Prove It
Naruto disclaimer by Masashi Kishimoto
*
*
*
"Haah ...."
Helaan napas panjang terdengar berat. Lelah dan kesal menjadi satu kala tungkai kaki melangkah tanpa tujuan. Hanya berjalan tak tentu arah. Ditambah sepatu boots yang dikenakan mulai terasa tak nyaman.
Sosok itu berhenti di depan kaca sebuah toko. Melihat refleksinya sendiri. Penampilannya kini tentu membuat pangling. Bahkan pasukan Toneri yang mengejarnya pun tak akan menyadari.
Lihat saja rambut pirangnya kini tertutup helmet berhiaskan goggle di atas kepalanya. Tak lupa dua kunciran rambut palsu senada dengan helai rambut keemasannya di kanan dan kiri. Dress panjang menutupi tubuhnya hingga kaki, lalu sepatu boots dengan heels beberapa senti.
Sempurna. Jika saja ia benar seorang wanita.
"Jika bukan karena si berengsek itu, aku tidak akan mengenakan pakaian wanita seperti ini. Demi Tuhan, aku masih lelaki tulen," keluhnya pada angin.
Ya, gadis-maksudnya pemuda ini harus menyembunyikan sosok aslinya. Ia harus mencari informasi mengenai harta karun yang tengah dicari oleh kelompok bajak lautnya. Naruto -nama pemuda itu- tak terima diremehkan oleh sang kapten dari bajak laut Arnoux. Kelompok perompak laut yang saat ini ditakuti banyak orang.
Mengingat cercaan si kapten kapal, buat naruto kesal. Ingatan akan kejadian itu pun kembali berputar. Kala ia menantang sang kapten, tanpa persiapan.
*
*
*
Beberapa awak kapal mengelilingi meja bundar yang ada di ruang pertemuan kapal, bersebelahan dengan kamar sang kapten, Sasuke. Gelapnya ruangan karena malam diterangi lampion minyak di atas meja yang menggantung. Bergoyang ke sana-ke mari karena laju kapal yang terserang ombak. Sebuah peta tak terbaca terbentang di atas meja. Semua yang hadir tampak serius.
"Kita akan pergi menuju Zwart Water Port. Carilah informasi sebanyak-banyaknya mengenai harta karun ini. Berpencarlah dengan berkelompok yang terdiri dari dua orang. Bagaimana pun pelabuhan itu masihlah di bawah kuasa marinir kerajaan Suna," sang kapten, Sasuke, menjelaskan pada awak kapalnya.
"Kapten, siapa saja yang akan diturunkan dalam misi ini?" Pria dengan helai rambut berwarna keperakan bertanya seraya menyeringai. Menampakkan deretan gigi runcing bagai hewan buas, Suigetsu.
"Juugo dan Suigetsu akan berpasangan dalam satu kelompok. Lalu Kimimaro dan Jirobo, serta Zabuza dan Haku. Sedangkan aku akan bergerak seorang diri."
Naruto yang mendengar bahwa dirinya tidak diikutsertakan, merasa kecewa sekaligus kesal. Tanpa pikir panjang segera berdiri dari tempat duduknya. Kedua lengannya menggebrak meja sedikit keras. Ekspresi wajah pun penuh amarah dengan jelas.
"Tunggu! Kenapa aku tidak diikutsertakan?"
Semua pasang mata menoleh padanya. Tak ada yang bereaksi lebih selain memandang dalam diam. Hanya derit kayu kapal karena terserang ombak terdengar memenuhi ruangan.
Geram akan reaksi semua awak kapal, lagi si pemuda pirang menggebrak meja keras. Sebisa mungkin memasang wajah sangar.
"Sasuke, aku juga bisa membantu. Jadi, biarkan aku ikut dalam misi ini."
Semua awak kapal memandang si pirang, tak habis pikir betapa kurang ajarnya anggota baru ini pada kapten mereka. Lalu para awak menoleh pada sang kapten. Sebelah matanya yang tak tertutupi eyepatch memandang Naruto pasif.
Ah, sepertinya mereka tahu ke mana arah pembicaraan ini.
"Kau? Jangan bercanda." Dengkusan meremehkan terdengar nyaring di telinga Naruto. Sontak membuatnya penuh emosi.
"Jangan meremehkanku! Kau pikir aku tidak dapat melakukannya? Kalau hanya mencari informasi, aku juga bisa."
"Kau tidak akan bisa mencari informasi dengan mulut besarmu. Lebih baik kau bermain dengan mesin-mesin kesayanganmu di dalam kapal ini."
Ingatkan Naruto bahwa saat ini dirinya tidak membawa obeng atau tang. Karena sudah pasti akan dilemparnya tepat ke wajah tampan-maksudnya menyebalkan sang kapten.
Pemilik iris azure menatap tajam penuh amarah pada Sasuke. Lagi ia menggebrak meja lalu menuding dengan jari telunjuknya tepat di depan wajah si kapten kapal.
"Diam kau, berengsek! Akan kubungkam mulutmu nanti. Lihat saja."
Dengan derap langkah menghentak, Naruto pergi menuju kamar. Membanting daun pintu dengan kasar. Getarannya seolah melebihi deburan ombak di luar sana.
Semua yang ada di sana hanya menatap kejadian itu dalam diam. Setelahnya helaan napas berat terlontar dari beberapa awak kapal. Mereka sudah mengira akan kejadian ini. Karena pertengkaran antara sang kapten kapal dengan Naruto sudah menjadi hal yang biasa.
"Kapten, jika setiap saat kau bertengkar dengan anak itu kita harus mengganti pintu, bisa-bisa keuangan kita menipis," keluh Suigetsu.
"Hn."
Tanggapan bosan itu membuat Suigetsu sedikit dongkol. Tapi ia tak berani melawan kaptennya yang memang terkenal tak peduli akan banyak hal. Karena demi Poseidon, sang kapten cukup menyeramkan jika sudah terbawa emosi.
"Kapten, kurasa anak itu serius akan ancamannya. Tidakkah anda ingin mengatur ulang kelompok ini agar Naruto dapat diikutsertakan?" Haku, awak kapal handal yang sering membuat lawan salah kaprah akan gendernya angkat bicara. Tak lupa senyuman manisnya.
Sasuke menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Sebelah matanya terpejam. Kesan tak peduli kentara di sana.
"Anak itu tidak akan bisa menjalankan misi seperti ini. Aku tidak akan mengubahnya. Lagipula, bocah itu hanya akan membebani kita."
"Cih, kenapa tidak jujur saja jika kau tidak ingin Naruto terancam nyawanya jika sampai tertangkap oleh pasukan Toneri?"
"Kau mengatakan sesuatu, Suigetsu?"
"Oh ... Ti-tidak kok, Kapten."
Suigetsu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Jika pandangan dapat membunuh, mungkin kini ia hanya tinggal nama. Sorot tajam sang kapten memang menyeramkan.
Dan rapat kembali dilanjutkan. Hingga perjalan mereka berlanjut sampai tujuan. Karena mereka adalah kelompok bajak laut, tentunya mereka tak dapat berlabuh di Zwart Water Port. Sehingga kapal kebanggaan Arnoux Pirates; Ophiucus Ship, harus disembunyikan di balik batu karang besar. Untuk sampai di pelabuhan mereka harus menggunakan perahu kecil.
Saat fajar hampir datang, awak kapal yang ditugaskan beserta sang kapten sudah siap untuk misi mereka. Sayangnya ada gangguan kecil yang harus mereka hadapi lebih dulu.
Seorang awak kapal berlari tergesa menghampiri kapten mereka. Alis hitam Sasuke mengernyit saat mendengar kabar yang dibawa.
"Ka-kapten! Salah satu sekoci telah menghilang dari tempatnya. Tali pengikatnya telah terpotong dengan benda tajam. Seseorang telah mencurinya."
"Mustahil ada penyusup yang berhasil kabur dari kapal ini. Lagipula sejak beberapa hari lalu kita tidak bertemu dengan musuh," nada terkejut pun tak dapat disembunyikan Suigetsu.
"Kecuali dia bukan orang luar."
Kalimat ini membuat seluruh orang menoleh pada sumber suara. Haku tersenyum dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ia tak gentar meski tatapan tajam sang kapten terasa menusuk.
"Sekilas aku melihat seseorang dengan rambut pirang diam-diam kabur dengan membawa sekoci keluar."
"Tu-jangan-jangan ...."
Naruto.
Semuanya menghela napas dengan wajah murung. Tak menyangka pemuda berambut pirang itu masih kesal akan kejadian beberapa waktu lalu. Sedangkan Haku hanya terkekeh geli.
"Sudah kukatakan bahwa anak itu serius dengan ancamannya, Kapten."
Sasuke berdecak kesal. Ia memandang Haku penuh ancaman.
"Aku akan mengurusmu dan anak itu nanti. Sekarang, fokuslah untuk misi kali ini."
"Aye, Captain!"
*
*
*
Mengingat kembali hal yang membuatnya berada di situasi ini tentu membikin Naruto terbawa emosi. Ia tak ingin mengakui bahwa dirinya tak berguna. Karena sejak tadi tak satu pun ia dapat petunjuk mengenai harta karun yang dicarinya. Tapi egonya tidak mau mengakui itu.
Naruto sudah terlanjur sombong bahwa dirinya sanggup untuk menjalankan misi ini. Ia tidak akan menyerah dengan sang kapten yang selalu meremehkannya.
"Kenapa sih, dia selalu seperti itu? Meski begini, aku juga bisa membantu," geramnya dengan langkah menghentak kasar.
Sudah berkeliling ke sana-ke mari tapi tak juga ia mendapat suatu petunjuk apa pun. Pemuda pirang ini sudah bertanya pada orang lalu lalang, pemilik toko, penghuni rumah, namun tak juga dari mereka mengetahui apa yang ia cari.
Kakinya mulai pegal, baik karena tingginya heels atau perjalanan jauh yang telah ditempuhnya. Helaan napas lagi-lagi keluar tanpa bisa dicegah. Pemuda yang menyamar sebagai wanita tersebut kini bersandar pada dinding.
Ingin sekali ia segera kembali ke kapal Ophiucus, tapi ia belum ingin menerima ejekan menyebalkan yang dilontarkan kaptennya. Tidak, terima kasih.
Dengan semangat baru, 'gadis' berambut pirang panjang kembali melangkah. Niatnya untuk membungkam mulut sang kapten lebih besar dari sekadar bersandar pada dinding dan menyerah. Namun sayang tak sadar telah berjalan ke daerah yang tak seharusnya.
Netra birunya menyisir lokasi sekitar. Jalur ini sangat ramai. Papan nama besar-besar terpampang jelas di setiap bangunan dengan warna mencolok.
Alisnya berkerut kala melihat banyak pria-pria dengan langkah goyah bagai mabuk. Wanita-wanita bertubuh sintal memamerkan belahan dada seraya menggoda. Tawa renyah terdengar nyaring di berbagai sudut. Ada juga pria yang diusir dari sebuah bangunan dengan kasar tanpa ampun.
"Kalau kau tak punya uang, jangan menginjakkan kakimu di sini!"
"Tuan, apa kau ingin bermain dengan kami malam ini? Kemarilah."
"Aku ingin dia dan dia untuk melayaniku. Berapa pun akan kubayar."
Dan kalimat lain dengan makna tak senonoh. Meski dilanda rasa bingung, Naruto tak menghentikan langkahnya. Ia terus berjalan memandang sekitar mencoba tetap fokus mengumpulkan informasi.
Siulan menggoda didapatnya dari beberapa pria yang lalu lalang, sebisa mungkin menggubrisnya. Ada rasa tak enak di setiap langkah yang diambilnya. Namun ia mencoba mengusir perasaan tersebut.
Hingga tangan besar nan kasar menarik lengannya. Seringaian menjijikkan tercetak jelas di wajah pria jelek ini. Pun aroma napas dan badan tak sedap menusuk indera penciumannya.
"Temani aku malam ini. Berapa pun kau minta akan kubayar, Nona manis."
"Lepaskan aku dari tangan kotormu, berengsek!"
Sekuat tenaga ditepisnya tangan pria itu lalu mendorongnya hingga terjatuh. Langkah cepat diambilnya meski makian penuh amarah terdengar dari arah belakang.
Pemuda ini terus berjalan cepat dan berhenti di depan salah satu rumah. Napasnya sedikit tersenggal. Rasa aman yang dirasanya berumur pendek kala ada tarikan lain di lengannya. Kali ini tangan kecil nan tua menariknya masuk ke dalam salah satu rumah.
Wanita tua itu menariknya seraya menggerayangi tubuhnya. Semburat merah tak dapat ditahan kala tangan si wanita meremas bokong sekal di balik gaun. Gaun tersebut pun kini dirobeknya hingga paha mulus terbalut stocking hitam terlihat jelas. Si wanita tua meracau hal yang tak dimengertinya.
"Kau pasti gadis baru yang kupesan, 'kan? Sekarang cepat layani tamu-tamu kita. Hari ini kita kekurangan tenaga."
"Eh, tapi aku-"
Ingin rasanya ia melarikan diri, tapi tak kuasa karena di depan pintu terdapat dua penjaga dengan tubuh tinggi dan kekar. Lagipula jika sampai ketahuan identitas dirinya, seluruh anggota bajak laut Arnoux akan terancam bahaya. Ia tak bisa mengambil resiko itu.
"Bawa ale dan rum ini pada para tamu yang ada di meja-meja sana. Bekerjalah dengan benar."
"Tunggu, aku bukan-"
"Jangan banyak bicara. Cepat kerjakan tugasmu. Pelanggan adalah raja. Dan kau harus tersenyum ramah."
Wanita tua itu menyodorkan nampan berisi gelas-gelas alkohol padanya. Tak sempat Naruto menjelaskan apa pun, tubuhnya sudah didorong menuju para pria yang tertawa keras di dalam ruangan itu.
Terlihat jelas bagaimana para pelayan ini melayani para pria mabuk yang datang. Beberapa wanita yang dianggap tak dapat bekerja dengan baik akan diseret oleh penjaga atau pelanggan yang kelewat mabuk menuju bilik kamar di ujung lorong sana.
Sudah terlanjur basah, mau tak mau si pemuda pirang terpaksa menyamar sebagai pelayan yang diyakininya tempat ini adalah bar. Meski sebenarnya ia sangat berat hati.
Selama beberapa jam, ia mulai terbiasa melayani pria-pria yang datang memesan minuman. Walau godaan silih berganti ditujukan padanya, Naruto berusaha menanggapi dengan ramah. Amarahnya memuncak ketika seorang pria meremas bokongnya. Bogem mentah si pirang berikan tanpa bisa dicegah. Berujung kekacauan yang tak bisa dikendalikan. Pria-pria mabuk mulai mengerumuninya, memaki, mengancam, melecehkan dan hal tak menyenangkan lainnya.
"Berengsek kau! Jaga sikapmu! Aku mengeluarkan uangku untukmu dan minuman yang kupesan. Berani sekali kau memukul seorang tamu!"
"Bukan berarti kau bisa kurang ajar padaku, Tua Bangka!"
"Tu-tuan, tolong maafkan pelayan kami. Dia masihlah baru. Hei kau, ayo minta maaf pada pelanggan kita."
Si wanita tua mencoba menenangkan situasi dan membela Naruto. Sudah menjadi tugasnya agar kondisi bar ini stabil. Terutama dalam menghadapi para pemabuk. Meski sulit, semuanya akan lebih mudah jika pelayannya ini mau mengalah. Tapi seperti yang diketahuinya, pria mabuk dan amarah bukanlah kombinasi yang mudah dijinakkan.
Kali ini si pria mabuk menarik lengan kecoklatan si gadis pirang dengan kasar. Mencengkeram kuat dan diyakini Naruto akan tercetak memar di sana.
"Sebagai gantinya, kau harus menemaniku di atas ranjang."
"Kau gila! Lepaskan aku, berengsek!"
Sekuat tenaga si pemuda pirang mencoba melepaskan diri namun nihil. Ia segera diseret menuju lorong panjang. Si wanita tua tak banyak bicara, hanya menunduk hormat seolah mempersilakan si pria mabuk berbuat sesukanya.
Makian dengan suara cemprengnya tak digubris oleh si pemabuk. Pun pukulan yang diberikan Naruto tak berpengaruh apa-apa. Ia kalah tenaga pada pria tua pemabuk. Kekesalannya memuncak, air mata hampir menggenang di pelupuk mata.
"Berikan gadis ini padaku. Kubayar berapa pun maumu."
Detak jantuk terasa berhenti sesaat. Seluruh tubuhnya merinding ketika mendengar suara baritone yang sangat dikenalnya. Perlahan kepalanya menoleh takut pada sumber suara. Satu mata hitam memandang dingin menghantar beku.
Bunyi gemerincing koin emas berjatuhan di lantai, membuat semua orang yang melihat membulatkan mata. Pria yang mengenakan eyepatch pada mata kirinya itu segera menarik si 'gadis' berambut pirang tanpa berkata apa pun. Si pria tua yang mabuk tanpa malu segera memungut koin emas yang berserakan. Tanpa peduli lagi, pria dengan penutup mata itu meninggalkan nafsu serakah yang ramai di belakangnya.
Salah satu pintu kamar dibuka lalu dilemparnya Naruto ke atas ranjang dengan kasar, sebelum mendengar suara pintu yang terkunci. Iris biru memandang sosok sang kapten dengan kesal, meski sorot mata akan rasa bersalah juga nampak di sana.
"Menyamar sebagai wanita di rumah bordil, kau ingin mencari informasi atau menjual diri?"
Nada tegas terdengar mengancam. Nyaris membuat Naruto menenggak saliva karena gentar. Ia tahu sedang berada dalam masalah besar. Sayang, keras kepala sudah menjadi sifatnya.
"Ugh ... berisik! Aku menyamar begini agar tidak mudah ditemukan oleh pasukan musuh. Tapi terseret tanpa sengaja sampai sini. Mana kutahu kalau ini adalah tempat pelacuran, berengsek!"
"Lalu, informasi apa yang kau dapat?"
Ugh ...
Naruto membuang muka. Ia tak berani memandang wajah tampan sang kapten. Pandangan tajam dapat dirasanya dari arah si pria berambut hitam.
Jemari kecoklatan meremas seprai putih.
Helaan napas berat didengarnya, membuat Naruto berjengit.
"Sudah kukatakan bahwa kau tidak cocok dengan misi ini. Akui saja bahwa kau payah dalam mencari informasi."
"Ji-jika belum mencobanya, bagaimana mungkin kautahu? Mungkin saja aku sangat hebat dalam mengumpulkan informasi."
Tanpa disadari, sosok jangkung sang kapten berdiri tepat di samping ranjang. Belum sempat bereaksi, tubuh pemuda yang tengah menyamar sebagai wanita itu direbahkan dengan kasar. Kedua tangan kekar mengungkung di samping kepala berambut pirang. Sebelah matanya memandang tajam pada Naruto.
Napasnya terputus melihat sosok tampan yang menindihnya. Helaian rambut hitam membingkai wajahnya, memperlihatkan penutup mata kiri yang selama ini selalu tertutup poni.
Naruto mulai beringsut tak nyaman kala merasakan gerakan kaki pria di atasnya yang kian dekat pada daerah privasi. Gaunnya pun mulai tersingkap perlahan. Rasa panik mulai menggerayangi.
"Sa-Sasuke."
"Kalau begitu, tunjukkan padaku, bagaimana kau mencari informasi."
Nadanya begitu rendah, tepat berbisik di daun telinganya. Tak tahan membuat tubuh Naruto merinding. Hampir saja ia membuat suara yang tak ingin dikeluarkannya.
"Sasuke, hentikan. Jangan bercanda-ah!"
Ia bisa merasakan organ kenyal yang membelai basah daun telinganya. Sudah tak dapat ditahannya desahan yang meluncur bebas. Tangan lebar dan kasar menyentuh lembut sepanjang tungkai kecoklatan berlapis stocking hitam. Tak sadar jika sepatu boots yang dikenakan telah tanggal.
Kancing kemeja ditarik paksa menampilkan dada bidang si pirang. Tak lupa membuang dua penyumpal dada. Seraya mengecup sensual di ceruk leher Naruto, satu tangan melepaskan helmet dan kunciran senada dari kepala si pemuda.
Nada erotis menggema di dinding kamar remang. Tangan kecoklatan terkepal beralih dari mendorong pundak lebar menjadi menarik baju Sasuke. Menggerayangi punggung kekar seraya meresapi nikmat yang diberikan.
Kaki dilebarkan, menampilkan pemandangan erotis yang dapat dilihat mata kanan sang kapten bajak laut Arnoux.
Rambut pirang berantakan dengan iris mata biru yang menggelap karena kabut nafsu. Pundak dan dada penuh akan saliva dan bercak merah menghiasinya. Gaun yang tersingkap memperlihatkan tungkai ramping berbalut stocking hitam dan noda basah di balik gundukan terbalut celana pendek.
Mata hitam memandang lapar disertai lidah basahi bibir tipis. Jemari tangan putih nan kasar menarik lepas celana karena menghalangi apa yang diincarnya. Kejantanan menegang segera dilahap memberi isapan sensual. Tak lupa jemari panjang telah dilumuri pelumas yang tersedia di samping meja nakas, memainkan lubang kerut menggoda.
"Sa-Sasu-ke ... hnghh ...."
Jemari kecoklatan menarik helaian rambut hitam Sasuke. Memaksanya untuk memberi friksi lebih. Ditambah penetrasi yang membuatnya mabuk kepayang ketika ujung jari mengaduk tepat di prostat.
Dirasa cukup, kejantanan besar menerobos masuk dinding rektum menghantar nikmat pada dua sejoli. Teriakan dan erangan tertahan menggema di dalam ruangan. Tak menunggu lama, Sasuke sudah menggerakkan pinggulnya cepat.
"Hei bodoh, kau bilang dapat mencari informasi, bukan? Jika seperti ini kau sudah tak berdaya, berarti kau memang payah."
Betapa kesalnya Naruto mendengar hal itu. Tak hanya kalimatnya yang meremehkan, tapi juga bagaimana pria berengsek ini dapat berbicara lancar di tengah rasa nikmat yang melanda. Sedangkan dirinya sendiri sudah sulit untuk bernapas teratur.
Pemuda pirang menarik leher sang kapten dan menciumnya kasar, sebelum mendorongnya sekuat tenaga hingga posisi mereka tertukar. Kini Naruto berada di atasnya, memandang penuh remeh meski tubuh gemetaran karena sensasi nikmat.
Ia menaikkan pinggulnya dan menghantamkan kembali ke bawah, menunggangi penis besar si pria bermata satu. Berkali-kali Naruto melakukannya. Dapat dilihat jelas bagaimana ekspresi yang biasanya pasif itu kini berkerut menahan rasa nikmat yang diberikan.
"Ba-bagaimana, Kapten berengsek? Hh ... kurasa kau pun kesulitan dengan teknikku."
Seringaian terkembang jelas pada bibir Sasuke. Ia tidak suka didominasi oleh siapa pun, tapi ia juga tidak membenci bagaimana pemuda ini mencoba mendominasinya. Kapten bajak laut itu membiarkan si pirang menunjukkan kekuasaannya.
Melihat dengan saksama bagaimana Naruto mencoba membuatnya menyerah dengan orgasme lebih cepat. Meski sesungguhnya tampak sia-sia karena pemuda itu sendiri yang mulai tampak kepayahan.
Lengan kekar menarik pundak Naruto hingga telungkup di atas dadanya. Tangan satunya memeluk pinggang ramping si pirang. Ia berbisik dengan suara rendah tepat di telinga Naruto.
"Kalau hanya begitu teknik kebanggaanmu, permainan kita tak akan pernah selesai."
"Aaah ...."
Dengan cepat Sasuke menggerakkan pinggulnya. Membuat genitalnya bergesekan dengan dinding rektum hangat Naruto, hingga menabrakkannya tepat pada prostat. Desahan keduanya saling bersahutan, membuat pikiran mereka terasa kosong.
Aroma seks bercampur keringat memenuhi udara di ruangan. Membuat Naruto tak tahan akan deru nikmat yang terus dirasanya. Sebelum akhirnya kinerja otak terasa melambat dan pandangan memudar karena orgasme yang dicapai. Dapat ia rasakan cairan kental membasahi perut sang kapten serta bagian dalam gaunnya.
Butuh beberapa saat bagi Sasuke untuk mencapai klimaks dan memenuhi dinding rektum Naruto dengan cairan spermanya. Keduanya melenguh nikmat dengan deru napas memburu.
Mencoba mengatur napas, keduanya tak ada yang bergerak. Masih nyaman dengan posisi intim mereka, meski keringat membasahi baju yang dikenakan. Momen paska bercinta adalah hal yang diam-diam keduanya sukai, tak ada yang mau mengakui pada pasangannya.
"Pada akhirnya, kau tidak mendapat informasi apa pun, bukan?"
Lagi, nada meremehkan itu membuat emosi Naruto kembali memuncak. Si berengsek ini memang pandai merusak momen berharganya.
"Ouch!"
Naruto tertawa dalam hati karena berhasil memberikan teethmark pada leher putih sang kapten.
*
*
*
END
*
*
*
Alohaaa dah lama ye ga publish ff... 😂 😂 😂
Btw, saya dan @kagamiyoneko mau collab bikin LN dengan tema PiratesAU. Iya sama kayak ff saya yg judulnya "Worst than Death". Didasari dr ff itu memang.
Utk info selanjutnya nanti dikabari lg ya. Msh dlm tahap proses sih.
Thanks for reading, vomment and support... 😆😆😆
*
*
*
Omake
Panas terik harus dirasakan Naruto selama tiga hari ke depan. Tak lupa ditemani oleh Haku, tongkat pel dan ember kayu berisi air sabun.
Ya, ia dan Haku mendapat hukuman membersihkan dek kapal hanya berdua saja tanpa dibantu oleh awak lainnya. Semua ini karena kejadian tempo hari saat dirinya kabur dan justru hampir membuat rekan bajak lautnya terancam.
Tak disangka ada pasukan marinir kerajaan Suna memergoki keberadaan Sasuke. Alhasil mereka harus dikejar-kejar oleh kapal tempur marinir musuh. Beruntung Ophiucus Ship dapat kabur dengan mudah. Berakhir dengan hukuman bagi Naruto dan Haku karena membiarkan si pirang bertindak sesukanya.
"Untung saja informasi harta karun yang kita cari telah didapat. Jika tidak, mungkin perjalanan kita akan sia-sia." Haku membuka percakapan, tak lupa dengan senyumannya.
Naruto menggerutu mendengarnya. Dongkol karena aksi nekatnya yang berakhir dengan sia-sia. Semua kru kapal yang diturunkan dalam misi tersebur mendapat informasi dan petunjuk yang berguna, sedangkan dirinya hanya membawa masalah.
"Menurut perkiraan Juugo, butuh waktu dua minggu untuk mencapai pulau Saravon dan mendapatkan harta karun yang dicari."
Naruto hanya bergumam sebagai balasan. Ia masih kesal karena dirinya memang tidak bisa membantu rekan-rekan bajak lautnya seperti yang dikatakan kapten mereka. Meski menyebalkan untuk diakui, dirinya memang tidak cocok untuk turun dalam misi seperti itu. Naruto lebih cocok bermain dengan obeng dan mesin.
Melihat ekspresi si pirang yang tidak juga membaik, Haku mengulum senyum. Ia memperhatikan sekitar, memastikan tak ada sang kapten. Perlahan pria berwajah cantik ini mendekat.
"Saat kapten tahu bahwa kau kabur, dia tampak sangat khawatir, kautahu."
Kali ini tangan Naruto berhenti mengelap lantai kayu. Ia menolehkan kepalanya pada Haku.
Melihat itu, pria berambut panjang tersebut tersenyum lebih lebar.
"Dia yang biasanya tenang, raut wajahnya jadi tampak kalut. Kapten juga jadi mudah marah saat memberikan perintah."
"Sungguh?"
"Kuyakin itu. Tampaknya kau benar-benar diperhatikan oleh kapten, Naruto."
Si pirang menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan cengiran lebar dan rona merah yang mulai menjalar pada pipi bergarisnya. Haku tak kuasa menahan kekehannya karena reaksi Naruto yang menggemaskan.
"Kalau kalian punya banyak waktu untuk mengobrol, kutambahkan hukuman kalian jadi lima hari."
"Ups."
"SASUKE!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top