Prologue: Nadhira
Aku yakin jodoh itu ada. Tertulis di kitabku bahwa Tuhanku menciptakan manusia berpasang-pasangan.
Aku hanya mempertanyakan dimana kamu saat ini? Apakah kamu melewatkan pandanganmu ke arahku?
"Nadhira! Nadhira! Jadi kaaan nanti?" seru suara yang berasal dari lantai dua kosannya. Nadhira yang sedang memanaskan mesin pun mencari-cari sumber suara tersebut.
"Eh Andien, gua kira siapa. Lo gak ke kampus?" tanya Nadhira. Terdengar suara langkah kaki Andien menuruni anak tangga.
"Gua nebeng dong ke kampus! Gua sih bisa aja minta dijemput sama temen gua yang mau gua kenalin. Tapi, biar lo penasaran sengaja gua gak mau minta jemput dia hehe.." ujar Andien dengan tawa kecilnya.
"Yaudah yuk, terus lo pake sandal gitu doang ke kampus?" tanya Nadhira melirik dengan sinis ke arah sepasang kaki kecil Andien yang beralaskan sandal jepit.
"Dosen gua santai kok Nad," Andien menimpalkan. Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Tak lama mobil berwarna putih milik Nadhira perlahan menyusuri jalanan Kota Malang.
Hari Senin di Kota Malang selalu macet. Apalagi diperparah dengan arus mahasiswa baru dari luar kota yang semakin banyak. Terlambat beberapa menit saja untuk keluar kamar kos, bisa terhambat macet sampai setengah jam di jalan.
Namun semua tak seperti biasanya pada hari ini. Jalanan lebih lenggang, matahari bersinar malu-malu di balik awan yang berarak, kabut tipis membawa hawa sejuk yang memanjakan. Seakan kota Malang menyambut kehadiran Nadhira dengan senyum ramah hari ini.
Suasana Malang hari ini membuat Nadhira merindukan masa-masa ia baru pindah ke kota sejuk ini. Dahulu ia lebih sering ke kampus berjalan kaki karena kosnya memang tak begitu jauh dari kampus. Ia merindukan embun pagi dan kabut yang mengiringi perjalanannya ke kampus.
Nostalgia itu membawanya ke 3 tahun yang lalu di saat ia berjalan pulang dari kegiatan orientasi mahasiswa di kampus.
***
Malang, 2012
Berambut kepang dua dengan pita-pita berwarna pelangi dan toga yang terbuat dari karton berwarna biru, gadis ini berjalan lunglai menyusuri Jembatan Soekarno-Hatta.
Ia menenteng karung goni yang berisikan buku-buku serta peralatan dokter mainan dari plastik dengan Boneka Susan yang dilingkarkan di lehernya. Sedikit kehilangan konsentrasi, ia tak melihat sebongkah batu yang sepertinya sengaja diletakkan disana oleh semesta untuk menghentikan langkahnya.
'Is there any chance to make this day worst god? You had to put this certain rock in the middle of this sidewalk?' Gadis itu menggerutu dalam hati sambil memegang pergelangan kakinya yang terkilir setelah tersandung batu itu. Lututnya pun berdarah karena mencium beton.
Tiba-tiba sebuah motor berjalan kencang lalu menerjang genangan air di aspal tak jauh dari gadis itu.
*Splash!*
Ia tersambar oleh cipratan air dari motor yang terus melaju tanpa mempedulikannya. Rambut, wajah, dan putih yang ia kenakan pun basah. "You're just showing off!" gadis tersebut berteriak ke arah langit. Kesal, tak terasa bulir air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Are you okay? Kenapa nangis?" Suara ramah tersebut mengaggetkan gadis itu.
Ia menoleh ke belakang dan melihat sesosok pria tersenyum teduh ke arahnya. Dengan rambut tipis, kemeja putih dan celana berbahan polyester berwarna hitam, ciri khas mahasiswa baru yang sedang masa orientasi. Sebuah plester luka menghiasi pipinya yang terlihat baru saja dicukur kemarin dan dengan kaca mata frame tebalnya, ia terlihat seperti Harry Potter yang baru saja diganggu oleh kakak tingkatnya di sebuah toilet Hogwarts.(baca: sekolah penyihir di buku Harry Potter)
"Gak papa kok, gua cuma kesandung aja terus kena cipratan air tadi ada bapak-bapak naik motor gede ngebut banget," sang gadis berkata lirih.
"Kebelet buang air kali tuh bapak-bapak. Mana-mana? Lo tunggu disini ya, gua kejar bapak-bapaknya," ujar sang sang pria bergegas menyalakan motornya.
"Enggak usah! Enggak kenapa-kenapa kok gua. Tadi bapak-bapaknya udah gua sumpahin buang airnya keras sampe rumah," gadis itu menimpalkan. Keduanya tertawa kecil sambil tersenyum.
"Gitu dong, gua mau ngehibur lo aja kali, Vespa gua mana sanggup ngejar motor gede, yang ada dia udah sampe rumah, gua baru di lampu merah," pria itu berkata sambil cengengesan.
"Lo ngekos di Malang? Kosan lo dimana? Deket? Gua anterin ya?"
Gadis tersebut memperhatikan Vespa tua berwarna abu-abu metalik milik pria tersebut. "Yah, ban Vespa lo bocor," sambil menunjuk ban belakangnya.
"Yaaah iya! Gua tambal dulu deh tuh di tukang tambal ban depan, perasaan baru kemaren gua ganti ban baru, " ujar lelaki itu sedikit menggerutu.
"Eh gak usah! Malah ngerepotin lo gua gak mau."
"Ah enggak kenapa-kenapa, daripada gua pulang di kos cuma bengong juga. Jarang, banget lho ban gua bocor atau kempes. Lo gak kenapa-kenapa kan nunggu? Atau gua titip aja Vespa-nya disana sekalian ditambal bannya, terus gua gendong aja pulang?"
Belum sempat dibalas, pria tersebut langsung bergegas menuntun skuternya ke tukang tambal ban. Tak lama ia berlari kembali lalu berjongkok di depan gadis tersebut.
"Ayo," sahut pria itu sambil melihat sang gadis.
"Gak ah, kasihan lo nanti keberatan," ujar sang gadis menolak. Ia terlihat ragu-ragu dengan orang asing sebaik lelaki ini.
"I insist. Gua kayak penculik ya lama-lama? Hahaha.." canda lelaki itu berusaha agar sang gadis merasa lebih nyaman.
Gadis itu tersenyum lalu tertawa kecil melihat mimik wajah sang lelaki yang terlihat lucu baginya.
"Yaudah, temenin aja kalo lo mau, gua masih bisa jalan sendiri kok. Gua sms polisi dulu ya takut gua kenapa-kenapa setengah jam ke depan," canda sang gadis.
"Jangan dong, gua aja kuliah di Malang gara-gara gua buronan di Jakarta haha.. Canda deng."
Keduanya berbagi tawa lalu mulai berjalan menyusuri Jalan Soekarno-Hatta yang mulai ramai.
"Hmm.. Tasnya boleh gua bawain gak? Kayaknya berat banget," ujar lelaki itu meringankan beban sang gadis dari punggungnya.
Gadis itu tersipu-sipu kagum akan keberanian dan ketulusan pria tersebut. Sebelumnya ia selalu berpikir bahwa kemanusiaan sudah semakin menipis di abad ke-21.
***
Ruang dan waktu seakan menyusut saat mereka berjalan berdua, saling berbagi kesunyian canggung yang menenangkan, diam-diam matahari mulai bersembunyi di balik cakrawala. Tak terasa mereka berdua sudah sampai di depan kos sang gadis.
"Oh lo kos disini, temen gua ada yang nanya-nanya kos, sekarang dia masih tinggal di asrama mahasiswa. Gak begitu jauh dari kampus disini, kasihan dia perempuan kalo harus jalan kaki jauh-jauh atau harus naik angkot," ujar sang lelaki sambil mengembalikan tas karung goni milik gadis itu.
"Eh boleh tuh! Gua belum punya temen deket disini. Anak Jakarta kan? Siapa tahu kita bisa bisa jadi next bff gua."(baca:best friends forever)
*krek*
Tali yang menjadi pegangan tas tersebut sobek, tas itu pun terjatuh menumpahkan isinya. Lelaki itu langsung merunduk untuk membantu merapihkan barang-barang sang gadis. Gadis itu tak mampu berkata-kata, berpikir kesialan apa lagi yang menimpanya. Ia hany "- bisa bersyukur ada lelaki baik di depannya yang terus membantu kesulitannya.
Sang pria lalu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah pin bergambar Darth Vader bertuliskan 'I am your father'. "Nih pake dulu aja sementara. Jangan diilangin tapi ya, banyak kenangannya nih pin gua. Just don't cry and don't be sad okay?" Sang pria memberikan pinnya.
Pria itu kemudian mengangkat tangannya canggung seraya mengajak gadis itu untuk bersalaman, "Gua balik dulu ya?"
Gadis itu mengangguk sambil menyambut tangan ramah sang pria, "Eh motor lo!"
"Oh iya! Ini gua masih pake helm kan haha.." Pria itu bertingkah kikuk sambil berlari menjauh dari sang gadis. Gadis itu pun tertawa lalu berbalik memasuki kosnya sambil tersenyum kecil.
Baru saja sampai di depan kamarnya ia baru ingat tak sempat menanyakan nama pria tadi, tapi semesta selalu punya cara.
***
"Nad.. Nadhiraaa! Lo ngelamunin apa sih? Lo nganterin gua dulu sampe fakultas gak papa kan?" Andien menepuk pundak Nadhira.
"Enggak kok, gua cuma mikirin revisi skripsi gua nih gak selesai-selesai. Dosen gua rada ngeselin, kemarin ngomong pake pendekatan A aja, besoknya disuruh ganti B, udah ganti B, katanya lebih cocok yang A. Kan bete," Nadhira berusaha mengalihkan topik.
"Sabar-sabar deh ya, eh gua turun di depan sini aja Nad. Soalnya masuk parkiran ntar lo susah muter baliknya." Andien menunjuk trotoar di dekat papan bertuliskan 'Fakultas Komunikasi'. Andien bergegas merapihkan tasnya dan membuka pintu mobil Nadhira.
"See you tonight Nadhiyaaang! Maacih yaaa.."
Nadhira memperhatikan Andien melangkah menuju gedungnya sambil memutar-mutar pin Darth Vader yang ia jadikan hiasan cermin tengah mobilnya berdampingan dengan dream catcher dan parfum mobil berbentuk pohon pinusnya. Berandai-andai, mungkinkah ia akan bertemu dengan pemilik pin ini suatu hari nanti.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top