01 : Where?
Apa yang pertama kali Eunhyo lihat benar-benar bukan pemandangan yang bagus. Ada tumpukan kayu lapuk; meja-meja serta kursi berdebu dibiarkan terbengkalai tanpa tatanan. Serdak-serdak pada permukaan lantai pekat dan tebal sekali, menyebabkan pengap udara begitu dia hirup melalui penghidu. Dingin juga menjadi selimut nyata yang mendekap tubuh di tengah ruangan asing sendirian.
Eunhyo terbatuk, sebab oksigen tak bersih merayap masuk menuju paru-paru ketika dirinya tanpa sadar menarik napas rakus dalam sekali entakan. Seakan-akan tengah menyelamatkan diri dari sekarat yang dirinya pun tak mengerti mengapa merasa demikin sesak. Tubuh Eunhyo separuh kotor, jaket kulit hitamnya ditempeli debu dan juga separuh air yang barangkali terjun dari atap yang bocor. Sumpah demi apapun. Dia tidak mengharap keadaan ini sebelumnya. Tidak pernah.
Wanita itu bangun, dengan rambut pendek sebahu sedikit bergelombang. Netranya menyusuri sekitar dengan tatapan asing luar biasa; terheran-heran yang cenderung serempet kehilangan akal. Memangnya Eunhyo pernah ke tempat kumuh semacam ini? Berdebu, penuh dengan barang-barang bekas yang barangkali sudah kehilangan fungsi sejak lama. Dinding-dindingnya mengelupas yang aneh sekali, sebab justru terlihat tampak aestetic ketika tertimpa sinar mentari sore.
Tempat apa ini?
Eunhyo mencoba bangkit dengan terhuyung. Limbung akibat pening masih tersisa pada tempurung kepala. Di antara sakit-sakit pada kepalanya, dia mencoba berpikir, apa yang terjadi terakhir kali padanya sebelum berakhir di tempat ini? Jelas, jaket kulit tebal ini miliknya. Eunhyo memakainya ketika hendak pergi ke kampus pagi tadi. Celananya yang super pendek itu menyiksa sekali di udara sedingin ini. Astaga, apa yang terjadi padanya? Mengapa tiba-tiba saja berada di sini? Apakah dirinya diculik?
Wanita itu merinding seketika, apakah saat ini kegadisannya sudah lenyap? Dan jawabannya jelas, tidak. Pakaiannya masih lengkap, tidak ada memar-memar apa pun pada bagian tubuhnya. Kemudian Eunhyo nyaris memekik sekerasnya ketika menemukan satu hewan merayap di dekat kaki. Cepat sekali. Tahu-tahu menghilang di balik tumpukan-tumpukan kardus kosong pada bagian sayap kanan ruangan. Lentera kulit jeruk menerobos lewat celah jendela yang terbuka. Ruangan yang hanya memiliki satu akses untuk mengintip pada bagian luar. Ini seperti sebuah kamar. Kamar tanpa ventilasi, dan hanya ada sebuah pintu yang sepenuhnya terbuka lebar. Menampilkan jingga-jingga kemerahan dari sebuah ruangan yang lebih luas lagi; tempat cahaya merangsek melalui celah jendela.
Tidak, tidak. Eunhyo terlalu lamban dan memperhatikan hal-hal tidak berguna di sini. Setidaknya, jika benar dirinya tengah diculik, kabur adalah pilihan yang tepat mengingat kondisi senyap luar biasa. Tidak ada tanda orang-orang mengawasi dan itu adalah kesempatan yang bagus.
Namun memang siapa yang mau menculiknya?
Satu pertanyaan yang sama sekali tak sempat mencari jawaban. Sebab Eunhyo melajukan langkah tergesa-gesa keluar ruangan. Udara lebih bersih menyambutnya dengan pemandangan sore yang luar biasa indah. Akan tetapi sekali lagi, Eunhyo tidak memiliki waktu untuk mengagumi segalanya. Di tempat lusuh yang dipenuhi sarang laba-laba juga bau anyir di mana-mana. Sepertinya beberapa kotoran hewan juga mulai mengering dengan aroma beradu bersama oksigen sekitar. Sumpah, ini adalah tempat terburuk yang pernah ia tandangi seumur hidup.
Dinding-dindingnya tidak lagi putih. Nyaris berlumut dan menghitam di beberapa bagian. Sebagian lagi mulai kelihatan susunan dinding bagian dalam, sepertinya apa pun nama tempat ini, pemiliknya harus menghancurkan gedung menyeramkan semacam ini. Eunhyo bersungguh-sungguh. Di sini sepi sekali, dan nuansanya memburuk dengan cepat.
Aduh, pintu keluarnya di sebelah mana?
Wanita itu masih mencari letak tangga, akan tetapi yang dirinya temukan hanya balkon tinggi tanpa pembatas. Astaga, lihat, ini bukan balkon. Lantai gedung ini mengalami keruntuhan hingga kehilangan pijakan secara parsial. Kacau sekali.
"Berhenti di tempatmu! Jangan berani-berani bergerak."
Eunhyo menahan napas begitu ujung benda runcing menyapa punggung. Jadi, ini bukan halusinasi? Eunhyo sungguhan tengah diculik? Demi apa? Wanita itu bahkan tidak memiliki barang berharga apapun selain sebuah I-pad yang akan dirinya antarkan pada sang Ibu.
Tunggu!
Apa tadi?
I-pad?
Eunhyo hanya sekedar menebak, dirinya jelas tengah membawa barang berharga dalam tasnya. Sebuah chip dan juga desain game dalam sebuah I-pad yang ibunya pinta untuk dirinya antarkan ke kantor. Sekarang apa lagi? Apa pria di belakang sana mengincar hasil jerih payah ibunya? Mencuri ide brilian kemudian dikembangkan pada perusahaannya sendiri?
Eunhyo, berhenti berpikir sialan. Selamatkan dirimu lebih dulu.
Wanita itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan gerakan bela diri sebisanya. Bagian karate sebelah mana yang harus dirinya tunjukkan lebih dulu? Kenapa rasanya sulit sekali?
"Angkat tanganmu!"
Tekanan benda tajam pada punggungnya semakin terasa. Dan Eunhyo buyar seketika. Otaknya mengalami kemacetan berpikir hingga berakhir melakukan apa yang pria di belakang sana perintahkan. Tidak, jangan mati begini. Akan tetapi Eunhyo memang seperempatnya pasrah saja sebab menghindari rusukan pada punggungnya adalah sebuah kesialan lain. Siapa yang tahu jika kadar kegesitan pria itu lebih bagus dari pada dirinya sendiri?
Tak hanya cukup di situ, satu tangan besar mendadak meraba bagian pinggangnya, menjalar ke segala arah mencari-cari sesuatu. Apa bajingan ini belum puas juga dengan mencuri chip milik ibunya?
"Aku sudah tidak punya apa pun lagi. Kau mengambil tasku, dan segalanya ada di sana. Tolong lepaskan aku." Eunhyo mencurahkan segala kerendahan harga dirinya pada kalimat tersebut. Bersungguh-sungguh mengedarkan harapan pada tiap desibelnya. Ini sungguhan. Eunhyo benar-benar akan mati.
"Jangan mengada-ngada. Sekarang berikan apa pun yang kau miliki padaku."
"Aku mohon." Eunhyo melirihkan suaranya. Takut meninggikan oktaf, salah-salah nyawanya malah justru melayang. "Jauhkan pisaumu dari punggungku. Kau sudah mengambil semua yang kupunya."
Akan tetapi tekanan benda itu semakin dalam. Eunhyo bergidik ketika merasakan punggungnya bisa robek dalam sekali dorongan kasar. Mendadak berpikir dosa apa yang dirinya perbuat sehingga harus mengalami kejadian nahas semacam ini. Dimana Ibunya? Apakah pencuri ini tidak meminta tebusan?
"Kau bisa menghubungi ibuku jika menginginkan lebih." Eunhyo belum juga putus saja. Memberikan penawaran apa saja asal nyawanya masih bisa terus diselamatkan.
"Berhenti bicara omong kosong. Cepat tunjukkan padaku dimana kau menyimpan barang-barangmu."
Satu dorongan membuat wanita itu melangkah dua kali. Meringis begitu merasakan ujung bendanya mencapai kulit; menembus jaket dan juga kaos yang dirinya pakai. Mau tidak mau Eunhyo harus melangkah, menuju ke arah jendela besar tanpa tujuan. Sebab memang benar dirinya tidak memiliki apa pun lagi. Atau perlu dia telanjang saja agar si pencuri mau mengerti bahwa memang sudah tidak ada apa-apa lagi pada dirinya?
"Aku mohon. Aku tidak memiliki apa-apa. Kau sudah .... "
Netranya menyipit. Mengerjap kemudian diusap menggunakan punggung tangan dua kali. Memastikan bahwa yang dilihatnya itu memang benar. Di sana, di bawah tumpukan baju-baju kelewat kotor, Eunhyo menemukan satu hewan yang begitu familiar dan aneh.
Posturnya mirip seekor tikus, akan tetapi agak sedikit lebih besar dengan kumis panjang dan menyala terang. Bagian kakinya sama terangnya, seakan-akan hewan itu baru saja menyantap senter menyala bulat-bulat. Tubuhnya terang, akan tetapi kumis dan juga empat kakinya lebih mencolok ketimbang bagian yang lain. Berwarna biru. Dan ketika mata terang si tikus aneh menatap ke arahnya, hewan itu mundur; semakin masuk pada tumpukan baju-baju kotor dan meninggalkan bekas kaki mungil berwarna biru cerah yang kemudian hilang pada hitungan detik ke lima.
Seakan-akan itu belum cukup kuat membuktikan asumsi dalam kepalanya. Eunhyo melebarkan pandangan pada luar jendela. Semburat jingga ini indah sekali dan Eunhyo nyaris ingin bunuh diri saja pada ketinggian lantai yang dipijakinya; melompat menembus jendela. Hewan tadi, itu benar B'lumimous, kan?
"Segera ambil barangmu, Sialan."
Eunhyo tersentak kemudian secepat itu juga memutar tubuh menghadap pria di belakang sana. Sayang sekali, sebab pencuri itu lebih gesit darinya. Eunhyo terbanting pada dinding dengan posisi kematian yang sesungguhnya. Tangan kekar itu menekan tubuhnya menjorok pada dinding, kemudian benda tajam yang ternyata benar-benar pisau itu berpindah tempat menuju nadi leher. Menekan dan terasa dingin mengenai epidermis.
Eunhyo tiba-tiba terkekeh ringan. Konyol sekali, paras tampan di hadapannya terasa lebih nyata dalam jarak sedekat itu. Pori-porinya kasar dan tertutup debu hitam. Epidermisnya kotor dan Eunhyo bisa menebak bahwa pria ini belum sempat mandi untuk menemuinya. Astaga, jika memang begini, Eunhyo rela mati saat ini juga.
"Halo .... " Eunhyo membuka suaranya, bergetar dan penuh dengan kegetiran hebat. "Jungkook."
Eunhyo melihat bagaimana ekspresi pria itu berubah. Pada detik pertama meredup kemudian berubah nyalang dan tajam pada beberapa detik setelahnya. Semakin menekan tubuh Eunhyo pada dinding dengan cengkeraman tangan pada pisau yang semakin mengerat.
"Siapa kau?" pria itu bertanya. Eunhyo sekali lagi memperhatikan, dan itu memang benar. Pria ini adalah Jeon Jungkook.
Namun alih-alih menjawab, wanita itu justru memejamkan mata dengan kurva bibir sendu. "Tolong selamatkan aku, Jeon."
Teganya Ibu melakukan ini padaku?
Di sini, Eunhyo meyakininya seratus persen. Dirinya tengah berada dalam dunia rancangan ibunya sendiri. Sebuah kota mati.[]
Jangan cari "B'lumimous" di ensiklopedia. Kemungkinan besar ngga bakalan ada, soalnya itu cuma hewan dalam khayalan aku aja. Maklum, lagi pengen berfantasi dengan gila.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top