1. Psychopat Queen
Satu pasukan batalion prajurit mendatangi ruang takhta. Di barengi utusan negara lain yang baru saja tiba dari kerajaan tetangga.
Mereka semua kini dikejutkan dengan pemandangan mayat yang bergelimpangan dan genangan darah di lantai ruangan takhta. Di tambah beberapa kepala tanpa tubuh tergeletak di mana-mana.
Di singgasana sendiri hadir gadis dengan piyama tidur putih di lumuri darah. Matanya menyorot setiap orang yang datang dalam ruangan.
Alleia berdiri, rambut hitam arang miliknya terurai indah. Dengan sorot manik ungu yang mempesona. Ditambah kesan kejam dari sorot dan aura membunuh yang ia keluarkan. Mematikan.
"Perhatikan kalian semua. Sekarang tunduklah pada Ratu baru Kerajaan Citrus. Ratu Alleia Custadio."
Para prajurit yang tunduk pada setiap pemimpin yang berkuasa mulai menunduk hormat. Diikuti para utusan kerajaan tetangga.
"Perintah pertama yang aku keluarkan adalah, bereskan semua mayat di penjuru Istana. Yang kedua panggil para petinggi kerajaan. Kita harus meresmikan kenaikan takhta yang baru."
Para prajurit kerajaan mengangguk. Membereskan kekacauan yang terjadi dalam istana dan beberapa dari mereka mulai memanggil petinggi kerajaan.
"Siapa kalian?" tanya Alleia pada utusan.
Para utusan menunduk hormat. "Kami utusan dari kerajaan Xantus memberi hormat pada Ratu Kerajaan Citrus."
"Apa yang kalian inginkan kemari?"
Pemimpin dari utusan maju kedepan. "Kami ingin memperpanjang perdamaian antara Kerajaan Xantus dengan Kerajaan Citrus."
Alleia tersenyum tipis. "Prajurit, bawa utusan dari kerajaan Xantus untuk beristirahat di kamar terbaik istana. Besok, kita bicarakan hal ini. Kamu lihat sendiri hari ini Aku begitu sibuk."
Utusan dari Xantus mengangguk menunduk hormat. "Semoga Anda selalu diberkati."
Alleia mengangguk. Menatap kepergian para utusan yang di tuntun oleh salah seorang prajurit.
"Prajurit, Aku akan pergi menuju kamar untuk bersiap. Tolong perintah pelayan untuk membersihkan kamar ku terlebih dahulu."
Alleia memerintahkan prajurit yang hendak membereskan mayat. Mendengar perintah pemimpin. Prajurit mengangguk segera mematuhi Sang Ratu.
Alleia menatap sekitarnya sembari tertawa kecil. Sungguh, dia tidak pernah membayangkan bisa memasuki dunia fantasi kerajaan seperti ini.
Padahal dulu, ia selalu menyindir mantan anak buahnya yang selalu berkhayal ingin ditabrak truk dan masuk ke dunia fantasi.
Namun, karena ocehan dan penjelasan panjang tentang bagaimana dunia fantasi dan intrik politik, drama di dalamnya. Yang diceritakan setiap waktu oleh mantan anak buahnya tersebut. Ia jadi bisa beradaptasi dengan mudah.
Oh, ya. Alysa, mantan anak buahnya itu pernah mengatakan ingin mempunyai Harem jika bisa menjadi Ratu.
Patut di coba bukan?
Dengan langkah riang Alleia berjalan menuju kamarnya. Di sana, terdapat pelayan dengan tatapan datar membereskan mayat tanpa merasa jijik atau ketakutan. Melihat potensi besar untuk menjadi kolega dan partner.
Alleia segera menghampiri pelayan tersebut.
"Hei, kamu."
Pelayan yang dipanggil Alleia berbalik menatap Alleia lantas, tanpa gemetar atau rasa takut dia menunduk hormat.
"Salam pada Yang Mulia Ratu."
Alleia melihat tanggapan tersebut tersenyum lebar. Lantas dengan santai ia mengangkat dagu pelayan dihadapannya.
"Aku ingin kamu jadi pelayan setiaku. Apa kamu sanggup?"
Pelayan dengan rasa hormat, tersenyum. "Itu bisa diukur dengan seberapa banyak anda bisa membayar saya," ujar pelayan wanita dengan tenang.
"Kamu ingin dibayar dengan apa?" Alleia menurunkan tangan dari dagu sang wanita.
"Darah dan harta."
Alleia tersenyum lebar mendengar jawaban dari pelayan. Sudah ia duga, penilaiannya tidak pernah salah.
Wanita yang dibalut pakaian pelayan. Wajah cantik, namun begitu dingin dan datar. Namun, didalamnya terlihat sesuatu yang gelap dan pekat.
"Baiklah, aku akan bayar kamu sesuai jumlah yang aku mampu. Dan pertama, aku akan membayar darah sebagai imbalan untuk berdiri di sisiku. Siapa yang ingin kamu lenyapkan?"
Wanita dihadapannya dengan masih menunduk tersenyum lebar. Ah, Alleia sepertinya tahu. Apakah wanita ini akan balas dendam?
"Tolong lenyapkan satu keluarga besar Baron Daphne."
Alleia tertawa keras mendapatkan jawaban dari wanita dihadapannya. Benar, sepertinya mereka benar-benar cocok satu sama lain.
"Baiklah, besok tunggulah di kamarmu. Akan ku kirimkan semua kepala anggota keluarga Daphne tanpa satu pun yang tersisa. Kecuali anak-anak dari keluarga itu."
Mendengar jawaban Alleia pelayan langsung mengangguk. Benar, dia tidak memiliki masalah dengan anak-anak keluarga Daphne. Hanya orang dewasa saja yang pantas mendapatkan hukuman.
"Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Hera, Yang Mulia."
Alleia tersenyum miring. "Apa marga mu Daphne?"
Hera mengangguk.
"Kalau begitu, Aku akan memberikan mu marga baru. Tianzhi. Hera Tianzhi. Itu adalah nama barumu."
Hera kini langsung terduduk, bersujud pada Alleia. "Terimakasih, atas belas kasih anda, Yang Mulia."
Alleia mengangkat tubuh Hera agar kembali bangkit.
"Tugasmu sederhana. Selalu ada di sisi ku. Itu cukup. Kamu mengerti Hera Tianzhi?"
Hera mengangguk dengan patuh. "Saya akan jalankan semua perintah anda, Yang Mulia Ratu."
Mendengar jawaban Hera, Alleia memasang ekspresi tenang.
"Aku akan berganti pakaian. Tolong bersihkan semua ini dengan cepat."
Tanpa banyak tanya. Hera langsung mengerjakan perintah Alleia.
Sekarang, Alleia memiliki satu orang disampingnya.
.
.
.
Alleia keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi. Ruangan kamarnya sudah bersih dan rapi. Tidak ada bau amis atau noda darah yang tertinggal. Itu membuat Alleia semakin yakin untuk menempatkan Hera disampingnya.
Alleia menuju ruang ganti putri. Di sana berbagai perhiasan, dan pakaian mewah berjejer rapi.
"Dasar orang kaya. Sok bersikap baik hati. Padahal menimbun harta sebanyak ini," gumam Alleia pada dirinya sendiri.
Tanpa basa-basi ia langsung memilih gaun. Bodo amat soal korset atau tradisi yang harus dia kenakan. Yang penting ia berpakaian tidak telanjang dihadapan orang-orang.
Akhirnya, setelah mencari gaun yang paling mudah digunakan dan multi fungsi. Ia memilih gaun biru tua longgar yang nyaman dan nyaman saat digunakan.
Dengan menyisir rambutnya agar terlihat sedikit rapi. Ia mengambil tiara perak dengan permata yang cocok dengan warna gaun.
"Hera!"
Hera menghampiri Alleia yang meminta dipasangkan Tiara agar tidak mudah terjatuh dan menata rambutnya dengan cepat.
Sembari mengenakan anting dan kalung yang serasi.
Alleia segera bangkit sembari di temani Hera di sisinya.
Apapun yang terjadi. Alleia tidak peduli. Yang penting, ia bisa menuntaskan apa yang ia inginkan dan membuatnya bahagia.
.
.
.
Di ruang takhta yang sudah bersih dari tumpukan mayat dan darah. Para bangsawan berjejer rapi. Menunggu pemimpin baru mereka yang akan segera datang.
Pintu ruangan terbuka, serta pengumuman bahwa Ratu baru sudah datang.
"Yang Mulia, Ratu Alleia Custadio memasuki ruangan."
Alleia berjalan dengan punggung tegak dan dagu di angkat ke atas. Jujur saja dia tidak paham akan tata krama dan etiket. Menurutnya bertindak tidak membunuh orang sembarang saja termasuk sopan. Untuk apa dipersulit bukan?
"Salam dan hormat kepada, Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus."
Alleia melambaikan tangan dan duduk di atas singgasana.
"Aku ingin peresmian Ratu diadakan sekarang juga," ujar Alleia.
Seorang tua dengan satu kacamata menunduk hormat. "Kita bisa laksanakan, Yang Mulia. Kita hanya perlu memerintahkan sekretaris kerajaan untuk membuat dokumen resmi pengangkatan pemimpin baru negeri. Yang Mulia, Ratu."
Alleia tersenyum puas akan jawaban pria tua. Namun, di antara bangsawan ada yang mengangkat tangan ingin mengajukan pertanyaan.
"Silahkan."
"Bagaimana dengan pemakaman, Yang Mulia Raja terdahulu dan Putra Mahkota. Yang Mulia?"
Alleia mendengkus pelan. Padahal moodnya tadi tengah dalam kondisi baik. Namun, pria sialan itu malah membuat moodnya berubah menjadi buruk.
"Kalian urus semuanya. Kalau bisa kita selesaikan hari ini juga. Tidak perlu acara mewah untuk pemakaman atau penobatan. Cukup secara resmi berada dalam dokumen dan di beritahukan pada seluruh rakyat negeri."
Alleia menatap para bangsawan yang gelisah saling lirik. Tidak menjawab ucapan Alleia.
"Ada apa lagi?" tanya Alleia kesal.
"Yang Mulia, tapi jika begitu rakyat dan para bangsawan tidak akan tenang. Kita harus menenangkan mereka dan menggunakan cara halus untuk memberitahu mereka kabar mengejutkan ini. Jika kita beritahukan secara langsung. Maka, bisa jadi satu kerajaan gempar dan berusaha memberontak atas kepemimpinan anda."
Alleia mengernyit kesal. Mengapa orang-orang pintar dihadapannya ini senang sekali memperumit masalah. Mengapa harus mengambil cara susah jika ada yang mudah?
"Itu mudah. Dengarkan aku petinggi negeri. Aku disini sebagai pemimpin, yang memikirkan segala urusan masyarakat. Aku setuju dengan pendapat kalian tentang opini rakyat biasa. Namun, mengapa aku harus peduli pada para bangsawan? Mereka berpendidikan dan mengerti apa yang terjadi. Mereka punya harta, kekuasaan dan otak. Dan jika ada yang mau menentang. Aku akan sediakan tiang gantung sebagai jalan terbaik jika tidak ingin cara damai."
Alleia benci harus bicara panjang lebar. Namun, ini adalah konsekuensi jika dia jadi pemimpin.
Para petinggi kerajaan mengangguk, mengerti.
"Untuk menenangkan rakyat. Aku akan menyumbang setengah seluruh harta milikku untuk membantu mensejahterakan rakyat. Terutama untuk membangun desa kumuh dan terpencil. Jangan lupakan untuk membagikan kebutuhan pangan dengan harta yang akan aku beri."
Salah satu petinggi kerajaan mengangkat tangan.
"Yang Mulia, Jikalau begitu, anda tetap harus menjeda waktu mulai dari pemakaman, penobatan, pembagian harta dan pengaturan masyarakat . Walau tanpa pesta dan berbagai alat mewah. Tapi, ini bisa menjadi salah satu sumber masalah yang mulai membesar. Masyarakat yang mencintai Raja sebelumnya pasti akan sangat gusar dengan kejadian mengejutkan yang terjadi."
Alleia merasa mual mendengar penjelasan tersebut. Walau yang dikatakan mereka ada benarnya. Tapi, jujur saja. Apakah mereka benar-benar tunduk dengan mudah karena otoritasnya sebagai seorang Ratu. Karena pada dasarnya ia adalah orang yang menaiki takhta dengan membunuh Raja dan penerus takhta pertama.
Atau, mereka semua ini tidak peduli siapa yang memimpin. Karena yang terpenting, adalah jabatan dan hak mereka dalam mengurus negara tanpa mempedulikan soal pemimpin.
Alleia mengetuk-ngetukan jari di singgasana. Sebenarnya Alleia ingin sekali mengumumkan secara resmi. Bahwa ia sekarang adalah pemimpin negeri. Tapi, orang pintar memang senang mempersulit masalah.
"Baiklah, mendengar hal tersebut. Aku mulai paham. Jikalau begitu, aku hanya akan menandatangani dokumen peresmian pemimpin sebagai formalitas agar aku punya hak untuk memimpin secara resmi."
"Penobatan sebagai Ratu akan digelar setelah pemakaman dan menenangkan rakyat."
Petinggi negeri menghembuskan nafas lega. Mendengar hal tersebut.
"Kalau begitu bagaimana persiapan pemakaman?"
"Pemakaman mendiang Raja dan pangeran sedang dipersiapkan. Pihak agama juga sudah dikirimkan surat perintah untuk membantu pemakaman. Kami juga sudah memberikan portal sihir. Sepertinya sebentar lagi mereka akan tiba."
Alleia mengangguk. "Berapa lama pemakaman dilangsungkan? Apakah rakyat sudah diberitahu perihal hal ini?"
"Pemakaman jika menggunakan tradisi sesuai agama dan kerajaan bisa memakan waktu beberapa hari karena banyak ritual yang harus dijalani. Karena kita hanya ingin pemakaman resmi. Maka sekiranya hanya butuh waktu beberapa jam."
"Rakyat, belum diberitahu akan hal ini. Namun, karena apa yang terjadi sudah tersebar dikalangan masyarakat kelas atas. Mau tidak mau kita harus mengundang mereka."
"Kalau begitu lakukanlah."
Suasana berjalan dengan lancar. Membahas berbagai polemik dan bagaimana cara menenangkan masyarakat. Juga distribusi yang akan diberikan untuk rakyat kelas menengah kebawah.
Hingga akhirnya membahas wilayah mana saja yang patut dibangun dari kemiskinan dan tentang sistem pengaturan harta kekayaan negara yang mana kebanyakan di nikmati oleh bangsawan kelas atas bukan seluruh rakyat.
"Kalau begitu ada baiknya kita mengurus batas-batas kepemilikan untuk membagikannya untuk seluruh rakyat. Agar tidak hanya satu individu yang mendapatkan kenyamanan hidup. Tapi, semua masyarakat bisa mendapatkan hak yang sama untuk memenuhi standar normal pakaian, pangan, papan."
Para petinggi negeri mengangguk setuju. Pada dasarnya hal ini sulit di lakukan. Namun, dengan ketegasan yang dimiliki Ratu baru mereka, mungkin ini bisa terjadi.
Awalnya mereka pikir Ratu yang telah membunuh ayah dan kakaknya ini akan memerintah secara sewenang-wenang pada masyarakat. Namun, dari pembahasan yang terjadi saat ini. Malahan dari Raja sebelumnya pun tidak pernah memperhatikan rakyat sedetail ini.
"Oh, ya. Ngomong-ngomong, untuk hak pemimpin negeri. Bukankah Ratu berhak memiliki pasangan?"
Petinggi kerajaan membenarkan. Biasanya benar begitu, pemimpin harus memiliki pasangan untuk menguatkan kekuasaan dengan menikahi pasangan untuk kepentingan politik.
"Aku tidak terlalu mengerti soal kekuatan politik dan sebagainya. Namun, semakin banyak, bukannya semakin baik?" Alleia tersenyum miring.
"Maksud anda, Yang Mulia?"
"Aku pikir tidak akan menikahi seseorang untuk dijadikan Raja. Hanya sebagai pasangan."
"Itu bisa diatur, Yang Mulia."
Alleia tersenyum lebar. Di kehidupan sebelumnya ia tidak pernah mengencani satu pria pun karena terlalu sibuk dengan membunuh. Apakah mungkin ia bisa menemukan pasangan yang cocok?
"Kalau begitu aku minta tujuh pria untuk dijadikan selir."
Oh, dia tidak terlalu berlebihan 'kan?
Pria tua yang berbicara di awal dengan wajah terkejut kembali bertanya.
"Tu- Tujuh, Yang Mulia?"
Alleia tertawa sembari mengangguk. "Ya, aku pikir istana terlalu sepi untuk di tinggali Ratu yang kesepian. Tujuh saja sudah cukup."
Dalam hati petinggi kerajaan ingin memaki. Benar, pemimpin mereka ini memang tidak sewenang-wenang dengan rakyat. Tapi, dia sepertinya memiliki kepribadian aneh dan hasrat unik untuk dipenuhi.
Berusaha memahami, penasehat kerajaan yang paling muda membawa catatan, maju kedepan.
"Kalau begitu, Yang Mulia. Bisa anda sebutkan kriteria yang anda inginkan?"
Benar, daripada mereka membuat marah Ratu yang berakhir kematian. Lebih baik mereka menuruti kemauannya. Lagipula, hal ini tidak akan berpengaruh buruk bagi rakyat atau masyarakat luas.
"Hm, aku ingin pria kaya, pria romantis, Duda yang memiliki anak, pria misterius, pria polos, pria baik hati, dan makhluk selain manusia. Elf atau siluman juga boleh."
Seperti memilih barang, Alleia menghitung semuanya dengan jari jemari.
"Oh yang terpenting. Dari ketujuhnya adalah tampan."
Penasehat muda tersenyum walau dalam hati ia meringis. Mengasihani siapapun yang akan menjadi selir Ratu di masa depan.
"Baiklah, saya akan berusaha mencarinya."
Alleia tersenyum puas akan apa yang terjadi. Benar sekali, hidup hanya sekali. Dan harus dinikmati jika mampu memilikinya. Lagipula ia sudah terlanjur jahat. Tidak usah tanggung-tanggung dalam menjadi jahat bukan?
"Yang Mulia, pemuka agama sudah datang," lapor seorang prajurit.
Alleia turun dari singgasana diikuti para petinggi kerajaan.
Langkah pertama dilangkahi Alleia yang akan mendapatkan segala keinginan dan ambisinya selama ini.
Tidak peduli akan apa yang terjadi kedepannya. Alleia akan menapaki jalan yang telah ia buat sendiri. Dan menanggung segala beban, dosa dan karma yang akan menanti.
Bersambung...
24/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top