13. Political Strategy
Tepat di kerajaan tiga terbesar di kekaisaran. Kerajaan Ayyorlik tengah mengadakan rapat rahasia para penjabat negeri, bahkan sang Raja sendiri turut hadir dalam pertemuan tersebut.
"Ini tidak bisa dibiarkan, Yang Mulia! Ratu gila itu membuat aturan yang mengancam struktur kehormatan para bangsawan. Jika begini, bisa-bisa dia menciptakan aturan yang lebih gila untuk menyamakan seluruh rakyat itu dengan status yang sama! Ini benar-benar awal kehancuran era para bangsawan." Seorang pria dengan kumis panjang berseru dengan geram, semua mata menatapnya, dalam hati mengiyakan apa yang dikatakan bangsawan senior.
"Tenanglah, Duke Cenfigen. Ratu Citrus hanya terlalu muda untuk berpikir tidak akan masalah menetapkan aturan radikal seperti itu."
"Tapi!"
"Cukup, Duke Cenfigen. Saya juga mengerti kekhawatiran Anda, tapi tidak perlu menunjukkannya terlalu berlebihan. Kita di sini untuk mencari penyelesaiannya bersama." Pemuda dengan mata elang menatap sinis kepada bangsawan tua.
Mereka bertatapan sengit untuk beberapa saat. Tampaknya, sebelum ini, mereka telah bermusuhan hingga berani memperlihatkan kebencian satu sama lain di hadapan Raja.
"Ekhem," deheman Raja membuat mereka bungkam dan kembali menunduk segan. "Jadi, Duke Muda Meresz, Anda punya solusi?" tanyanya menatap pemuda dengan manik tajam yang langsung menengadah, mengangguk percaya diri.
"Sebagaimana, Yang Mulia tahu. Kita telah mengirim orang-orang kita untuk memata-matai Kerajaan Citrus semenjak kenaikan Ratu baru. Banyak yang mereka dapati di sana, bahkan kebanyakan bangsawan di sana membenci Ratu dan membuat aliansi rahasia untuk memberontak."
Duke Muda Meresz menjelaskan dengan serius sembari membuka laporan dari pihak mata-mata untuk dilihat Raja. "Seperti yang Anda lihat, Yang Mulia. Ratu Citrus memang gila darah dan tidak segan untuk membunuh. Dengan terang-terangan beliau pun lebih memihak rakyat kecil dan menyudutkan para bangsawan dengan sangat keras. Aturan-aturan radikal pun dibuat dengan keputusan otoriter yang menyudutkan bangsawan sepenuhnya. Dengan sedikit provokasi para mata-mata kita. Setidaknya sudah terbangun cikal bakal pemberontakan di negeri Citrus."
Mendengar penuturan pemuda dengan surai abu membuat Raja terkagum, mengangguk-angguk. "Laporan yang luar biasa, Duke Muda," puji Raja.
"Ini awal yang luar biasa, dengan menjatuhkan negeri Citrus, kita bisa menaikkan kehormatan Negeri kita hingga menjadi negeri terkuat kedua di benua," ujar salah satu bangsawan lain.
"Benar, walau negeri Citrus bukanlah negeri besar, tapi, di sana mereka menyimpan banyak barang berharga. Terlebih, kekuatan negeri kita memang berbanding tipis dengan kerajaan Tveir, kerajaan terbesar dengan posisi kedua di benua barat," sahut yang lain.
"Benar, itu semua memang ada benarnya," gumam Raja Ayyorlik membaca laporan tentang, Negeri Citrus.
Rapat penting ini memang bertujuan untuk menghancurkan negeri Citrus dan menyatukannya menjadi bagian Negeri Ayyorlik. Itulah mengapa, rapat ini termasuk dalam kategori rahasia yang dilaksanakan pada pagi buta dengan dihadiri bangsawan-bangsawan penting kepercayaan Raja.
"Duke Muda Meresz, Aku akan memberikanmu kepercayaan atas mata-mata yang kamu utus. Dan aku harap, untuk rapat selanjutnya, aku ingin para mata-mata memberikan kekuatan lebih untuk membentuk kelompok pemberontak yang lebih besar." Setelah waktu yang hening untuk sesaat, Raja memberikan titah pada pemuda yang tengah membungkuk hormat.
"Siap, Paduka. Saya akan melaksanakan titah Anda dengan sungguh-sungguh."
"Duke Cenfigen, Aku berharap kamu memperhatikan lebih dalam tentang sumber daya dan hubungan politik negara Citrus," perintah Raja.
"Baik, Yang Mulia."
"Dan untuk yang lain, tolong rahasiakan pembicaraan ini. Dan aku harap, kita lebih melatih para kesatria untuk rencana tahap selanjutnya."
Para bangsawan yang hadir menunduk dengan lengan di dada menyahut, memberikan jawaban persetujuan. Ketika rapat berakhir semua orang memberi salam untuk menghantarkeprgian pemimpin Negeri. "Semoga berkah pencipta selalu melindungi, Pemimpin Negeri."
"Semoga berkah pencipta melindungi kalian juga."
.
.
.
"Uhuk!"
Darah keluar dari mulut pria malang yang diikat di kursi dengan luka ruam dan sobek di seluruh tubuh. Baju kusam dengan aroma anyir dan tanah basah tercium menyengat, kentara dengan gadis dengan kemeja putih yang memiliki sedikit percikan merah di bajunya.
"Uhuk!"
Lagi-lagi darah keluar, setelah pukulan berdentum, menghantam perutnya yang entah sudah berapa kali menjadi samsak.
"Hey, bukannya cukup mudah untuk menjawab? Kamu keras kepala sekali, dasar bodoh."
Alleia, gadis itu berdiri di sana menghadap pria yang terikat dengan darah di sekujur tubuh, entah berapa siksaan yang telah dia torehkan. Yang pasti itu bukan hanya goresan ringan.
Buk! Buk! Buk!
Suara pukulan berdentum nyaring kembali terdengar, darah mengalir juga air mata yang jatuh tanpa persetujuan. Napas pria itu terengah, lelah. "Cu, cukup..," lirihnya memelas.
"Hm?" Dengan menaikkan sebelah alis Alleia kembali bertanya dengan isyarat, seolah-olah tidak mengerti.
"Cukup, cukup, kumohon.., berhenti..," bisiknya dengan suara serak, hampir terputus.
"Hey, sudah kubilang jawab dulu pertanyaanku brengsek!"
Alleia kembali memberikan tinju dengan kuat hingga membuat luka baru yang mengukir badan pria tersebut. "Sa- saya mata-mata dari Ayyorlik," jawab pria malang serak.
Mungkin, siksaan yang dia dapatkan sudah melumpuhkan otaknya hingga tidak bisa berpikir jernih dan menjawab pertanyaan yang awalnya dia sembunyikan rapat-rapat. "Lalu?"
Melihat Alleia yang terdiam dan merenggangkan tubuh dengan santai membuatnya bernafas lega untuk sesaat. Sebelum kembali menjawab, "Saya diminta untuk menghasut para bangsawan yang membenci Yang Mulia untuk membuat kelompok pemberontak."
"Lalu?"
"Itu saja." Alleia menatap skeptis, menaikkan sebelah alis sebelum kembali mengepal tinju dengan senyum miring.
"KERAJAAN AYYORLIK MENGINGINKAN CITRUS MENJADI WILAYAH KEKUASAAN MEREKA, UNTUK MEMPERKUAT POSISI NEGARA. ITU SAJA YANG SAYA TAHU, YANG MULIA!" Mata-mata malang berkata cepat dengan panik sebelum merasakan tinju yang sudah kembali teracung di depan wajahnya.
Alleia tertawa kecil mendengar penuturan tersebut, sembari mendorong pelan kepala mata-mata. "Dasar penakut," ujarnya.
Gadis cantik ini membalikkan badan, melihat Hera yang memutar bola mata malas menangkap sarung tangan penuh darah yang Alleia kenakan saat interogasi, atau lebih disebut penyiksaan.
"Panggil Ksatria kerajaan untuk menanyakan lebih detail soal para bangsawan yang berkhianat dan kirim laporannya besok pagi di ruang kerja."
"Saya mengerti, selamat beristirahat, Yang Mulia."
Alleia mengangguk sembari berjalan menaiki anak tangga, matanya tertuju pada salah satu sel yang terdapat dua orang tampan yang ditahan berdampingan. Ya, sebenarnya itu memang rencananya. Tidak buruk melihat dua orang tampan dengan aura yang bertolak belakang saling berdampingan. Benar-benar menyegarkan mata.
"Halo, Gabriel, Noelani. Senang melihat kalian."
Noelani yang mendapatkan Ratu di hadapannya hanya tersenyum sangsi menunduk hormat dengan rasa terpaksa. Sembari mengingat kejadian yang lalu membuat perutnya mual. Sedang Gabriel, dengan kedipan nakal menunduk dengan senyum menggoda.
"Senang bertemu dengan Anda juga, Yang Mulia." Gabriel tersenyum lebar membuat Alleia ikut tersenyum ringan. Pria ini memang cukup aneh, masih bisa menggoda walau di depannya terlihat jelas jeruji besi membatasi interaksi mereka.
"Kamu tidak senang, Noelani?"
"Tidak, saya cukup senang, Anda masih memberikan perhatian pada saya."
Alleia tertawa kecil sebelum kembali hendak beranjak.
"Yang Mulia," panggil Gabriel.
"Ada apa?" Ratu yang langkahnya terhenti melirik bertanya.
"Bukankah terlalu kejam memenjarakan seseorang hanya karena menggoda? Anda kejam sekali, Yang Mulia." Gabriel memelas dengan kedipan imut yang menurut Alleia lebih manis milik Arcelio.
"Tapi, yang kamu goda, Ratu, Gabriel."
"Ah, jangan salahkan saya. Saya hanya pria pencinta kecantikan. Itu adalah kesalahan Tuhan yang menciptakan makhluk secantik, Yang Mulia."
Alleia tertawa keras. Bisa-bisanya pria ini menyalahkan Tuhan atas dosa yang dia lakukan. "Jangan menggodaku lagi, aku akan pergi." Ratu Citrus melambaikan tangan kembali melangkah.
"Yang Mulia."
"Ck, apa lagi?"
"Bukankah lebih bagus jika Anda menjadikan saya sebagai salah satu pria di harem Anda? Walau begini pun, saya cukup berpengaruh di dunia hitam."
Alleia yang mendengarnya hanya tertawa kecil serta melambaikan tangan. Setidaknya dia harus pergi saat ini sebelum terkena rayuan kepala emas licik tersebut. Dengan lirikan kecil dia menatap Noelani untuk sebentar. Sebenarnya wajah polos itu tidak cocok dengan tatapan kebencian mendalam.
.
.
.
"Apa?!"
"Suaramu menyakiti telingaku, Javan."
Javan menarik napas perlahan menatap gadis di hadapannya yang sibuk membaca dokumen tanpa beban sama sekali. "Yang Mulia," panggilnya pelan.
"Ya?"
"Apa tadi Anda benar-benar mengatakan, Kerajaan Ayyorlik hendak memecah belah Kerajaan Citrus dan menjadikannya bagian dari, Negaranya?" tanya Javan berusaha setenang mungkin.
"Ya, itu yang aku maksud, memang apa lagi?"
Javan menangis dalam hati. Apa karena dirinya yang terlalu khawatir mengetahui fakta mengejutkan ini atau memang Ratunya yang terlalu santai?
"Yang Mulia, ini bisa menjadi tawaran perang secara tidak langsung untuk Kerajaan Citrus. Kerajaan Ayyorlik adalah negara ketiga terbesar di benua, bahkan dengan pasukan penuh, kita tidak akan bisa mengalahkan mereka. Terlebih mereka memiliki sekutu yang paling besar di benua barat."
Javan memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya sakit, apalagi jika benar terjadi. Alleia yang mendapati kegelisahan dari salah satu calon selirnya tersebut tersenyum santai lantas menghampiri pria tersebut. "Hey, sepertinya aku punya ide bagus."
Javan yang kini merasakan kepala Ratu yang bertengger di bahunya dari belakang terdiam. Perlahan-lahan tangan Alleia terulur memeluk pria itu yang hanya bisa memejamkan mata, pasrah, berusaha menetralkan degup jantung yang sudah tidak beraturan. Oh, lihatlah, dia sekarang tidak lebih seperti remaja puber yang baru tahu cinta. Menyebalkan.
"Yang Mulia?"
"Sstt, biarkan seperti ini sebentar saja," bisik Alleia tepat di telinga Javan.
Kriet.
"Oh, apa saya mengganggu?"
Di tengah suasana romantis yang menyelimuti ruangan, tiba-tiba dari arah pintu Hera datang mendapati dua orang tersebut tengah bermesraan. Hingga Javan yang buru-buru melepaskan tautan dekapan Ratunya, yang kini sedang menatap datar Hera.
"Pelayan sialan."
"Majikan mesum."
Kedua wanita itu berdecih, menatap jijik satu sama lain. "Aku berpikir, bagaimana kita membangun wajib militer. Entah itu wanita atau pria sehat dalam satu keluarga. Setidaknya mereka harus turut ikut pelatihan untuk mempersiapkan perang jika benar-benar nanti perang akan pecah."
Javan yang mendengar ide Alleia mendengarkan dengan seksama langsung kembali ke mejanya membuat perhitungan. Sedangkan Hera yang mendengarnya langsung mengangguk setuju akan ide berlian tersebut.
"Ini, Yang Mulia. Laporan dari Kesatria yang berhasil menginterogasi mata-mata. Nama-nama keluarga bangsawan yang ikut berkontribusi membangun pemberontakan sudah ditulis sesuai perintah Anda." Hera memberikan gulungan kertas kepada majikannya yang langsung membaca cepat dan memberikannya kembali.
"Berikan pada, Marquess Govert."
Bertepatan dengan titah Ratu, Javan menyela dengan menyetujui ide Alleia. "Yang Mulia, ini benar-benar ide cemerlang! Kita harus segera membuat musyawarah tentang hal ini dengan bangsawan pangkat tinggi dan penasihat kerajaan."
"Ya, benar." Alleia mengangguk dan melirik kembali Hera. "Hera, lakukan perintahku sebelumnya, untuk Marquess Govert mengumpulkan para pengkhianat dan membawakan mereka semua besok hari. Dan segera beri pesan kepada bangsawan pangkat tinggi untuk segera berkumpul untuk rapat darurat."
"Baik, Yang Mulia."
Javan melirik Ratunya yang membalas tatapannya dengan senyuman. Ini aneh, untuk dia yang sudah berpengalaman dengan wanita dengan ikatan suci malah kembali berdegup kencang dengan wanita lain.
Apakah dia boleh tetap begini?
.
.
.
Arcelio bergumam gelisah menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Mendengar soal dekrit baru yang dikeluarkan Ratu membuat dia cemas. Bukan soal wajib militer dan hal seperti itu, tap, tentang gosip yang beredar kalau kini Ratu semakin dekat dengan Javan yang ikut berkontribusi dalam dekrit baru yang dikeluarkan Ratu. Apalagi tentang mereka yang satu ruangan di istana dalam bekerja membuat tingkat iri dan dengkinya meningkat tinggi.
"Manusia tidak tahu diri itu, bisa-bisanya mendekati, Ratu. Padahal dia sudah pernah menikah, apa dia pikir dia pantas mendapatkan, Yang Mulia? Makhluk bajingan."
Urian yang mendengar gumaman tuannya hanya bisa pura-pura tuli, dia tidak mau berurusan dengan percintaan tuannya yang masokis dan setengah gila itu.
"Urian, ambil cek milikku di brangkas."
Mendengar perintah Arcelio dengan nada rendah membuat Urian waswas. Apalagi yang akan dilakukan, Tuannya? Tanpa pikir panjang dia buru-buru mengambil apa yang Arcelio suruh. Cek yang berada di brangkas adalah cek tidak terbatas yang diturunkan turun temurun di keluarga Ingram. Karena itu, buat apa Tuannya menggunakan cek itu? Terlebih, Tuannya itu super pelit.
Arcelio dengan mata berapi-api mengambil tinta emas dan mengukirkan angka dengan banyaknya angka nol yang bahkan tidak bisa dihitung dari sekali pandang.
"Tu-tuan?"
Arcelio tidak menyahut panggilan ajudannya dan hanya membalas dengan seringai tajam. "Jika pria itu bisa mendapatkan hati ratu karena otaknya, maka aku bisa memiliki uang untuk mendapatkan hatinya."
Dengan tangan gemetar Urian mengambil cek yang langsung ia simpan ke kotak perak berlapis permata dan pelindung sihir. Benar, karena tuannya yang akhir-akhir ini gila dia lupa kalau tuannya itu kaya raya tujuh turunan.
Mengangguk dengan sepenuh hati, Urian membawa cek itu untuk diberikan pada Ratu. Arcelio, tampaknya benar-benar mencintai Ratu.
"Hahaha, memangnya kamu bisa apa Javan? Bahkan kamu tidak bisa mengalahkan uang yang kuberikan," tawa meledak dari arah Arcelio mengiringi kepergian ajudannya.
.
.
.
Di aula Istana kini dipenuhi para utusan dari keluarga masing-masing. Semuanya berdiri gagah, entah itu wanita atau pria. Mereka berdiri di hadapan Ratu dengan penuh kehormatan.
"Untuk negeri Citrus!"
Semua bersorak mengikuti seruan ratu untuk menyamangati pasukan, dengan lirikan singkat pada Marquess Govert yang mengambil alih pimpinan dalam wajib militer. Ratu mempercayakan rakyat pada mereka semua.
"Untuk kita semua dan masa depan lebih cerah. Kita akan berkorban demi negeri Citrus!"
Bersambung...
31/12/2021
Note:
Hai semuanya, maaf aku telat update. Setelah kesibukan Oktober-November, aku akhirnya liburan sebulan dan akhirnya malah lupa diri dan bener-bener liburan tanpa beban hingga lupa update (๑´•.̫ • '๑)
Author minta maaf sebesar-besarnya buat para pembaca (╥﹏╥) Author usahain update deh, buat tahun depan biar cepat tamat (◠‿・)—☆
So, makasih yang masih sabar nunggu. Love you all ( ◜‿◝ )♡
Dan selamat tahun baru, semoga di tahun baru ini, kita bisa makin baik lagi dan semua target tahun depan kita terpenuhi (´∩。• ᵕ •。∩')
Bye-bye ✧\(>o<)ノ✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top