12. Flirt Man
Ayah, apa kabarmu?
Aku harap Ayah selalu dalam keadaan sehat.
Ayah, kemarin aku tidak sengaja bertemu dengan Yang Mulia Ratu.
Seperti yang Ayah katakan, beliau memang menyeramkan. Tapi, beliau sangat baik padaku Ayah.
Ratu membantuku dari rundungan anak-anak nakal bangsawan. Bahkan meminta akademi bertanggung jawab sepenuhnya padaku sebagai korban.
Segala yang Ayah dan kuinginkan terkabul begitu mudah. Akademi memberikan kompensasi beasiswa dan masuk bidang khusus yang sangat sulit dimasuki. Bahkan kepastian untuk masa depan cerah mereka berikan.
Oh, ya, Ayah. Yang Mulia mengatakan aku akan jadi pangeran ketika ayah menjadi selir resmi, Yang Mulia. Apakah itu benar?
Ratu sangat baik. Dan beliau bilang ia akan menjadi ibu baruku. Aku tidak keberatan untuk itu. Ratu sangat tulus menyayangiku.
Dari putramu, Celestin.
Javan membaca surat dari putranya tengah malam saat hendak beranjak tidur. Isi tersebut membuatnya terkejut mengetahui ada kejadian semacam itu pada putranya. Apalagi Ratu yang berperilaku selayaknya Ibu bagi Celestin.
Tidak bisa dipungkiri rasa curiga mengganjal dalam hati. Apa Ratu memiliki niat tersembunyi?
Tapi, satupun kemungkinan tidak ia dapatkan. Karena bagaimanapun, kesempatan apa yang ingin diambil Ratu karena menolong anak salah satu calon selirnya?
Jika saja itu karena Ratu benar-benar tertarik dengan dirinya. Itu bisa saja mungkin untuk pencitraan. Tapi, dia bukanlah salah satu calon selir yang istimewa di bandingkan yang lain. Bahkan yang paling dekat dengan Ratu sebagai calon selir adalah Arcelio Ingram.
Yang dia lakukan hanyalah membantu pekerjaan istana dan dokumen-dokumen. Bertindak layaknya wakil Ratu karena melihat ia yang kompeten di bidang politik.
Javan memijat kepalanya sebentar sebelum terbaring sembari memejamkan mata.
Tidak peduli apapun itu. Yang ia inginkan adalah kehidupan lebih baik di masa depan untuknya serta Celestin. Itu lebih dari cukup.
.
.
.
"Salam kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."
Para prajurit serta Javan menyambut dan memberi salam saat Alleia baru saja sampai di istana. Dengan hormat mereka membungkuk sebelum Alleia mengangguk dan menjawab hingga hilang dari pandangan.
Di belakang Alleia Javan mengikuti sebab tempat yang mereka tuju nampaknya satu arah. Yaitu ruang kerja Ratu yang sudah selesai direnovasi.
"Bagaimana keadaan selama aku pergi?"
"Semua berjalan baik, Yang Mulia."
"Syukurlah."
Mereka kembali terdiam hingga sampai di ruang kerja Ratu. Gadis itu dengan cepat menjatuhkan diri di atas kursi lantas membuka beberapa dokumen yang dikerjakan Javin.
"Ini sempurna. Kamu benar-benar kompeten Tuan Kaleolani."
"Ini semua berkat bimbingan anda."
Alleia tertawa menggeleng. "Kamu bohong, kamu mengerjakannya tanpa bantuan siapapun. Tapi semua begitu sempurna. Kerja bagus."
Javan mengangguk puas lantas membungkuk memberi salam untuk pamit pergi. Namun, langkahnya terhenti saat Ratu memanggil.
"Oh, ya, Javin. Mengapa kamu tidak mengerjakan pekerjaanmu bersamaku di sini?"
"Maaf?"
Ratu terkekeh sebelum kembali menjawab. "Maksudku, pekerjaan akan lebih cepat terselesaikan jika kita bekerjasama bukan? Dan ruang untuk menjadi perwakilan pemimpin negara adalah langka. Tidakkah kamu ingin mengambil posisi itu?"
Javan yang mendengarnya terdiam tidak percaya untuk sesaat sebelum buru-buru membungkuk hormat.
"Suatu kehormatan bagi saya untuk melayani anda, Yang Mulia."
"Baguslah kalau begitu. Aku akan mengatur orang untuk menyiapkan meja dan tempatmu di sini. Karena jika kita satu ruangan itu akan lebih produktif dalam menyelesaikan pekerjaan."
Javan lagi-lagi mengangguk dan membungkuk hormat. Tidak peduli sesulit apa dia menjadi seorang bangsawan hebat. Ia bisa naik ke posisi setinggi ini berkat Ratu yang selalu membuka peluang untuknya terus berkembang.
"Terimakasih, Yang Mulia."
"Terimakasih kembali."
Ratu menghela nafas mengusap wajah kasar sebelum kembali membuka dokumen. Namun, di depannya Javan masih membungkuk hormat membuat gadis itu mengernyit heran.
"Apa kamu akan tetap di sini?"
Javan yang mendapat pertanyaan tersebut menggeleng dan menegakkan tubuh.
"Yang Mulia, sekali lagi saya ingin mengucapkan terimakasih."
"Untuk? Kamu sudah mengucapkannya tadi."
"Untuk bantuan anda pada putra saya di akademi. Saya sangat berterimakasih atas hal tersebut."
Alleia menggeleng serta menatap prianya dengan serius. "Aku melakukannya karena Celestin akan menjadi putraku juga di masa depan. Lagi pula wajar seorang ibu membela anaknya sendiri 'kan?"
Javan terdiam kaku mendengarnya. Ibu? Apa Ratu benar-benar menganggap Celestin adalah anaknya? Bukankah mereka baru bertemu sekali dan tidak pernah memiliki hubungan sebelumnya?
Berbagai pertanyaan menyerang kepalanya bertubi-tubi. Seakan tidak percaya dengan apa yang ia dapati saat ini. Terlebih Ratu adalah seorang penjahat. Mana mungkin ia peduli dengan anak salah satu calon selirnya.
"Kamu sepertinya salah paham. Ketika aku memiliki sesuatu aku akan bertanggung jawab sepenuhnya atas hal itu dan akan memberikan yang terbaik. Terlebih ketika aku menginginkan selir seorang duda mempunyai seorang putra. Itu adalah hal yang sudah kuperhitungkan. Aku akan menganggap putramu sebagai anak sendiri."
Alleia yang melihat Javin berpikir keras berusaha menjelaskan bahwa dia tidak memiliki maksud jahat dengan berbuat baik pada calon putranya. Dia melakukan itu sebagai tanggung jawab seorang Ibu.
Sedangkan Javan yang mendengar itu menatap Ratu. Namun, sedikitpun kebohongan tidak terlihat dari raut wajah pemimpin negeri tersebut. Yang ditemukannya adalah ketulusan tanpa meminta pembalasan. Dan itu semua membuat hatinya menghangat.
"Salam kepada, Yang Mulia Ratu."
Di tengah kesunyian tiba-tiba Hera datang menghampiri Alleia yang sedang berduaan dengan Javin.
"Apa saya mengganggu?"
Alleia dan Javin menggeleng bersamaan dengan pria itu yang langsung pamit pergi setelah kembali mengucapkan terimakasih sekali lagi.
"Apa liburan anda menyenangkan?"
Alleia mendongak, menatap gadis yang tengah menuangkan teh di hadapannya. "Memangnya kapan aku berlibur? Aku kemarin pergi untuk mengawasi lapangan."
"Apa ada kabar terbaru?"
Hera yang mendengarnya langsung mengangguk dan menutup pintu ruangan. Setelahnya, dari saku gaun ia mengambil secarik kertas lantas memberikannya pada Alleia.
"Perencanaan pemberontakan. Saya mendapatkan kabar itu di dunia hitam. Mereka berkumpul dan membangun markas dan komunitas sendiri di wilayah prostitusi."
Alleia tertawa keras mendengarnya sampai mengeluarkan air mata.
"Oh, Tuhan. Sepertinya aku akan bersenang-senang lagi malam ini."
Hera yang mendengarnya mendengkus lantas memberikan penjelasan lebih detail tentang siapa saja dan apa yang mereka lakukan untuk rencana pemberontakan.
"Bagaimana kabar ular albino itu?"
"Dia jarang sekali keluar kamar dan selalu terlihat murung. Dan setiap melihat saya dia selalu bertanya tentang, Yang Mulia."
Alleia melemaskan tubuh di atas kursi. Entah kenapa akhir-akhir ini ia jarang sekali beristirahat terlebih untuk bersenang-senang.
"Baiklah, silahkan kembali. Dan siapkan tempat di ruangan ini untuk Javin. Mulai hari ini kami akan berbagi ruangan."
"Baiklah, apa ada lagi yang anda inginkan, Yang Mulia?"
Alleia memejamkan mata sesaat sebelum kembali menjawab.
"Sebelum pergi nanti malam aku akan menemui Michael. Jadi kabari anak itu agar tidak terkejut nanti ketika aku datang."
"Baik, Yang Mulia. Kalau begitu saya permisi."
.
.
.
Michael cemas saat dikabari Ratu akan mendatangi tempatnya. Dia yang selama ini selalu murung terus teringat dengan perkataan Arcelio untuk hidup seperti orang mati di istana dan tidak menggangu Ratu.
Karena itu, walau ia merasa ingin bertemu. Ia terus menahannya. Terlebih, ia sudah pernah mengacau sebelumnya hingga membuat Ratu terluka.
"Apa kamu selalu murung seperti itu selama kita tidak bertemu?"
Mendengar suara wanita. Michael berbalik menghadap pintu, dimana Ratu sekarang sedang berdiri sembari bersender.
"Salam kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."
Alleia mendekati Michael yang menunduk sembari gemetar. Takut-takut berbuat salah. "Hey, apa kamu tidak akan menjawab pertanyaanku?"
"I, iya, Yang Mulia."
Alleia menghembuskan nafas panjang dan duduk di atas kasur. Tangannya dengan ringan menepuk tempat disampingnya. "Duduklah di sini."
Dengan pandangan menunduk Michael mendekat dan terduduk di samping Ratu. Dengan gerakan canggung ia curi-curi pandang terhadap Ratu yang melihatnya begitu jelas. "Yang Mulia?"
"Hah.., sebenarnya kamu ini kenapa? Padahal aku tidak memarahimu soal kejadian itu. Tapi mengapa kamu begitu ketakutan seperti itu?"
"Ma, maaf. Saya tidak bermaksud."
Alleia tersenyum paksa dengan tangan yang meremas rambut. Rasanya dia sudah cukup sabar menghadapi makhluk jadi-jadian ini. Lalu mengapa anak ini tidak bisa menyesuaikan diri sekali saja.
"Lalu kenapa? Kamu bahkan tidak menemuiku lagi setelah meminta maaf atas kejadian tempo hari yang lalu. Kenapa kamu bersikap seperti itu? Apa aku berbuat salah padamu?"
"Anda tidak melakukan kesalahan apapun, Yang Mulia."
Michael yang mendapatkan respon pasrah Alleia buru-buru mengintrupsi. Karena sejujurnya dialah yang bermasalah di sini.
"Lalu? Ada yang mengganggumu?"
Alleia yang mendapatkan jawaban sebelumnya dari Michael kembali bertanya. Yang kali ini tubuhnya kaku. Menandakan itu adalah hal yang benar.
"Siapa itu? Calon selir yang lain? Apa itu Arcelio?"
Lagi-lagi tubuh pemuda itu kaku. Menandakan yang dikatakannya adalah benar. Alleia hanya bisa menghela nafas dan menarik pemuda depresi itu dalam dekapannya.
Jelas saja Michael terkejut walau setelahnya ia merasa nyaman dengan usapan lembut di punggungnya.
"Jangan dengarkan apa yang orang katakan. Kamu adalah selirku. Jadi kamu hanya boleh mendengarkan aku saja. Jangan merasa bersalah atas apapun itu selain aku yang bilang kalau itu salah. Kamu hanya perlu hidup untuk dirimu dan juga kebahagiaanmu."
Michael untuk pertama kali dalam hidupnya mendengar penghiburan tulus seperti itu. Terlebih ia diarahkan untuk fokus pada hidupnya untuk menjadi bahagia.
Entah dari dekapan hangat. Kata-kata manis yang ia dengarkan atau perasaannya yang campur aduk. Air mata mulai menetes dari kedua matanya. Membuat ia bersembunyi dibalik tengkuk gadis kuat tersebut dengan nafas yang mulai tersengal.
"Jangan menangis. Aku ada di sini."
Alleia dengan lembut tersenyum mengusap pipi pria albino tersebut yang masih tidak bisa menghentikan tangisannya seperti anak kecil.
Dengan hangat Alleia kembali mendekapnya. Namun, kali ini ia membaringkan tubuhnya ke atas kasur diiringi pria yang ikut terbaring dalam dekapannya.
Entah kenapa di banding sebagai seorang kekasih. Alleia lebih merasa seperti Ibu yang harus mengurus bayi besar.
.
.
.
Alleia melihat jam yang menunjukkan pukul sebelas malam. Hampir tiga jam dia berbaring di atas kasur dengan menenangkan Michael hingga tertidur di pelukannya.
Dengan hati-hati ia turun dari kasur dan pergi menemui beberapa prajurit yang akan ia bawa. Termasuk salah satu penyihir kerajaan yang kini sedang mengubah rambutnya menjadi ungu untuk penyamarannya menuju tempat prostitusi.
Beberapa pengawal juga ikut menyamar dan akan bertindak sesuai arahan yang akan dilakukan Ratu. Terutama saat menangkap para pemberontak nanti.
Dengan kereta kuda sederhana mereka pergi dan sampai di sana tepat tengah malam. Di mana saat itu adalah puncak ramai tempat penuh dosa tersebut.
Alleia kini menatap bar di hadapannya tempat orang-orang minum. Dan juga informasi rahasia biasanya ditemukan. Dengan lihai ia membuka jubah. Menghadirkan, gadis dengan gaun panjang serta surai ungu cantik berjalan menuju bar.
Dengan gerakan isyarat dia memerintahkan prajurit yang menyamar untuk mengikutinya menyamar di tengah kerumunan untuk menemukan pemberontakan.
Di dalam ruangan bar. Bau alkohol tercium, menyengat hidung. Orang-orang berdansa juga beberapa mereka yang bercumbu mesra di tempat gelap.
Namun, di antara semuanya. Yang paling menonjol adalah pria bersurai emas dengan potongan rambut indah bersama banyak gadis di sekelilingnya.
Pandangan Alleia tidak sengaja bersinggungan dengan pandangan pria itu yang langsung mengedipkan mata genit. Mendapatkan hal tersebut Alleia merinding jijik. Jika saja ia tidak tahu tempat, mungkin ia bisa muntah saat itu juga.
"Selamat malam kepada semua pengunjung! Spesial malam ini, kami akan mempersilahkan siapa saja yang ingin bernyanyi untuk berdiri di atas panggung untuk menghibur semua pengunjung. Silahkan bagi yang berminat untuk naik keatas panggung saat ini juga!"
Alleia yang mendengar itu tertarik dan tanpa ragu naik ke atas panggung. Semua orang yang melihat gadis secantik itu langsung bersorak memberi apresiasi sembari menuntutnya segera menyanyikan lagu.
Dengan percaya diri Alleia menatap semua orang. Tangannya memegang pengeras suara dan mulai menyanyikan lagu.
"There's a war inside my head.
Sometimes I wish that I was dead, I'm broken.
So I called this therapist.
And she said, "Girl, you can't be fixed just take this."
Suara merdu terdengar rendah mengalun. Mengawali lagu yang akan dibawakan gadis cantik di hadapan mereka semua. Termasuk pria yang menggoda Alleia pun tertarik ikut melihat pertunjukan gadis itu.
"I'm tired of trying to be normal.
I'm always over-thinking.
I'm driving myself crazy.
So what if I'm fucking crazy?"
Nada frustasi mulai terdengar. Terlihat sekali Alleia benar-benar mendalami lagu yang ia bawakan.
"And I don't need your quick fix.
I don't want your prescriptions.
Just 'cause you say I'm crazy.
So what if I'm fucking crazy?
Yeah, I'm gonna show you."
Semua orang mulai memperhatikan dengan seksama dan ikut terhanyut dalam lagu yang dibawakan gadis misterius bersurai ungu tersebut.
"Loco, maniac, sick bitch, psychopath.
Yeah, I'm gonna show you.
I'm gonna show you.
Yeah, I'm gonna show you."
"Mental out my brain, bad shit, go insane.
Yeah, I'm gonna show you.
I'm gonna show you.
Yeah, I'm gonna show you."
Suara dengan nada tinggi terdengar jelas membuat semua orang terkesima namun juga menikmati yang dibawakan sang gadis.
Sedangkan di tempat tersembunyi, para prajurit mulai beraksi. Mencari informasi dari celah paling tersembunyi.
"I've been searching city streets.
Trying to find the missing piece like. you said.
And I searched hard only to find.
There's not a single thing that's wrong with my mind."
Orang-orang bertepuk tangan seiring lagu mengalun sesuai irama yang berjalan. Beberapa menirukan dengan mulut bergerak sembari khusyuk menonton.
"Yeah, I'm tired of tryna be normal.
I'm always over-thinking.
Driving myself crazy.
So what if I'm fucking crazy?"
"And I don't need your quick fix.
I don't want your prescriptions.
Just 'cause you say I'm crazy.
So what if I'm fucking crazy?
I'm gonna show you."
Sebagian orang mulai ikut menyanyikan reff lagu. Karena bahkan sebagian orang yang berada di sana mungkin merasa cocok dengan lirik lagu tersebut bagi mereka yang merasa dirinya tidak seperti orang normal.
"Loco, maniac, sick bitch, psychopath.
Yeah, I'm gonna show you.
I'm gonna show you.
Yeah, I'm gonna show you."
"Mental out my brain, bad shit, go insane.
Yeah, I'm gonna show you.
I'm gonna show you.
I'm gonna show you."
"Crazy, crazy, yeah I'm gonna show you.
Crazy, crazy, yeah I'm gonna show you.
Crazy, crazy.
Yeah~"
"Tired of tryna be normal.
I'm driving myself crazy.
And I don't need your quick fix.
I don't want your prescriptions.
Just 'cause you say I'm crazy.
So what if I'm fucking crazy?
Yeah, I'm gonna show you."
"Loco, maniac, sick bitch, psychopath.
Yeah, I'm gonna show you.
I'm gonna show you.
Yeah, I'm gonna show you."
"Mental out my brain, bad shit, go insane.
Yeah, I'm gonna show you.
I'm gonna show you.
Yeah, I'm gonna show you."
Lagu berhenti dengan iring-iringan tepuk tangan penonton yang puas. Alleia melambaikan tangan dengan ceria menjadi bintang panggung yang bersinar.
Saat Alleia turun, pemuda yang tadi menggodanya menghampirinya. Ia tersenyum mesum sembari mengulurkan tangan. "Gabriel."
Alleia menatap tangan yang terulur padanya lantas tersenyum tipis mengibaskan rambut. "Alleia."
"Wah, namamu mirip dengan, Yang Mulia Ratu. Pantas saja kamu bisa secantik ini."
Buaya. Itu yang Alleia pikirkan. Sebelum dari belakang ada prajurit yang memberikan isyarat padanya yang masih mengobrol dengan Gabriel.
"Maaf, tapi aku sibuk."
Dengan cepat ia melengos pergi. Menghampiri salah satu prajurit yang menyamar. Namun, belum sampai ia di hadapan prajurit tersebut. Seorang pria mesum mendekatinya sembari menggoda.
Alleia bisa mengampuni pria itu jika dia sesopan atau setampan Gabriel. Sayangnya, yang di hadapannya ini tidak berbeda dari cumi-cumi di lautan dan etika rendah.
"Minggir, sampah."
Alleia dengan pandangan tajam menatap pria itu dan berjalan pergi. Namun, belum sedetik, pria itu malah menyentuh bokongnya tanpa permisi yang membuat Alleia langsung melotot dan mematahkan tangan pria itu tanpa ragu.
"Sialan."
Gadis itu kembali ingin bergabung dengan para prajurit yang kini juga mulai menghampirinya. Namun, lagi-lagi masalah datang. Sekumpulan gadis-gadis berpakaian terbuka yang cemburu akan perhatian dengan sengaja menumpahkan alkohol ke rambut Alleia yang langsung menunjukkan warna aslinya.
Rambut hitam kelam basah dengan cairan anggur merah tergerai indah. Manik Amethyst itu menyala-nyala penuh amarah. Membuat siapa saja yang melihatnya akan kabur ketakutan.
Saat itu juga Alleia yang kedatangan prajurit menyamar langsung mengambil salah satu pedang milik prajurit lantas memenggal kepala wanita-wanita yang tadi menggangunya.
Suara jeritan saling sahut menyahut. Bahkan orang-orang mulai kabur saking ketakutannya. Namun, itu saja belum cukup. Dari waktu yang Alleia berikan pada prajurit. Di antara mereka sudah menemukan persembunyian rahasia pemberontak.
Dan kini dengan terbuka, juga kartu izin istana. Prajurit-prajurit menyebar. Menangkap orang-orang yang dianggap sebagai anggota pemberontakan.
"Aku, Alleia Custadio. Akan menggeledah tempat ini sampai bersih hingga tersisa."
Orang-orang mulai ditangkap. Keributan di mana-mana. Di antara kerumunan orang berlari. Alleia lagi-lagi tidak sengaja bertemu dengan Gabriel yang masih sempat-sempatnya mengedipkan mata padanya walau tahu ia adalah Ratu kerajaan.
Walau begitu Alleia dengan senang hati bermain dengan anak ini dan langsung menyuruh orang itu untuk dijebloskan ke dalam penjara.
"Permainan yang cukup menarik."
Lagi-lagi Gabriel mengedipkan sebelah mata sembari memberikan ciuman jauh saat prajurit menyeretnya menuju kereta untuk dijebloskan ke penjara.
Song: I'm gonna show you crazy- Bebe Rexha.
Bersambung...
10/11/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top