Bagian 2
Hana masuk kedalam rumah orangtuanya dengan langkah gontai. Ia menghela napas saat mendengar suara teriakan adiknya Jungkook dan teman-temannya di ruang keluarga. Hari ini hari sabtu, pantas saja Jungkook mengajak teman-temannya ke rumah untuk bermain play station. Rumah pasti akan seperti di tempa bencana alam jika Jungkook sudah mengundang teman-temannya ke rumah dan ia harus menghubungi bibi Oh untuk membantunya membersihkan rumah setelah ini.
"Aku pulang," ucap Hana lesu.
"Hana Noona?" teriak tiga manusia yang tengah bermain play station di ruang keluarga tersebut serempak. Mereka terlihat terkejut melihat Hana yang sudah berdiri di dekat sofa.
Hana mengernyit ketika mendengar teriakan serempak dari Jungkook, Jimin dan Taehyung. Ternyata kali ini, Jungkook hanya mengundang Jimin dan Taehyung untuk menemaninya bermain play station.
"Eomma dan Appa kapan kembali dari China, Kookie-ya?" tanya Hana sambil mengambil sekaleng cola dari atas meja.
"Mungkin sekitar 2 minggu lagi. Tumben Noona pulang? Namjoon Hyung bagaimana?" Jungkook mempause game nya lalu menatap kakak perempuannya itu. Ia mengangkat sebelah alisnya, ada yang salah dengan raut wajah kakaknya. Mata Hana tampak sedikit membekak.
"Aku hanya sedang rindu kamarku. Entahlah... Ia bisa mengurus dirinya sendiri," sahut Hana sambil mengibas rambutnya tidak peduli.
"Noona, sedang memiliki masalah dengan Namjoon Hyung, eoh?" kali ini Taehyung yang bertanya.
"Aish... Bocah, kau tau apa, hah?" bentak Hana tiba-tiba kesal.
"Kemarin aku melihat Namjoon Hyung banyak membeli Soju dan beer di market sebelah rumahku," Jimin ikut bersuara.
"Nah, benarkan? Biasanya orang dewasa jika memiliki masalah pasti akan membeli soju dan meminumnya sampai mabuk. Jin Hyung jika sedang bertengkar dengan Sena Noona juga seperti itu." cerita Taehyung sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Jungkook, Jimin dan Taehyung serempak berdecak prihatin. Astaga... Hana hampir saja ingin menyumpal mulut ketiga bocah kurang ajar itu. Sebenarnya, mereka bertiga tidak pantas untuk dikatakan sebagai bocah lagi. Demi kerang ajaib... Status mereka bertiga sekarang sudah menjadi seorang mahasiswa dengan umur yang sudah masuk kepala dua. Namun, tingkah apalagi mulut mereka seperti anak umur 5 tahun membuat Hana gemas ingin menghajar mereka sampai tak berbentuk lagi.
"Aish... Terserah kalian saja. Aku ingin keatas dan beristirahat. Jika Kim Namjoon datang kemari, katakan saja aku tidak ada ke sini." ucapnya lalu melenggang pergi menuju lantai dua. Jungkook, Jimin, dan Taehyung serempak mengangguk patuh.
-00-
"Namjoon Oppa selingkuh, Sena-ya." lirih Hana dengan isakannya yang entah untuk keberapa kalinya untuk hari ini.
"Apa? Jangan bercanda, Jeon Hana. Bagaimana bisa?" terdengar pekikan Sena di seberang sana.
"Aku melihatnya tadi. Ia bersama seorang gadis di Min's Cafe. Kau tahu, gadis itu bahkan memanggilnya dengan embel-embel Oppa. Mereka bahkan terlihat bercanda bersama," isakan Hana semakin keras.
"Astaga... Hana-ya. Kau harus sabar, oke? Tenangkan dirimu. Aku akan mencari tahu tentang hal ini. Jin atau Hoseok pasti tau sesuatu tentang hal ini," ucap gadis itu mencoba menenangkan Hana yang sudah memangis sejadi-jadinya.
"Sena-ya, apa aku kurang cantik? Ah... Benar juga. Aku hanya cantik karena bermodal make-up. Tidak seperti gadis itu yang tampak cantik alami," ucap Hana sambil melihat wajahnya di cermin.
"Demi Tuhan... Kau cantik, Jeon Hana. Kau cantik apa adanya. Jangan merendahkan dirimu seperti itu," terdengar suara Sena yang masih setia menghibur.
"Lalu kenapa ia bersama gadis lain? Apa karena dada ku kurang besar? Apa karena aku tidak sexy? Apa karena itu juga selama ini Namjoon Oppa tidak ingin menyentuhku?" pertanyaan Hana mulai terdengar gila.
"Astaga... Jeon Hana! Aku tahu, sekarang kau sedang patah hati. Tapi, tolong jangan berpikir gila seperti itu. Kau selalu berpikir negatif terlebih dahulu, cobalah berpikir positif kali ini. Nanti aku akan menghubungimu lagi. Aku memiliki pasien darurat sekarang. Ingat... Waraskan dulu otakmu itu, Hana-ya. Jika kau masih berpikir seperti itu, aku akan menghajarmu. Aku tutup dulu. Bye!" Sena langsung memutuskan panggilan mereka tanpa berniat mendengar jawaban dari Hana lagi.
Hana meletakkan ponselnya keatas lantai dengan tangis yang semakin nyaring. 5 tahun bukanlah waktu yang sebentar, banyak kenangan yang sudah ia lalui bersama Namjoon. Apa hubungannya akan berakhir seperti ini? Hana tidak bisa membayangkan jika hubungannya bersama kekasihnya itu benar-benar akan berakhir. Ia sudah terlanjur bergantung pada laki-laki itu tapi mengingat kesalahan yang dilakukan oleh Namjoon membuat ia kembali berpikir untuk mengakhiri hubungan mereka.
Ia bangkit dari duduknya, memutar tubuhnya ke arah ranjang. Hana membawa langkah rapuhnya ke tempat tidurnya, merebahkan tubuhnya dan mencoba menutup matanya. Ia berharap ini hanyanya lah sebuah mimpi buruk karena ia lupa berdoa sebelum tidur. Senyum kesedihan terbentuk di bibirnya, seakan dengan senyum itu ia meyakinkan dirinya ketika ia bangun nanti semuanya akan baik-baik saja.
-00-
Hal yang membuat Hana semakin yakin jika Namjoon tidak serius dengannya adalah karena Namjoon tidak berusaha mencarinya atau menghubunginya sejak kejadian di The Min's Cafe seminggu yang lalu. Hana harus menelan bulat-bulat kenyataan itu. Namjoon seperti menghilang begitu saja tanpa kabar, mungkin asyik menikmati kebersamaannya dengan gadis bernama Lee Dayoung sialan itu.
Hal itu membuat mood Hana semakin memburuk. Seperti saat ini, gadis itu tampak menggerutu tidak jelas hanya karena adiknya Jungkook meminta tolong padanya untuk mengantar baju ganti ke studio dance milik Hoseok tempat adiknya itu menyalurkan hobby menarinya.
Suara ketukan dari sepatu heels nya terdengar jelas membelah kesunyian di lorong panjang di gedung itu. Hana menghentikan langkahnya disebuah pintu yang terletak paling ujung, tempat studio pribadi Hoseok. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali, ia tidak mungkin langsung masuk begitu saja.
Butuh beberapa menit sampai pintu studio tersebut terbuka. Terlihat kepala Hoseok menyembul dengan rambut acak-acakan dan wajah bantal dari balik pintu.
"Oh... Kau, Hana. Jungkook ada didalam. Masuklah. Ia sedang tidur." Hoseok membuka pintu lebih lebar agar Hana dapat masuk.
Hana hanya menganggukkan kepalanya singkat. Ia sebenarnya malas harus masuk kedalam. Bagaimanapun ini ruang laki-laki, ia hanya tidak terlalu nyaman saja. Studio milik Hoseok bisa dikatakan cukup luas. Studio itu dilengkapi kamar tempat beristirahat dan memiliki ruang tempat bersantai.
Hana masuk ke dalam studio itu dan pandangan tak mengenakkan langsung menyapa penglihatannya. Ternyata di dalam studio itu, teman-teman Hoseok tengah berkumpul termasuk Namjoon ada di dalamnya. Laki-laki itu terlihat tengah bercanda dengan teman-temannya, tertawa lepas tanpa beban sedikitpun.
Hana hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Bagaimana bisa laki-laki itu tampak tertawa bahagia sekarang. Dan... Jangan lupakan bahwa Namjoon selama seminggu ini tidak ada menghubunginya apalagi menemuinya. Laki-laki itu tampak baik-baik saja berbanding terbalik dengan dirinya yang hampir kehilangan kewarasannya hanya karena memikirkan kekasihnya itu. Betapa miris dirinya sekarang.
Namjoon masih belum menyadari jika Hana sekarang tengah memandangnya sampai salah satu teman laki-laki itu menyikut pelan Namjoon memberi kode jika Hana tengah berdiri tidak jauh dari mereka. Laki-laki itu menoleh dan tampak terkejut ketika melihat Hana menatapnya tajam.
Pandangan mereka berdua bertemu dalam seperkian detik sampai Hana memutuskan pandangannya terlebih dahulu lalu memutar tubuhnya untuk keluar dari studio. Namjoon langsung menyusul kekasihnya itu.
Hana sudah melangkah menjauh dari pintu studio saat tiba-tiba Namjoon menarik pergelangan tangannya.
"Hana-ya, tunggu dulu," cegah laki-laki itu.
Hana menutup matanya sejenak lalu memutar tubuhnya. "Kenapa? Aku harus segera pergi. Masih banyak pekerjaan di butik menungguku," ucapnya dengan suara yang ia usahakan setenang mungkin.
Namjoon tampak menatap kekasihnya itu sejenak. "Aku ingin berbicara denganmu sebentar," pintanya.
Hana melepaskan pergelangan tangannya dari genggaman laki-laki itu. "Oke... Katakan sekarang." sahutnya dengan wajah angkuhnya.
Namjoon menarik kembali tangannya kesisi tubuhnya. Rasanya aneh ketika pergelangan tangan gadis itu sudah tidak digenggamannya. Rasanya kosong.
"Jangan disini. Kita cari tempat lain." ajaknya.
Laki-laki itu kembali membawa tangannya untuk memegang pergelangan tangan kekasihnya itu. Namun, Hana dengan cepat menyembunyikan tangannya dibelakang punggungnya.
"Tidak... Kita bicara disini saja. Kau mengatakan tadi hanya sebentar, bukan?" gadis itu berbicara dengan membuang muka. Ia menghindar tatapan Namjoon.
Namjoon tampak menghela napas berat. Ia tidak suka dengan suasana ini.
"Masalah minggu lalu di cafe... Aku bisa jelaskan padamu. Aku dengan gadis itu bukan seperti yang kau pi⎯"
"Menurutku tidak ada yang perlu kau jelaskan lagi jika menyangkut masalah gadis itu. Aku tahu. Kau dengan gadis itu.... Aku dapat memahaminya. Hubungan kita memang sudah sangat lama dan wajar jika kau tiba-tiba merasa bosan," potong Hana dengan cepat. Gadis itu menatap kekasihnya dan tersenyum kecut.
"Apa? Hana-ya, apa maksudmu?" Namjoon tampak terkejut mendengar perkataan Hana yang tiba-tiba seperti itu. Dan... Apa-apaan dengan senyum gadis itu?
"Aku... Aku tidak menghalangimu jika kau mencari gadis lain. Aku lihat dia gadis yang baik dan cantik. Sangat typemu," ucapnya sambil tertawa pelan namun dengan mata yang berkaca-kaca.
Namjoon mengambil satu langkah dan disaat itu juga Hana mengambil satu langkah mundur.
"Kau salah paham, Hana-ya," Namjoon kembali mengambil langkah untuk mendekati kekasihnya itu. Namun, Hana kembali mundur menjauh.
"Mari kita berpisah." ucap gadis itu.
Kata-kata itu bagaikan petir disiang bolong bagi Namjoon. Ia menatap kekasihnya itu dengan tatapan tidak percaya.
"Hana-ya... Jangan bercanda seperti itu," ucapnya dengan napas tertahan.
"Aku sedang tidak bercanda, Kim Namjoon. Kita sudahi saja hubungan ini. Aku juga lelah dengan hubungan kita yang tidak ada kemajuan sama sekali." sahutnya dengan suara yang terdengar putus asa.
Namjoon tampak langsung mengacak rambutnya frustasi. Ia bertolak pinggang sambil menunduk. Ia melirik kekasihnya itu sekilas lalu menghela napas dengan berat.
"Baiklah... Jika itu yang kau mau. Kita akhiri saja hubungan ini. Kau puas sekarang?" ucap laki-laki Kim itu dengan napas yang memburu. Terlihat Namjoon ikut tersulut emosinya.
Hana tampak terkejut. Namjoon baru saja berteriak padanya. Mereka memang sering bertengkar hebat namun Namjoon tidak pernah terlihat semarah ini padanya. Laki-laki itu biasanya lebih memilih mengalah.
Hana menggigit bibirnya menahan air matanya agar tidak jatuh saat ini juga. "Kau baru saja berteriak padaku? Woah... Pengaruh gadis itu sangat hebat padamu," gumamnya dengan tawa hambar.
Namjoon kembali bertolak pinggang dengan hembusan napas kasar. Ia membalikkan tubuhnya sejenak lalu kembali menghadap Hana. "Kenapa? Kau juga berteriak padaku. Selama ini aku selalu mengalah padamu, Jeon Hana. Namun, kali ini aku tidak bisa membiarkanmu lagi. Ini sudah keterlaluan. Kau anggap aku ini apa selama ini? Kau sama sekali tidak ingin mendengar penjelasanku bahkan kau sudah tidak mempercayaiku. Aku pun memiliki batas untuk bersabar dalam hal ini. Maka jika kau ingin pergi, silahkan pergi," sahutnya dengan suara yang meninggi.
Hana menatap Namjoon tidak percaya. Apa laki-laki itu baru saja mengusirnya? Ia mengepal tangannya mencoba menguatkan hatinya. Ini adalah akhir dari hubungan mereka, ia harus menerima bagaimanapun akhirnya. Ia sekuat tenaga menahan tangisnya, Hana tidak ingin terlihat lemah didepan Namjoon yang sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya itu.
Gadis itu mundur satu langkah. "Baik aku pergi. Sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi untuk kedepannya. Semoga kau berbahagia dengan gadis pilihanmu itu,' ucapnya dengan setegar mungkin.
Namjoon tertawa hambar. "Okey! Kita tidak usah bertemu lagi. Kita urus kehidupan kita masing-masing setelah ini. Tentu saja, aku akan bahagia. Sangat bahagia." sahutnya dengan nada bicara yang sebenarnya terdengar frustasi.
Hana mengangguk lalu mengambil langkah untuk pergi. Namjoon hanya berdiri mematung dengan ekspresi datarnya. Setelah Hana sudah tidak terlihat lagi barulah Namjoon menggerakkan tubuhnya. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding lalu secara perlahan merosot ke lantai.
Kini ia duduk dilantai dengan pikiran yang semakin berkecamuk. Ia mengacak rambutnya frustasi. Ia harus bersabar sedikit lagi. Tidak apa-apa gadis itu pergi, ia akan membiarkannya sebentar sebelum gadis itu tidak akan pernah bisa lagi pergi darinya. Namjoon meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukannya sekarang adalah benar.
-00-
Jika Namjoon masih bisa tenang dalam hal ini, lain lagi dengan Hana. Gadis itu semakin terlihat tidak baik-baik saja. Seperti sekarang, Sena harus bersabar dengan ulah Hana yang meracau tidak jelas ditengah kedai. Gadis itu sekarang sedang minum-minum, entah berapa botol yang sudah gadis itu habiskan. Sena baru saja datang sekitar 10 menit yang lalu dan Hana sudah mabuk berat.
Hana meneguk sojunya dengan susah payah lalu menatap Sena yang hanya bisa mengernyit dengan khawatir. "Aku sudah berakhir dengannya, Sena-ya. Ia menyuruhku pergi... Hiks," racaunya dengan mata yang hanya membuka setengah.
Sena menatap sahabatnya itu getir. "Aku tahu, Hana-ya. Kau harus sabar, eoh. Mungkin Namjoon tidak serius dengan perkataannya. Biarkan ia menjernihkan pikirannya baru kau bicara lagi dengannya. Kalian sama-sama dalam emosi yang buruk sekarang," sahutnya sambil menepuk bahu sahabatnya itu pelan.
Hana tampak tertawa ketika mendengar perkataan sahabatnya tersebut. "Tidak... Kami benar-benar berakhir sekarang. Ia mengatakan jika ia akan bahagia dengan gadis itu... Kami akan mengurus kehidupan kami secara masing-masing mulai sekarang." sergahnya sambil menepuk meja didepannya. Sena terperanjat kaget, begitu juga dengan orang-orang disekitar mereka. Sena bangkit dari tempat duduknya lalu menunduk minta maaf pada pengunjung lain kedai itu.
Sena kembali menepuk bahu sahabatnya tersebut. "Tenangkan dirimu, Jeon Hana," bisiknya.
Hana meluruskan punggungnya dengan tatapannya kini yang jatuh ke gelas sojunya. "Aku... Aku hanya ingin bersamanya. Impianku selama ini adalah menikah dengannya, melahirkan anak untuknya, dan hidup bahagia bersamanya. Aku ingin menjadi istri yang baik untuknya. Aku akan menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam setiap hari, membangunkannya setiap pagi untuk berangkat bekerja, menyiapkan baju kerja dan baju ganti untuknya, membuat kopi saat ia bekerja di studionya, berlibur ke pantai saat kami ada waktu. Aku hanya ingin itu," racaunya dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Ia tidak bisa menyiapkan hal itu sendiri karena itu aku ingin menjadi istri yang baik. Selama ini, jika tidak ada aku, apartemen kami akan selalu sepi. Karena itu aku ingin melahirkan bayi-bayi yang lucu untuknya agar apartemen kami tidak akan sepi. Aku tidak ingin ia sendiri dan kesepian." lanjutnya sambil menghapus air matanya yang tidak berhenti membasahi pipinya.
Sena ikut menghapus air matanya yang ikut membasahi pipinya. Ia tidak pernah mendengar keluh-kesah Hana seperti ini. Biasanya Hana hanya mengeluhkan bagaimana ketidakpekaan Namjoon padanya. Namun, kali ini gadis itu benar-benar mengeluarkan semua isi hatinya.
Andai Namjoon ada disini dan mendengar bagaimana ketulusan Hana padanya. Sena bisa merasakan bagaimana perasaan sahabatnya itu. Impian Hana sangat sederhana dan itu membuat Sena terharu mendengarnya.
Sena membawa Hana kedalam pelukannya dan mereka berdua akhirnya menangis bersama-sama. Pengunjung lain yang berada di kedai tersebut kembali menatap mereka dengan pandangan aneh. Pertama hanya satu orang yang terlihat tidak waras dan sekarang ada dua orang tidak waras yang kini menangis terisak-isak di tengah kedai.
-00-
Malam ini, Namjoon kembali membawa teman-temannya ke apartemen sekedar untuk menjadi teman ngobrol dan minum. Seokjin, Yoongi dan Hoseok kini sudah di ruang tengah apartemen menikmati cemilan ala kadarnya yang disuguhkan Namjoon sedangkan Namjoon sedang berada didapur untuk mengambil beberapa kaleng beer untuk teman-temannya tersebut.
Hoseok menyiku Yoongi yang tengah memilih chanel televisi disampingnya. "Hyung, menurutmu apa Hana tidak pulang malam ini? Kita akan dicincang habis jika ia melihat kita minum-minum disini," ucap laki-laki itu sambil bergidik ngeri.
Yoongi mengangkat bahunya pelan. "Entahlah. Jangan bertanya padaku," sahutnya acuh. Hoseok memainkan bibirnya sebal ketika mendengar jawaban Yoongi. Tidak asyik sekali pikirnya.
Seokjin yang duduk dikarpet menghentikan kunyahannya. "Menurutku tidak. Jika mereka sedang bertengkar biasanya salah dari mereka pasti kabur dari apartemen. Hana sekarang sedang bersama Sena," ucap laki-laki itu ikut bersuara.
Hoseok memainkan dagunya sambil mengangguk-angguk. "Ah... Benar juga. Aku ingat dulu saat mereka berdua bertengkar hebat, Hana menginap di rumah dan menangis sepanjang malam di kamar Jiwoo Noona," sahutnya.
Seokjin menganggukkan kepalanya. "Hmm... Ia tidak akan pulang malam ini. Jadi, kita aman disini." laki-laki itu kembali bersuara.
Yoongi melirik kedua temannya itu dengan pandangan aneh. Ini yang membuatnya malas ikut berkumpul dengan kedua manusia yang berada didepannya kini. Obrolan yang biasa jika ada Hoseok dan Seokjin akan berubah menjadi acara menggosip. Bahkan, saat ini dengan tidak tahu dirinya Hoseok dan Seokjin membicarakan tuan rumah tempat mereka bersantai sekarang. Kalau bukan karena Namjoon, ia tidak akan berminat ikut minum-minum disini. Lebih baik ia minum sendiri di studio.
Namjoon kembali dari dapur dengan membawa beer untuk teman-temannya. Hoseok dan Seokjin langsung menutup mulut mereka dengan rapat. Yoongi berdecih pelan. Namjoon hanya tersenyum, ia tahu kelakuan Seokjin dan Hoseok. Namun, ia memaklumi mulut ember kedua sahabatnya itu.
Seokjin meletakkan kaleng beernya keatas meja lalu menghela napas. "Apa kau tidak berusaha mencari Hana?" tanya nya sambil melirik jam dinding di ruang tengah apartemen bernuansa putih dan hitam itu.
Namjoon menghempaskan tubuhnya di tengah-tengah Yoongi dan Hoseok lalu menghela napas dengan berat. "Saat ini aku yakin ia tidak akan mau bertemu denganku," gumamnya.
Hoseok melirik Namjoon disebelahnya. "Kalian berdua tidak benar-benar berpisahkan?" tanya nya terdengar serius.
Seokjin dan Yoongi tampak ikut menatap Namjoon, mereka berdua cukup tertarik dengan pertanyaan Hoseok barusan.
Namjoon tersenyum hambar. "Kami sudah berpisah. Ia yang memintaku untuk mengakhiri hubungan ini dan aku menyutujuinya." sahutnya dengan helaan napas berat.
Seokjin dan Hoseok bertungkar pandang tidak percaya, Yoongi bahkan tidak jadi menyerumput beernya ketika mendengar jawaban dari Namjoon.
Yoongi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak paham dengan cara berpikir kalian. Tiba-tiba saja berpisah karena masalah kecil. Kalian berdua seperti pasangan yang baru kemarin menjalin hubungan." komentarnya.
Seokjin dan Hoseok tampak menganggukkan kepalanya setuju. Memang benar apa yang dikatakan oleh Yoongi. Namjoon dan Hana tiba-tiba saja berpisah karena suatu masalah yang sebenarnya jika dipikir-pikir bukanlah masalah besar. Hana hanya salah paham dan jika dilihat Namjoon tidak akan susah menjelaskan hal itu. Tapi, laki-laki itu malah mengiyakan saja ketika Hana meminta berpisah tanpa berusaha mengejar gadis itu untuk meluruskan masalah.
Seokjin tiba-tiba menyipitkan matanya curiga. "Jangan-jangan kau benar-benar memiliki hubungan dengan gadis lain, hah?" tuduhnya.
Namjoon berdecak cukup keras. "Hyung... Aku sudah lama tidak dekat lagi dengan gadis lain sejak bersama Hana. Jadi, mana mungkin aku memiliki hubungan lebih dengan gadis lain selain dirinya," sahutnya tidak terima.
Seokjin membuka mulutnya untuk menjawab Namjoon namun tiba-tiba Hoseok menjentikkan jarinya tepat didepan wajah Jin. "Ah... Kau memang tidak dekat dengan gadis-gadis. Tapi... Kau dekat dengan... Namjoon-ah, tidak apa-apa jika kau mengaku dengan kami. Kami tidak akan marah padamu. Kau memiliki cinta yang terlarang, huh?" perkataan Hoseok tersebut berhasil membuat ketiga temannya membulatkan mata serempak. Yoongi bahkan sampai tersedak air minumnya sendiri.
Seokjin memukul kepala Hoseok cukup keras. "Ya! Kau bicara apa, hah? Jangan macam-macam," bentaknya. Hoseok hanya meringis sambil mengusap kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.
Yoongi dari samping tampak menatap Namjoon dengan pandangan meneliti. "Kenapa kau tidak menjawab pertanyaan Hoseok? Kau tidak sedang melakukan hal yang menyimpangkan?" tanya laki-laki itu. Entah kenapa Yoongi kali ini otaknya ikut teracuni dengan perkataan Hoseok yang kadang-kadang nyeleneh. Seokjin semakin merasakan tangannya gatal ingin memukul mulut Yoongi. Mereka tidak menyadari jika aura di sekitar Namjoon sekarang sudah terlihat mengerikan.
Namjoon menghembuskan napasnya dengan kasar. Kepalanya terasa semakin pusing mendengar ocehan ketiga manusia disebelahnya kini. "Terserah kalian saja." gumamnya bangkit dari tempat duduknya. Ia ingin mencari angin diluar, ia bisa gila jika berbicara dengan ketiga sahabatnya itu. Bagaimana bisa mereka menuduhnya tidak normal saat ia sedang patah hati seperti ini.
Namjoon mengakui ia memang menyetujui bahkan mendukung hubungan sesama jenis. Tapi, bukan berarti ia juga melakukan hal tersebut. Ia masih normal. Setiap hari bayangan tubuh Hana lah yang menjadi bahannya untuk berfantasi. Ingin rasanya ia berteriak didepan wajah ketiga sahabatnya itu jika ia masih menyukai wanita, ia tergila-gila dengan wanita, dan memuja wanita. Namjoon mengacak rambutnya dengan frustasi.
Saat langkahnya sudah hampir sampai di pintu depan, laki-laki itu tampak menghentikan langkahnya ketika mendengar ada seseorang yang tengah menekan sandi pintu. Yang tahu sandi pintu apartemen hanya ia dan Hana. Namjoon mundur satu langkah. Apa Hana pulang? Jika gadis itu pulang, bagaimana caranya ia menghadapi gadis itu?
Pintu terbuka dan benar saja, Hana pulang. Gadis itu dengan susah payah mengimbangi tubuhnya yang sempoyongan. Ia melepaskan heelsnya dengan sembarangan lalu melepas blazer yang ia pakai dengan sembarangan juga. Gadis itu mengangkat kepalanya lalu menatap Namjoon yang hanya berdiri mematung didepannya.
Hana tertawa. "Oh... Kau disini ternyata, Kim Namjoon-ssi," ucapnya dengan nada bicara khas orang mabuk.
Namjoon tampak menatap khawatir Hana. "Hana-ya, kau mabuk? Aku akan mengantarmu ke kamar," laki-laki itu berniat untuk mengangkat tubuh Hana yang benar-benar sempoyongan sekarang.
Hana dengan cepat menyilangkan kedua lengannya di dadanya. "Tidak usah. Jangan sentuh aku, brengsek." teriaknya dengan nyaring.
Seokjin, Yoongi dan Hoseok dari arah dalam terkejut ketika mendengar teriakan Hana dari arah luar. Mereka bertiga serempak berdiri, namun belum sempat mereka bertiga melangkah Namjoon tampak melangkah mundur dengan Hana yang berjalan sambil menodong laki-laki itu dengan heelsnya.
Namjoon mencoba mendekat pada gadis itu namun Hana mengancam untuk memukulnya dengan heelsnya jika Namjoon masih nekad mendekatinya. "Hana-ya, letakkan heels mu itu dibawah dan kita bicarakan ini baik-baik," rayu Namjoon.
Hana menggelengkan kepalanya. "Tidak. Apa yang harus kita bicarakan? Kau bahkan menyuruhku pergi," gadis itu mulai menangis.
Seokjin, Yoongi, dan Hoseok tetap berdiri diposisi mereka sejak tadi. Mereka bertiga diam mematung melihat pertengkaran Namjoon dan Hana yang sangat langka ditonton itu.
Hana terlihat menundukkan kepalanya. "Wanita lain bertengkar dengan kekasihnya karena kekasihnya menyentuhnya dengan kurang ajar tapi aku bertengkar disini karena kekasihku bahkan tidak menyentuhku. Sebenarnya kau menganggap aku ini apa, Oppa? Kau bahkan tidak ingin menikah denganku? Kenapa? Apa yang kurang dariku? Apa salahku?" gadis itu tampak terisak. Akhirnya, heels yang sejak tadi ia pegang terjatuh dari tangannya.
Hal yang dilakukan Seokjin, Yoongi dan Hoseok adalah saling pandang dengan tatapan tidak percaya. Jadi, masalah mereka berdua adalah pernikahan.
Hoseok menutup mulutnya. "Jangan-jangan, Namjoon benar-benar tidak normal." bisiknya yang langsung mendapatkan pukulan double dari Seokjin dan Yoongi.
Namjoon hanya diam, ia membiarkan Hana mengeluarkan semua isi pikirannya sekarang. ia juga ingin tahu apa saja yang dipikirkan Hana selama ini tentang hubungan mereka.
Hana cukup lama terdiam, ia menatap Namjoon dengan air mata yang masih mengalir. "Tidurlah denganku, Oppa," pintanya.
Namjoon tampak terkejut. Ia melangkah mendekati Hana. "Kau mabuk, Hana-ya. Kita bicarakan ini besok lagi," sahutnya sambil menarik gadis itu untuk mengikutinya setidaknya menjauh dari ruang tengah apartemennya itu.
Hana memegang baju depan Namjoon dengan tenaga yang hanya tersisa sedikit. "Beri aku seorang anak. Setidaknya aku dapat memiliki seorang anak darimu walaupun aku tidak bisa memilikimu. Itu juga sudah cukup untukku." isaknya semakin keras.
Jangan ditanya bagaimana ekspresi Seokjin, Yoongi dan Hoseok sekarang. Mereka lebih terkejut lagi daripada Namjoon. Mereka bertiga hampir tidak bisa mengatup mulut mereka karena perkataan yang terdengar gila dari mulut seorang gadis seperti Hana.
Yoongi menelan air ludahnya dengan pelan. "Wanita memang mengerikan," gumamnya dengan tatapan ngeri melihat kelakuan Hana didepan mereka.
Seokjin mendelik ketika mendengar gumaman Yoongi. "Jangan gunakan alasan ini untuk tidak berkencan. Lama-lama yang seperti tidak normal disini itu kau," balas Seokjin setengah bergumam.
Yoongi ikut mendelik tidak suka. "Jangan menuduhku sembarang. Hoseok lebih parah dariku. Ia sudah tidak berkencan selama 6 tahun," protesnya.
Seokjin menghela napas lelah. "Kalian berdua sama saja. Tidak normal." sahutnya lalu memukul belakang kepala kedua sahabatnya itu yang hanya dibalas gerutuan oleh Yoongi dan Hoseok.
-00-
Jungkook terkejut ketika membuka pintu rumah ketika melihat Namjoon membawa kakak perempuannya Hana dalam gendongan laki-laki itu. Apalagi yang diperbuat oleh kakaknya itu?
Jungkook memberi jalan pada Namjoon untuk masuk. "Kenapa dengan Noona, Hyung?" tanya nya penasaran.
Namjoon menoleh sekilas. "Ia mabuk berat lalu pingsan," sahutnya singkat.
Jungkook berdecak kesal. "Selalu saja begitu. Apa ia tidak membuat keributan lagi, Hyung? Ini pasti sangat merepotkan untukmu," ia mengikuti langkah Namjoon yang membawa Hana ke lantai atas.
Namjoon tersenyum tipis. "Tidak. Kali ini ia tidak membuat keributan apapun. Kau tenang saja. Sebaiknya kau melanjutkan istirahatmu. Biar aku saja yang mengurus Noona mu," sahutnya setelah mereka sampai di depan kamar Hana.
Jungkook tampak menganggukkan kepalanya lalu membantu Namjoon untuk membuka pintu kamar Hana. "Terima kasih, Hyung. Kau tidak usah repot-repot mengurusnya. Langsung lempar saja ia ke kamar mandi agar cepat sadar," omel Jungkook sambil menatap kakaknya yang keenakan di gendongan Namjoon. Dasar bikin malu saja pikirnya.
Namjoon tertawa pelan. "Jika Hana mendengar perkataanmu. Uang sakumu pasti langsung ia potong." sahutnya.
Jungkook hanya mengangkat bahunya tidak peduli. Kakaknya tidak mungkin bisa mendengar perkataannya. Jika Hana mendengarnya dan memotong uang sakunya ia tidak akan takut. Ia hanya tinggal melaporkan kelakuan mabuk-mabukan sampai pingsan kakaknya ini pada ayah dan ibunya. Hana tidak akan bisa berkutik lagi jika berhadapan dengan ayah dan ibunya.
Setelah Jungkook masuk ke dalam kamarnya. Namjoon menyelimuti Hana dengan selimut sampai sebatas leher. Ia duduk di pinggir ranjang sambil menatap wajah gadisnya itu.
"Tidurlah dengan nyenyak. Aku mencintaimu." bisiknya lalu mencium kening Hana.
Hana terbangun ketika sinar matahari sudah menembus jendela kamarnya. Panas sinar matahari mengenai wajahnya, ia bergumam tidak jelas mengutuk matahari yang mengganggu tidurnya.
"Ah... Kepalaku." keluhnya sambil memegang kepalanya yang terasa akan pecah sebentar lagi. Ini akibat ia terlalu banyak minum malam tadi.
Ia bangun dari ranjang dengan langkah masih sempoyongan. Gadis berparas cantik itu kini berdiri didepan cermin besar miliknya dengan cukup lama. Hana mengingat-ingat apa saja yang ia lakukan saat mabuk berat tadi malam. Biasanya, saat ia sudah sadar dari mabuknya, ia masih bisa mengingat apa yang dilakukannya saat ia mabuk walaupun samar-samar.
Tidurlah denganku, Oppa.
Beri aku anak.
Sekelebat ingatan lewat begitu saja di ingatannya. Hana membulatkan matanya. Apa ia mengatakan itu saat ia mabuk? Astaga, kenapa ia bisa bersikap seperti wanita murahan seperti itu?
Hana mengacak rambutnya frustasi. "Tidak! Apa yang aku lakukan, Ya Tuhan?" teriak gadis itu memecah keheningan pagi di kediaman keluarga Jeon itu.
Jungkook yang kebetulan baru saja masuk ke dalam kamar kakaknya itu dengan membawa nampan berisi sarapan di tangannya tampak terkejut. Ia hampir saja menjatuhkan nampan dari tangannya karena teriakan memekak telinga dari kakak perempuannya itu.
Ia meletakkan nampan berisi sarapan itu ke atas meja kerja Hana lalu menyandarkan bokongnya di meja dengan santai. Ia berdecak pelan. "Noona, sebaiknya kau cepat mandi dan sarapan," ucapnya pada kakaknya itu.
Hana menoleh pada Jungkook. "Jungkook-ah, siapa yang mengantarku pulang tadi malam? Ap⎯apa Namjoon Oppa yang mengantarku kesini?" tanya nya dengan tatapan harap-harap cemas.
Jungkook berdecih. "Kau lupa, Noona? Woah... Padahal aku tadi malam sudah susah payah menjemputmu, Noona. Sebenarnya, kau harus membayar kebaikan hatiku ini, Hana Noona." sahutnya dengan gelengan kepala.
Hana terdiam. Apa benar Jungkook yang menjemputnya tadi malam? Ia kembali menatap dirinya di depan cermin sambil menggigit bibirnya pelan.
Tidurlah dengan nyenyak. Aku mencintaimu.
Sebuah ingatan kembali lewat. Itu suara Namjoon. Ia tidak mungkin salah walaupun saat itu ia setengah sadar. Namjoon ada dikamarnya malam tadi.
Hana langsung melemparkan tatapan tajamnya pada adik semata wayangnya itu yang masih nyaman di posisi sok kerennya itu. Pasti Jungkook berbohong padanya.
"Kau berbohongkan, Kookie-ya? Yang mengantarku tadi malam Namjoon Oppa. Aku ingat itu. Ia... Ia bahkan membisikkan sesuatu padaku," ucapnya dengan yakin.
Jungkook menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan prihatin. "Noona, jernihkan pikiranmu. Tidak ada Namjoon Hyung disini tadi malam, yang membawamu kesini itu aku. Sebaiknya, kau jangan minum-minum lagi, otakmu menjadi semakin tidak waras, Noona." cerocosnya tanpa memikirkan bahwa ia tengah berbicara dengan kakaknya saat ini. Jungkook memang tidak pernah mengenal sopan satun saat berbicara dengan siapapun.
Hana menutup matanya sejenak. Ia tidak habis pikir dengan mulut pedas adiknya ini. Mulut Jungkook seperti tidak pernah diajar saja. Sepertinya saat mengandung Jungkook, ibunya salah mengidam sesuatu hingga saat lahir adiknya itu menjadi terlanjur pintar sampai-sampai tidak tahu caranya berbicara yang baik pada orang yang lebih tua darinya.
Hana mengambil boneka panda yang tidak jauh darinya lalu melemparnya ke wajah adiknya itu. "Ya! Bocah kurang ajar! Otakmu itu yang kurang waras!" teriak Hana beringas. Jungkook langsung mengambil seribu langkah untuk menghindar dari amukan kakaknya itu dengan tawa bak setan miliknya.
Setelah kepergian Jungkook, Hana kembali terdiam. Ia memeluk lututnya dengan rasa nyeri yang luar biasa dihatinya. Sekarang, ada luka yang menganga yang ditorehkan oleh Namjoon padanya.
Ia menyembunyikan wajahnya di lekukan lututnya dengan isakannya yang semakin nyaring. Hana masih tidak percaya dengan akhir hubungannya. 5 tahun bukanlah waktu yang sebentar, ia sudah terbiasa bersama dengan laki-laki itu. Ia bukan berlebihan, namun ia tidak tahu bagaimana ia menjalani hidupnya tanpa kehadiran Namjoon lagi disisinya.
Seaneh-anehnya Namjoon, secuek-cueknya laki-laki itu, tetap saja tidak ada yang dapat mengganti sosok Namjoon dihatinya. Ia sudah jatuh cinta terlalu dalam pada laki-laki itu hingga ia tidak tahu bagaimana lagi untuk bangkit dari cinta yang sekarang hanya tinggal puing-puingnya saja.
Jungkook berdiri di depan pintu kamar kakaknya dengan wajah muram. Ia dapat mendengar dengan jelas suara tangis kakaknya yang tak berhenti sejak tadi. Ia benci kakaknya yang selalu ceria dan kuat itu menjadi cengeng seperti ini.
Ia sebenarnya tidak ingin berbohong pada Hana tapi malam tadi Namjoon menyuruhnya untuk merahasiakan semuanya.
"Bersabarlah, Hana Noona. Sebentar lagi kau akan mendapatkan kebahagianmu itu." gumamnya lalu pergi.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top