P | 8

Mingyu mendecak ketika melihat toko antik itu telah tutup dengan lampu yang masih menyala di dalam sana. "Ini bahkan belum jam sepuluh," Mingyu menendang kerikil yang berada di sekitarnya dengan asal. Dan Doyoung menghampiri pria itu bersama dengan Wallenda di belakangnya.

"Kita bisa datang kesini lagi besok pagi," kata Doyoung. Diam-diam netra kelinci milik pria itu menatap toko di depannya takjub. Ia menyukai semua latar tempat di cerita Harry Potter, dan toko di depannya ini benar-benar mirip dengan salah satu toko penjual sapu sihir yang ada di cerita favoritnya. Doyoung berpikir ketika kakinya sudah membaik, ia akan berkunjung ke toko ini dan membeli sesuatu.

"Permisi," tiba-tiba seorang pria dengan rambut keriting merahnya datang di antara mereka bersama dengan sebuah kantung plastik bergambarkan donat. Itu dia! Mingyu berjalan cepat ke arah Jaehyun dan pria berambut merah itu mengambil langkah mundur.

"Anda tidak akan mengeluarkan benda bernama senjata api kan di balik mantel itu?" Mingyu mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan perkataan pria itu kepadanya.

"Aku hanya ingin bertanya soal ini," Mingyu menunjukkan bola kaca yang ia beli di toko antik itu sore tadi. Dan Jaehyun menghela napas lega kemudian tersenyum. Lalu melewati pria tan itu dan kedua temannya di sana menuju tokonya. "Masuklah, kita berbicara di dalam."

"Boleh aku tahu, tadi kau pergi kemana?" tiba-tiba Wallenda bertanya kepada Jaehyun hingga pria itu berhenti menggerakkan kunci yang tertanam di dalam pintu.

"Maaf?" Jaehyun sedikit tidak menyukai pertanyaa wanita itu, tetapi ia mencoba tersenyum.

"Pergi kemana kau tadi?" Wallenda mengulang dan menunjuk plastik donat yang ada di tangan pria itu, "Aku mencium aroma donat dari suara plastik yang kau bawa. Dan tiba-tiba kau menanyakan senjata api kepada beruang hitam itu."

Doyoung menggembungkan kedua pipinya menahan tawa. Ia tahu siapa beruang hitam yang dimaksud oleh wanita itu. Doyoung kemudian memandang Mingyu yang mengerutkan dahinya tersinggung dengan kata-kata Wallenda.

"Oh, aku membelinya di lapangan merah," jawab Jaehyun. "Tapi aku sarankan untuk tidak kesana sekarang."

"Kenapa?" sekarang Mingyu bersuara dengan nada sedikit waspada.

"Ada penembakan massal di sana."

"Hah?" Doyoung hampir saja terjatuh karena tongkat yang ia pegang sedikit oleng, "Dan kau tidak melakukan apa-apa?"

Jaehyun menoleh dengan helaan napas samar dari hidungnya, "Ini masih dalam masa pembersihan. Anda seharusnya tahu soal itu, bukan?"

Mingyu meneguk air liurnya susah payah. Lapangan merah sangat dekat dengan gerbang lapangan Manezhnaya, dan lapangan manezhnaya hanya berjarak seratus meter dari sini!

Sialan! Ini berbahaya.

"Kami akan kembali ke sini, besok." Mingyu mengakhiri pembicaraan mereka tergesa-gesa dan menarik Doyoung bersama Wallenda untuk segera pergi ke mobil.

"Ada apa lagi?" Doyoung menautkan kedua alisnya heran menatap Mingyu dengan wajah pucat di sana.

"Lapangan merah sangat dekat dari sini. Dan aku mencegah sesuatu yang buruk terjadi ," kata Mingyu. Dan tiba-tiba Wallenda berdiri di depan kedua pria itu dan menarik dasi keduanya hingga membungkuk kepadanya. Kemudian setelahnya suara tembakan baru saja terlewat tepat di belakang kepala mereka.

"Perkiraanmu benar, Kim." Wallenda mendengus lalu melanjutkan kata-katanya, "Yah mau bagaimana lagi, kau masuk dalam daftar pembersihan jadi sudah sangat jelas kauㅡ"

"Aku tahu. Kau tidak perlu mengulangnya," Mingyu sedikit meninggikan suaranya lalu menoleh ke belakang menemukan Jaehyun mengunci kembali tokonya dan berjalan ke arah mereka dengan senapan berburu. Tunggu! Itu bukan senapan sungguhan, kan?! Mingyu membulatkan matanya ketika pria itu mengarahkan kepala senapan tepat ke arahnya. "W-wallenda, orang ituㅡ"

Wallenda kemudian menarik dasi Mingyu hingga pria itu terpulungkup di atas permukaan salju dan membiarkan Jaehyun menembak salah satu pemburu yang berjalan ke arah mobil milik Doyoung.

"Dia tidak bisa masuk ke dalam mobil." Jaehyun berlari ke arah Wallenda dan kembali melanjutkan kata-katanya, "Pergilah, aku akan menjaga temanmu yang lain."

Wallenda lalu menarik paksa lengan besar milik Mingyu untuk segera bangkit dari posisinya, "Berdiri." Mingyu menggeram karena tubuhnya sedikit terseret oleh Wallenda. Ketika ia telah sepenuhnya berlari, netranya menatap mobil Doyoung yang masih terlihat baik-baik saja. Hei, mobilku sudah terbelah dua. Ini tidak adil! Tetapi sesaat kemudian ia sadar, Doyoung tidak berlari bersamanya, pria bermata kelinci itu masih di sana bersama Jaehyun. Dan para pemburu itu justru mengejar dirinya.

"WallendaㅡDoyoungㅡ"

"Mereka mengejarmu bukan temanmu. Sekarang kita hanya harus menjauh dulu. Memikirkan bagaimana cara untuk lari dari mereka."

Mingyu terdiam dan terus berlari mengikuti Wallenda di belakang. Wanita ini bahkan bisa berlari tanpa menabrak apapun. Mingyu benar-benar tidak bisa mempercayai wanita itu sepenuhnya seorang tunanetra karena, hei ini salah satu kelebihan yang tidak masuk akal bukan?

Kemudian dua tembakan kembali berbunyi tepat di samping telinga kiri Mingyu hingga menghasilkan suara dengungan yang cukup menyakitkan. Sialan, kembali Mingyu mengumpat dan ia hampir terpeleset mengikuti langkah Wallenda yang berbelok tajam ke arah kanan. Menampilkan sebuah pasar malam bergaya timur tengah yang menjual lobak-lobak besar juga buah-buahan di sana.

Wallenda tiba-tiba berhenti ketika berada di antara lautan manusia itu, lalu menunduk melepas sepatunya dan mengangkat kepalanya ketika Mingyu berhenti berlari hanya untuk memanggil namanya.

"Berdirilah di belakangku, Kim."

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Mingyu yang terengah-engah menatap Wallenda yang mengeluarkan sesuatu di dalam tas rajutnya.

"Melakukan pertunjukkan." Wallenda memasukkan kedua sepatunya dan mengeluarkan alat musik triangel secara bersamaan di dalam tas rajutnya. "Kau harus membayarnya, Kim. Karena pertunjukkan milikku ini sangat-sangat mahal."

Kemudian Wallenda memukul ringan alat musik itu hingga membuat seluruh orang menatap kepadanya dan membentuk sebuah lingkaran luas untuknya di sana, "Selamat malam semuanya." Wallenda tersenyum ketika mendengarkan pekikan orang-orang yang terkejut melihat Wallendaㅡsang pemain mimpi berada di tengah pasar sekarang bersama seorang pria yang berdiri di belakangnya.

"Ini adalah kejutan untuk menyambut bulan Desember yang akan segera datang. Aku akan memainkan satu pertunjukkan yang tidak pernah aku mainkan sebelumnya. Dan seseorang yang berdiri di belakangku ini akan bermain bersamaku malam ini untuk kalian semua."

Mingyu menatap kepada seluruh orang di sana bertepuk tangan dan mulai mengeluarkan ponselnya. Sementara netra pria tan itu terus memandang satu per satu seluruh penonton hingga tiba-tiba ia berhasil menemukan sepuluh orang pemburu yang berdiri di antara orang-orang di sana dengan rahang wajah yang mengeras. Wallenda, tidakkah kau lihat wajah predator mereka? Mingyu sedikit mengerutkan wajahnyaㅡhampir terlihat pasrah, dan sangat berharap banyak bahwa apa yang akan dilakukan wanita di depannya ini akan berguna.

"Mainkan alat musiknya, Kim." tiba-tiba Wallenda memberikan alat musik itu kepada Mingyu dan pria itu mendengus tak mengerti.

"Kau aku ingin aku bermain asal? Aku tidak bisa bermain musik."

Wallenda tidak menjawabnya dan mengambil satu langkah lagi di depan Mingyu lalu merentangkan kedua tangannya menghadap kepada seluruh penonton yang ada di sana, "Ketika pria di belakangku ini memukul alat musiknya satu kali, tolong lihatlah ke atas dan Anda sekalian akan menemukan ratusan lampion di sana."

Mingyu menatap heran kepada Wallenda, ketika wanita itu menoleh kepadanya dengan mata yang memerintah. "Mainkan sekarang," kata wanita itu.

"Kau gila? Mana mungkin aku memunculkan ratusan lampion di atas sana! Ini musim dingin bodoh!" Mingyu memandang Wallenda dengan menyalang sementara mulutnya sedikit terbuka terus berkata-kata kepada wanita itu.

"Mainkan, Kim." Wallenda membalas tatapan menyalang pria itu dengan menarik dasinya hingga pria itu sedikit terbatuk.

"Demi Tuhan, Wallenda. Kau akan membuatku malu jika tidak terjadi apa-apa." Mingyu mendesah kesal dan memukul alat musik itu satu kali dengan perasaan malunya. Dan ketika ia menatap ke atas, ia tidak menemukan apapun. Hanya langit hitam dengan butiran salju yang berjatuhan di sana. Mingyu mendecak dan bersiap akan meneriaki Wallenda. Tetapi itu terjadi, karena netra pria itu sekarang terhenti kepada para penonton yang mengarahkan ponselnya ke atas dengan mulut terbuka. Seolah-olah memang ada ratusan lampion di atas sana.

"W-wallenda," Mingyu mengedipkan matanya berkali-kali dengan sedikit terkejut, "Ada apa dengan merekaㅡWallenda?" tiba-tiba Mingyu tidak menemukan Wallenda di sekitarnya dan ketika ia memutar tubuhnya, wanita itu sedang memasukan sekantung kismis ke dalam tas rajutnya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Mingyu.

"Mengambil bayaran pertunjunjukkanku," jawab Wallenda dengan mulut yang mengunyah kismis lalu kembali memasang sepatunya. "Kim, mereka akan seperti itu selama dua puluh menit. Dan selama dua puluh menit itu juga, kita harus kembali ke toko antik tadi kemudian menjemput temanmu."

"Bagaimana dengan pemburunya?" tanya Mingyu dengan reflek cepat menangkap plastik berisi buah jeruk yang di lempar oleh Wallenda kepadanya. Sesaat dirinya merasa seperti menerima tas besar berisi uang curian di sebuah bank dengan Wallenda yang menjadi pemimpinnya.

"Kau tidak melihatnya?"

Mingyu kembali menatap ke arah penonton dan menemukan para pemburu itu memandang ke arah langit dengan mulut yang terbukaㅡseperti mengagumi sesuatu yang sama sekali tidak nyata. Mingyu kemudian mendengus dan tersenyum miring secara bersamaan melirik kepada Wallenda.

"Aku terkesan."

"Sudah menjadi tugasku membuat para penonton terkesan."

"Kau penyihir, ya?"

"Teruslah berpikir tidak masuk akal seperti itu, Kim."

"Yah," Mingyu mendekat kepada Wallenda lalu berjongkok memunggungi wanita itu, "Sejak bertemu denganmu aku sering menemukan sesuatu yang tidak masuk akal."

"Kim?" Wallenda mengangkat satu alisnya tiba-tiba, "Kau sedang berjongkok di depanku?"

"Iya."

"Kau ingin aku naik ke pungunggumu?"

"Iya," Mingyu sedikit menoleh, "Kuberi tahu, ketika kau membuka sepatumu, kakimu itu sudah hampir seperti mayat hidup." Bohong, kenyataannya Mingyu sedikit terkejut dengan bagaimana kaki wanita itu memiliki luka membiru di sana. Dan ia tidak mengerti kenapa wanita itu tiba-tiba membuka sepatunya, tetapi apapun alasannya Mingyu tidak peduli, karena setidaknya ia bisa membalas kebaikan wanita itu untuknya dengan cara ini.

"Naik, Wallenda. Kakiku mulai terasa kesemutan sekarang."

Wallenda kemudian mengalungkan kedua lengannya di antara bahu Mingyu dan beralih memegang dasinya, "Membuat gerakan yang mencurigakan, kau akan kehilangan oksigen mendadak, Kim."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top