Dokter ¦ Tendou Satori
"Kau gadis yang kuat, tetaplah seperti ini."
.
.
Req from Rawzra_16
Pic © the artist (not me)
Haikyuu!! © Furudate Haruichi
Tendou Satori × Rawzra Nazuki (OC)
OC © Rawzra_16
Genre : angst, fluffy(minor), comedy
.
"Lagi-lagi dia menolak untuk kemoterapi. Menatap maju saja tidak. Sepertinya dia sudah hilang harapan."
Semi Eita selaku dokter senior di rumah sakit Shiratorizawa sedang berkeluh kesah tentang keadaan seorang pasien yang sudah mengalami kelemahan, baik fisik maupun mentalnya—kepada temannya sesama dokter, Tendou Satori.
"Jarang sekali ada pasien yang tidak menurutimu. Kau tidak melakukan sesuatu yan——"
Semi menyelanya, "Aku bukan kau! Kalau begitu——" Seseorang menyela ucapannya. Mungkin ini karma untuknya karena telah menyela ucapan Tendou.
"Bagaimana jika aku yang melakukannya?" usul Kuroo Tetsurou. Baru-baru ini, pria berambut hitam dengan gaya unik itu pindah ke bagian daerah. Ya, sedikit ada masalah di Tokyo.
"Kau tahu, kan, kau hanya akan berakhir menggoda pasien itu!" Semi memijat pelipisnya. Ia sudah kelelahan dengan banyaknya korban kecelakaan, ditambah gangguan di hari liburnya akibat dua orang di depannya ini. Semi Eita itu manusia, dia juga butuh istirahat.
"Jangan begitu, Semi-kun, aku hanya ingin meringankan bebanmu." Kuroo Tetsurou membuat wajahnya seperti orang yang sedang prihatin.
Tendou sebenarnya tidak masalah jika Semi menyerahkan pasien penyakit kanker itu padanya. Mengingat dirinya juga cukup ahli dalam bidang itu. "Semisemi, kau mau menyerahkannya padaku?"
"Ya, memang itu maksudku."
Kuroo Tetsurou sedikit menyayangkannya. Ia sedang tertarik dengan penyakit dalam, tetapi mungkin sekarang bukan waktunya.
Miracle boy! Miracle boy! ~
Suara dering ponsel membuat Tendou mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ia tatap nama sang penelepon, kemudian mengangkatnya—sembari meninggalkan Semi dan Kuroo.
Kuroo terkekeh. "Nada dering yang aneh."
Tendou menyapa orang yang berada di seberang telepon. Dia adalah kakak dari salah satu pasien yang pernah ditanganinya. Sang kakak menceritakan tentang keadaan adiknya yang mulai membaik.
Ceritanya, Tendou pernah melakukan operasi pada seorang anak berpenyakit ginjal. Ia berhasil melakukan operasinya. Sekarang, anak itu sudah keluar dari rumah sakit dan mungkin sudah mulai menjalani kehidupan sekolahnya.
"Saya senang mendengarnya. Semoga Koutarou sudah bisa kembali bersekolah. Itu semua berkat dukungan anda, Tendou-sensei." Pria di seberang telepon itu mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Tendou senang. Sejujurnya, ia sempat khawatir karena setelah operasi, anak itu menjadi murung. Sepertinya, ia sudah tidak perlu khawatir lagi.
Tendou menutup telepon itu dan berusaha menyakinkan dirinya kembali. Ia pasti akan menyelematkan manusia yang membutuhkan pertolongan. Sebab, pasiennya kali ini sudah berada di keadaan terbawah, hingga menyelam pun kesulitan
- ------ -
"Mulai hari, Tendou-sensei yang akan menanganimu. Aku harap kau bisa nyaman dengannya." Semi mengucapkan itu dan meninggalkan keduanya. Ia sudah mendapat ijin untuk perpindahan tugas ini.
"Rawzra-san, mari sembuh!" ujar Tendou dengan semangat, berbanding terbalik dengan reaksi sang pasien.
"Kenapa lesu? Kau belum makan?" tanya Tendou. Dia berharap setidaknya wanita itu bisa menjawab pertanyaannya. Namun, harapan tidak selalu bisa terkabul.
Pasien itu diam, bungkam, tidak bergerak selain berkedip. Dia terlihat seperti mayat hidup. Benar kata Semi Eita, dia tidak memiliki keinginan hidup.
"Baiklah, cuaca hari ini cerah, mau keliling? Kau masih bisa berjalan atau perlu kuambilkan kursi roda?"
"Aku bisa berjalan...." Tendou sumringah mendengarnya. Dia segera menuntun wanita itu perlahan.
Selama perjalanan, Tendou terus berbicara. Meski sepihak, dia tidak menyerah. Membantu pasien sudah tugasnya sebagai dokter. Karena tugas dokter tidak hanya menyembuhkan penyakit, tetapi menguatkan mental mereka juga.
Keduanya berhenti di depan suatu ruangan. Tendou membukanya dan menuntun Rawzra untuk masuk. Wanita itu memiringkan kepalanya melihat isi ruangan berupa anak-anak kecil di sana. "Untuk apa kau membawaku ke sini?"
"Untuk menambah semangatmu." Tendou mengajak Rawzra untuk menghampiri salah satu anak di ruangan itu. "Halo, Kise-kun."
Manik kuning pria kecil itu menatap siapa gerangan yang memanggilnya. "Tendou-sensei? Tendou-sensei!!" Anak-anak lain yang mendengarnya langsung mengerubungi Tendou. Rawzra sedikit berjarak dari mereka.
"Haha, kalian bersemangat seperti biasanya, ya," ujar Tendou sambil mengelus kepala anak-anak itu, satu-persatu. "Oh, aku ingin mengenalkan seseorang pada kalian," Tendou menunjuk Rawzra, "dia Rawzra Nazuki-oneesan. Hari ini, kalian ajak dia main, ya?"
Anak-anak itu bersorak senang. Gadis-gadis kecil menarik pelan tangan Rawzra. Rawzra pasrah saja ditarik. Sedangkan, anak laki-laki masih mengerubungi Tendou. Mereka terlihat menunggu lelucon yang akan dilontarkan oleh sang pria.
Tetapi, sang pria malah berjalan ke arah pintu. "Maaf, adik-adik yang manis, sensei ada keperluan sebentar." Tendou mengatakannya sambil meletakkan sebelah tangan di depan wajahnya. Dia juga mengirim sinyal 'semangat' pada Rawzra.
Rawzra masih tidak mengubah ekspresinya yang muram, walau hatinya entah kenapa terasa hangat. Aneh, padahal udara sedang dingin hari ini.
.
.
"Apa tadi menyenangkan 'Nazuki-oneesan'?" goda Tendou ketika dia sudah menjemput pasiennya untuk kembali beristirahat di kamar.
Rawzra terdiam sejenak. Dia tidak menjawab pertanyaan Tendou dan hanya mengukir senyum tipis di wajahnya. Sayangnya, Tendou tidak melihatnya.
"Baiklah, sekarang waktumu untuk istirahat. Aku sudah menyiapkan obat ini untuk kau minum saat bangun. Jangan lupa, ya? Aku akan memastikannya, lho." Tendou mengatakannya setelah Rawzra berbaring di kasurnya. Tendou mengambil kursi dan duduk di dekatnya.
Melihat itu, Rawzra bertanya, "Kenapa sensei masih di sini?"
"Hm~ Aku cuma memastikan Rawzra-san tertidur, kok. Sudah abaikan saja aku." Tendou menarik selimut ke atas untuk menutupi tubuh Rawzra agar tidak kedinginan. Pria itu masih menatap sang pasien.
Rawzra kembali merasa hangat. Rasa yang sudah lama tidak ia rasakan. Rasanya ... ini aneh.
'Sensei, terima kasih.'
.
.
Seminggu sudah berlalu. Rawzra sudah mulai bisa membentuk lengkungan di bibirnya. Itu berkat usaha Tendou yang selalu memberikan motivasi dan hiburan. Kata-katanya benar-benar menyentuh, tidak sekadar dari mulut saja.
Rawzra juga sudah rajin mengikuti kemoterapi dan rutin meminum obat. Walau, rambutnya sudah tiada karena efek pengobatan, tapi akan tumbuh kembali setelah dia sembuh. Akhirnya, seminggu lagi, wanita itu akan menjalani operasi.
Dia takut. Kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Wanita itu merasa irisnya tidak akan bisa kembali menatap wajah pria itu. Jangankan setelah operasi, sekarang pun wanita itu sudah mulai samar-sama penglihatannya.
Tidak hanya itu, tubuhnya kian-waktu, makin melemah. Serasa tidak ada tulang yang bisa menyangganya.
"Sensei, apa aku tidak akan bisa melihat wajahmu lagi?"
Tendou sedikit tertohok. Dia tahu, wanita itu gelisah dan takut. Tetapi, sebagai dokter dia tidak bisa memberitahu hasil yang tidak pasti.
"Rawzra-san, maafkan aku, tetapi aku ... tidak tahu."
Tendou melihat Rawzra tersenyum tipis. Rasa yang tidak pernah ia miliki, malah timbul di keadaan yang tidak seharusnya boleh terjadi. Hubungan terlarang dokter-pasien. Semua orang tahu itu.
"Rawzra-san, tenanglah. Kau gadis yang kuat, tetaplah seperti ini. Aku yakin kau bisa melaluinya." Tendou sudah mengucapkan kalimat itu hampir setiap waktu mereka bersama. Untung saja wanita itu tidak sampai muak mendengarnya. Melainkan, bersyukur.
Wanita itu mencoba mengucapkan terima kasih, namun kesadarannya mulai menghilang. Drngan sekejap dia terjatuh dari bangku taman.
Tendou yang panik melihat wanita itu terjatuh, segera menaikkan wanita itu ke kursi roda dan berjalan ke ruang darurat.
"Kumohon, bertahanlah!"
Tendou tiba di ruangan operasi. Dia segera memanggil rekan yang lain untuk melakukan operasi dadakan. Sepertinya wanita itu harus segera ditangani.
Mereka masuk ke ruang operasi dengan keadaan tegang. Kehidupan seseorang sedang ada di tangan mereka. Tidak ada waktunya untuk merasakan perasaan bahagia itu.
.
.
.
.
"Tendou-sensei, ini ada sebuah surat dengan tujuan namamu. Silakan dibuka," kata seorang suster. Suster itu baru saja membersihkan ruangan Rawzra. Apa itu artinya surat dari Rawzra? Kemudian, suster itu meninggalkan Tendou sendirian.
Tendou membuka amplop putih itu dan ditemukannya secarik kertas berwarna biru. Melihat nama di atas surat itu membuat sang pria merasa ada sesuatu yang sakit. Rasa sesak di dada yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dan ini bukanlah sebuah penyakit, ini hanyalah sebuah kepahitan.
To : Tendou Satori-sensei
Halo, sensei! Sensei tahu? Saat sensei membaca surat ini mungkin aku sudah tiada. Ya, aku sudah menduganya sejak dulu karena aku sudah merasa mendekati kematian. Bahkan, akhir-akhir ini, aku sering bermimpi buruk. Sensei tidak usah khawatir, aku baik-baik saja disini!
Oh iya, sensei. Aku sangat berterima kasih, sensei sudah menyelamatkanku untuk kedua kalinya.
Ahaha, sensei tidak mengerti maksudku, ya? Kita pernah bertemu 5 tahun yang lalu, lho, saat itu rambutku masih pirang. Jangan katakan apapun! Rambutku memang botak beberapa waktu yang lalu.
Apa sensei ingat sekarang? Sensei pernah menanganiku, meski belum separah sekarang. Sensei mengatakan hal yang sama, "Kau gadis yang kuat, tetaplah seperti ini.". Walau sederhana, kalimat itu membuatku tenang.
Oh iya, sensei, aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi aku terlalu malu...
Aku menyukaimu....
Kau, sensei yang hebat....
Um, terima kasih, sensei, atas segalanya....
Tetaplah ceria seperti biasa dan maafkan tulisanku yang acak-acakan ini, haha.
Sekali lagi, terima kasih, sensei.
Semoga kau baik-baik saja.
Tertanda, Rawzra Nazuki
Air matanya menetes. Pria itu hanya bisa menghapus air matanya dan membaca kembali surat itu berkali-kali. Ia tidak ingin mengatakan ini hal yang nyata. Tapi, ini memang sudah terjadi, kan?
Rawzra Nazuki sudah meninggal dunia.
Apa yang harus Tendou Satori lakukan? Dia seharusnya tidak menginjak batas larangan dokter-pasien itu. Tendou sudah tahu itu, tapi mau bagaimana lagi, jika sudah menyukai?
Cinta memang suatu kebodohan, walau cinta juga suatu yang membahagiakan layaknya euphoria. Kebutaan dari cinta selalu membuat sang korban melewati batas yang tidak seharusnya.
Apalagi kehilangan. Bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan.
Semoga ... Tendou Satori bisa kembali tersenyum untuk kepergian dirinya.
End.
- ------ -
Semoga gak aneh ya ceritanyaaa:"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top