2. Janji Semangat (2/5)

    "Shimi! Hari ini kamu punya janji kepada ku!" Bentak seorang gadis dengan gayanya yang arogan, menunjukan kalau dia seperti memaksaku untuk menepati janji semalam.

Sebenarnya beberapa hari ini aku sedang malas untuk bercerita, apa lagi melanjutkan cerita yang terus saja Pursanes minta untuk di lanjutkan. Aku tak tau apa yang ada dalam benaknya sampai-sampai dia bisa sepenasaran itu. Dari pada ambil pusing, lebih baik aku menepatinya.

Pursanes pun menggenggam erat kedua tanganku sambil terus memohon, "Ayolah, tepati janjimu kawan! Sudah tiga hari aku menunggu kelanjutan cerita itu!" Ah..., aku sedikit agak kesal mendengar ocehannya tadi. Tapi, yasudah, lah!

"Baik! Baik! Mari kita mulai kisah kelanjutannya..."

***

     Hari ini tidak seperti biasanya, Bu Rika sakit dan tidak bisa mengarjar di kelas kami. Bu Rika juga adalah wali kelas ku sekaligus yang mengajarkan kami pelajaran MTK. Dia adalah guru yang paling cantik di sekolah ini, tapi itu menurutku.

Kalau Bu Rika tidak bisa hadir, pasti akan diganti dengan pelajaran Pak Sam. Pelajaran paling mengerikan yang pernah aku kenal, yaitu Fisika. Sebenarnya Fisika dan MTK tidak berbeda jauh, dan bagiku keduanya sama gampangnnya. Cuman karena Fisika diajarkan oleh Pak Sam, mungkin pelajaran ini akan jauh lebih mengerikan.

Kalau sudah pelajaran Fisika, aku paling tidak suka karena Rio adalah murid kesayangan Pak Sam. Aku akui dia memang sangat pintar di pelajaran ini. Ya, tapi bukan berarti dia bisa membuat Pak Sam terpedaya olehnya. Tidak akan!

Hari ini adalah pelajaran kemagnetan. Tapi yang membuatku pusing adalah....

"Hari ini kita akan ada test pelajaran kemarin. Yaitu membuat kompas dari magnet, jarum, air, dan gabus." Ujar Pak Sam, padahal aku benar-benar lupa kalau hari ini ada ujian.

Dengan muka ala-ala sengaknya, Pak Sam menatap satu kelas dengan pandangan khasnya sambil berkata, "Lalu akan dibuat kelompok yang berisi dua orang anak." Entah mengapa disinilah firasat ku tiba-tiba buruk. Tidak ada masalah sebenarnya kalau berkelompok-kelompok. Tapi yang masalahnya, aku berpasangan dengan Rio.

Mendengar hal itu, Rio dan aku saling bertatapan dan dari jauh aku melihat kalau dia tidak menganggap diriku sebagai teman sekelompoknya melainkan dia melihatku bagaikan seorang saingan.

"Kenapa saya harus berpasangan dengan Meika, pak?" Tanya Rio kepada Pak Sam, raut mukanya juga berkata kalo ini akan menjadi masalah. Aku pikir juga begitu.

Pak Sam sama sekali tak memberikan jawaban atas pertanyaan dari Rio, dia pergi melanjutkan tugasnya menilai ulangan kelas VII. Semantara itu, aku dan Rio terpaksa melanjutkan tugas membuat kompas, awalnya aku merasa kurang nyaman berkelompok dengannya, apa lagi mihat raut mukanya yang masam.

Tapi kalau keadaannya tetap begini, bisa-bisa nilai ujianku akan menjadi buruk. Dari pada saling diam membeku, aku buka pembicaraan dengannya, "Rio, kenapa kamu selalu tak suka padaku? Aku sendiri gak pernah tau dimana letak permasalah kita dadi awal." Dari awal memang aku belum pernah mengerti apa masalah awal kami sehingga kami saling bermusuhan.

"Memangnya kenapa?" Tanyanya yang sedang fokus menggosokan magnet lada jarum.

"Gakpapa, aku hanya pingin tau dimana masalah kita sebenarnya, aku mau minta maaf kalau aku ada salah."

Dia langsung berhenti menggosokan magnet pada jarum dan meletakan kedua benda itu di meja, dia langsung melihatku dengan pandangan yang datar seolah-olah aku adalah orang yang ternistakan.

"Kamu gak salah apa-apa kok,"

"Kamu orang yang baik, mungkin aku saja yang terlalu usil padamu. Tapi itu membuatku bahagia." Balasnya, aku pikir itu adalah pernyataan yang sedikit menyakitikan.

Ya! Menggangu orang adalah caranya untuk bahagia. Aku sendiri tak mengerti dengan apa yang dipikirkannya, mungkin kalau itu memang hal yang membuatnya senang walau bagiku menyakitkan, aku akan ikut senang.

"Tapi aku tau itu bukan hal yang baik." Lanjut Rio saat aku termenung memikirkan perkataannya tadi.

"Kalau kau sendiri, apa hal yang membuatmu senang?" 

"Hal yang membuatku senang adalah ketika aku bisa melihat orang yang aku cintai senang." Entah bagaimana aku bisa berkata ini padanya, tapi aku kaget saat aku sadar kalau aku mengatakan itu pada Rio.

"Memangnya siapa orang yang kamu sukai? Mungkinkah dia ada di kelas kita?"

Aku yakin dengan jawabanku tadi akan membuat dia penasaran, "Coba kasih tau aku, siapa tau aja aku bisa bantu kamu, hahaha!" 

"Gak! Ini rahasia, jadi kamu jangan tau, mendingan kita lanjut aja buat magnetnya." aku berusaha mengalihakan pembicaraan ke topik yang lain, Rio hanya memasang wajah bingung sambil menahan mulutnya untuk bertanya lagi.

Aku kembali memjawab pertanyaan tentang arus listrik dan hal-hal seputar membuat magnet. Rio juga sibuk kembali membuat magnet jarum. Aku berusaha tenang dengan perkataanku tadi, aku rasa aku lost control saat aku berbicara dengannya.

"Apakah orang yang kau sukai adalah aku?" Aku langsung menghadap ke wajahnya, pikiran ku juga buyar kemana-mana. Bagaiman dia bisa berkata seperti itu tanpa ragu-ragu kepadaku.

"Ah! A-aku cuma bercanda kok, ngapain kamu natap aku seperti itu. Udah balik kerja lagi." Ujarnya sambil berusaha manahan rasa tawa.

Aku kembali merasa kaget untuk kedua kalinya, tapi bukan karena ulahku. Aku rasa Rio tak sengaja berkata seperti itu, aku juga gak pernah berfikir kalau dia akan berkata seperti itu padaku. Mungkinkah itu adalah harapan dia yang membuat dia menjailiku? 

***

"Shimi, kenapa harus disambung besok. Aku masih penasaran, ayolah berikan sedikit waktu tambahan lagi!" Pinta Pursanes layaknya anak kecil yang mencari balon.

"Besok saja, ini sudah malam dan aku mengantuk."

"Gak! Aku kurang puas dengan ceritamu tadi, itu sangat menggantung."

"Terserah kamu, aku mau tidur sekarang," balasku tanpa berfikir panjang.

"Eh, Shimi, tunggu dulu, Shimi! Ayo lanjut cerita! Shimi...." sambil memegang tanganku dengan erat dan terus memohon-mohon, tapi biarkanlah dia begitu, aku akan tetap tidur dan tak akan melanjutkan cerita.

"Sudah ya! Selamat malam Pursanes!"

Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top