Chapter VIII: Red Dwarf
"Iya sih, makanya Andien kos disana juga. Lagian fasilitasnya lengkap juga kan ada wifi sama lobby buat nerima tamu."
Nadhira tersenyum seadanya. Nada dering soundtrack How I Met Your Mother tiba-tiba terdengar dari dalam tasnya. Ia melihat layar handphone-nya dan hanya menekan tombol silent.
"Kok gak diangkat Nad? Siapa?" Sammy bertanya.
"Gak papa Sam, gua lagi males aja ngangkat telpon dari dia."
Sammy tak mau banyak bertanya hal-hal yang terlalu pribadi. Bagaimanapun dia bukan siapa-siapa, belum juga kenal satu bulan.
"Mau kemana lagi Sam? Gua free sih hari ini, lagi males juga di kosan."
Kalimat Nadhira barusan seperti lampu hijau bagi Sammy untuk semakin mengenal perempuan itu. Sammy melepas kaca matanya dan memasang pose berfikir.
"Hmm.. Lo mau nonton Nad? Gua penasaran sama Spectre deh."
"Besok Samudraaa.. Kan tanggal 6 premiere-nya. Filmnya belom ada yang bagus Sam, gua juga pengen nonton Spectre."
"Terus lo mau ngapain?" Sammy memang paling susah disuruh inisiatif. Biasanya kalau ditanya mau ngapain atau kemana, pasti jawabannya cuma terserah.
"Surprise me, Samudra." Nadhira menjawab sambil memamerkan lesung pipinya.
Melihat reaksi Nadhira, Sammy berusaha tetap stay cool. Jika kelemahan Superman adalah batu kryptonite(baca: batu dari planet asal Superman), maka kelemahan Sammy jelas senyuman Nadhira. Jantungnya berdegup kencang sambil memikirkan bagaimana untuk menarik perhatian Nadhira dengan pilihan kata yang akan ia ucapkan selanjutnya.
"Ke Batu yuk?"
"Yuk! Ngapain tapi yaaa?" seru Nadhira.
Ternyata Nadhira easy going juga, pertama kali Sammy melihatnya memakai dress dan berdandan cantik ia pikir Nadhira tipe-tipe perempuan high maintenance yang tidak suka diajak ke sembarang tempat.
"Surprising you." Kali ini giliran Sammy yang melempar senyumnya. Nadhira cuma tertawa kecil.
***
Perjalanan ke Batu tidak begitu ramai, mungkin karena masih weekdays. Keduanya menikmati perjalanan sambil bernyanyi berdua mengiringi playlist random dari iPod Sammy yang dihubungkan ke tape.
"Emang lo orangnya selalu ceria gini ya Nad?" Tiba-tiba Sammy membuka pembicaraan.
"Hahahaha.. Kenapa Sam? Gak juga sih.. Namanya juga kalo lagi dapet emosi cewek suka naik turun. Kalo lagi senang, senang banget. Kalo lagi sedih, suka tiba-tiba nangis sendiri. Aneh deh.."
Sammy bisa menarik satu kesimpulan dari kalimat tadi, berarti saat ini Nadhira setidaknya senang menghabiskan waktu bersamanya meskipun sekedar makan dan berkendara tanpa tujuan.
"Kalo lo Sam? Orangnya introvert atau extrovert?"
"Kayaknya introvert sih. Gua kurang begitu suka tempat ramai. Susah buat deket sama orang kecuali setelah kenal beberapa lama. Ngomong aja irit," Sammy menjawab sambil terkekeh.
"So, am i your only exception?"
*deg*
Nadhira kenapa sih bikin baper(baca: bawa perasaan) banget dari tadi. Sammy kehabisan kata-kata untuk menjawabnya. Mereka baru bertemu dua kali, tapi Sammy sudah berbagai banyak obrolan dengannya, kata-kata Sammy yang sebelumnya berarti membenarkan kalimat pertanyaan yang dilontarkan Nadhira.
"I guess," Sammy hanya bisa membalas dengan singkat.
Sammy melihat ke arah Nadhira, penasaran dengan reaksinya setelah ia menjawab barusan. Lagi-lagi perempuan itu hanya melempar senyumannya, Sammy tak berdaya. Ia memegang dadanya dan menyenderkan kepalanya ke sandaran kursi bak prajurit yang baru tertembak.
"Kenapa Sam? Hahaha.." Nadhira hanya tertawa melihat kelakuan Sammy.
"If i had a bad day, i know one thing that would cheer me up."
"Gombaaaaaaaaaaal!" Nadhira cuma tersipu sambil mencubit pelan perut Sammy.
"Hahahaha ampun Nad.. Sekali-sekali lah.. Udah lama gak gombalin anak orang hehe.." Sammy terkekeh.
"Samudra."
"Ya Nad?"
"Can we take it slow? Gua belom berapa lama putus. Gua masih takut."
"Emang kata siapa gua lagi pdkt(baca: pendekatan) sama lo? Geer banget."
"Iiiiih Samudraaaaa!" Nadhira kembali mencubit pelan perut Sammy.
Sammy berseri-seri, wajahnya terus bersemu merah. Tiap senyum yang Nadhira lontarkan, tiap kata 'Samudra' yang terucap dari mulutnya, suara sengaunya, rambut pendeknya, mata indah di balik lensa kaca matanya. Sammy jatuh cinta dengan segala detil kecil dari Nadhira.
"Take any time you need," Sammy membalas.
"Ngomong-ngomong kita mau kemana Sam?" Nadhira bertanya melihat Sammy yang belum ada tanda-tanda untuk berbelok ke tujuan tertentu.
"Ke alun-alun Batu."
***
Sammy memarkir mobil di area parkir alun-alun. Ia berjalan menghampiri pintu penumpang menunggu Nadhira keluar sambil menghirup dalam-dalam udara segar Kota Batu.
"Kita naik bianglalanya yuk! Gua belom pernah naik biang lalanya Sam." Nadhira langsung excited melihat biang lala di tengah alun-alun dengan kelap-kelip lampunya.
Sammy melihat ke arah bianglala tersebut. Ia merinding dan menelan ludahnya. Sammy takut ketinggian! Tapi, demi Nadhira akhirnya Sammy mengiyakan.
Keduanya langsung berjalan ke arah antrian untuk naik ke biang lala yang mayoritas diisi oleh pasangan muda-mudi. Sammy mulai terlihat gelisah dengan semakin pendeknya antrian tersebut.
"Kenapa Sam? Badan lo masih gak enak ya kena udara dingin? Kemaren-kemaren udah minum obat?"
"Udah kok Nad hehe.. Gak papa.. Eh tinggal dikit lagi nih antriannya," Sammy mencoba untuk menutupi ketakutannya.
Setelah menunggu sebentar, akhirnya giliran mereka mendapat kabin. Sammy berjalan pelan, mempersilahkan Nadhira untuk masuk dan duduk duluan, dan akhirnya iapun duduk.
*jegrek* *nguuuuung*
Kabin mereka mulai berputar ke atas. Muka Sammy mulai pucat, ia tak mau melihat ke arah luar. Nadhira sibuk melihat ke luar jendela sambil menunjuk hal-hal menarik yang ia lihat di luar sana.
"Samudra, liat deh Batu Night Spectacular keliatan dari sini. Lampu-lampu atraksi sama lampionnya udah mulai dinyalain, bagus banget."
Sammy hanya mematung di atas bangkunya, ia sama sekali tak berani menoleh ke arah jendela. Akhirnya Sammy mengeluarkan handphone-nya sebagai alasan untuk tidak melihat keluar. Nadhira mulai menyimpulkan kalau Sammy takut ketinggian.
"Lo takut ketinggian Sam? Kenapa gak ngomong? Kok maksain tetep naik bianglala?"
"Hahaha.. Enggak kok.. Gak takut, cuma enggak seneng aja hehe.. Gak papa, pengen nemenin aja."
"Dinikmatin aja Sam, liat pemandangan sekitar. Liat deh mataharinya mulai ngumpet di balik bukit. Kalo nemenin jangan diem aja dong," seru Nadhira sambil menunjuk ke jendela sebelah kiri.
"Eh iya, pas banget sunset ya?" Sammy mulai memberanikan diri melihat ke arah jendela.
Bianglala itu berhenti berputar, sengaja agar yang sedang di dalam kabin bisa menikmati sejenak hamparan pemandangan Kota Batu. Sammy melihat perempuan di depannya, matanya yang berbinar penuh kegembiraan, senyumnya terus merekah. Sadar diperhatikan Sammy, Nadhira balik menatapnya. Dilihatnya sepasang mata yang begitu teduh menghangatkan, senyum sederhananya terasa tulus. Ia tak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya, ditatap penuh perasaan seakan-akan seseorang benar-benar mengaguminya.
"Kok malah liatin gua? Pemandangannya kan di luar," muka Nadhira bersemu.
"Gak papa hehe.. Oh iya, kalo gua ngerasain sejauh ini lo orangnya extrovert ya?"
"Hahaha.. Sejujurnya gua orangnya introvert lho. Kalo gua ngerasa nyaman aja bisa begini. Coba lo ketemu gua lagi pake jas dokter," jawab Nadhira.
Bianglalapun kembali berputar. Keduanya saling tersipu malu. Berbagi kecanggungan yang menenangkan, perasaan yang sama-sama pernah mereka rasakan entah dimana. Ruang dan waktu seakan terdistorsi di sekitar mereka, membawa perasaan nostalgi dan antisipasi.
***
"Gak kerasa ya dari siang sampe udah gelap gini kita keluar. Masih mau jalan-jalan?" tanya Sammy.
"Di alun-alun?"
"Enggak, kita naik lagi ke arah atas."
"Yuk!"
Keduanya kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanannya. Kali ini suara lagu dari tape dibiarkan menyanyi sendirian, tidak ada lagi sing along dari Nadhira maupun Sammy. Masih ada perasaan canggung sisa-sisa momen di atas bianglala tadi.
"Makasih ya Samudra, gua dari pertama kali alun-alun Batu direnovasi ada bianglalanya udah pengen banget kesana. Tapi gak kesampean-kesampean, akhirnya ada yang bawa naik juga hehe.." Nadhira membuka pembicaraan.
"Sama-sama Nad, gua sih dari pertama kali ada bianglalanya udah gak pengen banget kesana. Alhamdulillah gak kesampean-kesampean, akhirnya ada yang bawa naik juga hehe.." Sammy merubah kata-kata Nadhira menjadi versi dirinya.
"Haha.. Tapi kan jadi berani.. Kita mau kemana lagi Sam?"
"Ada deeeeh.."
Sammy memasuki gerbang perumahan di Batu yang mayoritas isinya villa-villa besar dengan arsitektur unik. Keduanya melihat ke kanan-kiri, mata Nadhira kembali berbinar melihat bangunan-bangunan di sekitarnya. Ia paling suka melihat rumah-rumah dengan arsitektur unik, Nadhira teringat dengan cita-citanya untuk menjadi arsitek saat kecil.
Keduanya mulai bercanda lagi, dari berdebat rumah mana yang lebih bagus, belok ke kiri atau ke kanan, sesekali Sammy pura-pura parkir di dalam villa yang tak berpagar dan berakting seperti pemilik rumah. Tak lama terlihat minimarket di kiri jalan dan Sammy menghentikan mobilnya.
"Tunggu sebentar ya Nad."
Sammy keluar dari mobil, Nadhira hanya menunggu di mobil. Tak lama Sammy sudah kembali dengan dua botol matcha di tangannya, ia tahu betul minuman kesukaan Nadhira setelah kejadian di Puzzle.
Sammy kembali mengendarai mobil ke arah puncak perumahan tersebut. Akhirnya ia berhenti di sebuah rumah bergaya minimalis dengan kaca-kaca di seluruh sudutnya dan balkon yang terbuat dari kayu dengan teropong bintang
"Yuk Nad turun," ajak Sammy.
"Rumah siapa Sam?"
"Punya temen bokap, gua punya kunci ke balkonnya. Kadang kalo lagi mau sendiri gua kesini. Eh tapi sekarang berdua deng hehe.."
***
Keduanya duduk di bangku balkon rumah itu sambil sesekali meminum matcha yang tadi Sammy beli.
"Gua ngerokok boleh Nad?"
"Gak papa Sam, kadang kalo lagi pengen juga gua ngerokok, jarang tapi."
Sammy menyalakan rokoknya, berusaha keras agar asapnya tidak ke arah Nadhira.
"Jadi mau beli rumah yang mana Ibu?" canda Sammy.
"Kalo yang ini dijual gak ya mas? Boleh cicil seribu perak buat seumur hidup?"
"Hahaha.. Sampe tua juga belom lunas Nad."
"Makasih ya Sam dibawa kesini, kok lo tau aja sih gua dulu punya cita-cita jadi arsitek. Makanya gua suka banget liat rumah unik-unik, furniture yang lucu-lucu kayak di Ikea, ini aja kalo gua main game home design di handphone gua bisa sampe lupa waktu."
"Hehe.. Hehe.. Gua juga suka liat rumah-rumah disini, gak ada cita-cita arsitek sih, tapi boleh lah cita-cita punya istri yang seneng design rumah sama interior yang unik."
"Gombaaaaal! Hahaha.. Andien gak cerita lo orangnya gombal." Nadhira mencubit pelan pipi Sammy. Sammy langsung serasa terbang naik teratai Dewi Kwan Im(baca: dewi kepercayaan umat Buddha, digambarkan menaiki teratai seperti di film Kera Sakti).
"Yah Andien gak pernah gua gombalin soalnya hahaha" canda Sammy.
Dengan Nadhira, Sammy benar-benar keluar dari zona nyamannya. Tidak ada lagi Sammy yang sok cool dan bersikap dingin di depan perempuan. Ia tidak pernah menduga ada seseorang yang bisa membuatnya melakukan hal-hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.
Nadhira beranjak ke tepi balkon melihat lampu kota dan bintang-bintang. Ia mencoba melihat dengan teropong bintangnya, namun sedikit kebingungan menggunakannya. Sammy sok-sok membantu, ia sendiri belum pernah menggunakan teropong bintang yang cukup advance seperti ini.
"Dilihat pake mata juga keliatan kok Nad hahaha.." Sammy menyerah sambil menggaruk-garuk kepala kikuk.
"Iyaaa, bagus banget ya dari sini. Kalo dari kosan gak keliatan rasi bintangnya kayak gini. Itu Orion bukan ya?" seru Nadhira.
"Bukannya Scorpio ya itu kalo disambungin kayak kalajengking." ujar Sammy sambil menunjuk-nunjuk ke arah langit.
"Kita sotoy ya Sam? Hahaha.."
"Hahahahaha.. Anggep aja bener."
"Tahu bintang red dwarf Sam?"
"Enggak Nad, kenapa?"
"Red dwarf itu bintang paling banyak di alam semesta kita, dia kecil dan warnanya merah. Meskipun banyak tapi bintang ini susah buat diliat pake mata telanjang. Kita cuma bisa ngeliat dia pake teropong bintang, itupun masih susah keliatannya karena cahayanya yang redup. Tapi kalo kita beruntung, kita bisa liat satu. Dengan warna merahnya yang teduh dan menghangatkan, berkedip pelan ke arah kita, seakan berkata kalau hanya kita yang ditakdirkan untuk melihat dirinya."
Sammy melihat ke arah Nadhira yang sedang antusias melihat ke arah langit, dalam hati ia bertanya, 'Did you found your red dwarf in me, Nadhira?'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top