4. Person In Charge

Luna menjadi pusat perhatian saat dirinya datang ke kantor di Senin pagi itu. Gayanya sangat berantakan. Rambut panjangnya kusut dan dikuncir asal-asalan. Dia memakai kemeja kotak-kotak kebesaran dan celana jeans hitam pagi itu.

"Berat banget hidup lo, baru disuruh ngisi konten Provoactive sekali udah kelabakan lo," Wanda yang lewat di sebelah Luna saat masuk ruangan tak absen mengomentari perempuan itu.

"Nyinyir melulu lo, hati-hati kualat," jawab Luna ketus. Wanda tertawa dan menyeruput kopi panasnya sebelum berniat membalas perempuan yang dia sebut tukang rusuh itu.

"Sorry nih, nggak mungkin kualat. Gue udah tiga kali jadi PIC konten Provoactive," balas Wanda sambil tertawa. Ia lanjut berjalan, tapi beberapa langkah kemudian dirinya tersandung gundukan kabel. Kopinya tumpah sedikit mengenai baju, membuat Wanda terjekut karena panas.

Luna tak membuang waktu untuk tertawa dan melewati orang yang baru menghinanya itu sambil berkata, "Instant karma, Babe. Enjoooy...."

Senin akhirnya tiba. Rapat target issue diadakan. Luna terlihat tegang luar biasa.

"Luna, ada yang mau ditambahin? Materi untuk Provoactive mungkin?" tanya Kamal dengan kadar tiga perempat sindiran di dalamnya. Anak-anak gaya hidup diam melihat Luna iba, sementara Luna mati-matian menahan dirinya untuk tidak memutar bola mata.

Kamal menahan seringai kemenangannya. Luna selalu merepotkan di matanya. Sudah merepotkan, senang menjawab atasan pula. Padahal cengeng luar biasa. Jika dibalas, tahu-tahu dia menangis. Kali ini Kamal ingin memberi pelajaran bahwa membuat materi politik memang sulit dan membutuhkan fokus yang tinggi ketimbang materi gaya hidup yang ringan.

Mungkin setelah memahami sulitnya membuat materi politik, Luna bisa lebih diam dan memahami mengapa Kamal lebih menitikberatkan perhatiannya kepada konten politik.

Luna membuka laptopnya, lalu mulai bicara, "Saya mau mencoba mendalami makna nasionalisme dan patriotisme di Indonesia."

Semua orang mengerutkan dahi. Mereka pikir topik yang akan diangkat Luna adalah tentang privilege politik, sesuai dengan tema konten gaya hidup kemarin.

"Jadi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri."

"Copy paste doang nih bisanya?" celetuk Wanda.

Beberapa suara tawa yang tertahan mulai muncul.

"Saya selesaiin dulu aja ya baru pada ketawa," Luna manyun saat beberapa tawa malah meledak setelah itu. Namun dia tidak terlihat gentar meskipun dalam hati dirinya amat sangat tidak yakin dengan proposal topik yang ingin dia angkat itu.

"Ada yang mendefinisikan Nasionalisme sebagai suatu paham bangsa yang memiliki keselarasan kebudayaan, wilayah, kesamaan cita-cita, dan tujuan."

Kamal mendesah panjang. Penjelasan Luna tampaknya terlalu bertele-tele baginya. Namun perempuan itu terlihat masa bodo. Tanpa menatap Kamal, ia melihat ke sekelilingnya.

"Nasionalisme secara konsep punya misi yang luhur. Yang baik. Pertanyaannya, Indonesia yang seperti apa yang dicintai?"

Saat ini, tak ada lagi tatapan meremehkan ataupun menyindir yang diarahkan kepada Luna. Pertanyaan yang tadi perempuan itu ajukan membuat seluruh peserta rapat tertarik akan apa yang ingin ia katakan selanjutnya.

"Dalam prakteknya, paham nasionalisme justru memaksakan keseragaman dalam masyarakat. Nggak boleh bangga sama ciri agama karena itu bukan ciri khas negara, masyarakat suku adat itu primitif dan tidak mencerminkan negara maju, suka ngomong bahasa inggris berarti nggak nasionalis meskipun akhirnya jadi ikutan bangga saat yang dihujat nggak nasionalis itu bisa go internasional. Benturan-benturan sosial terus muncul kayaknya demi mencapai cinta negara. Terus apa bedanya sama fanatisme?"

"Terlalu jauh lo nariknya, jelas-jelas definisinya aja memahami keselarasan, bukan menerapkan keseragaman." Wanda dengan sengit menyerang, seperti biasa.

"Tapi Nasionalisme itu biasanya kan memang memaksakan semua adat dan budaya mengakui bahwa kita itu sama. Sama-sama bangsa Indonesia. Berarti ada standardisasi dong di dalamnya?" Alan; redaktur pelaksana rubrik-rubrik politik; secara tak terduga memberi komentar terhadao isu yang dilempar Luna.

"Loh, tapi kan maksudnya bukan mengaburkan ciri adat dong?" Ragil yang merupakan rekan Wanda untuk rubrik politik juga buka suara.

"Ya bener si Luna. kasusnya sama aja pas orde baru, orang-orang jadi nggak punya ciri adat. Yang Tionghoa harus punya nama Indonesia, yang muslim nggak boleh berjilbab, semua dibuat seolah sama wajah," kini giliran Rahma dari geng politik yang buka suara.

"Emang itu penerapan paham Nasionalisme?"

"Terus menurut lo apa dong paham yang harus kita terapkan dalam negara ini?"

Suara anak-anak politik semakin memenuhi ruangan dengan argumen-argumen mereka. Luna menarik senyumnya sementara Ditya, Mega dan Ullie melongo melihat suasana rapat menjadi lebih hidup karena isu yang dilempar rekan mereka.

"Oke," suara Kamal spontan membuat isi ruangan kembali hening meskipun suaranya tak begitu kencang. Pria itu menahan hasrat untuk tersenyum dan berusaha menjaga wibawa.

Jujur, ia merasa geli saat mengetahui bahwa isu yang Luna angkat memberi efek yang tak terduga secara langsung. Sesuai nama rubriknya, proposal isu Provoactive kali ini sangat ampuh memprovokasi orang lain untuk berpikir aktif dan kritis.

Kamal mengangguk puas. Ternyata pemikiran perempuan cengeng ini lebih menarik dari dugaannya.

"Materi naik dua minggu lagi. Lo PIC-nya ya, Lun," ujar Kamal.

"Iya, Pak." Luna mengangguk sambil tersenyum sangat puas. Dilihatnya wajah Wanda yang menahan geram, mungkin malu karena orang yang sering ia katai ternyata mendapat kepercayaan Kamal untuk menjadi person in charge rubrik Provoactive.

***

"Gila, keren banget sih, Luuun!" Mega menepuk-tepuk bahu Luna sambil berjingkrak kegirangan.

"Keren kaaan? Lihat nggak mukanya si Wanda! Mengkerut diremes dengki," jawab Luna sambil tertawa puas.

Saat ini mereka sedang berada di pantry umum, pantry yang berada di luar ruangan kantor yang biasanya sepi. Karena itulah merek bebas mengekspresikan diri.

"Dapet inspirasi dari mana lo?" tanya Ullie penasaran setelah selesai mengetos telapak tangan perempuan yang ia tanya.

Luna hanya mengetuk kepalanya dua kali, "Gue tuh pinter walau susah mikir. Makanya jangan ngeremehin gue...."

Luna tak merasa perlu menceritakan kepanikan dan kegalauannya di akhir pekan setelah titah Kamal di hari Jumatnya. Tak terhitung sudah berapa berita yang sudah ia tonton, serta sudah berapa jamnia berselancar di media sosial dengan menelusuri hashtag-hashtag berbau politik.

Tentu saja ia mendapatkan inspirasinya dari hal yang tak biasa dan menghabiskan sisa akhir pekannya dengan menggali materi tersebut. Politik bukanlah ranah yang cukup ia kuasai, tapi ia yakin proposal isu-nya sangat kuat dan menarik untuk diangkat.

Rasanya puas sekali setelah instingnya terbukti benar dan kerja kerasnya terbayar.

"Lun, tulisan buat cerpen dan soal beauty blogger itu tetep lo jalanin ya," kata Ditya yang sejak tadi hanya tertawa-tawa melihat anak buahnya merayakan kemenangan kecil mereka terhadap para anak-anak rubrik politik.

"Udah siap kok, tinggal dirapihin aja, Mas," jawab Luna riang.

"Cakep! Mega, langsung lo handle ya," Mas Ditya melempar ibu jarinya.

"Siaaappp! Semangat, Lun! Kasih lihat tuh ke anak-anak politik kalau apa yang mereka lakuin bisa dilakuin anak lifestyle juga," ujar Mega berapi-api.

"Jangan seneng dulu." Suara Wanda mengejutkan seluruh team rubrik lifestyles. Kini mereka memelototi sosok yang baru saja jadi bahan omongin mereka.

Perempuan itu masih terlihat galak dan tidak suka kepada Luna. Tanpa basa-basi, ia mendekat.

"Siap-siap, Lun. Jadi PIC Provoactive itu rasanya kayak lagi di neraka. Lo tahu kenapa?" tanya Wanda.

"Kenapa?" Luna bertanya balik dengan wajah ngotot. Di matanya, Wanda terlihat hanya ingin menakut-takuti agar Luna menghentikan perayaannya saat ini.

Wanda mendesah, ia melihat seluruh anak rubrik lifestyle di sekitarnya dengan wajah tak tega, lalu berkata, "Karena Pak Kamal langsung yang supervisi."

Saat itu, Luna merasa bahwa Wanda bukan ingin menakutinya, tapi memberinya peringatan untuk bersiap-siap menghadapi Kamal.

***

Cilukba!

Suka nggak update-an malam ini? Dalam rangka besok 17 Agustusan, mari kita senggol-senggol dikit isu cinta tanah air. Seperti Luna yang kalau ngomong nggak pakai pikiran, materi yang kuangkat asal jeplak aja gaes. Maaf kalau ada yang nggak berkenan ya.

Ya sudah gitu aja. Aku galau besok pengumuman GMG Challenge, makanya nulis. HAHAHAAA ....

SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top