Chaper XXXI: Horcrux

Sammy dari pagi sudah mondar-mandir di kamarnya. Ia sudah menyiapkan kaus Darth Vader favoritnya di atas kasur. Ia sudah menonton kembali keenam episode Star Wars yang terdahulu. Semua demi mengantisipasi hari ini, hari yang ia tunggu setahun penuh, premiere Star Wars Episode VII: The Force Awakens.

"Kenapa sih Sam? Gelisah aja kayak anak gadis mau malam pertama," tanya Nydo melihat sahabatnya yang mondar-mandir kayak gasing.

"TOO EXCITED!" jawab Sammy padat, singkat, dan cepat. Sebenarnya bukan karena menontonnya dengan Nadhira yang membuatnya gelisah. Hari ini ia bertekad untuk menyatakan cintanya pada wanita yang membuat hidup Sammy berbunga-bunga beberapa minggu terakhir.

Tiba-tiba handphone Sammy berbunyi. Ia buru-buru melihat layar handphone-nya. Mas Mirza yang meneleponnya.

Mas Mirza: Assalamu'alaikum!

Sammy: Wa'alaikumsalam! Kenapa mas?

Mas Mirza: Aku lagi jalan-jalan naik Luna.

Sammy: UDAH SELESAI MAS?

Mas Mirza: Oooo ya sudah dong Mas Mirza gitu loh.

Sammy: Merapat!

Sammy langsung bergegas mengambil handuk dan ke kamar mandi tak sabar untuk bertemu dengan Vespa kesayangannya. Akhirnya semua keping puzzle kenangannya saat bertemu Nadhira pertama kali lengkap sudah.

Keluar dari kamar, Sammy melihat pemandangan yang sebelumnya tak pernah ia temukan. Di ruang tv, Andien dan Dimas sedang berbagi semangkuk sereal penuh tawa dan canda. Ada perasaan aneh saat Sammy melihatnya, tapi ia sendiri tak tahu apa.

Andien menyadari kehadiran Sammy, ia menoleh dan melihat sosok Sammy berdiri terdiam di depan pintu kamarnya. Tanpa ia sadari senyumnya mengembang lebar, ia langsung bangkit dari sofa dan berlari memeluk Sammy.

"Kangen," ucap Andien pelan.

Sammy membalas pelukkan Andien dan membalas, "I know."

"Han Solo, is that you?" canda Andien merujuk pada scene dimana Leia mengatakan 'I love you' kepada Han.

"Udah lama disini?" tanya Sammy. Andien hanya mengangguk tanpa berkata-kata. Keduanya sama-sama tak mau melepaskan pelukannya. Dimas yang memperhatikan hanya bisa pasrah tak bisa apa-apa. Dalam satu titik, ia yakin Andien bisa saja sewaktu-waktu melupakan semua usahanya untuk move on, begitu juga keyakinan Sammy pada Nadhira. Enam tahun bukan waktu yang singkat.

***

Sammy sudah rapih dengan hoodie Kitsune biru navy, celana denim biru muda, dan sepatu Visvim Skagway yang ia tenteng di tangan kanannya. Andien memperhatikan penampilan lelaki itu hari ini jadi teringat Sammy di masa SMA. "Kok tumben?" tanyanya penasaran.

"Iya dong, mau nostalgia sama Luna Ndien hehe.." jawab Sammy cengengesan.

Dalam hati Andien ingin ikut Sammy melihat Luna, bernostalgia masa SMA bersama Sammy. Ia cepat sadar kalau alasan pertama ia datang ke Kotak Amal untuk menemani Dimas sarapan. 'Ndien, move on Ndien! Jangan kebawa perasaan lagi!" umpatnya tak bersuara.

Sammy pun akhirnya pamit untuk pergi ke bengkel sebentar pada penghuni Kotak Amal. Terdengar suara Danish dinyalakan di garasi dan mulai menderu menjauh.

Setelah Sammy pergi, Raga dan Nydo turun dari lantai dua. "Yaelah gua tau banget muka-muka lo mau gangguin orang pdkt," Dimas sewot saat kedua sahabatnya mulai rese' duduk di tengah-tengah Dimas dan Andien.

"Hahaha.. Den Dimas sewot aja sih.. Main Monopoly yuk. Bosen nih gak ada kerjaan," ajak Nydo.

"Yuk! Dari tadi juga acara tv gak ada yang bagus," seru Andien antusias. Dimas mengangguk saja melihat Andien penuh antusias.

"Dimana ya board-nya terakhir kita main?" tanya Raga lupa.

"Di kamar Sammy, gua ambil dulu deh," ujar Andien berdiri dan berjalan menuju kamar Sammy.

Chewie sedang tertidur manis di atas kasur Sammy. Andien duduk di kasur Sammy, memandangi benda-benda yang ada di kamarnya. Mulai dari gantungan jaket-jaket kesayangan Sammy, rak sepatu yang dipenuhi brand Visvim, gitar yang selalu setia digunakan Sammy sedari SMA, lampu tidur Stormtrooper yang ia berikan saat Sammy berulang tahun dua tahun lalu. Lalu tatapannya tertuju pada sebuah figura dengan foto Sammy dan dirinya saat perpisahan SMA ke puncak bersama angkatannya.

Ia mengambil figura itu dan mendekapnya erat. Tak sengaja figura itu terbuka dan foto tersebut jatuh ke pangkuan Andien. Ia melihat foto tersebut dengan mata berkaca-kaca. Saat berniat untuk memasukkan foto itu kembali ke dalam figuranya, Andien baru sadar ada tulisan di belakang fotonya.

"Vielleicht eines tages finden"

Andien langsung mengeluarkan handphone-nya dan membuka google translate, ia mencoba untuk mentranslasi kalimat yang sepertinya bahasa Jerman itu. 'May one day you find out.' Melihat translasi itu, tangis Andien tak terbendung lagi. Ia langsung berbaring di atas kasur Sammy membasahi bantal Sammy dengan air matanya dan memeluk Chewie. Chewie hanya mengeong pelan seperti berusaha menghentikan tangis wanita itu.

Dimas yang penasaran mengapa Andien begitu lama di kamar Sammy akhirnya menghampirinya. Dilihatnya Andien menangis sesunggukan di atas kasur Sammy, Dimas mendekatinya dan mengelus rambut Andien pelan. Andien langsung memeluk Dimas dan berkata dengan suara tak jelas, "Maafin gua Dim, gua sayang banget sama dia."

"I know," jawab Dimas singkat semakin erat memeluk Andien.

***

"MAS MIR! MANA PACARKU MAS MIR?" teriak Sammy mencari Luna yang tak terlihat di area workshop bengkelnya.

"Nyari pacar di bengkel! Disini nyarinya oli sama suku cadang!" jawab Mas Mirza menghampiri Sammy.

"Mana Vespa ku Maaas?" tanya Sammy dengan nada manja.

"Lagi dicuci di cucian sebelah Sam, tenang aja. Mending kita ngopi-ngopi dulu di atas," ajak Mas Mirza mengeluarkan rencengan kopi instan dari kantungnya.

Sammy mengikuti Mas Mirza ke lantai dua, ia melihat langit Malang mulai gelap tanda akan hujan. Untung ia sudah menyiapkan jas hujan di bawah jok motornya.

"Enak lho Sam mesin barunya, si nenek-nenek berasa jadi gadis lagi larinya," canda Mas Mirza kepada Sammy.

"Nenek-nenek gitu masih cakep Mas," balas Sammy tak rela Luna-nya disebut nenek-nenek.

Mas Mirza memberikan segelas kopi susu kepada Sammy. Sammy langsung menyeruput kopi tersebut untuk menghangatkan tubuhnya dari udara dingin Malang hari ini. Tak lama ada pegawai cucian motor sebelah yang memberitahukan Mas Mirza kalau Vespa Sammy sudah selesai dicuci dan diparkir di bawah.

Sammy langsung meletakkan gelasnya dan bergegas turun ke bawah tak sabar untuk melihatnya. Dari kejauhan ia melihat Luna yang mengkilap karena baru saja dicuci. Ia buru-buru menghampirinya tak mau membuat Luna menunggunya.

"Me miss you baby," ujar Sammy memeluk Luna. Sammy lalu memutar kunci Vespa tersebut dan menyalakan mesinnya. Suara mesin dua tak yang khas meraung merdu di telinganya.

"MAS AKU COBA JALAN-JALAN DULU YA!" teriak Sammy ke arah Mas Mirza di lantai dua. Mas Mirza hanya memberikan kode jempol tanda setuju.

Sammy pun mulai mengendarai Luna berkeliling jalanan Kota Malang. Di jalan ia tersenyum-senyum sendiri bernostalgia semua kejadian-kejadian yang ia lewati bersama Vespa bersejarah itu.

Mulai dari pertama kali mengajak Andien pulang bersamanya namun ditolak dan ia harus mendorong Luna sampai ke rumah Andien. Masa-masa dimana ia sering mengantar-jemput Andien kemana pun yang ia katakan. Touring bersama sahabat-sahabatnya ke tempat-tempat wisata. Dan tentu saja, bertemu dengan Nadhira.

Langit Malang semakin menggelap, Sammy sudah berniat untuk kembali ke bengkelnya takut kehujanan. Namun air dari langit ternyata lebih cepat dari laju Sammy yang terjebak kepadatan lalu lintas di Jalan Soekarno-Hatta.

Sammy pun buru-buru mencari tempat berteduh karena hujan yang turun deras dengan tiba-tiba. Namun ia tak menemukan ada tempat yang beratap di dekatnya, akhirnya ia berteduh di sebuah pohon rindang.

Ia membuka bagasi Luna mengingat-ingat pernahkah ia meletakkan jas hujan disana. Ia terkejut melihat sebuah jas hujan berwarna merah muda, seingatnya ia tak pernah membeli sesuatu yang berwarna tersebut.

Sammy membuka tas transparan tempat menyimpan jas hujan tersebut. Tiba-tiba sebuah kartu berwarna putih jatuh dari lipatan jas hujan itu. Ia membaca kata-kata yang tertulis disana, "So i don't have to see you sick for a week again. Love, Andien."

Melihat kalimat itu Sammy lemas, ia duduk di atas aspal basah mengingat-ingat kejadian 5 tahun lalu. Matanya berkaca-kaca terjebak nostalgia yang hampir ia lupakan.

***

"Sammy kenapa ujan-ujanan kesiniii? Ntar lo sakit, kan kita mau UAS!" bentak Andien kepada laki-laki yang berdiri di depan pintu rumahnya membawakan sekotak pizza dan sebuah plastik berisikan obat dari apotik yang ditutupi oleh jaket dan kemeja Sammy.

"Gak papa Ndien, denger bokap lo kena stroke ringan gua langsung nanya ke dokter keluarga, terus gua dikasih resep obat ini. Kebetulan lewat Domino's Pizza, yaudah gua beliin sekalian deh. Kasih nyokap bokap lo ya," ucap Sammy memberikan pizza dan obat tersebut kepada Andien.

"Iiiih! Sammy mah gak usah repot-repot! Kok sampe ujan-ujanan? Punya jaket sama kemeja gak dipake!" Andien marah melihat Sammy yang terlihat kedinginan di depannya.

"Yah dimarahin. Maaf ya Ndien. Abis nanti makanan sama obatnya malah basah."

"Abisan.. Kan nanti lo malah sakit gak bisa UAS gimana?"

Andien berkaca-kaca melihat pengorbanan yang dilakukan Sammy demi ayahnya. Saat itu keluarganya sedang berada di titik terendah mereka sampai ayahnya bersikeras untuk tidak menggunakan tabungannya untuk membeli obat karena mementingkan kebutuhan sehari-hari keluarganya. "Makasih ya Sam," ucap Andien lirih. Laki-laki itu hanya tersenyum sambil menggosok-gosokkan tangannya ke bahunya untuk menghangatkan tubuhnya.

"Eh, ada nak Sammy. Kok gak disuruh masuk Ndien?" Sahut Ibu Andien dari dalam kamar melihat Sammy. Sammy langsung ngeloyor masuk begitu saja menyalami Ibu Andien tanpa menunggu disuruh oleh Andien terlebih dahulu.

Ibu Andien mengambilkan handuk, kaus kering dan celana berbahan karet lalu menyuruh Sammy untuk mandi dan mengganti bajunya dengan baju kering agar tidak kedinginan.

"Iya tante, mudah-mudahan Om Panca cepet sembuh ya. Ini aku bawain makanan sama obat," ujar Sammy. Sammy pun bergegas masuk ke kamar mandi didorong oleh Ibunya Andien agar cepat-cepat mencuci rambut dan tubuhnya dari air hujan.

Andien masih terpaku di depan pintu rumahnya. Ia tak mampu berkata-kata, hanya ucapan do'a dan terima kasih yang tak berhenti ia ucapkan dalam hati. Tak terasa air mata mulai turun dari pelupuk matanya. Ibunya menghampirinya lalu memeluk Andien dan berkata, "Semoga kelak suami kamu seperti itu." Dalam hati Andien mengamini ucapan Ibunya.

***

A/N: Maaf ya ngaduk-ngaduk perasaan kalian. :P

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top