Florist ¦ Akaashi Keiji
Req from shirou_tou
Pic © the artist (not me)
Haikyuu!! © Furudate Haruichi
Akashi Keiji × Shirou Marisa (OC)
OC © shirou_tou
Genre : comedy, angst
Selamat membaca!
.
.
[Akaashi's pov]
Apa kau tahu rasanya?
Haha, tentu saja tidak, ya kan? Karena aku belum menjelaskannya.
Apa kau tahu rasa berbunga-bunga?
Ya, aku memang penjual bunga, tetapi bukan bunga yang kumaksudkan. Kau tahu, maksudku, sesuatu yang akan dialami jika sedang jatuh cinta.
Sebenarnya ini masih belum bisa disebut cinta. Bukan Cinta, okay?
Awal mulanya, wanita itu—ehem—Shirou-san membeli sebatang bunga, sebut saja bunga itu krisan.
Aku yang sudah sering bertanya kepada setiap pengunjung, juga bertanya padanya.
"Ingin memberikan kepada siapa? Hehe, maaf jika tidak ingin menjawab juga tidak apa-apa."
Shirou-san menjawabnya tanpa berekspresi, aku seperti melihat kesedihan dari balik manik merahnya.
"Hanya kepada orang yang sudah tidak ada di sisiku lagi."
Aku jadi merasa bersalah bertanya hal yang membuatnya bersedih. Aku pun memberikan dia gerbera oranye. Dia menerimanya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Aku tidak mempermasalahkannya, putus cinta tidak semudah itu.
Ya, awalnya kupikir dia begitu karena patah hati, tetapi berkali-kali dia datang dan membeli bunga krisan. Sekarang aku mengerti, dia bukan patah hati, tetapi kehilangan.
Salah satu orang terdekatnya sudah meninggal. Itu kesimpulanku. Krisan memiliki arti itu. Haa, bodoh sekali aku baru teringat artinya. Aku jadi terlihat payah, padahal aku penjual bunga.
"Datang lagi, Shirou-san? Aku sudah menyiapkan bunga krisannya." Aku menyapanya dengan ramah. Namun, hari ini, dia terlihat sedikit berbeda. Ada apa ya?
"Terima kasih, Akaashi-kun. Kali ini, aku tidak ingin membeli krisan. Aku ingin membeli bunga untuk menghias ruangan. Apa ada saran?"
Aku tersenyum. Wajahnya sudah terlihat lebih segar dibanding pertama ketemu. Aku harap dia sudah bisa menikmati hidupnya.
"Bagaimana kalau ini? Anthurium belakangan ini populer." Aku menunjukkan bunga anthurium warna merah muda.
"Baiklah, aku akan membeli itu dan bunga gerbera oranye."
Gerbera oranye mengingatkanku pada waktu itu.
"Ingin menjenguk teman sakit, ya?"
Dia menggeleng. Lalu bunga itu untuk apa?
"Terima kasih, Shirou-san. Datang lagi, ya." Wanita itu membalasnya dengan senyum tipis. Rasanya ada yang aneh dengan organku.
Sepeninggalan Shirou-san, aku segera mencari cermin. Aku tatap wajahku yang memerah. Aku harap ini bukan demam! Kenapa mendadak seperti ini, sih?
Oh, tidak. Jantungku berdetak tidak karuan. Rasanya ini seperti Bokuto-san sedang bermain drum kemarin. Apa ini karma karena aku menceramahi Bokuto-san dan Kuroo-san?
Pasti mereka melakukan santet online lagi padaku. Benar-benar senpai yang merepotkan.
Lebih baik aku minum obat saja, jaga-jaga dengan kemungkinan demam.
.
.
.
[3rd's pov]
Wajah pria itu terlihat berseri-seri melihat kedatangan wanita berhelai putih itu. Siapapun yang melihatnya akan tahu bahwa sang pria menyukai wanita itu.
Sedangkan raut wanita itu lebih melembut setiap bertemu. Wanita itu juga punya rasa pada sang pria.
"Anthurium? Atau mawar? Haha, gerbera sudah pasti, kan?"
"Aku ingin krisan dan gerbera."
Raut pria itu menegang. Sudah setahun sejak hari itu. Wanita itu pasti mau ke makam orang itu.
Akaashi Keiji—nama penjual bunga itu—masih belum tahu siapa yang telah meninggal itu. Yang ia tahu, dia pasti sangat berharga.
"Akaashi-san, terima kasih untuk setahun ini. Aku menjadi lebih bersemangat setiap harinya. Hari ini, aku ingin mengunjungi makam kakakku. Maaf, aku baru bisa memberitahumu ini," wanita itu tersenyum, "aku akan kembali lagi besok."
Pria itu melambaikan tangannya dengan lengkungan manis di wajahnya.
'Sudah kuputuskan, aku akan bertanya kontaknya besok.'
Wanita itu berjalan perlahan di area trotoar. Dia tidak sabar untuk bercerita pada kakaknya tentang hari-harinya. Dia senang, setidaknya kali ini kunjungannya tidak harus diisi keheningan.
Wanita itu melangkah, terus melangkah. Dia berhenti di penyeberangan. Lampu untuk tanda pejalan kaki menyala, ia melanjutkan perjalanannya.
Seorang pria tiba-tiba menabraknya. Dia sedikit kehilangan keseimbangan, tetapi tidak terjatuh. Dia mendongak memperhatikan punggung pria itu. Wanita itu mendadak merasa emosinya meningkat.
Dia mempercepat langkahnya—mengikuti pria itu. Dia tidak begitu yakin dengan wajahnya, jadi dia memperpendek jarak. Raut wanita itu berubah.
Dia marah.
Dengan sigap, wanita itu mengeluarkan pisau lipat yang selalu disimpannya. Ia mencoba menusuk pria itu, tetapi bukan pria itu yang terkena tajamnya pisau, melainkan Akaashi Keiji—penjual bunga favoritnya.
"A-akaashi-san...?" Shirou Marisa bergetar, dia malirik pisau yang sudah menancap di sebelah pinggang, kemungkinan terkena ginjal sangat tinggi.
"S-shirou—san ... aku ti-tidak tahu kenapa k-kau mau menusuknya, tetapi ... tolong ... jangan membunuh ... si-siapapun...." Akaashi berbicara terpatah-patah.
Rasanya benar-benar sakit, suhu tubuhnya meningkat tinggi, dan kesadarannya mulai samar-samar.
Shirou gemetar, dia tidak terpikir untuk menelepon ambulan. Kepalanya sudah penuh dengan kepanikan. Untung saja, sudah ada yang menelepon ambulan.
"Shi-shirou-san ... aku menci——"
"Jangan katakan seakan ini yang terakhir!"
"Biarkan aku mengata—kannya."
Shirou tidak suka ini, Akaashi seperti akan hilang untuk selamanya. Ia tidak mau kehilangan lagi.
"Aku mencintai—mu ... Marisa-san...." Setelah mengatakan itu, Akaashi pingsan. Mobil ambulan yang sudah tiba segera mengangkut Akaashi dengan pelan ke dalam mobil.
Shirou yang berniat ikut, tetapi ditahan oleh polisi. Dia meneteskan air matanya melihat mobil ambulan itu pergi. Dengan pasrah, Shirou diborgol oleh polisi dan dibawa ke mobil patroli.
.
.
.
Keputusan untuk hukaman Shirou Marisa, sudah ditetapkan. Sampai sekarang, Shirou masih belum mengetahui kabar dari Akaashi. Dia berharap, pria itu akan mengunjunginya.
Tidak, dia tidak sanggup melihat wajahnya. Lebih baik tidak usah bertemu sekalian.
Shirou mendekam di penjara sendirian. Tidak ada orang yang menjenguknya. Dia tidak punya siapa-siapa lagi.
Ah, wajah Shirou seperti ingin menangis, tetapi tidak ada air matanya yang bisa keluar dari pelupuknya. Dia benar-benar kosong.
"Shirou Marisa, ada yang mau menjengukmu."
Wanita itu tidak bereskpresi, mendengar perkataan polisi itu saja tidak. Dia dituntun perlahan dengan wajah tertunduk.
Wanita itu duduk di depan kaca tebal itu. Dia mendongak melihat wajah orang di depannya. Wajah yang asing.
"Shirou Marisa? Aku Bokuto Koutarou, sahabat Akaashi. Ada yang ingin kuberitahukan padamu," pria itu menarik napas, "Akaashi sudah meninggal."
Air mata yang tidak keluar akhir-akhir ini, menetes. Isakan darinya mulai terdengar.
End.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top