02
BOGOR 2018
Siang hari, entah pukul berapa, tiba-tiba saja ada seseorang mengetuk pintu rumah Dilara. Kebetulan saat itu, Dilara tengah berada di ruang tamu.
"Sebentar!" teriak Dilara.
Dilara terdiam sejenak saat mengetahui siapa orang yang sedari tadi mengetuk pintu rumahnya.
"Halo, Dil. Apa kabar? Lama nggak ketemu. Aku kangen kamu," ucap Sunny dengan tampilan yang sangat berbeda.
Sekarang, Sunny telah menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan, terlihat dari gaya dan penampilannya. Betapa tampannya dia dengan setelan jas putih yang dikenakannya saat ini, ditambah lagi senyum manisnya yang sedari dulu tak pernah berubah.
"Dil, aku kangen sama kamu..." lirih Sunny, tiba-tiba memeluk Dilara.
Rasa senang bercampur sedih. Setelah hampir tujuh tahun tak jumpa, akhirnya Dilara dapat melihat kembali Sunny dengan keberhasilan yang ia bawa. Itu adalah hal yang sulit dipercaya olehnya. Setelah mereka berdua puas melepas rasa rindunya, Sunny pun melepas pelukannya dan mengeluarkan sebuah kotak berisi cincin.
"Dilara Ayu Kenanga, anak pertama dari Bapak Hartanto Raharja, aku Sunny Rahardian, dengan ini ingin—"
KRING....
Lagi-lagi, musuh terbesar Dilara mulai mengibarkan bendera perangnya. "AH... Kenapa ngajak ributnya sekarang sih?" gumam Dilara sambil menutup telinganya dengan bantal.
Batal sudah lamaran tersebut terjadi, itu semua karena musuh bebuyutan Dilara, apalagi kalau bukan jam weker miliknya. Padahal ia sendiri yang mengatur waktu di mana setiap harinya, pasti jam tersebut akan membangunkan Dilara di waktu yang sama.
KRING....
Karena jam tersebut terus saja berbunyi, akhirnya Dilara memilih untuk bangun dari tidurnya dan memusnahkan suara tersebut, hanya dengan satu pukulan di bagian atas jam tersebut.
"Cuma mimpi, tapi tetap aja aku mau tahu endingnya... dasar Sunny bisa-bisanya buat aku jadi kaya gini!"
Setelah sadar sepenuhnya, Dilara langsung pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Betapa terkejutnya ia mendapati wajahnya yang semeraut seperti benang kusut, ditambah lagi bekas ilernya yang meninggalkan bau di berbagai titik yang dilewatinya.
"AAHH!" teriak Dilara, yang berhasil membuat Seraphina panik hingga harus lari menuju kamar mandi. "Kenapa, Kak?" tanyanya sambil mengatur napasnya.
"Pina, aku sudah bangun kan, dari tidurku?" tanya Dilara sambil menepuk kedua pipinya.
Seraphina benar-benar menyesal telah mengkhawatirkan kakaknya yang sekarang tampak setengah waras. "Kakak, kalau kamu masih tidur, kamu nggak mungkin ada di sini!" ucap Seraphina, mencoba menyadarkan kakaknya dengan satu cipratan air.
"Berarti tadi Sunny melamar aku—"
"Kakak, Kak Sunny itu nggak ada di sini, berhenti berharap sama janji palsunya!" tegas Seraphina.
Seraphina benar-benar merasa kasihan pada kakaknya yang selalu menunggu Sunny, bagaikan ia menunggu air dan minyak bersatu. Padahal setelah kakaknya lulus kuliah, sudah berapa banyak laki-laki yang melamarnya, namun nihil, tak ada satu pun laki-laki yang dapat menaklukan hati kakaknya kecuali laki-laki yang ada dalam khayalannya, siapa lagi kalau bukan Sunny?
Jika saja ada seorang sutradara sinetron yang menemukan dirinya, mungkin saja kisah kakaknya ini sudah diadaptasi menjadi FTV dengan berbagai judul, yang pertama, 'Azab Cowok yang Tak Menepati Janjinya', yang kedua, 'Cintaku Hilang Ditelan Janji Masa Lalu', yang ketiga, 'Penantianku Tak Juga Kau Balaskan dengan Kehadiranmu', dan yang keempat, 'Temanku, Adalah Pacarku yang Ku Harapkan Menjadi Suamiku'.
"Kacau banget sih aku..." lirih Dilara.
Merasa kesal, Seraphina langsung menguyurkan segayung air kepada kakaknya. "Anjir, kamu apa-apaan sih?!" teriak Dilara, merasa terkejut.
"Akhirnya, sadar kan, kamu!" Betapa kesalnya Seraphina saat ini. Kalau saja Dilara bukan kakaknya, mungkin saja ia sudah membanjirinya dengan air seember.
"Pina! Dila! Ada apa ribut-ribut?" tanya sang mama dari bawah.
"Nggak ada apa-apa, Mah!" jawab mereka berdua.
Belum juga Dilara mengeluarkan kalimat, Seraphina dengan sigap langsung lari dan menutup pintu kamar mandi. "Pina! Lihat ya kamu, dasar adik durhaka!" teriak Dilara, yang tampak samar di telinga Seraphina.
Baginya, 'durhaka' bukanlah kata yang pantas ia terima atas kebaikannya selama ini. Lagipula, siapa lagi yang kuat menemani kakaknya yang kurang waras, kalau bukan Seraphina?
Dilara langsung mencuci mukanya dan menggosok giginya, namun saat ia melihat ke cermin, sekilas ia melihat wajah Sunny dengan senyuman yang sama. Betapa terkejutnya ia, sampai-sampai pasta gigi yang ia kenakan tertelan olehnya.
uhuk... uhuk... Dilara langsung mengambil segelas air untuk kumur-kumur dan mengeluarkan pasta gigi yang sudah tertelan olehnya.
Lagi-lagi Sunny, dirinya benar-benar membuat Dilara menjadi gila. Mengapa dia tak kunjung datang? Itulah yang selalu dipertanyakan Dilara. Setelah pergi ke Paris, tak sampai setahun, mereka langsung lost contact. Hal itu dikarenakan perbedaan waktu yang cukup jauh, sehingga mereka tidak punya waktu untuk berkomunikasi karena aktivitas perkuliahan mereka, ditambah lagi teknologi zaman dulu tidaklah secanggih sekarang.
"Ergh... sumpah ya, kalau aku ketemu dia lagi, bakal aku bejek-bejek mukanya, terus—"
Tak sengaja, Seraphina mendengar kakaknya mendumel. "Terus kalau dia datang buat ngelamar kamu?" tanya Seraphina tiba-tiba, dengan sorotan mata menggoda.
"Ya aku terimalah! Cewek mana yang bisa bertahan tujuh tahun demi menunggu kepastian?" Dilara menekankan kalimat tersebut, seolah tak ada yang bisa mengalahkan dirinya.
"Mimpi!" ucap Seraphina, yang langsung meninggalkan kakaknya.
"Ih... mau lo tuh apa sih, Pina?!" Dilara tampak kesal dengan tingkah adiknya, yang belum merasakan apa yang namanya kasmaran.
Setelah selesai mencuci, Dilara langsung pergi ke bawah untuk segera menikmati makanan bersama keluarganya.
"Ya ampun, anak Papa kenapa semeraut begitu ya?" tanya Papa Dilara, setelah melihat betapa kacau Dilara.
"Apalagi kalau bukan karena—"
"Kecapean," timpal Dilara cepat, sebelum Seraphina membeberkan permasalahannya.
"Memangnya apa sih yang Dila kerjain?"
Setelah lulus kuliah, Dilara masih saja menganggur. Namun, untuk mengisi kesehariannya, setiap sore Dilara selalu mengajar anak-anak di gazebo yang berada di halaman depan rumahnya. Selain itu, dirinya juga suka membantu Vania di kafenya. Bisa dibilang kalau Dilara ini adalah seorang pengacara alias pengangguran banyak acara.
"Iya, keseharian wanita," jawab Dilara santai.
"Iya, keseharian wanita, main, main, dan main," timpal Mama Dilara.
Sebenarnya, Dilara kesal dengan ucapan mamanya, namun apalah daya ia tidak bisa mengelak. Hari ini, Dilara benar-benar merasa kacau, diawali mimpi indah yang menggantung, sampai akhirnya ia dipojokkan oleh mama dan adiknya sendiri.
---
Siang harinya, Dilara curhat tentang kejadian pagi ini kepada Vania. Walaupun bosan, Vania tetap setia mendengar curhatan sahabatnya.
"—gitu, Van. Sekarang aku bingung harus gimana?" Dilara tampak kecewa dengan kehidupan yang ia terima.
"Dil, kalau aku boleh ngasih saran nih ya, mending kamu lupain Sunny dan mulai hidup kamu kembali." Tak tega melihat sahabatnya yang terus menggalau, Vania hanya bisa memberikan saran padanya.
Siapa yang tega melihat sahabat sendiri terus merasa bimbang untuk menentukan masa depannya hanya karena sebuah janji yang tak pasti. Mungkin kalau hanya sebulan, dua bulan, hal itu masih wajar, namun ini tujuh tahun Dilara seperti ini. Dirinya cantik dan lagi banyak laki-laki yang lebih baik untuk langsung membuktikan.
"Aku sudah coba, Van, tapi nggak ada satupun laki-laki yang sama kaya Sunny," ucap Dilara.
"Dil, kamu mau cari sampai ujung duniapun, kamu nggak bakal nemuin orang yang sama, karena semua orang itu memiliki pribadi yang berbeda, Dil." Rasanya ingin sekali Vania marah, namun mengingat baiknya Sunny kepada Dilara, membuat ia selalu menahan diri.
"Aku sudah coba, tapi susah, Van!" tegas Dilara.
Untuk berpindah hati itu memang tak semudah memutarbalikkan telapak tangan. Cinta memang membuat seseorang menjadi buta akan hal apapun, terutama ketika seorang laki-laki sudah berjanji. Itu akan selalu membuat seorang perempuan rela menunggunya. Itulah yang sekarang dirasakan oleh Dilara, walaupun ia takkan pernah tahu apakah Sunny akan kembali lagi atau tidak padanya.
TBC ...
Ada yang tau gak si, sebenarnya Sunny kemana ya?
HAPPY READING GUYS :D
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top