P | 7

"Temanmu baik-baik saja." Wallenda membuka suaranya kembali ketika mendengarkan Mingyu membenturkan kepalanya di dinding rumah sakit, menunggu Doyoung yang masih di ruangan lain. "Enam menit lagi dia akan keluar dari ruangan itu. Jadi berhentilah membenturkan kepalamu ke dinding karena orang-orang mulai melihatmu dengan pandangan aneh."

Mingyu membuka kedua matanya dan menggeserkan netra hitamnya kepada Wallenda yang duduk di sebelahnya dengan tongkat yang di pegang oleh wanita itu, "Bagaimana bisa kau tahu semuanya, Wallenda?"

"Apanya?"

"Semua ini." Mingyu menegapkan posisi duduknya menghadap Wallenda yang menatap ke lantai, "Kenapa kau bisa mengetahui orang-orang menatapku aneh? Kenapa kau tahu, Doyoung akan mengalami itu? Bagaimana bisa kau berjalan tanpa tongkat? Dan bahkan ketika kejadian pembersihan sore tadi aku melihat telingamu baik-baik saja, sementara di mimpiku telinga kirimu mengalami pendarahan yang parah."

"Sebenarnya kau ini apa, Wallenda?"

"Sudah kubilang, aku ini seorang tunanetra yang bekerja diㅡ"

"Berhenti mengucapkan kata tunanetra itu," Mingyu mengeraskan rahangnya dan Wallenda memiringkan kepalanya sedikit ke arah Mingyu, "Kenyataannya, kau bersikap seperti orang yang tidak memiliki cacat fisik, Wallenda. Kumohon, kalau kau hanya berpura-pura hentikan sekarang. Karena aku benar-benar pusing dengan tingkahmu yang tidak masuk akal ini."

Wallenda tidak menjawabnya dan membiarkan Mingyu mendesah kesal.

Kemudian satu menit berlalu, Wallenda menghela napas dan membuka suaranya, "Disaat umurku sepuluh tahun, aku tidak bisa melihat apapun di dunia ini. Jadi aku belajar menyesuaikannya dengan kemampuan panca indraku yang lain. Dan untuk sampai di titik iniㅡdimana aku bisa bertingkah seperti orang-orang pada umumnya, tidaklah mudah. Tolong, jangan mengatakan hal seperti itu lagi, karena sejujurnya aku sudah tersinggung dengan perkataan temanmu ditambah dengan perkataanmu tadi, benar-benar...." Wallenda menggantungkan kalimatnya membiarkan Mingyu tiba-tiba merasa tak nyaman kepadanya.

"Maaf," Mingyu mengusap tengkuknya sendiri dan berdehem samar. "Aku terlalu bingung dengan semua ini. Maksudkuㅡhal yang seperti ini sama sekali di luar dugaanku."

Wallenda menghela napas untuk kedua kalinya dan mengangkat kedua bahunya, "Ngomong-ngomong soal aku tinggal di perumahanmu itu, aku telah memikirkan pilihan lain." Mingyu kembali menatap Wallenda menunggu wanita itu kembali meneruskan kata-katanya.

"Kau dan temanmu akan tinggal di tempatku."

Mingyu mengerutkan dahinya, "Apa?"

"Perumahan kalian tidak menerima sembarang orang, kan? Jadi lebih baik kalian yang mengemaskan barang dan pindah ke tempatku." Pada saat itu Wallenda berdiri dari kursinya, dan Doyoung telah keluar dari salah satu kamar dengan kaki kirinya yang di gips. Mingyu menghentikan pembicaraan mereka dan menghampiri Doyoung yang dibantu berjalan oleh salah satu perawat pria. Samar-samar Wallenda dapat mendengarkan perkataan perawat itu. Syukurlah, Wallenda sedikit menghela napas lega ketika mendengar bahwa Doyoung akan pulih dalam waktu satu minggu ini.

"Kau membutuhkan ini," kata Wallenda memberikan tongkatnya kepada Doyoung ketika pria itu berada di dekatnya bersama Mingyu. Dan Doyoung mengerutkan dahinya tak suka, "Mau apa lagi kau?" tanya pria bernetra kelinci itu.

"Memberi kemudahan berjalan untuk seseorang yang baru saja di gips kakinya," jawab Wallenda dan Mingyu mencoba untuk tidak tertawa ketika menemukan Doyoung mengatai wanita itu dengan bahasa Korea.

"Iya-iya, aku mengerti kau baru saja mengataiku 'curuk sialan'. Yang penting pakai ini dulu, kau terlihat seperti benalu mengalungkan lengan di bahu temanmu," Wallenda mengambil salah satu tangan Doyoung yang bebas dan memberikan tongkat miliknya untuk pria itu.

"Hei! Aku tidakㅡ" Doyoung menghentikan perkataannya karena Mingyu baru saja berdehem, "Apa? Kau mau membelanya?" tanya Doyoung sedikit kesal.

"Bukan," kemudian Mingyu menunjuk loket pembayaran dengan dagunya, "Kau harus membayar biaya perawatanmu sendiri."

"Kau belum membayarnya untukku?!" Doyoung melebarkan kedua matanya dan Mingyu mengangguk.

"Hei, kau yang masuk rumah sakit ini sama sekali tidak masuk dalam daftar pengeluarankuㅡkecuali ketika Natal atau kau berulang tahun," jawab Mingyu dengan wajah yang terlihat tenang ketika menemukan raut wajah Doyoung masih menatap menyalang kepadanya.

*
"Wallenda," Mingyu mulai membuka pembicaraan kembali ketika mereka telah berada di luar rumah sakit. Tadi, setelah Doyoung selesai dengan mengurus pembayaran rumah sakitnya, Mingyu mencoba berbicara kepada pria itu mengenai tawaran yang Wallenda katakan tadi. Dan ketika Doyoung mendengarkan alasan lebih rinci mengapa wanita itu begitu bertanggung jawab atas kesalahannya, maka pria bernetra kelinci itu terdiam beberapa saat dan memutuskan akan memikirkan penawaran Wallenda. "Mengenai aku dan Doyoung yang akan tinggal di tempatmu itu, kurasa kami harus memikirkan ulang."

Wallenda tidak bersuara menunggu hingga Doyoung yang berjalan lambat bersama tongkatnya tiba di antara mereka, "Silakan. Kalian boleh membicarakannya, tapi segera kabari aku pagi-pagi di tempat ini," kemudian wanita itu memberikan tiket pertunjukkan sirkus. Dan Mingyu menatap kartu itu dengan napas yang terhenti selama beberapa detik. Sirkus lagi?

"Aku tidak yakin akan datangㅡapa kau memiliki nomor yang bisa dihubungi?" tanya Mingyu.

Wallenda memiringkan kepalanya sebentar kemudian menepuk dahinya sendiri, "Bodohnya aku," lalu wanita itu mengeluarkan ponsel lawas dengan model lipat merek Motorolla. Doyoung yang masih memasang wajah mengerutnya tiba-tiba tertawa hingga kedua orang di hadapannya menatapnya terkejut.

"Astaga, kau hidup di zaman apa, ha? Sudah cukup dengan pakaian anehmu, jangan lagi dengan ponsel itu," kembali Doyoung tertawa hingga Wallenda menghela napas panjang dari hidungnya. "Ingatkan aku untuk mematahkan kakinya ketika tanggung jawabku sudah selesai," kata Wallenda kepada Mingyu.

Mingyu tersenyum samar dan menerima ponsel lawas itu. Wallenda membiarkannya untuk mengetik sendiri nomor ponselnya di sana lalu mencoba untuk menelpon ponselnya sendiri, "Sudah terhubung. Aku akan menghubungimu besok pagi-pagi sekali."

Wallenda menerima ponselnya kembali dan mengerut samar ketika Doyoung masih belum selesai dengan tawanya, "Apa dia tidak kelaparan tertawa terus?"

Mingyu menatap layar ponselnya, jam sembilan. Mereka sudah melewatkan jam makan malam. Persetan dengan itu,  sekarang Mingyu baru merasakan bahwa perutnya benar-benar lapar.

"Mau makan bersama kami?" Mingyu mencoba bersikap ramah kepada Wallenda, "Aku tidak tahu makanan apa yang kau suka, tapi aku dan temanku berniat akan mencari restoran Korea. Bagaimana?"

Wallenda terlihat terdiam sejenak dan mengangguk, "Tentu. Tapi sebelumnya boleh aku mengatakan sesuatu?"

Mingyu dan Doyoung saling bertatapan kemudian pria tan itu mengangguk, "Apa?"

"Ketika kau pingsan aku tidak sengaja menemukan sesuatu terjatuh di balik saku mantelmu," Wallenda mengeluarkan bola kaca dari tas rajutannya dan memberikannya kepada Mingyu, "Aku sempat bertanya kepada Zurich benda apa ini, kemudian dia berkata bahwa benda ini adalah asesoris ruangan dimana di dalamnya ada bunga Edelweis. Dia juga menambahkan itu barang antik dari toko Rocultf."

"Oh, jadi ini barang yang kau katakan untuk kencan butamu itu, Ming?" Doyoung memandang barang itu sesaat, tetapi karena tidak ada respon dari orang di sebelahnya, Doyoung menoleh dan menemukan Mingyu menatap benda yang ada di tangan Wallenda itu dengan pandangan mengerut, "Hei, apa ada sesuatu?"

Mingyu tidak langsung menjawabnya, benar! Pria di toko antik itu yang mengatakan semua kejadian aneh ini. "Kita harus ke toko antik itu sekarang," kata Mingyu kepada Doyoung sementara benda itu sudah berada di tangannya.

"Apa? Kenapa terburu-buru?" tanya Doyoung yang memutar tubuhnya ketika Mingyu mulai mencari mobil milik pria bernetra kelinci itu.

"Aku harus memastikan sesuatu dengannya," dan ketika ia menemukan mobil pria itu, ia membuka pintu dan sekali lagi berkata kepada dua orang yang masih menatapnya dengan bingung, "Ayo! Kita tidak ada waktu. Kudengar toko itu tutup jam sepuluh."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top