah, begitukah?" Alleia masih tidak percaya dan bertanya bodoh. Bahkan dia tidak tahu bagaimana harus menanggapi hal ini.
"Tentu saja, sekarang, Anda menjaga kehidupan dua orang bukan diri sendiri lagi." Sekarang yang berkata adalah Zaniel yang kini menaikkan selimut Alleia lebih atas untuk menghangatkan dirinya. Untuk segala hal dalam hidupnya apakah dia pantas mendapatkan semua kebaikan ini?
"Anda harus banyak beristirahat dan bersantai. Saya selalu luang untuk menemani, Anda." Gabriel menyahut dari pintu kamar sembari tersenyum tipis.
"Saya akan menjaga keamanan, Yang Mulia lebih ketat. Jadi, Yang Mulia tidak perlu bersiaga dan waspada setiap saat. Saya akan menjamin keamanan, Yang Mulia dengan sepenuh hati saya." Michael berkata dengan serius sembari berlutut di samping kasur Alleia.
Alleia ingin memejamkan mata tanpa berpikir untuk sekarang. Dia tidak bisa menerima ini semua dengan mudah. Baiklah, jika memang itu hal yang wajar karena dirinya tengah mengandung. Tapi, apakah memang dirinya bisa jadi sesuatu seperti 'ibu' sungguhan untuk anaknya itu?
"Saya banyak mengetahui tentang pekerjaan istana. Setidaknya saya bisa membantu, Yang Mulia agar lebih fokus beristirahat," ujar Noelani menepuk dadanya percaya diri.
Alleia tidak tahu bagaimana dia harus berekspresi sekarang tentang tawaran dari para selirnya tersebut. Bahkan orang yang kemarin baru saja mengirim pembunuh bayaran berkata demikian. Haruskah dia akhiri dulu hal ini?
Untuk pertama, dia harus tersenyum sebagai tanda terima kasih atas perhatian para selirnya. "Terima kasih untuk tawaran kalian semua. Tapi aku baik-baik saja. Ini hanya karena aku kelelahan belakangan ini karena bekerja terlalu keras. Jadi aku tidak perlu beristirahat sepanjang hari di atas kasur selama masa kehamilan."
Para selir memandangnya khawatir. Kecuali, Noelani, abaikan dia. Alleia sekarang begitu lelah secara mental dan fisik. Karena itulah kenapa kondisi fisiknya tidak sehat seperti sebelumnya karena sibuk mengurus para pembunuh. Begitu pun mentalnya yang mendapatkan kabar yang entah dia harus bahagia atau kasihan pada darah daging yang akan jadi anak ratu psikopat sepertinya. Semua pikiran melangkah jauh begitu cepat membuat kepalanya sakit.
Dia pun tidak mau merepotkan orang lain seperti orang lemah yang tidak bisa apa-apa. Dia bahkan menginjak posisi ini bukan dengan cuma-cuma tapi dengan darah yang menghiasi singgasana. Orang sepertinya tidak pantas untuk berdiam diri diberi kebaikan sebanyak ini. Dalam pertarungan pikirannya dia kembali tersadar saat Arcelio menyentuh tangannya lembut.
"Tentu saja, kami tahu, Anda bukan orang lemah. Kami hanya berpikir, Anda harus memperbanyak istirahat dan mengurangi beban negara di pundak, Anda. Lagi pula masa depan Citrus kini tengah berada di dalam perut, Anda."
Alleia kembali terdiam. Tangannya tanpa sadar mengelus perut datarnya. "Benar, apa yang dikatakan, Tuan Ingram. Lagi pula, Anda mau tidak mau harus beristirahat lebih banyak demi kesehatan, Anda." Javan kembali berkata membuat Alleia terdiam sekali lagi.
Alleia tidak tahu, dia hanya tersenyum miris sebelum kembali tersenyum. "Bisa tolong tinggalkan aku sendiri."
Alleia memejamkan mata, untuk sekarang dia butuh waktu untuk memikirkan hal ini sendiri.
.
.
.
Sudah dua minggu berlalu yang menandakan sudah satu bulan genap usia kandungan Ratu.
Alleia mulai hari itu tidak lagi banyak bicara atau bertemu para haremnya, dia lebih banyak beristirahat sesuai saran Javan yang menyiapkan diri untuk menggantikan pekerjaan Ratu.
Walau begitu, keseharian di istana mulai kembali berubah dengan suasana lebih serius di banding sebelumnya. Walau Ratu tidak pernah mengunjungi para selirnya. Mereka diam-diam melakukan tugasnya dengan baik.
Mulai dari memperketat keamanan oleh Michael yang bekerja keras dengan timnya mati-matian hingga menjadi salah seorang penanggung jawab perekrutan anggota keamanan istana yang baru.
Zaniel dan Arcelio yang dua puluh empat jam akan selalu di sisi Ratu jika dia tidak dalam mood buruk dan menghiburnya setiap ada kesempatan membuat wanita itu tertawa walau hanya untuk sebentar.
Bahkan Noelani yang dimusuhi oleh Zaniel mati-matian sekarang membantu pekerjaan Javan yang tidak pernah selesai atas saran Arcelio. Atas hal itu juga, karena sibuk Noelani tidak punya lagi waktu untuk mengusik Ratu dengan berbagai trik pembunuhan yang dia miliki.
"Hoek!"
Alleia berjongkok di kamar mandi dengan muntahan yang mengenang di lantai. Kehamilannya ini seperti bencana baginya. Tubuhnya seperti dahan yang begitu rapuh. Terkena angin sedikit demam, rasa makanan yang terlalu kuat membuatnya muntah, yang paling parah perasaannya yang mudah berubah tidak menentu seperti orang tidak waras.
"Tidak apa-apa. Keluarkan semuanya saja, Yang Mulia."
Zaniel menepuk punggung wanita itu yang kembali memuntahkan isi perutnya. Dengan lembut dia membersihkan kotoran yang tersisa di mulut Alleia dan menggendongnya kembali ke atas kasur.
"Saya akan minta pelayan membawa makanan lagi."
Arcelio kini memberikan segelas air hangat meminta pelayan membawakan makanan lagi. "Aku tidak mau makan. Semua makanan rasanya seperti sampah." Alleia berdecih kesal menjatuhkan kepalanya ke dada Zaniel.
Arcelio yang mendengarnya tertawa menyuapi Alleia buah yang baru saja dia kupas. Ya, walau bentuknya tidak karuan setidaknya dia sudah berusaha sepenuh hati. "Setidaknya perut, Anda tidak boleh kosong."
Alleia memutar bola mata malas sembari mengunyah apel potongan Arcelio. "Memangnya kamu tidak ada kerjaan sampai bisa mengurusku seperti ini?" tanya Alleia melirik Arcelio yang memalingkan wajah.
"Eh, tentu saja saya punya. Hanya saja, sebagian pekerjaan saya diambil sementara oleh, Tuan Serafim." Arcelio mengatakannya dengan ragu-ragu.
Alleia berhenti mengunyah untuk sesaat menatap Arcelio tidak percaya. "Kamu serius? Anak gila itu bisa bekerja?"
Arcelio mengangguk pelan. Pasti Alleia tidak percaya mendengarnya karena sebulan yang lalu anak itu masih mengincarnya terus-menerus untuk dibunuh. Dan sekarang dia mengurus keuangan negara dan urusan penting lainnya. Itu memang wajar jika Alleia tidak percaya.
Terlebih itu adalah salah satu cara membuatnya agar tidak mengusik Alleia, dengan menumpahkan segala pekerjaan untuk memenjarakannya dari perbuatan gila terhadap Ratu.
"Ya, jika itu bisa membantu aku tidak masalah. Lagi pula kondisiku buruk untuk melakukan pekerjaan saat ini."
Alleia kembali mengunyah potongan buah yang diberikan Arcelio. Perasaannya yang tadi tenang tiba-tiba melirik Zaniel tersenyum. "Sekarang aku tahu apa yang ingin aku makan."
Zaniel mengangguk pelan menghela napas. Akhir-akhir ini Alleia suka begitu. Sering sekali berubah suasana hati dan menginginkan segala hal yang berbeda setiap harinya.
Biasanya itu disebut 'ngidam' untuk ibu hamil. Untungnya berbeda dari kepribadiannya yang cukup ekstrim. Setidaknya dia meminta hal-hal yang masih masuk batas normal.
"Aku mau daging rusa panggang. Lalu hati angsa dan sup kaki sapi."
Zaniel mendengarnya hanya kembali mengangguk. Segera meloncat dari jendela mengambil hewan-hewan tersebut untuk diolah secepatnya.
"Saya tahu pasti, Anda tidak akan memakan semuanya dan hanya mencicipinya sedikit karena penasaran."
Alleia tertawa mendengar gumaman Arcelio yang menarik selimut Alleia lebih ke atas. Dengan lembut Alleia memeluk Arcelio dengan mata berkedip. "Kalau begitu aku juga minta yang lain biar lebih banyak."
Arcelio tidak bisa menahan senyuman miliknya dengan melihat tingkah imut ibu hamil satu ini. "Anda mau apa? Hm. Saya akan berikan segala-galanya."
Keduanya tertawa saling bertatapan. "Oh, ya. Omong-omong aku tidak melihat batang hidung Gabriel akhir-akhir ini."
Alleia bertanya dengan melirik jendela. Cuaca begitu cerah, dan perasaannya yang sudah tidak beraturan itu pun menghilang begitu saja seiring waktu berjalan. Lagi pula dia tidak membenci anak-anak. Untuk apa dia khawatir akan hal tidak berguna. Dia hanya perlu menikmati hidupnya seperti sekarang.
"Saya juga tidak tahu. Saya melihatnya akhir-akhir ini mengurung diri di kamar. Mungkin dia punya urusan dengan bawahannya yang menjadi mata-mata."
Alleia mengangguk mengerti. "Ya, dia juga punya tugas yang lain. Aku hanya heran, dia berkata akan menemani juga tapi tidak kunjung datang. Ya, sepertinya dia cukup sibuk."
Arcelio mendekap Alleia gemas melihatnya. Setelah kehamilannya, Alleia terlihat jadi lebih lembut dan ramah dari biasanya. Dan tentu saja, dia sangat imut bertingkah seperti itu.
"Hey! Kamu mau membunuhku ya?!" Alleia berseru kesal pada Arcelio yang hanya tersenyum kecil.
Ya, walau sifat galaknya tetap ada.
.
.
.
Apa kalian tahu sifat asli manusia yang tidak akan pernah menghilang walau sudah berusaha merubahnya?
Benar. Itu adalah kepribadian asli yang dibentuk oleh gen dan lingkungan. Mau bagaimana pun tidak akan pernah ada yang bisa benar-benar membunuh karakter yang terbentuk pada masa pertumbuhan yang berkaitan dengan dua hal tersebut.
Itulah yang dialami Gabriel. Ibunya memiliki pekerjaan sebagai seorang wanita penghibur, bahkan pria itu tidak pernah mengetahui siapa ayah kandungnya karena pekerjaan ibunya tersebut.
Jujur Gabriel membenci pekerjaan ibunya tersebut, tapi mau bagaimana pun dia tetap mencintai satu-satunya wanita yang membesarkannya sendirian dengan susah payah.
Hingga akhirnya dia tidak bisa menerima kalau gen tidak pernah menyalahi kegunaannya seperti dirinya saat ini.
Dibesarkan di lingkungan sampah penuh hal-hal buruk dan vulgar hingga gen DNA tidak bisa mengkhianati dirinya saat ini bahwasanya dia adalah pria penghibur seperti ibunya.
Walau dia sudah memilih jalan yang lebih baik seperti menjadi selir dari Ratu dengan ikatan yang sah. Dia tetap tidak bisa menghilangkan kepribadiannya yang haus akan nafsu seksual yang begitu tinggi.
Tentu saja pada awalnya dia hanya kekurangan waktu untuk melakukan hal tersebut dengan Ratu karena beliau sibuk. Tapi, setidaknya seminggu sekali mereka akan melakukannya dan membuatnya tidak akan merasa kekurangan dalam nafsu seksual.
Tapi, sekarang. Semenjak kehamilannya Ratu tidak pernah lagi menyentuhnya. Tentu saja dengan para selir yang lain, tapi dalam hal ini mereka seperti pria normal pada umumnya yang tidak memiliki nafsu besar seksual kelainan seperti dirinya.
"Ah!"
Dia bahkan tidak tahu sudah berapa lama dia menahan dirinya seperti ini. Rasanya dia mau gila, bahkan mungkin dia bisa melakukan sesuatu pada wanita mana saja yang lewat.
"Tuan, ada tamu yang ingin bertemu."
Gabriel melirik dengan lesu pengawal yang berada di hadapannya. "Siapa?" Bahkan melihat pria ini pikiran liar memenuhi kepalanya untuk berbuat vulgar. Tidak. Dia harus menahannya, tapi delapan bulan lagi bukanlah waktu yang sebentar bukan?
"Seorang wanita mengaku bernama Rose datang atas undangan, Anda."
"Oh, biarkan dia masuk kemari."
Rose? Pria itu terdiam sebentar. Sepertinya dia bisa menahan ini. Wanita itu adalah sahabatnya jadi mereka bisa menghabiskan waktu bersama untuk melakukan hal lain yang tidak berhubungan dengan hal-hal kotor di pikirannya.
"Gabriel!"
Tanpa pertimbangan wanita muncul dari arah pintu dengan rambut pirang yang indah langsung berlari kencang memeluk Gabriel. "Aku merindukanmu, bajing*n."
Gabriel terdiam kaku untuk sesaat sebelum balas memeluk balik wanita di hadapannya. "Aku juga merindukanmu. Mengapa kamu baru datang sekarang, hah?"
Rose yang mendengarnya tertawa beralih duduk di sofa kamar. Beberapa pelayan datang menyajikan makanan dan minuman untuk keduanya berbincang.
"Aku juga ragu untuk kemari. Tapi, melihat surat terakhir yang kamu kirimkan aku sedikit prihatin dan memutuskan kemari."
Gabriel tersenyum lebar, pikirannya yang baru saja jernih dengan kehadiran Rose tiba-tiba menjadi kotor kembali dengan hasratnya yang masih tidak terpenuhi.
"Hey! Kenapa? Kamu hanya diam seperti patung di sana. Bukannya percuma aku kemari jika hanya melihatmu yang terdiam seperti orang bodoh."
Gabriel buru-buru menggeleng dan duduk di samping Rose. Tangannya tanpa sadar menarik dagu wanita itu dan menciumnya dalam. Sial. Dia kini sudah selingkuh secara tidak langsung padahal kini dia milik Ratu.
Tapi dia tidak bisa menahan ini lebih lama lagi. "Bajing*n! Kamu sudah milik Ratu, dasar brengs*k! Kamu tahu sendiri bagaimana ini akan berakhir jika Ratu tahu." Rose mendorong tubuh Gabriel menjauh tapi lengan di pinggangnya menggenggam erat tidak melepaskannya pergi.
"Bukannya kita juga sering melakukannya?"
Rose tidak bisa mengelak akan hal tersebut. Tapi itu sebelum Gabriel menjadi milik Ratu. Jika begini dia bisa dibunuh jika ketahuan tidur dengan selir Ratu.
Tanpa persetujuannya pun, sahabatnya yang bernafsu ini tidak akan bisa menghilangkan kebiasaannya tersebut. Lagi pula dia tidak akan menolak ini semua karena semua kembali sudah terjadi.
"Kamu gila, Gabriel."
Walau setelahnya Rose buru-buru pergi dengan Gabriel yang tersenyum licik. Ini akan buruk ke depannya. Dia pastikan itu. "Rose, kamu sudah terlanjur masuk dalam keinginanku."
Di sisi lain, Zaniel yang baru saja mengambil bahan dasar untuk makanan Ratu dari luar istana melihat wanita dengan pakaian kacau berlari keluar dari istana selir. Dia menaruh curiga akan hal itu namun buru-buru pergi kembali menemui Ratu. Lagi pula dia bisa meninjaunya lain waktu karena Ratu sekarang butuh makanan yang dia inginkan segera diolah.
.
.
.
3 bulan kemudian.
Alleia melihat surat yang dikirimkan Celestin. Putranya itu sebentar lagi akan berlibur dari akademi empat bulan lagi. Tanpa sadar dia mengelus perutnya yang sudah membuncit.
"Apa kamu mau dengar surat yang dikirimkan, Kak Celestin?" Alleia berkata lembut sembari memakan camilan.
"Arcelio. Apa kamu kemari lagi?"
Di pintu masuk, Arcelio yang baru saja memasuki ruangan tersenyum. "Tentu saja saya selalu datang kemari." Dengan pelan dia berjalan dan mengecup dahi Ratunya. Lantas dia pun berjongkok mencium perut wanita di hadapannya.
"Hey, sayang. Ayah kamu yang paling kaya ini datang. Jika kamu lahir sebagai hadiah aku sudah membangun istana khusus untukmu."
Alleia tertawa mendengarnya sembari mengelus perutnya. "Sombongnya~ harusnya kamu ajari dia hal-hal baik."
Arcelio tertawa sambil berdiri. "Ya, bagaimana ya, saya hanya mengatakan fakta nyata."
Tidak terasa waktu sudah semakin berjalan maju. Usia kandungan Alleia kini sudah menginjak empat bulan. Semua masih baik-baik saja untuk saat ini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Hah, setidaknya kamu tidak memberikan makanan buatanmu yang seperti racun."
Zaniel datang membawakan makanan pesanan Alleia dan menyuapi wanita itu. "Lihatlah, 'Nak. Jangan mempunyai bakat memasak dari orang itu nanti. Masakannya sangat beracun," ujar Zaniel berbisik ke perut Alleia.
Dan untuk saat ini, hubungan Zaniel dan Arcelio lumayan dekat untuk mengujarkan bercandaan seperti sekarang. "Hey! Jika dia mewarisi genku dia pasti akan jenius dalam mendapatkan uang dan akan menjadi orang terkaya di dunia." Arcelio memberikan pembelaan memandang jengkel Zaniel.
"Juga sifat sombong, angkuh, masokis juga begitu?"
Zaniel terkekeh melihat Arcelio yang berdecih mendekati perut Alleia. "Lihatlah contoh orang dengki, 'Nak. Orang tidak mampu memang selalu tidak senang melihat orang kaya bahagia." Arcelio berkata di depan perut Alleia.
Zaniel hendak membalas sebelum kepala keduanya ditumpuk oleh Alleia. "Hey, aku mau makan saja susah. Yang paling pasti anaknya akan mirip dengan ibunya."
Keduanya terdiam tidak bisa membantah. Karena itu semua adalah fakta. "Aku tidak melihat Gabriel lagi? Dia sibuk ya?"
Arcelio mengangkat bahu tidak tahu sedang Zaniel terdiam memikirkan sesuatu.
.
.
.
Alleia dan beberapa orang menunggu kepulangan Celestin di halaman depan. Semua selirnya ikut hadir kecuali Gabriel dan Noelani. Dia tidak terlalu memikirkannya sebelum kereta Celestin sudah datang di hadapannya.
"Salam dan hormat kepada, Pangeran Celestin Custadio. Kehormatan bagi Citrus."
Semua orang menunduk hormat saat Celestin turun dari kereta. Kecuali Alleia yang langsung memeluk tubuh bocah itu dengan hangat. "Bagaimana kabarmu, Celestin?"
Celestin tersenyum. "Saya baik-baik saja, Bunda. Terima kasih atas perhatiannya." Setelah mengatakan itu dia memeluk Javan yang berada di samping Ratu.
Alleia melihatnya tersenyum tenang sembari mengusap perutnya yang sudah membesar. Sekarang usia kandungannya sudah genap tujuh bulan. Dia tidak bisa melakukan aktivitas fisik seperti dahulu.
"Yang Mulia, biar saya yang mengawal, Anda." Michael menawarkan diri yang langsung disetujui oleh Alleia.
Dengan lembut dia memapah Alleia menuju istana menyusul semua orang yang sudah masuk lebih dulu atas perintahnya. Alleia melirik Michael, pria itu terlihat lebih percaya diri sekarang dengan seragam ksatria yang melekat di tubuhnya.
"Kamu terlihat hebat, Michael."
Michael menggeleng tersenyum kecil. "Tidak, ini semua berkat, Anda." Alleia terkekeh mendengarnya dan menggenggam tangan Michael. "Oh, ya, kita sudah lama sekali tidak bertemu. Hanya sekali-sekali kamu datang berkunjung."
Michael mengangguk sedih, itu benar. Sekarang dia sangat sibuk dengan pekerjaan yang kini dia lakukan. Tanpa sadar sekarang dia sudah melihat Ratu mengandung sebesar ini.
Alleia berhenti berjalan sebelum Michael juga ikut terdiam. "Yang Mulia? Ada yang salah?" Dengan tersenyum manis Alleia menarik tangan Michael untuk menyentuh perutnya. Dari tangannya Michael merasakannya tendangan kecil berasal dari perut Alleia.
Michael berseru kecil. Tersenyum lebar dengan pandangan terpana. "Lihat, dia sudah sebesar ini. Sepertinya dia merindukanmu dengan terus menendang seperti ini."
Michael yang mendengarnya berjongkok mengecup perut Ratu. "Aku juga senang bertemu denganmu, 'Nak." Keduanya tertawa kemudian kembali memasuki istana. Sekarang adalah acara kepulangan Celestin sekaligus peresmian pangeran Citrus.
.
.
.
Peresmian berlangsung dengan hikmat dan megah. Dengan ini Celestin sudah disahkan sebagai satu-satunya pangeran Citrus saat ini.
Semua berjalan dengan sempurna. Tarian, doa-doa, juga berbagai acara berlangsung hingga membuat Zaniel merasa perlu mengambil waktu menyendiri.
Ini dikarenakan sifatnya yang introver dan tidak menyukai keramaian. Mengabaikan keramaian itu dia berlalu pergi, setidaknya dia bisa pergi ke istana selir. Mungkin di sana sepi kata semua orang sibuk berpesta.
Tapi dia tidak menyangka akan menemukan Gabriel dengan wanita yang pernah dia lihat beberapa bulan yang lalu tengah bercumbu mesra di istana yang sepi ini. Bahkan di kamar yang tidak dikunci hingga suaranya terdengar kemana-mana.
Pria itu awalnya hendak melaporkan ini, tapi mengingat Ratu yang tengah dalam kondisi rapuh pasti sulit hingga dia lebih memilih untuk memberitahu Arcelio atau Javan yang memiliki kekuasaan setelah Ratu.
Tapi sialnya saat perjalanan menuju pesta dia malah menemukan Ratu yang hendak menemui Gabriel. Katanya Gabriel beralasan sakit hingga tidak bisa menghadiri pesta dan membuat Alleia khawatir.
Zaniel yang mendengarnya menghalangi Ratu dan membuat-buat alasan yang membuat Alleia makin curiga. "Sebenarnya kamu kenapa, Zaniel?" gumamnya kesal dengan tingkah tidak biasa pria bertopeng di hadapannya.
Tidak menghiraukan itu dia segera pergi ke istana selir dan menemukan Gabriel yang tengah tidur dengan wanita lain di depan mukanya sendiri.
Zaniel sudah tahu hal ini akan terjadi. Dengan mengambil pedang di sisi Zaniel yang selalu dibawanya. Ratu tersenyum dengan murka. "Kalian pantas mati."
Zaniel yang tidak mau tangan Alleia kotor menawarkan diri untuk menggantikannya menghukum kedua orang di hadapannya. "Bunuh si wanita. Dan potong tangan, kaki, dan benda menjijikkan yang menggantung di selangkangannya."
Dengan cepat semua perintah Alleia dilaksanakan. Darah terciprat. Alleia terlihat begitu marah dengan raut wajah kecewa. Namun, pria itu melihat darah yang mengalir dari gaun yang Ratu kenakan. Itu bukan darah para pendosa tapi Alleia mengalami pendarahan. Sepertinya kejadian ini membuatnya benar-benar shock.
Hari itu, Ratu Citrus melahirkan lebih awal dan membuat semua orang heboh hingga ada desas-desus kematian Ratu.
Bersambung...
13/02/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top