17. Six Concubine
Hera selalu beranggapan kalau hidupnya akan mendekam dalam kegelapan untuk selamanya. Dia berpikir tidak akan ada harapan untuk hidup sesuai keinginannya.
Hingga hari itu tiba, di mana putri baik hati yang dikenal semua orang sebagai malaikat. Tiba-tiba memberontak, mengambil alih takhta, membunuh siapa saja penghalang.
"Aku ingin kamu jadi pelayan setiaku. Apa kamu sanggup?"
Ingatan itu kembali terlintas. Di mana gadis dengan piyama penuh darah tersenyum manis padanya mengulurkan tangan untuk menariknya dari kegelapan.
Menghabisi orang-orang yang membuat dia sengsara. Membayar jasa yang dilakukan dengan harga yang setimpal. Membuatnya bisa hidup tenang tanpa memikirkan orang-orang yang selalu memanfaatkannya.
Baginya, wanita itu seperti iblis yang Tuhan turunkan untuk membantunya menemukan cahaya yang dia anggap sebagai utopia belaka.
"Yang Mulia."
Hera tersenyum tipis, walau di luar dia begitu dingin dan berlaku sinis pada iblis penolongnya itu. Itu hanya sikap normal ketika kita menemukan orang yang membuat kita nyaman menjadi diri sendiri.
"Anda harus bangun. Ini adalah hari penting."
Hera tidak bisa menahan senyuman ketika iblis yang menjelma gadis rupawan di hadapannya berdecak kesal, melemparkan bantal untuk membuatnya diam tida menggangu tidurnya.
"Oh, lihatlah. Ratu tiran pemalas ini sudah susah payah mengumpulkan para pria tampan, tapi malah malas mendatangi peresmian haremnya sendiri."
Hera sudah tidak lagi memasang ekspresi jenaka. Dengan gayanya dia menunjukkan ekspresi sinis yang menjadi makanan sehari-hari nonanya yang gila darah.
"Shut up! Hera!" Alleia berteriak, menodongkan belatinya pada Hera.
Hera tidak takut, dia malah tertawa kecil melihat ekspresi kesal yang dibuat oleh, Nonanya. Terlebih visual berantakan yang gadis itu miliki saat ini. Rambut acak-acakan, mengembang seperti singa. Mata yang masih setengah menutup hingga piyama kusut yang dipakainya.
Menggemaskan.
"Bangunlah. Hari ini peresmian para selir. Harem yang anda inginkan akan terwujud beberapa jam lagi."
Alleia yang mendengarnya menghela napas, segera turun dari kasur dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Benar, bahkan Alleia tidak pernah dilayani selayaknya Ratu karena risih dikerumuni banyak orang. Selain Hera, tidak pernah ada yang berani melayani Alleia sedekat ini. Karena jika salah sedikit saja orang itu bisa mati.
"Anda terlihat tidak senang."
Hera mengeringkan rambut Alleia yang basah. Gadis itu hanya terdiam menatap kaca dengan wajah datar. "Entahlah, aku pun tidak tahu."
"Apakah ada yang salah, Yang Mulia?"
Alleia melirik pelayan setianya yang fokus melayaninya. Entahlah, gadis itu pun tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Dia tidak merasakan perasaan apapun selain kekosongan aneh yang menjalar di seluruh dadanya.
"Apa manusia memang tidak pernah puas?" tanya Alleia pada dirinya sendiri dengan miris.
Hera tidak menanggapi, dia hanya fokus menghias tubuh gadis di depannya dengan sempurna. Walau begitu dalam hati, dia prihatin dengan keadaan majikannya yang tidak pernah menemukan kebahagiaannya sendiri.
"Setidaknya, Anda punya harem untuk hiburan."
Sedikit hiburan gadis bersurai hijau itu lontarkan. Membuat Alleia tersenyum untuk sebentar. "Benar, setidaknya aku punya harem."
Keduanya saling tatap sebelum tersenyum tipis satu sama lain. Seakan tanpa mengatakan apapun. Mereka sudah tahu apa yang masing-masing dari mereka pikirkan hanya melihat dari ekspresi.
"Oh, Hera. Aku senang kamu jadi pelayanku."
"Apakah itu kode untuk kenaikan gaji?"
Keduanya kembali tersenyum satu sama lain. Hari besar, untuk hidup baru. Setidaknya Alleia harus menunjukkan sedikit kebahagiaan dari jerih payahnya selama ini.
.
.
.
Arcelio sudah bersiap dan berdandan dari jam satu pagi. Semuanya harus sempurna, mewah, dan megah.
Mulai dari kemeja dan jas putih berbahan sutra dengan hiasan benang emas murni. Rambut ditata rapi, dengan wewangian paling mahal yang ada di seluruh negeri. Sepatu dengan warna senada yang terpakai rapi.
Arcelio bisa melihat di cermin. Sebuah kesempurnaan maha kaya Tuhan abad ini. Ya, itu dia. Orang paling kaya di seluruh benua dengan visual tampan tak terbatas.
"Ck, Yang Mulia tidak akan bisa mengabaikan kesempurnaan ini." Arcelio tertawa bahagia, membayangkan reaksi apa yang akan Alleia tunjukan nanti.
Kini dengan siap dia berjalan menuju pintu mansion. Kereta khusus untuk peresmian selir miliknya yang super mewah telah datang. Bahkan, setiap detail hari ini dia telah persiapan sejak lama.
Walau dia bukan satu-satunya milik Ratunya yang berharga. Setidaknya dia akan menjadi orang yang berguna dengan memberikan hartanya pada wanita paling cantik di dunia.
.
.
.
Michael bergumam gelisah menatap cermin berkali-kali. Pikirannya terlalu jauh membayangkan hal-hal buruk yang bisa terjadi.
"Apakah ini sudah bagus?"
Hera kini ditugaskan Alleia untuk mendandani siluman ular albino ini. "Anda terlalu khawatir. Tenangkan diri anda, Tuan Michael."
Hera merapikan kemeja dan jas milik pemuda ini. Secara visual, di antara selir lain dia adalah pria paling seksi. Walau begitu, tubuh macho itu memang tidak berguna dengan hatinya yang lembut seperti kapas.
"Percaya dirilah untuk acara ini. Bukankah ini hari besar, Anda?"
Michael mengangguk mantap. Tidak peduli seberapa takut dia atas kekurangannya berada di samping Ratu. Hari ini dia harus menunjukkan versi terbaik dirinya pada gadis penolongnya.
"Terimakasih, Nona Hera."
Hera mengangguk, memasangkan dasi kupu-kupu dan membuat penampilan pemuda di hadapannya menjadi benar-benar sempurna.
"Doakan saya, Nona Hera."
Michael tersenyum manis, menunduk sopan pada pelayan Ratu yang senantiasa membantunya selama ini.
"Tidak masalah."
Michael menarik napas. Hari ini dia akan resmi menjadi selir Ratu, sang malaikat penolongnya.
.
.
.
Javan memandangi pemandangan mansion kediaman miliknya. Setelah ini, dia akan jarang untuk tinggal di sini karena akan menetap di istana.
Bahkan sampai kini pikirannya masih bertanya-tanya. Apakah ini pilihan yang benar?
"Ayah."
Javan berbalik, menatap putranya yang izin cuti dari akademi untuk menghadiri acara peresmian selir miliknya. Celestin dengan pakaian formal dengan warna putih tersebut tersenyum, memeluk ayahnya hangat.
"Apa kamu benar-benar tidak apa-apa, Nak?" Javan tahu, pasti putranya itu akan malu mempunyai seorang ayah yang akan menjadi pria simpanan Ratu.
Tapi, ini semua dia lakukan untuk kehidupan terjamin milik putranya di masa depan. Setidaknya jangan sampai karena dia gagal putranya ikut gagal. Lebih baik, menjadi buruk sekalian untuk memastikan masa depan terbaik untuk Celestin di masa depan.
"Ayah, aku baik-baik saja." Celestin menjawab dengan hangat. Tangannya menggenggam tangan ayahnya yang dingin.
"Tidak apa-apa, Ayah. Aku akan menjadi anak yang baik. Aku akan selalu menghormati, Ayah. Aku tahu, Ayah memiliki alasan dalam setiap perbuatan yang Ayah lakukan."
Javan tidak bisa untuk menahan air matanya. Terharu. Dia sangat terharu dengan hiburan ringan yang putranya tuturkan.
Bahkan jika neraka sekalipun yang menghadang di depan sana. Untuk malaikat kecilnya. Dia akan melakukan segalanya.
.
.
.
Pria dengan surai emas yang menawan bercermin, memasang pesona mematikan yang dapat dengan mudah menggoda siapa saja wanita yang melihatnya.
"Tuan~ tidakkah pria lajang playboy seperti, Anda seharusnya tetap bersenang-senang? Kenapa, Anda dengan mudah mau saja menginjak posisi selir?"
Gabriel menggigit bibir seksinya dan melemparkan ciuman jauh. "Oh, ayolah, Rose. Pria seperti ku pun ingin memiliki kehidupan terjamin untuk masa depan. Aku tidak bisa terus menerus menggoda para Madam untuk menafkahi ku."
Rose yang notabenenya sahabat dekat playboy tersebut berdecih. Dia sebenarnya tidak menginginkan hal ini, tapi sebagai sahabat. Dia harus selalu mendukung keinginannya tersebut.
"Baiklah, Tuan."
Walau begitu, hubungan mereka yang disebut sahabat cukup bebas dalam konteks berbeda. "Aku akan merindukanmu."
Gabriel tertawa, menahan diri untuk tidak mencium wanita itu. Benar, ternyata selama ini dia terlalu liar. Bahkan untuk hal kecil sekalipun membuat dia tidak bisa menahan hasratnya.
"Rose, tenanglah. Aku akan sekali-kali berkunjung. Dan sudah berapa kali aku bilang. Jangan terlalu formal, panggil aku dengan santai saja."
Walau begitu, Rose tidak bisa menahan diri dan memeluk sahabat brengseknya tersebut. "Selamat tinggal, bajing*n."
Gabriel memeluk balik. "Good bye, bich." Pria penggoda itu memeluk erat-erat sembari mengecup ujung rambut sahabat wanitanya.
"Aku harus pergi."
Rose melepas pelukannya dan menghantar pria itu menuju kereta kuda Istana yang menjemputnya.
.
.
.
"Aku tidak tahu harus berkata apa untukmu, Nak."
Noelani kini berada di salah satu kamar Istana bersama kepala sekolah akademi. Secara tidak langsung, hubungan mereka seperti ayah dan anak walau terlihat kaku dan formal satu sama lain.
Hari ini mungkin adalah periode kehancuran reputasinya sepanjang sejarah. Untuk pertama dia menjadi tahanan, lalu sekarang dijadikan pria simpanan dalam harem Ratu psikopat. Jika tidak ada kepala akademi yang menemaninya melewati hari berat ini. Dia sudah pastikan akan mengutuk hidupnya yang mendadak penuh kesialan semenjak kedatangan wanita tersebut.
"Tidak apa-apa. Ini semua demi akademi. Saya minta maaf tidak bisa menemani, Anda lagi, Pak."
Noelani tersenyum sendu sembari menunduk lesu. Itu membuat perhatian pak kepala kembali menuju anak didiknya yang loyal sampai akhir demi akademi. "Tidak apa-apa, kamu tidak salah apa-apa."
Noelani tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca. "Terimakasih, Pak. Anda sudah meluangkan waktu untuk murid bodoh ini."
"Demi Tuhan, Nak. Jangan begitu, kamu sudah seperti putraku sendiri."
Walau itu semua hanyalah sandiwara. Dalam hati, setidaknya dia menerima ucapan tulus pak kepala yang tidak masuk akal.
"Saya akan berusaha menjadi yang terbaik untuk kedepannya."
"Terbaik untuk menghancurkan hidup ratu psikopat!"
"Saya akan melayani beliau dengan setulus hati."
"Melayaninya dengan kasar ditutupi topeng munafik yang tidak tertandingi."
"Saya akan menanggung segala resiko dalam hubungan ini."
"Akan ku pastikan ratu yang akan paling dirugikan dalam hal ini."
Noelani tersenyum, membuat sang pak kepala memasang ekspresi haru. Seakan bangga membesarkan anak didik sempurna seperti dirinya.
.
.
.
Zaniel yang tidak tahu dengan para calon selir yang lain. Tapi, dirinya merasakan tubuhnya terus menerus gemetar karena gugup pada kondisi saat ini.
Dengan mengenakan pakaian resmi dengan warna putih yang mendominasi. Dia mengatur pernapasannya membuat dia lebih rileks dalam menghadapi hari besar dalam hidupnya.
Entah pikiran apa yang membuat dia berniat menyetujui titah sang Ratu. Yang pasti sudah terlambat untuk menarik kembali persetujuannya menjadi anggota harem.
"Ini menyulitkan."
Mukanya memerah bagai kepiting rebus. Dia tidak tahu harus bagaimana menangani kondisinya yang tidak normal ini. Mungkin dalam konteks hari ini, dia gugup adalah hal wajar.
Tapi, bagaimana dengan seluruh tubuhnya yang tidak bisa dia arahkan sesuai keinginannya? Mereka terus-menerus gemetar dan memerah, padahal dia hanya memikirkan Ratu saja.
"Menyebalkan."
Dia merasa sangat sensitif saat ini. Ah, sekarang dia tidak ada bedanya dengan wanita yang sedang dalam masa-masa sulit dalam mengendalikan perasaannya.
Setelah menekan seluruh tubuhnya untuk berhenti gemetar dan gugup. Kini dia bangkit, berjalan menuju keluar. Lebih tepatnya pergi untuk menghadiri pesta.
Doakan saja dirinya tidak menimbulkan masalah besar untuk acara besar hari ini.
.
.
.
Alleia sudah berada di perjamuan utama. Gaun putihnya yang panjang dengan tudung di belakang, menemui para tamu penting yang mengucapkan selamat.
Hari ini ada tujuh calon selir yang akan resmi menjadi anggota haremnya. Untuk yang ketujuh, dia adalah selir yang Ayyorlik kirim. Mereka mengatakan akan mengantarnya pada acara peresmian langsung.
Dari jauh, para mempelai pria sudah terlihat berdatangan. Semuanya berpenampilan gagah dan menawan. Tidak ada produk gagal dalam Harem yang susah payah dia bangun.
Walau mata mereka saling bersinggungan dengan senyuman sopan. Menurut tradisi, mereka tidak boleh saling berbicara sebelum peresmian harem disahkan oleh utusan kuil.
Ah, begitu manisnya. Pria-pria miliknya menyebar dengan gayanya masing-masing yang membuat semua orang tidak bisa mengalihkan pandangan.
Dimulai dari Arcelio dengan tampilan elegan dan mewahnya yang menyilaukan. Rambut coklat tersisir rapi, iris hazel dengan senyuman angkuh. Serta postur business man yang menambah pesonanya sebagai orang terkaya di benua.
Yang kedua Michael. Rambut putih saljunya terlihat indah, memukau. Pakaian putih membuat kesannya seperti transparan dengan kulit pucatnya. Tubuh kekar dengan manik emas yang tajam. Sungguh menggoda, hanya saja visualnya tersia-siakan karena aura lembeknya yang teramat kental.
Di sisi lain, Javan dengan putra kecilnya beriringan menemui orang-orang dalam pesta. Fisiknya bisa dijelaskan seperti aktor Korea dengan gaya rambut ahjussi serta jas putih pernikahan dengan aura CEO dalam drama Korea.
Sedangkan Celestin dengan rambut ungunya dengan poni terlihat manis, netra hitamnya yang tajam selalu terlihat sopan. Menggambar kebangsawanan sejati.
Kali ini Gabriel dengan visual play boy terlihat jelas. Mawar merah di jas putihnya terlihat menawan. Rambutnya emasnya disisir kebelakang, iris zamrud miliknya menyala-nyala, menebarkan pesona bagi para wanita yang menatap.
Sedangkan Noelani, terlihat seperti malaikat polos menarik para Madam menatapnya gemas. Surai dengan warna pirang pucat, iris biru muda yang berkilauan. Serta attitude yang sempurna. Layaknya seorang sarjana cerdas berpendidikan.
Yang terakhir, di sudut ruangan terdapat Zaniel. Kesannya terasa begitu dingin serta misterius. Surai abu muda yang tersembunyi oleh bayangan pilar, netra safir yang terlihat datar, hingga topeng burung hantu yang dia kenakan. Seorang yang tidak tersentuh, bahkan oleh cahaya matahari sekalipun.
"Utusan Kerajaan Ayyorlik telah sampai!"
Alleia tersadar dari fokus para selir menuju arah pintu. Semua orang tidak bisa menahan diri. Semua orang saling berbisik, menjelekkan nama negara yang telah memperlakukan negeri Citrus dengan buruk.
Bahkan jika pelangi muncul di malam hari. Itu lebih masuk akal di bandingkan negeri Ayyorlik mengirimkan selir yaitu pria menyebalkan yang menyinggung kerajaan Citrus dalam perjamuan kekaisaran.
"BERANI-BERANINYA!"
Salah seorang bangsawan berteriak tidak percaya. Benar, di hadapan mereka kini seorang pria dengan surai abu pekatnya dengan jas putih berdiri dengan ekspresi kosong.
Duke Muda Meresz. Mengapa dia bisa ada di sini?!
Semua orang berseru riuh membuat suasana kian heboh.
Ting! Ting! Ting!
Alleia membunyikan gelas dengan sendok agar semua atensi beralih padanya. "Semuanya tenang!" Dengan ekspresi dingin dia menatap pria di hadapannya.
"Aku tidak mau acara ini terganggu karena hal kecil. Karena itu, tolong tenanglah. Dan untuk para utusan kuil, mari kita mulai perjanjiannya."
Semua orang mendengarkan apa yang Ratu mereka perintahkan. Tidak ada yang kembali berbisik riuh. Lagipula tidak ada orang yang ingin mendapatkan hukuman karena membuat keributan di peresmian harem milik Ratu.
Tujuh pria dengan jas putih berjejer di hadapan Ratu Alleia. Di tengah-tengah mereka, utusan kuil membacakan sambutan dan doa-doa untuk keberlangsungan hubungan harmonis di antara mereka semua.
"Arcelio Ingram. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"Saya bersedia,"
Arcelio mengatakannya dengan senyuman paling bahagia, tulus dan begitu hangat. Alleia bisa merasakan, tatapan penuh kasih sayang yang mengikuti ucapan anak anjingnya tersebut.
"Michael Tendo. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"Sa-saya bersedia!"
Alleia tersenyum tipis. Melihat sumpah yang Michael ucapkan dengan begitu gugup dan cepat membuatnya geli sendiri. Dia terlihat makin lembek dengan cara bicara gugupnya.
"Javan Kaleolani, Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"Saya bersedia."
Dari suara penuh wibawa itu Alleia bisa mengetahui. Pria itu bersumpah dengan kesungguhan dan mampu mempertanggungjawabkan hubungan yang tidak akan pernah Javan anggap sebagai permainan.
"Gabriel Jantus, Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"Saya bersedia~"
Terlihat seperti mengucapkan candaan. Dengan begitu santai tanpa keseriusan dia mengucapkan sumpah tersebut. Alleia memang tidak heran dengan sikap itu. Walau begitu, setidaknya buaya darat itu harus menunjukkan sedikit keseriusan dalam sebuah hubungan resmi.
"Noelani Serafim. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"Atas nama, Tuhan. Saya bersedia."
"Bersedia menghancurkan kehidupanmu."
Alleia bisa merasakan aura negatif dari ucapan pria yang mengatakan hal itu dengan lengkap dan penuh kelembutan. Seakan ada makna lain dari kalimat sumpah yang dikeluarkan.
"Zaniel Malachi. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"Saya, bersedia."
Alleia merasakan bulu kuduknya yang berdiri. Begitu dingin dan gelap. Entah kenapa, suara serak pria itu menghadirkan pesona seorang misterius yang sering menjadi kekaguman kaum hawa.
"Jason Meresz. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
Semua orang menatap tempat pria menjijikkan itu berdiri. "Ekhem, Jason Meresz. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
Tidak ada jawaban, pria itu bungkam tanpa suara. Tatapannya begitu kosong tanpa jiwa. "Untuk terakhir kalinya. Jason Meresz. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, Ratu Citrus?"
"LEBIH BAIK AKU MATI DI BANDINGKAN MENJADI PRIA SIMPANAN RATU MENJIJIKKAN SEPERTI MU!"
Semua orang berseru heboh. Pria itu tertawa seperti orang gila, air matanya mengalir deras, tangannya dengan cepat mengeluarkan belati dari jas lantas menargetkan lehernya sendiri sebagai korban.
"Ups, tidak semudah itu."
Alleia sudah berdiri di hadapan Jason sebelum belati itu melukai leher indah milik pria menyedihkan buangan, Ayyorlik.
"Kamu setidaknya harus mati di tanganku karena telah merusak peresmian harem milikku, Jason," bisik Alleia sembari meletakkan belati milik Jason di leher pemiliknya.
"Selamat tinggal!"
Srash!
Semua orang diam tidak berkutik, darah tersebar dengan cepat, bergerimis, seperti air mancur. Keluar dari tubuh yang sudah terpisah dari kepalanya tersebut.
Dengan kepala yang terpotong di tangannya. Alleia tersenyum jahat menatap utusan kuil. "Lanjutkan, upacaranya."
Utusan kuil tidak bisa menolak, melihat tatapan membunuh milik Ratu. Tanpa basa-basi dia kembali mengucapkan pertanyaan sumpah pada gadis dengan gaun putih penuh noda darah.
"Yang Mulia, Ratu Citrus Alleia Custadio. Atas nama Tuhan, apakah anda bersedia menjadi pendamping, keenam pria yang sudah bersumpah akan menjadi pendamping anda seumur hidup?"
"Aku bersedia."
Alleia tersenyum puas, sembari melihat para selirnya. Ya, dan juga hiasan darah di mana-mana yang berserakan dengan indah.
Ternyata hari ini tidak terlalu buruk.
Bersambung...
13/01/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top