P | 9

"Anda mau menunggu di luar sampai mereka kembali?" Doyoung menoleh ketika Jaehyunㅡsi kasir bersurai merah itu bertanya kepadanya dengan senjata berburu yang masih pria itu pegang.

"Ya, aku lebih baik menunggu mereka di sini." Jawab Doyoung dengan tenang, tapi Jaehyun menyadari pria kelinci itu menyembunyikan perasaan waspada sekaligus takut kepadanya.

"Sebentar," Jaehyun masuk ke dalam tokonya beberapa menit dan kembali dengan selimut tebal yang ia bawa, "Setidaknya jika Anda merasa waspada, pastikan tubuh Anda tetap hangat. Ketika musim dingin tiba, Moskow tidak berbaik hati bahkan kepada pria yang berjalan dengan tongkat."

Jaehyun menarik sedikit senyumannya ketika pria di depannya menatapnya tersinggung.

"Teman Anda, sore tadi mengunjungi toko saya dan membeli sesuatu. Saya hanya berkata asal, bahwa dia akan kembali ke toko ini sebelum tiga hari. Bahkan ini masih dihari yang sama, dia benar-benar kembali dengan membawa Wallenda di sampingnya."

"Kau tahu Wallenda?" Doyoung sedikit melebarkan netranya ketika pria berpakaian kuno itu membawa nama wanita menyebalkan itu dalam pembicaraannya.

Jaehyun menoleh sesaat lalu tersenyum, "Pada hari-hari tertentu, Wallenda biasa membuka pertunjukkannya di beberapa lokasi Arbat Street atau Red SquareㅡBolshoi teater misalnya, saya lebih sering menonton pertunjukkannya pada saat itu."

"Setauhuku, Bolshoi teater dikhususkan untuk opera dan balet. Tidak untuk sirkus," Doyoung menyanggah dengan tawanya yang sedikit mengejek.

"Ketika melewati tengah malam, Anda akan melihat bagaimana dunia malam Moskow yang sebenarnya, tuan. Ini bukan hanya kasino, biliar, dan musik elektronik yang bergema dimana-mana. Anda akan menemukan ribuan pemburu keluar dan tenda-tenda membahas mengenai spiritual dengan cenayang bertato. Pertunjukkan Wallenda pada tengah malam berbeda dengan biasa yang Anda lihat, orang-orang yang masih terjaga pada saat itu biasanya akan berkumpul dan menonton pertunjukkannyaㅡtidak peduli bahkan terjadi pemburuan atau tidak. Pertunjukkan wanita itu seperti nikotin untuk penikmatnya."

Doyoung menyipitkan sedikit matanya, "Termasuk kau?"

"Saya? Oh, saya tidak semaniak itu dengan sirkus," Jaehyun tertawa pelan, "Saya lebih senang mengunjungi tenda-tenda kecil para cenayang yang membicarakan rasi bintang."

Yah, dilihat dari pakaiannya saja sudah jelas aneh. Tidak heran, dengan seleranya juga begitu.

"Jika diminta memilih, aku lebih baik menggunakan uangku bermain biliar daripada berkunjung ke tenda-tenda seperti itu."

Jaehyun mengangguk, "Anda adalah warga negara asing, jadi sudah sangat jelas akan memilih itu daripada pembicaraan spiritual. Saya rasa juga akan aneh jika orang asing berkunjung ke tenda seperti itu, karena faktanya orang-orang Rusia lebih banyak berkunjung ke tenda itu dan mendengarkan seluruh pembicaraan dari sang cenayang."

"Kau bercanda?"

"Tidak," Jaehyun menggeleng, "Penduduk asli di sini lebih percaya horoskop, mitos atau apapun itu dari pada internet."

Dan ketika Doyoung akan melempari pertanyaan kembali, Jaehyun membuat ekspresi wajah sedikit terkejut, menunjuk Mingyu yang telah kembali bersama Wallenda di punggunggnya, "Itu mereka."

Doyoung menghela napas samar, terdiam mengamati kedua orang itu di sana dengan pikirannya yang tidak karuan.

"Wallenㅡ"

"Dimana koperku?" Mingyu menurunkan Wallenda dari punggungnya dan wanita itu memotong perkataan Doyoung kepadanya, "Aku harus kembali ke tenda sekarang."

"Lalu bagaimana dengan kami?"

"Kami?" Mingyu mengulang perkataan Doyoung dengan satu alis yang terangkat. Dan Wallenda terdiam dengan wajah yang mengerut tidak mengerti.

"Kau menawarkan tempat tinggalmu kepadaku dan Mingyu, kan?" tanya Doyoung.

"Yaㅡtapi bukannyaㅡ"

"Bagus," Doyoung menatap Mingyu memberi isyarat untuk segera masuk ke dalam mobil dan dirinya mengembalikan selimut yang dipinjamkan oleh Jaehyun, "Terima kasih, aku akan berkunjung ke tokomu jika ada waktu."

"Tunggu dulu, iniㅡhei!" Doyoung tidak membiarkan Wallenda meneruskan kata-katanya dan mendorong wanita itu hingga masuk ke dalam mobil.

"Doy," Mingyu duduk di kursi pengemudi dan menatap temannya yang sekarang duduk di sebelahnya, "Aku ke sini ingin berbicara dengan kasir itu."

Doyoung terdiam sebentar memastikan Wallenda yang duduk di belakang baik-baik saja, "Tidak perlu. Dia hanya seseorang yang menebak asal dan kebetulan saja terjadi."

Dan ketika Mingyu akan membalasnya Doyoung menghentikannya, "Kita akan ke toko itu nanti, sekarang adalah..." Doyoung memutar kepalanya ke belakang dan menatap Wallenda, "Tunjukkan kami dimana tempat tinggalmu."

Wallenda berdecak kasar, "Sudah aku katakan, aku harus pergi ke tenda sekarang. Rekan-rekanku menunggu."

"Tenda apa? Rekan apa? Oh, kau mau melakukan pertunjukkan tengah malam di Red Square, ya?"

"Kau," Wallenda melebarkan kedua matanya mengerti kemana arah pembicaraan pria itu, "Kau tidak berpikir untuk menyaksikanㅡ"

"Pintar," Doyoung menjentikkan jarinya lalu kembali menghadap ke depan, "Tujuan kita sekarang ke Red Square, Ming."

"Hei!" Wallenda menendang kursi yang di tempati oleh Doyoung hingga pria itu tersentak ke depan, "Akan banyak ribuan pemburu keluar ketika tengah malam. Dimana kau letakkan otakmu, ha?"

"Memangnya kenapa? Kau salah satu dari mereka. Kau juga berjanji akan menjaga Mingyu," kata Doyoung sedikit ketus mencoba untuk tidak meninggikan suaranya.

"Aku tidak bisa menjaganya ketika pertunjukkan berlangsung, kelinci paskah!"

Doyoung mengerutkan dahinya tiba-tiba dan memutar kembali tubuhnya ke belakang dengan cepat, "Kau mengatakan aku apa?"

"Apa? Aku tidak mengatakan apapun." Wallenda mengangkat dagunya menantang pria itu.

"Kau baru saja mengatakan akuㅡ"

"Iya, kelinci paskah cacat," Wallenda kembali meninggikan suaranya. "Berjalan menggunakan tongkat. Menyedihkan."

"Jaga mulutmu sialan!"

"Bedebah!"

"Kau benar-benar...."

Selanjutnya Mingyu menyipitkan kedua matanya memerhatikan kedua orang di dalam mobil itu berteriak satu sama lain. Astaga Tuhan. Telinga Mingyu tiba-tiba berdengung hingga ia mendesis samar.

"Semuanya dengarkan aku," Mingyu mencoba menengahi tetapi suaranya tidak cukup menghentikan kedua orang itu. Hingga pada akhirnya Mingyu menekan dengan kuat klakson mobil dan berhasil membuat mereka terdiam tiba-tiba.

"Kita tidak akan pergi ke Red Square atau tempat tinggal Wallenda sebelum pergi mencari restoran Korea."

"Aku rasa kalian berdua menjadi begitu emosi karena lapar. Jadi sebaiknya kita mencari makanan terlebih dahulu, kemudian berbicara dengan baik-baik."

"Dan kumohon berhentilah berteriak, jika kalian masih ingin bertengkar dengan suara meninggi itu, jangan di depanku. Aku tidak ingin membuang tenagaku hanya untuk menendang kalian."

"..."

"..."

Lalu Mingyu menghela napas samar ketika keduanya benar-benar tidak bersuara dengan wajah yang masih terlihat kesal.

*

A/n : rencana mau update kemarin tp gak jadi, gara2 vc sama kesayangan. :)

HE HE HE...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top