19. Harem Life (2)

Langit terlihat menjingga seiring matahari mulai terbenam di ufuk barat. Remang-remang cahaya kemerahan yang memudar membawakan visual fantastis bagi pencinta keindahan.

Udara yang segar membawa hari pergi untuk datang esok pagi. Cahaya-cahaya itu memudar tipis menerangi gerbang raksasa dengan sebuah kereta elegan yang terparkir rapi.

Tepat di depannya, pria dengan surai hitam legam dan kemeja putih polos terdiam menemani kereta seakan-akan menunggu seseorang untuk diantar.

"Ah, Salam kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."

Javan, pria dengan gaya kasualnya menunduk hormat pada Ratu yang menggandeng tangan Celestin di sampingnya.

"Ya, apa kamu di sini untuk mengantar kepergian Celestin?"

Javan menegakkan tubuhnya mengangguk, melirik Celestin untuk sebentar sebelum kembali berbicara. "Anda tidak perlu repot-repot untuk datang, Yang Mulia."

Alleia tertawa kecil sembari mengacak rambut ungu Celestin. "Tentu saja aku harus datang. Lagipula kita sudah menjadi keluarga."

'Keluarga?' Javan menegak ludah. Bahkan belum ada sehari mereka melakukan upacara peresmian tapi Ratu sudah mau menganggap mereka keluarga. Itu benar-benar tidak bisa dipercaya.

"Sudah mulai gelap, lebih baik kamu segera berangkat sekarang Celestin."

Lamunan Javan terpecah saat Ratu mendorong pundak putranya pelan sembari tersenyum. "I, iya. Yang Mulia."

Alleia tertawa lagi membuat Javan terhenyak untuk beberapa saat. "Apa kamu sudah lupa, apa yang aku katakan tadi?"

Celestin menggeleng, dengan ragu-ragu dia melirik Javan sebelum kembali bertatapan dengan Ratu. "Ba, baiklah, Bunda. Saya pamit."

Javan kembali terhenyak dengan panggilan yang diujarkan putranya dengan gugup ditambah reaksi Ratu yang begitu lembut. Apa dia melewatkan sesuatu di antara keduanya?

"Sepertinya aku belum memberitahumu melihat kamu begitu terkejut." Javan berkedip pelan mengangguk, sepertinya benar dia melewatkan sesuatu yang penting.

"Aku baru saja mengangkat Celestin sebagai, Pangeran Kerajaan Citrus. "

"Itu berarti,"

"Benar, sekarang namanya adalah Celestin Custadio. Satu-satunya pangeran milik, Kerajaan Citrus."

Javan tidak bisa berkata-kata untuk sementara sebelum dia menunduk hormat pada putranya dengan ekspresi haru. "Maaf saya sudah tidak sopan sebelumnya. Salam kepada, Yang Mulia Pangeran. Kehormatan bagi Citrus."

Celestin gelagapan mendapati Ayahnya yang menunduk hormat. Walau sudah sepantasnya dia mendapatkan itu, tapi itu terlalu berlebihan jika Ayahnya juga ikut menunduk hormat. Dia sendiri yang merasa tidak nyaman.

"Bangunlah Javan, tidak perlu terlalu kaku. Lagipula dia adalah putramu sendiri."

Javan bangkit dengan senyuman begitu lebar, memeluk putranya yang langsung memeluk balik. "Aku sangat bangga padamu, 'Nak?" bisiknya dengan suara bergetar dan mencium kedua pipi anaknya. Hingga akhirnya dahi mereka bersentuhan untuk sesaat.

"Aku akan terus membanggakan, Ayah."

Javan tertawa dengan mata berkaca-kaca lantas menepuk pundak putranya. "Berangkatlah. Belajarlah dengan baik dan patuhi gurumu."

"Aku mengerti."

Alleia hanya bisa tersenyum tipis melihat pemandangan begitu hangat di hadapannya. Inilah sebab dia menyukai anak kecil. Mereka selalu memberikan kebahagiaan kecil yang membuat orang dewasa senang.

Celestin dan Javan tertawa serta berbicara sebentar sebelum dia kembali menghampiri Ratu. "Terimakasih, Yang Mulia atas segalanya."

Alleia kembali tersenyum. "Dan saya pamit, Bunda." Mata Alleia melebar dengan tawa kecil dia menunduk, menyejajarkan dengan tubuh Celestin yang sedang salah tingkah.

"Ya, Selamat Jalan, Celestin. Berhati-hatilah." Alleia mengecup dahi bocah tersebut yang langsung memerah seperti tomat. "Bunda akan merindukanmu."

Celestin mengangguk lantas mulai menaiki kereta. Javan dan Alleia berdampingan melambaikan tangan pada kereta yang mulai menjauh dan hilang dari pandangan.

"Terimakasih, Yang Mulia. Saya sangat berterimakasih." Javan berkata dengan sungguh-sungguh membuat gadis itu mengangguk.

"Tidak masalah, lagipula aku sudah berjanji."

Keduanya bertatapan untuk sebentar, Alleia bisa merasakan. Tatapan itu mulai melembut, dengan kehangatan asing yang merayap di dadanya. Tanpa kata-kata mereka terdiam, angin bertiup lembut menyentuh dua insan manusia yang berjalan menikmati suasana nyaman.

Keduanya yang tersadar mulai berjalan, beriringan menikmati jingga yang semakin meredup. "Kamu tidak perlu khawatir. Aku menyukai anak kecil. Jadi tidak ada niat jahat yang aku sembunyikan."

Javan mendengar itu entah kenapa merasa bersalah. Memang benar, dia benar-benar curiga ketika mendengar penobatan tidak resmi yang begitu mendadak. Tapi, siapa pula yang akan mudah percaya jika pembunuh berhati dingin menyukai anak kecil?

Walau begitu, mereka sudah terikat hubungan resmi. Dia sudah bersumpah untuk menemani Ratu sepanjang hidupnya. Karena itu, mulai sekarang dia harus mulai percaya pada Ratunya tersebut.

"Saya sudah menyingkirkan kekhawatiran tidak berguna tersebut. Anda tidak perlu khawatir." Pria itu mengangkat wajah tersenyum hangat. Membuat Alleia merasakan rasa asing yang kembali menjalar ke seluruh dadanya.

Tubuh keduanya yang entah kenapa mulai sedekat ini membuatnya buru-buru mengalihkan pandangan. Untuk pertama kalinya dia kembali merasa salah tingkah di hadapan pria.

"Apakah kalian sudah melakukannya?  Untuk malam pertama?"

Javan mulai kembali mengendalikan ekspresinya dan mengangguk. "Ya, kamu sudah mengocok nama untuk urutan malam pertama dan untuk selanjutnya."

"Siapa yang pertama?" tanya Alleia penasaran.

Javan melirik sebentar sebelum menjawab. "Noelani Serafim."

.

.

.

Noelani ingin sekali mengacak-acak kamar yang baru saja dia lihat. Melihat suasana romantis ini membuatnya bergidik ngeri apalagi ketika melihat pakaian yang akan dia gunakan, dia bahkan tidak bisa menahan umpatan.

Pakaian putih yang begitu tipis, dengan model mengekspos dada pria dengan berani. Serta kain yang menjulur yang terbuka disebagian sisi untuk menonjolkan paha mulusnya.

Dia ingin membuang pakaian ini. Tapi karena dia tidak mau mati dengan menolak menggunakan pakaian menjijikkan ini. Dengan rasa malu yang amat sangat dia memakai pakaian tersebut sembari melihat pantulan dirinya yang begitu terbuka di cermin.

"Ini menjijikkan."

Noelani hendak mengumpat kembali sebelum pintu terbuka. Menghadirkan wanita dengan gaun panjang putih tipis serta rambut terurai dengan manik Amethyst tersenyum misterius menatapnya begitu intens.

Noelani ingin sekali berteriak sebelum menggunakan topengnya kembali dengan sempurna. "Selamat datang, Yang Mulia." Dia menunduk hormat dengan senyuman polosnya yang begitu manis.

Alleia hanya tersenyum, sebelum dia duduk di sofa membuat Noelani bingung. "Duduklah. Bagaimana jika kita minum-minum dulu untuk mencairkan suasana?"

Noelani melirik sebentar sebelum mengangguk dan duduk di hadapan Ratu. "Biar saya yang menuangkannya untuk, Anda."

Alleia yang mendengarnya mengangguk. Dua gelas kosong mulai terisi dengan anggur merah yang pekat. Dengan santai keduanya mulai minum sembari menatap jendela terbuka yang menghadirkan malam berbintang.

"Apakah, Anda sering minum-minum?"

Alleia yang mendengar pertanyaan tersebut mengangguk. "Terkadang, saat susah tidur aku meminumnya," jawabnya jujur. "Apa, Kamu tidak suka minum, hm?"

"Tidak. Ini pertama kali saya meminumnya."

Alleia melirik penasaran. "Berarti ini pertama kalinya kamu minum anggur? Ini kadar alkohol yang lumayan tinggi untuk pemula."

"Begitukah?" Noelani kembali menegak anggur di tangannya sedikit demi sedikit. Untuk agak lama suasana begitu hening. Hanya ada suara seruputan alkohol dari dua belah pihak.

"Apa kamu mau tambah?" Alleia sudah menambah miliknya yang kedua kali. Lagipula dia adalah orang yang termasuk kuat minum. Berbeda dengan dirinya, ketika matanya menatap gelas kosong serta pria yang menggenggamnya. Dia sudah melihat wajah polos itu sudah memerah.

"Hahaha, ternyata kamu sudah mabuk. Sepertinya sudah cukup untuk sekarang."

Alleia menarik botol di meja sebelum Noelani menahannya. "Jangan, saya masih ingin meminumnya."

Alleia terlihat tidak yakin untuk menyimpannya kembali sebelum tatapan Noelani mulai berbeda dari sebelumnya. Dengan pasrah dia menaruhnya kembali dan menuangkan segelas anggur untuk pria tersebut.

Keduanya kembali menyeruput segelas anggur. Noelani terlihat sudah mulai mabuk dengan ekspresinya yang berubah-ubah tidak menentu dengan wajah memerah.

"Kamu sudah mabuk." Alleia sudah minum lima gelas dengan semburat merah tipis di pipinya. Sepertinya dia sedikit mabuk karena sudah tidak lama minum.

"Ah! Kenapa aku harus menjadi selir Ratu psikopat sepertimu?"

Alleia kaget mendengar ucapan tersebut, sebelum dengan sengaja ide licik terlintas di kepalanya. Dengan niat tersembunyi dia kembali menuangkan anggur di gelas Noelani yang sudah mabuk parah.

"Begitukah?"

"Iya! Kamu brengs*k, bajing*an mesum, yang mengoleksi pria tampan seperti barang."

Alleia tahu, kalau pria ini tidak menyukainya. Tapi, dia tidak menyangka kalau Noelani sebenci itu dengan dirinya. "Dasar munafik," gumam Alleia sebal.

Padahal dia pikir sudah memeriksa kalau pria itu adalah orang baik. Ternyata Noelani yang menyembunyikan kepribadian buruknya dengan baik.

"Kalau begitu, apakah kamu mau keluar?"

Noelani berdecak, dia menghampiri Alleia dan mengungkung tubuh Alleia dengan satu tangan. Aroma alkohol tercium kuat dari Noelani yang semakin mendekatkan wajahnya. "Hidup Saya sudah hancur berkat, Anda. Apakah setelah itu Anda ingin membuang, Saya?"

"Tidak, hanya saja kamu berkata tidak suka berhubungan denganku 'kan?"

Wajah mereka semakin mendekat. Hawa panas terasa menjalar dengan cepat diantara keduanya. Tanpa aba-aba Noelani dengan tatapan penuh keputusasaan mencium bibir Ratu begitu dalam yang di balas dengan sempurna.

Tangan Noelani membuka pakaian miliknya, lantas kembali mencium bibir Ratu yang amat sangat dia benci.

"Saya tidak bisa kabur lagi. Lagipula Saya adalah pria milik, Anda bukan?"

Alleia mendapatkan provokasi tersebut menjatuhkan tubuh pria itu di bawahnya. Dengan pelan dia berbisik di telinga Noelani. "Ya, dan selamanya akan begitu."

Mereka kembali berciuman dan menghabiskan malam yang panjang bersama.

.

.

.

Noelani merasakan kepala dan sekujur tubuhnya sangat sakit saat mendapatkan Ratu ada di hadapannya dengan tubuh polos hanya ditutupi selimut yang mereka gunakan bersama. Yang lebih mengejutkan Ratu menatapnya seakan menunggu dia bangun.

Noelani kembali memegangi kepalanya semakin sakit. Dia tidak mengingat apapun selain dia minum bersama. Dan pertanyaannya, bagaimana dia bisa berakhir tidur dengan wanita ini?!

"Kamu tidur nyenyak sekali. Tenang saja, aku akan segera pergi." Ratu bangkit, mengenakan jubah tidurnya dengan cepat sebelum melihat kembali Noelani dengan tubuh penuh tanda memar dan gigitan.

Astaga, Alleia. Apa yang sudah kamu lakukan pada si munafik ini ?

"Dan, Berhentilah berpura-pura. Aku tahu siapa dirimu yang asli." Alleia menikmati pemandangan terkejut milik Noelani yang terhenyak.

Cup.

Sebelum pergi Alleia mengecup pipinya dan tersenyum licik. Setelah Alleia pergi Noelani tanpa sadar mengumpat dengan keras. Yang berbeda, kali ini wajah pria itu mulai memerah mengingat hal tersebut.

Ya, sepertinya wajah itu akan lebih memerah ketika nanti mengingat apa saja yang dia lakukan pada malam itu.

.

.

.

Arcelio Ingram. Tidak, sekarang dia sudah memiliki gelar bangsawan karena amanah yang diberikan Ratu sebagai pengelola keuangan negara.

Count Arcelio Ingram. Milyuner terkaya di benua dengan pangkat Menteri Keuangan Negara.

Uang memanglah bakatnya sejak lahir, bisa saja dia disebut sebagai jenius dalam keuangan. Karena itulah segala hal terasa sangat mudah.

Untuk pengeluaran dia lakukan sehemat mungkin dan menarik keuntungan sebanyak mungkin. Tentu saja sistem yang dia pakai adalah kapitalisme dengan sedikit modal dan banyak keuntungan.

Walau begitu, untuk urusan negara dia akan lebih bijaksana. Karena Ratu sendiri sangat sensitif dalam hal keuangan karena Ratu adalah orang yang sederhana. Itulah yang membuatnya harus lebih bijaksana mengelola segala hal.

"Untuk pendidikan mungkin harus ditambahkan beberapa sekolah lagi. Juga rute perdagangan yang baru harus mengambil pajak bagi orang-orang yang singgah. Dalam rekonstruksi taman nasional anggaran harus lebih dikurangi karena kita bisa menggunakan peralatan yang lebih tahan lama di banding mewah."

Arcelio dengan setumpuk dokumen dengan cepat menyelesaikannya dengan mudah. Mengurangi, menambahkan, membatalkan, menyelenggarakan. Semua hal tentang kondisi keuangan pasar, negara juga rute perdagangan sudah ada di luar kepalanya yang tinggal dia hitung mana yang menguntungkan atau tidak.

"Anda sudah bekerja dengan baik."

Urian tidak berbohong dengan ucapannya soal pekerjaan Arcelio. Mungkin karena pekerjaan Negara tidak mementingkan keuntungan pribadi itu terasa lebih mudah. Berbeda dalam berbisnis, Tuannya adalah orang yang sangat hitungan dan selalu ingin bermodal sekecil mungkin.

"Hah, padahal ruangan kami hanya terhalang tembok. Tapi mengapa terasa jauh?"

Urian hanya bisa menggelengkan kepalanya. Arcelio sendiri yang minta ingin di ruangan yang bersebelahan dengan Ratu. Walau begitu, tetap saja yang paling dekat adalah wakil Ratu sendiri. Javan Kaleolani.

"Aku akan menyelesaikan ini dan mengerjakan urusan bisnis kita. Siapkan perencanaan dan kondisi perusahaan dalam tabel nanti, Urian."

"Baik, Tuan."

Arcelio menatap tembok di samping kirinya dengan sendu. Sudah tidak mendapat malam pertama, terhalang tembok, dan kini dilimpahkan kesibukan baru. Ini menyebalkan.

.

.

.

"Dengarkan, aku. Setidaknya kalian harus berkeliling untuk memperkuat stamina kalian. Aku telah memberi banyak kelonggaran."

Michael berkata gugup pada para kesatria yang bersantai ria mengacuhkannya yang jelas-jelas adalah pengelola keamanan istana.

"Tuan Michael. Bukankah, Anda masih baru. Anda hanya perlu percaya dengan senior ini. Tidak apa jika kita bersantai sedikit."

Michael masih khawatir. Ini kepercayaan kedua yang Ratu berikan kepadanya setelah pelatihan kekuatan. Setidaknya dia harus mengerjakannya dengan benar.

"Tapi, Yang Mulia sendiri tidak akan menyukai jika kita terlalu santai."

Walau begitu para prajurit dan kesatria masih setia membujuknya untuk bersantai dan istirahat. Michael sendiri tidak bisa tegas karena sifatnya juga tidak enakan pada orang.

Zaniel sendiri yang merasa bosan di istana berkeliling mencari sesuatu untuk dilakukan. Dan tidak sengaja dia mendapati keadaan para kesatria dan prajurit yang bermalas-malasan ditambah Michael yang terus-menerus gelisah dan membujuk yang lain untuk berlatih karena dirinya adalah pengelola keamanan istana.

Zaniel berniat untuk berlalu, tapi, melihat ketidakberdayaan Michael membuat hati kecilnya tidak tega. Akhirnya dia berdecak dan menghampiri para kesatria yang berkumpul. "Salam kepada, Tuan Michael."

"Salam, Tuan Zaniel. Ada urusan apa, Anda kemari?"

Zaniel melirik para bawahan Michael dengan datar. Sebelum akhirnya dia memaksa untuk tersenyum sebentar dan kembali bicara. "Begini, Saya tidak memiliki kegiatan untuk dilakukan. Karena saya dengar, Anda adalah pengelola keamanan istana. Akan seru untuk bisa berlatih dengan para aparat keamanan istana."

Michael mengangguk dengan polos. "Benar, tapi kami masih istirahat seperti yang, Anda lihat. Karena itu, tidak ada yang bisa, Anda lihat untuk sekarang."

Zaniel tersenyum tipis. "Bukankah para penjaga keamanan kuat? Saya dengar, bahkan mereka bisa terjaga dengan sigap bahkan jika tiga hari tiga malam tidak istirahat. Apa itu hanya sebuah kekeliruan?"

Para kesatria yang mendengarnya bangkit. "Tentu saja itu benar, Tuan."

"Begitukah? Tapi, kalian bahkan belum berkeringat dengan mudah beristirahat dengan nyaman. Saya kira itu hanya rumor yang beredar."

Michael yang mendengar provokasi Zaniel mulai gelisah. Untuk menenangkannya Zaniel mulai mengajak mereka untuk bertanding.

"Bagaimana jika begini, saya sudah sering berada di Medan tempur. Karena itu, saya bisa menjadi lawan tanding untuk kalian semua. Sebagai balasannya, jika saya kalah. Saya akan mengakui kehebatan kalian. Tapi, jika saya menang. Kalian dapat mengizinkan saya datang setiap, Anda sekalian senggang. Bagaimana?"

Para kesatria yang tentunya memiliki harga diri tinggi tersebut menyetujui permintaan tersebut dengan memikirkan akan mudah mengalahkan pria simpanan Ratu.

Namun, tentunya ekspektasi tidak seindah kenyataan.

Krek!

Buk!

Dug!

Hampir dari mereka belum sampai lima menit sudah kalah dengan beberapa kali serangan. Hingga akhirnya, Michael sendiri meminta ikut menjadi lawan Zaniel.

Tentu saja dengan tubuh manusianya dia melawan Zaniel. Dan dia juga berkahir dalam kekalahan. "Sepertinya kalian kurang berstamina. Bukankah kalian haru pemanasan dulu sebelum bertarung. Ini kesalahan saya karena mengajak duel tiba-tiba."

Sudah dikatakan diawal. Para kesatria memiliki harga diri yang tinggi dengan semangat berkobar mereka mulai berlari untuk mengumpulkan stamina dan mulai kembali berlatih.

"Terimakasih, Tuan Zaniel."

Zaniel menggeleng pelan. "Tidak perlu berterimakasih. Sudah kukatakan, aku ke sini karena bosan."

Walau begitu Michael tetap berterimakasih. "Kalau begitu, Saya akan datang kembali jika saya bosan."

"Tentu saja, tempat ini terbuka untuk, Anda."

Zaniel hanya kembali mengangguk sebelum pergi meninggalkan Michael yang menyemangati para bawahannya.

.

.

.

"Si Munafik katanya jijik. Tapi kenapa masih tetap tidur bersama, ya?"

Noelani ingin sekali menimpuk kepala besar Gabriel yang terus-menerus menggodanya. Terlebih begitu banyak tanda yang terlihat menandakan dia memang menghabiskan malam dengan Ratu.

"Diam kamu. Aku tidak mau bicara denganmu." Untuk menghilangkan ketidaknyamanan diri, Noelani sudah berencana untuk membaca buku di perpustakaan sendirian dengan tenang. Segalanya mulai kacau dengan adanya buaya emas di hadapannya ini.

"Baiklah, baik." Gabriel pergi dari sana, karena dirinya juga sebenarnya agak kasihan pada bocah itu.

"Apa Ratu senang bermain kasar, ya?"

Gabriel tertawa sendiri sebelum akhirnya kembali ke kamarnya. Di sana sudah ada pelayan yang siap melayaninya dua puluh empat jam.

Dengan tenang dia meminta untuk bersantai. Dengan memakai masker wajah, pijat badan, berendam di bathtub. Dan membaca buku komedi dengan beberapa cemilan. Hidupnya begitu santai.

"Tuan?"

Gabriel yang tadinya terlihat santai mulai serius saat dua pria dengan pakaian serba hitam berlutut di hadapannya.

"Ya, ada informasi terbaru?"

Gabriel tidak pernah melupakan siapa jati dirinya yang sebenarnya. Seorang bajingan yang memiliki hak tak terbatas di dunia hitam dalam informasi. Sekaligus mata-mata Ratu Citrus dalam dunia hitam.

Bersambung...

31/01/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top