[1/1]
Perkenalkan namaku Dimitra Tommora, umurku delapan belas tahun. Ya, aku sudah lulus dari 'neraka' dan sekarang hanya bekerja sebagai pekerja bangunan. Aku hidup sendiri, jadi aku harus mencari kerja. Lagian pekerjaan bangunan tidak buruk bukan? Menurutku pekerjaan itu sangat baik dan dari situ aku bisa belajar seni.
Bukan, aku bukan orang susah, meskipun kedua orangtuaku sudah meninggal. Aku anak tunggal jadi semua tabungan orangtuaku ada di tanganku. Ya begitulah kira-kira.
"Dim, itu barangnya baru datang, kau bisa menurunkannya sekarang dan langsung kau kerjakan ya, kita harus mengejar target penyelesaian gedung ini," kata bosku.
Aku mengelap keringat di pelipisku seraya mengangguk dan mengerjakan apa yang dia suruh tadi.
"Hey Dim, ini ada dua puluh semen," kata bapak-bapak perut buncit, dia hanya bertugas untuk mengendarai mobil bila ada barang yang baru datang atau yang harus diambil.
"Aku akan langsung mengangkutnya, kau bisa menolongku untuk meletakkannya di pundakku?" tanyaku.
Dia mengangguk, ekspresinya antara mau dan tidak mau. Sialan, kalau dia tidak mau kenapa harus mengangguk. Aku tidak perlu kasihan dari bapak tua itu.
"Tidak usah, aku bisa sendiri. Lebih baik kau duduk saja dulu, kasihan anakmu di perut," kataku menyindirnya. Dia hanya tertawa menanggapi ucapanku, aku juga tertawa, tertawa terpaksa.
☠☠☠
Hari sudah lagi tidak panas, mungkin sekarang sudah jam empat ke atas. Entahlah aku tidak bisa melihat jam. Tapi yang terpenting sekarang aku sudah bisa pulang. Aku memungut tas ranselku yang lumayan berat dan memakainya di pundakku. Padahal isinya hanya seperempat isi karung semen. Kenapa tas ini begitu berat?
Aku menuliskan nama dan waktu pulangku di buku absen pulang. Setelahnya berpamitan kepada orang yang aku mau saja, lalu aku berjalan meninggalkan tempat itu. Aku harus mencari minum dulu. Aku sangat haus. Minuman di tempat kerjaku itu terlalu perhitungan, mereka hanya menyediakan satu cup air per orang untuk satu harinya. Mereka memang pelit, tapi tidak mau dibalas dengan kepelitan.
"Vanilla latte satu," pesanku aku sambil langsung menyodorkan uangnya. Aku sudah hafal harga minumannya karena aku selalu memesan itu setiap kali aku ke sini, kedai kopi kecil.
"Terima kasih," ucapku dan langsung berlalu di saat orang di balik meja kasir itu mengucapkan terima kasih. Lagian aku tidak butuh kata terima kasihnya dan aku juga tidak akan membalas ucapannya, jadi percuma.
Aku mengamati kesekitar, mataku terjatuh ke meja yang ditempati satu orang perempuan yang sedang memainkan ponselnya. Lebih baik aku mendekatinya.
"Apa aku boleh duduk di sini?" tanyaku.
"Eh?"
Dasar tuli. Dia ini tuli atau apa?
Aku mendaratkan bokongku di kursi sehadapan dengannya. "Aku ingin duduk di sini," ucapku.
"Kenapa harus di sini?" Kepalanya berputar melihat ke sekitar.
"Baiklah kau hanya tinggal berkata kalau kau tidak menerimaku," kataku sambil kembali berdiri, tapi sialnya aku tersandung dan aku merasakan kakiku terkilir.
"Argh!"
Perempuan itu kaget, dengan cepat dia menolongku berdiri dan kembali mendudukanku.
"Kau baik-baik saja? Kenapa kau begitu bodoh sampai tersandung kaki meja?"
Sialan. Awas kau mulut pedas.
"Kakiku terkilir, apa kau punya tongkat untukku berjalan?" tanyaku.
"Tentu saja aku tidak punya," jawabnya terlalu cepat. Dia memungut cup minuman yang isinya sudah berhamburan di lantai kedai kopi ini.
"Tolong, kedua kakiku sedang terkilir, apa kau bisa mengantarkanku pulang?" tanyaku sambil meringis.
"Apa?! Tentu saja aku tidak ma-ma-maksudku apa kau bilang? Aku mengantarmu pulang?"
Aku mengangguk pelan, kakiku sakit sekali. "Tolong,"
☠☠☠
Aku bernafas lega saat perempuan itu mendaratkanku di bangku mobilnya. Dia membawa mobil ternyata dan mobilnya bagus juga. Lumayan.
"Di mana rumahmu?" tanyanya bersamaan mobil ini mulai melaju.
"Di pinggir kota," jawabku seadanya.
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Jessica,"
Aku mengangguk. Perempuan ini cukup cantik dengan rambut pirangnya, tapi dia terlalu garang. Sepertinya aku harus garang juga melakukannya nanti. Ini pasti akan menyenangkan.
Sesampai di rumah dan sampai di rumahku dengan Jessica yang menuntutku berjalan. Aku menyuruhnya untuk mendudukanku di sofa ruang tamuku dan menyuruhnya sejenak untuk duduk selagi aku membuatkannya minuman. Minuman apa yang cocok untuknya? Aku pilih yang paling dashyat saja dampaknya.
"Ini, diminum," kataku dan kembali duduk di dekatnya.
Dia mengangguk dan mulai meminumnya. Cepat juga dia meminumnya, isi gelas itu hampir habis.
Aku tersenyum. "Kenapa tidak dihabiskan? Tanggung," tanyaku.
Dia menggeleng. "Aku sudah minum di kedai kopi itu, aku sudah kembung."
Aku mengangguk paham. Aku terus mengamati perubahan darinya. Sekarang dia menyender. Bagus.
"Terima kasih sudah berbaik hati denganku," kataku.
Dia mengayunkan tangannya lemas. "Tak apa, lagian ini untuk pertama dan terakhir kalinya jadi tidak usah berterima kasih."
"Ya, untuk pertama dan terakhir kalinya," kataku.
Aku menyerngit melihatnya semakin melemas di sofa. Aku menunjukan wajah khawatirku.
"Kau kenapa, Jessica? Apa kau baik-baik saja?" tanyaku.
Dia meringis. "Entahlah, aku sedikit merasa jadi melemas."
Oh, saatnya.
"Kalau tidak salah aku ada obat penguat tubuh di ruangan bawah tanahku. Apa kau bisa menemaniku?"
"Aku tidak kuat berjalan." Jessica menjambak rambutnya. "Astaga ada apa denganku? Kenapa tulangku jadi lemas untuk digerakkan?"
"Ayo sekarang giliranku menuntunmu berjalan untuk pertama dan terakhir kalinya."
Dengan kaki yang berjalan masih pinjang aku menuntun jalan menuju ruangan bawah tanahku. Lampu aku nyalakan dan ruangan berisi patung-patung hasil karyaku terlihat dengan jelas sekarang.
"Di mana obatnya?" tanyanya.
Aku mendudukannya terlebih dahulu di kursi dan berjalan sejenak ke bagian belakangnya. Aku mengambil lakban dan tali. Aku sudah melakukan ini berulang kali. Jadi pergerakanku cukup cepat. Hanya dengan sekali gerakan aku sudah bisa mengikat tubuh Jessica dengan kursi. Aku mengikatnya kuat. Di bagian perutnya, dadanya, dan kakinya. Menggemaskan.
Jessica tidak memberontak, pasti tubuhnya sudah mati rasa. Hanya mulutnya saja yang terus memberontak meminta dilepaskan.
"LEPASKAN AKU!! Dasar kau ternyata menjebakku!"
Aku tertawa hambar. Aku mencengkram kedua pipinya dan mencium bibirnya sejenak.
"Selamat datang di dunia seni patung manusiaku, Jessica."
☠☠☠
Selamat datang di cerita misteri aku yaa
Udah ada peringatannya kalau ini konten dewasa, bukan, ini bukan tentang anu tapi ini bakal sadis ntar kalian ngilu sendiri dan JANGAN SAMPE KALIAN PERAKTEKIN JUGA.
24 Oktober 2017
Xx. -A
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top