Eh, Did I Write it Properly?
Seorang lelaki berambut hitam acak-acakan sedang duduk di pinggir tebing sambil meminum susu kotak. Sebuah headset berwarna hitam terpasang di telinganya. Dia menatap pemandangan di bawahnya dengan ekspresi lelah.
"Haah ..."
"Tuan Rey? Apakah Anda baik-baik saja?"tanya seorang perempuan berambut putih khawatir. Entah dari mana perempuan itu datang.
"Aku baik-baik saja, Inari, tapi ... perang sedang viral sekarang ya?"tanya lelaki bernama Rey itu.
Inari hanya tersenyum kecut. Di bawah, sedang terjadi peperangan sengit antar kota. Rey menatap Inari, memberikan kode, lalu turun ke bawah langsung. Inari pun mengikutinya.
"[Floating, Medium Area]"ucap Rey.
Tubuhnya yang sebelumnya turun dengan kecepatan yang luar biasa mulai terhenti. Dia berdiri dengan santai, melayang sekitar beberapa meter dari pohon. Inari juga ikut di dalam area melayang milik Rey, dia tak takut jatuh.
"Hei, Inari."
"Kali ini, siapa yang akan kita dukung?"
"Hmm ... Kenapa tidak Okinawa? Bukankah Anda pernah bersekolah di daerah sana?"
"Kurozashami, kah ... Ya, tentu saja. Aku tak yakin tentang pendidikan yang akan diberikan oleh Bangkok pada kota tercintaku."
Bwooosh!
Rey dan Inari pun melesat, menuju api peperangan. Membantu orang-orang berpakaian samurai mengalahkan orang-orang berpakaian armor besi. Perang kali ini telah mengingatkan Rey tentang kenangan lamanya.
"Kapan bisa reuni ya?"
"Entahlah, Rey."
"T-Tunggu ... Akbar?!"
Lelaki bersurai putih itu hanya tersenyum. Sesosok perempuan berambut merah muda berdiri di belakangnya. Perempuan itu memegang sebuah sabit.
"U-Uhm ... Hey, Nana, kau takkan menggunakan itu kan?"tanya Rey khawatir.
***
<New York, USA>
Brakk!!
"R-Riana?!"celetuk lelaki bersurai putih kebiruan. Kaget minta ampun.
"Berisik. Tahu?"ucap perempuan berambut biru panjang. Dia menatap laki-laki itu dengan kesal.
"I-Iya, maaf deh."
"Humph."
Riana mendengus kesal lalu meninggalkan ruangan. Sang lelaki hanya bisa tersenyum kecut. Seseorang masuk ke dalam ruangan itu, seorang lelaki paru baya.
"Umm ... Pak Alfharizy, ada apa dengan adikmu? Dia kelihatan kesal."
"Yah ... Seperti biasanya dan, pak Alexander, jangan panggil aku 'pak'! Aku masih muda!"
"Hahaha, ayolah, kau sudah dewasa. Jadi wajar jika aku memanggilmu dengan 'pak'."
Al hanya tersenyum kecut lalu membuka laci mejanya. Mengambil sebuah dokumen dan memberikannya pada "Pak Alexander".
"Ini adalah bukti yang bisa kami dapatkan dari TKP, silahkan hubungi agen khusus untuk tahap selanjutnya."
"Hoho, terimakasih banyak!"
"Ya, sama-sama. Semoga berhasil."
"Kau juga, sebagai Twin Guardian. Sekali lagi terimakasih banyak ya!"ucap "Pak Alexander" sambil pergi.
"Twin ... Guardian ... kah?"gumamku.
Lelaki itu teringat sesuatu.
Dia langsung menengok laptopnya dan segera membuka siaran langsung perang saat ini. Bangkok melawan Okinawa.
"Kau sedang nonton apa?"tanya Riana. Entah sejak kapan dia masuk.
Al tersenyum lalu langsung menyambungkan USB pada TV kantor mereka. Tampilan layar TV langsung berubah menjadi peperangan. Terdapat jumlah pasukan yang tersisa disana, tetapi perbedaannya terlaku tinggi.
Bangkok (3000) vs Okinawa (120)
"Riana, kita pulang sekarang?"
"Tidak."
"Eh? Kenapa?"
"Si Mesum itu sudah bisa menanganinya sendiri,"ucap Riana sambil mengambil sebuah buku lalu membacanya.
"Si Mesum? Siap— ah, Akbar? Kurasa kau betul."
"Hn."
Al menghela nafas, dia menatap layar dengan serius. Ngomong-ngomong tangannya sedang memasukkan nomor ke handphone-nya. Setelah itu, ia menelpon nomor itu.
Apaan sih, Al?!
"Hoy, selow! Kau sedang dimana?"
Aku ada di Paris, ada apa?
"Riz, kau tak pulang ke Okinawa?"
Terlalu berbahaya untuk sekarang, kita harus menunggu natal nanti
"Natal ya ... Masih dua bulan lagi."
Sudah kan? Bye!
"Eh, belu— sial, sudah ditutup."
Dia meletakkan telepon genggamnya. Banyak sekali masalah yang menimpa dirinya. Terutama, kota dimana dia bersekolah sedang di serang.
Al, apakah kau akan menyerah begitu saja, huh?
"Apa maksudmu, Kuro?"
Setelah semuanya, kau membiarkan pengorbanan Etna untuk kita semua sia-sia, bodoh
"A-Aku tidak ...."
Hei, lihatlah ke TV
Al memalingkan wajahnya ke TV. Begitu juga dengan Riana, perempuan itu mengangkat alisnya saat melihat apa yang ada di TV.
Okinawa Wins!
Bangkok Area is the reward!
" "Huh?" "
Congrats to Nana, the best scorer in this war! The reward will come soon!
"Nana?!"
"Pantas saja menang,"gumam Riana. Dia pun kembali ke dalam buku.
Lihat, mereka masih berjuang
"Yah ... Apa yang harus kau lakukan? Aku benar-benar takut untuk menggunakan kekuatanku lagi."
Ada yang pernah bilang kepadaku, "laki-laki tak tahu kapan mereka mati, karena itu mereka harus punya kolor bersih."
"Quotes macam apa itu?! Bukankah itu tidak berguna?"
Tidak, tidak. Maksudnya, hari esok pasti tiba. Tak peduli apapun yang terjadi, esok pasti bisa. Oleh sebab itu, persiapkan segalanya dengan baik
"Kuro ... Kau betul. Aku akan ke gym sekarang!"
"Kau mau kemana?"tanya Riana.
"Melatih fisikku lagi, mau ikut?"
"Tentu saja tidak, bodoh."
"Oke kalau begitu! Bye!"
"Jangan lupa beli bahan makanan."
"Iya, aku akan mengingatnya!"
Al keluar dari ruangan. Namun, bayangannya masih ada disana. Riana menyadari hal itu.
"Kuro, apakah ini semua karenamu?"
Haaah, padahal maksudku bukan begitu, tapi yasudahlah. Daripada dia hanya bekerja seperti ini terus
"Dia kan memang bodoh."
Juga lolicon. Aku pergi, dia akan dikira hantu jika ketahuan tak ada bayangannya.
Bayangan itu menghilang. Riana menghela nafas, meletakkan bukunya lalu membuka laptopnya. Mencari kasus-kasus pengguna kekuatan yang terpencar di dunia. Selain murid Kurozashami, tentunya.
"Saatnya berburu."
Aura merah darah keluar dari tubuhnya. Dare, salah satu kepingan God Disc, tak pernah meninggalkan tubuhnya. Kekuatan yang melimpah membuat barang-barang di kantor itu bergetar.
"[Teleport : Death Battle Area]"
Tubuh Riana tertelah oleh aura gelap lalu menghilang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top