Bab 8


"Sudah kubilang padanya, aku pasti menang, haha! Orang tua itu tidak akan bisa mengalahkanku, payah!"

"Aduh, iya-iya, Mister. Udah dong, minumnya! Saya harus pulang, nih."

Sohyun terbingung saat itu juga. Yoongi dan si plontos—yang Sohyun baru tahu namanya adalah Go Dongkwan—bermain judi terlalu lama. Gadis itu menguap ratusan kali, menunggu kedua orang yang asyik di medan judi bertempur pikiran sambil sesekali melirik picik. Namun, beruntunglah kekhawatiran Sohyun tak sia-sia. Yoongi menang, artinya hubungannya dan Jimin terselamatkan. Sohyun tidak harus menjadi wanita si Dongkwan itu dan ia bisa hidup dengan tenang.

Sohyun akui, Min Yoongi adalah pria yang cerdik. Mungkin juga ... tangguh. Lelaki itu menang di segala pertandingan, bahkan meskipun musuhnya lebih tua darinya. Tapi gadis itu masih heran, bagaimana mungkin sosok malaikat berubah menjadi iblis hanya dalam sekali kedip? Sebenarnya, siapa Min Yoongi yang ia kenal itu? Dan mana sifat aslinya?

"Pulang! Ayo, pulang!"

Muka Sohyun berubah cerah saat Yoongi meneriakkan pulang. Memang ini sudah jam malam gadis itu. Belakangan, banyak sekali tindak kriminal yang terjadi di lingkungan sekitar rumahnya. Ia pun waswas jika harus pulang sendirian, apalagi semalam ini.

"Baiklah, ayo!"

Sohyun memapah tubuh Yoongi, dibantu oleh beberapa orang yang berjaga di bar milik Seokjin. Seandainya Seokjin ada di sana, mungkin Sohyun lebih meminta bantuan pada papa muda itu dibandingkan harus berhadapan dengan penjaga yang berwajah seram ini. Namun, apa boleh buat? Seokjin tentu saja langsung membawa pulang anaknya ke rumah daripada mengajak anak di bawah umur itu masuk ke dalam bar. Nanti besar mau jadi apa Kim Yubi?

"Eh-eh! Mister mau ngapain?"

"Nyetirlah! Kau pikir, aku mau guling-guling di tanah?"

Sohyun berdecak. Sudah mabuk saja nada bicara Yoongi masih ketus. Gadis itu menatap sekeliling. Hawa di luar semakin dingin karena memang masih musim dingin. Salju tidak turun, tetapi tumpukan es yang ada di pinggir jalan, juga udara di malam hari yang membekukan semakin membuat Sohyun menggigil. Ia melupakan mantelnya yang tertinggal di dalam bar. Mau mengambilnya pun juga tak sempat.

"Nggak boleh! Mister mabuk! Kalau nyetir bisa bahaya nanti!"

"Nggak papa! Ayo, naik ... naik," ajak lelaki itu sambil berjalan sempoyongan ke mobil.

"Itu mobil orang, Mister! Mobil Anda di sebelah sana." Sohyun menarik kerah kemeja bosnya. Ia sudah tidak peduli lagi kalau bosnya akan marah, lagian, orang mabuk pasti kehilangan kesadarannya. Terutama ingatannya.

"Sekarang mau apa?" Sohyun berdiri di sisi mobil, tempat kemudi berada. "Saya nggak bisa nyetir, kalau panggil taksi ... saya juga nggak tahu di mana rumah Mister. Oh, iya! Telepon Bu Hani saja!"

Sohyun pun mengeluarkan ponselnya, namun, Yoongi dengan tanpa sadar menampik ponsel milik Sohyun hingga benda berbentuk kotak pipih itu jatuh ke kubangan air yang letaknya tidak jauh dari mobil mereka terparkir.

"Ponselku! Tidak!" Sohyun berlari dengan hati-hati dan segera mengeceknya. "Oh, tidak! Ponselku rusak! Aku belum menyelesaikan cicilannya lagi! Ughh!" kesalnya kemudian.

Gadis itu pun menghampiri Yoongi dan menepuk lengan si pucat itu sampai puas.

"Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Sekarang, bagaimana kita pulang?!"

"Iya ... pijat di situ, enak."

"Pijat-pijat! Kalau kau bukan atasanku, sudah mati kau kuhajar! Ihh!"

Sohyun memukul lengan Yoongi sekali lagi, lalu ia berpikir. Tidak mungkin kan orang sibuk seperti Yoongi melupakan ponselnya? Pria itu pasti membawanya ke mana-mana.

"Nah, ketemu!" seru Sohyun setelah menemukan benda elektronik itu di saku celana Yoongi. Ia tinggal menekan nomor Hani dan mengabari wanita itu agar menjemput Yoongi pulang.

"Eh, siapa nama kontak Bu Hani di ponsel Mister Yoon? Aku tidak menemukannya."

Sohyun mendesah kecewa. Ia hampir saja membanting ponsel itu ke jalan, sebelum ia mengingat satu hal. Sohyun memang pelupa, tapi dia tak cukup bodoh untuk selalu menghafalkan nomor kekasihnya, Park Jimin. "Ya! Jimin Oppa! Dia pasti bisa membantuku sekarang, aku harus meneleponnya!"

Sohyun menekan angka demi angka di layar ponsel keluaran terbaru itu. Kemudian, ia menempelkannya di dekat telinga, hingga suara tersambung berbunyi. "Halo, ini siapa?"

"Oppa! Ini aku, Sohyun. Bisakah Oppa membantuku sekarang? Apa? Oppa sedang sibuk? Tapi ini darurat, tolong ... Aku tahu, ini nggak lama, kok. Paling cuma 20 menit saja ... Please, Oppa. Bosku mabuk dan tidak bisa menyetir pulang."

Saat itu juga, Jimin dari seberang sana berteriak, "Apa?! Mabuk?! Kau di mana?"

"Di...." Sohyun melirik tulisan neon ungu yang ada di depannya. " WW Bar."

"Apa? WW Bar?!"

Hening. Untuk sesaat, Sohyun tak mendengar suara apapun dari ponsel Yoongi. "Halo? Halo Oppa? Oppa masih di sana?"

"Sohyun, kau hutang penjelasan padaku. Tunggu aku dalam sepuluh menit!"

"Oppa! Jangan ngebut!"

***

Jimin keluar dari gedung kantornya. Ia tak berniat melanjutkan pekerjaannya, ia harus meninggalkannya. Setelah mendapat telepon dari nomor tak dikenal, ia berubah panik dan buru-buru menuju mobilnya yang ada di basement.

Sesekali pria itu menggigit jarinya. Tak pernah ia merasa sepanik itu sebelumnya, tapi ... disela-sela suasana hatinya yang sesak itu, Jimin terbayang wajah Minhyuk yang kala itu mengatakan, "Hanya kau yang bisa menjaga adikku. Maukah kau berkencan dengannya?"

"Sial!" umpat Jimin. "Kenapa aku harus membuat janji konyol itu? Sekarang aku bahkan tidak bisa fokus mengerjakan tugas-tugasku di kantor!"

Jimin menghantamkan salah satu telapak tangannya ke setir. Ia menggeram, marah. Emosinya meledak-ledak, apalagi setelah gadis di telepon itu bilang, "Bosku mabuk dan tidak bisa menyetir pulang."

"Gadis itu benar-benar lugu sekali! Ngapain sih dia bersama bosnya yang sedang mabuk? Mau cari masalah?" rutuknya. "Tadi dia bilang di mana? Di WW Bar? Apa dia tidak tahu tempat macam apa itu?"

Jimin fokus ke jalanan, tapi bola matanya bergerak gelisah. Memang masih belum cukup larut, tapi seharusnya, di jam segitu Sohyun sudah ada di rumahnya. Jimin hafal betul jam kerja Sohyun. Berkat Minhyuk, lelaki itu tak pernah lupa mengecek segalanya. Segala hal yang berkaitan dengan kekasihnya. Mulai dari jam berangkat, jam makan siang, jam pulang, dan jadwal kerja harian Sohyun, yaitu lima kali dalam seminggu, Senin sampai Jumat.

"Kalau bukan karena kakaknya, aku tidak akan melakukan semua ini! Benar-benar merepotkan...."

***

Sohyun—dibantu Jimin—memasukkan Yoongi ke dalam mobil sedan putih milik Jimin. Sohyun meninggalkan pesan ke salah satu penjaga bar agar mereka menyimpan mobil Yoongi untuk sementara sampai yang punya mengambilnya besok. Sohyun tak yakin, bisa saja Yoongi merelakan mobilnya itu karena ia baru saja memenangkan 100 juta won. Lelaki bermarga Min itu bisa membeli mobil sebanyak yang ia mau.

Sohyun duduk di posisinya, di samping kursi kemudi Park Jimin. Sekarang, jantungnya berdegup kencang. Sebagian karena perasaan yang ia simpan, sebagian lagi karena perasaan takut. Jimin pasti akan memarahinya lagi.

"Jadi, apa yang kau lakukan di dalam?"

"A-aku...." Sohyun tampak berpikir. Gadis itu teringat ucapan Yoongi bahwa ia tidak boleh membocorkan kegiatan apapun yang Yoongi lakukan tanpa seizinnya, terutama kegiatan malam hari itu dan malam kemarin. "Bertemu klien."

"Di bar?"

Sohyun memainkan jarinya. Tak berani menatap kedua mata Jimin yang berkilat marah. Kemudian, ia terkesiap saat sepasang tangan memasangkan sabuk pengaman ke tubuhnya. Sohyun menahan napas, ketika kulit tangannya tak sengaja tersentuh oleh Jimin. Wajah Jimin begitu dekat dengan wajahnya. Jimin pasti bisa mendengar debaran jantung Sohyun yang tidak normal.

"Jawab aku! Kenapa harus di bar? Apa tidak ada tempat lain yang lebih sopan dan formal?"

"Itu ... itu...." Sohyun tergagap. Ah, dia sibuk mencari alasan. Otaknya saat ini tak bisa bekerja gara-gara sikap Jimin padanya barusan. Aduh, malunya! Batin Sohyun meronta-ronta. Ia senang sekaligus salah tingkah.

"Mukamu merah sekali, pasti karena kedinginan menungguku. Mantelmu mana? Lain kali pakailah! Aku tidak mau kau sakit, dan aku paling tidak suka kena marah oleh Minhyuk. Kau senang aku diomelinya lagi?" protes Jimin.

Yah, meskipun Sohyun tahu kalau lelaki itu separuh hati menjagaya, ia tak kecewa sedikit pun. Biarlah alasan Jimin mengkhawatirkannya adalah karena ia takut kena omel Minhyuk, tapi Jimin sukses membuat Sohyun terbawa perasaan. Sikap Jimin yang manis itulah yang membuatnya rindu setengah mati. Akhirnya, ia bisa merasakannya lagi meskipun melalui cara yang tak pernah ia sangka-sangka.

"Maaf." Hanya kalimat maaf yang dapat terucap. Sohyun sudah tak dapat lagi berbicara, ia terlalu senang. Hatinya sungguh sangat senang dengan perhatian yang Jimin suguhkan.

"Hah, sudahlah! Kita selesaikan masalah ini kapan-kapan, sekarang ... kita bawa ke mana pria ini?" tanya Jimin. Sorot matanya mengarah ke spion kecil yang ada di atasnya. Yoongi bahkan sudah tertidur pulas.

"Bagaimana kalau ke apartemen Oppa?"

"Apa?!"

***

Yoongi membuka matanya. Kepalanya terasa mau meledak, sangat pusing. Pun juga perutnya terasa mual. Badannya pegal-pegal semua. Ia sempat memejamkan matanya lagi, namun terbangun tiba-tiba karena menyadari beberapa hal.

Di mana aroma lavender yang selalu kuhirup setiap pagi? Di mana kasur king size-ku dengan sprei warna kelabu? Di mana miniatur Eiffel yang biasa kutaruh di atas nakas? Di mana mantel yang kubeli import langsung dari Rusia yang kupakai semalam?!

Yoongi langsung menggerayangi tubuhnya sendiri. Menyadari bahwa mantel berwarna cokelat itu telah lolos dari pengelihatannya. Lalu ia sadar sepenuhnya, "Ini bukan kamarku!"

Pintu yang letaknya ada di sebelah kanan Yoongi pun terbuka. Menampilkan seorang pria bertelanjang dada dengan sebuah handuk yang menutup pinggang sampai lututnya. Kedua mata pria itu bertatapan, beberapa detik, cukup lama hingga beberapa menit. Tangan keduanya pun perlahan terangkat, menunjuk satu sama lain.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan padaku, Brengsek?! Kau ... menyetubuhiku?!"

"Hei! Jaga mulutmu! Sembarangan saja!"

"Lalu, lalu kenapa kau keluar dari kamar mandi dalam keadaan seperti itu? Dasar penjahat kelamin! Dan di mana mantelku, kau tau berapa harganya? Bagaimana aku bisa tidur di kamarmu?"

"Hei, ada ribut-ribut apa ini?"

Pintu kamar pun terbuka. Sohyun mendengar perdebatan dari arah kamar kekasihnya. Ia baru saja sampai di apartemen dan segera masuk ke kamar itu tanpa ragu-ragu lagi.

"Sohyun?" panggil Yoongi.

Sohyun memeriksa keduanya, kemudian segera menutup kedua matanya setelah melihat bagian atas tubuh Jimin yang polos. "Oppa! Pakai bajumu dulu! Huh!"

"Salahmu sendiri asal masuk kamar lelaki! Sebaiknya, kau bawa pria tidak tau terima kasih ini keluar! Cepat!"

***

Yoongi duduk di meja makan. Matanya menatap tajam ke arah Sohyun yang menuangkan susu ke dalam gelas berukuran besar. Sohyun juga dengan telaten mengoleskan selai di atas roti tawar yang ia keluarkan dari kulkas.

Tak lama kemudian, Jimin keluar dari kamarnya dalam keadaan rapi. Sebuah kemeja biru muda, lengkap dengan celana hitam legam dan tas kantornya yang mengilap.

Mengetahui hal itu, Sohyun segera menghampiri kekasihnya. Berniat membantu memasangkan dasi.

"Kenapa Oppa pakai dasi yang ini? Warnanya tidak cocok."

"Jangan banyak komentar, pakaikan saja yang ada!"

"Ah, baiklah." Sohyun pun mengalah.

Jimin bergabung di meja makan. Kedua mata bulan sabitnya pun ikut membelalak menatap pria yang ada di seberangnya. Seperti ada petir yang muncul di tengah-tengah tatapan mata Jimin dan Yoongi. Sohyun mulai merasakan hawa-hawa yang tidak bersahabat di meja makan pagi itu.

"Sebaiknya, lain kali Anda memilih tempat yang etis untuk bertemu dengan klien," sindir Jimin. "Saya tidak percaya, bos besar seperti Anda memilih bar untuk bertemu dengan klien penting."

Yoongi langsung memelototi Sohyun. Gadis itu hanya bisa mengalihkan pandangan, ia merasa dalam bahaya karena setelah ini ia pasti akan kena terkam singa.

"Terserah saya. Anda juga sudah tahu kalau saya bos besar. Saya bisa memilih tempat manapun untuk menemui klien. Lagipula, klien semalam itu tidak terlalu penting."

Sekarang, giliran Jimin yang menatap nyalang Sohyun. Sohyun rasanya terjebak di antara dua singa yang saling berebut mangsanya. Napasnya sampai tercekat di tenggorokan. Sohyun duduk seperti patung dengan mata fokus ke makanan tapi pikiran melayang ke mana-mana.

"Apakah Anda yang menyuruh kekasih saya untuk memotong pendek rambutnya?"

"Kalau iya, memang apa urusan Anda? Saya atasannya. Saya berhak memberi perintah apapun padanya dan Nona Sohyun harus melakukannya."

"Maaf, Tuan Yoongi. Tetapi, Sohyun tidak bisa melakukannya."

"Oh ya? Kenapa?" tanya Yoongi menelisik. Sebelah alisnya naik dan kedua tangannya bersilang di depan dada.

"Orang paling spesialnya yang tidak mengizinkan."

***

"Katakan, jadi itu pria yang kausebut pacar?"

Sohyun mengangguk. Gadis itu ingin melupakan kejadian tadi pagi di apartemen Jimin. Namun tampaknya Yoongi tidak pernah mudah melupakan segala hal yang menimpanya, termasuk bangun di kamar Jimin dan menyaksikan Jimin keluar dari kamar mandi. Sohyun menghela napas.

"Apa istimewanya hah? Orang wajah pas-pasan begitu," ejek Yoongi yang tidak diterima oleh Sohyun.

"Mister jangan seenaknya bilang pacar saya berwajah pas-pasan. Yang jelas, dia itu menarik. Apalagi perhatiannya dan senyumnya yang manis," balas Sohyun. Bibir gadis itu tersenyum-senyum, matanya terpejam dan kedua tangannya saling bertautan di depan dada. Ekspresinya membuat Yoongi geli.

"Mengerikan! Bagaimana kalau aku bilang dia itu tukang selingkuh?"

Ciiittt. Suara rem mobil berdecit. Yoongi hampir saja menabrakkan mobilnya ke pembatas jalan gara-gara terkaget dengan reaksi Sohyun yang mendadak menjambak rambutnya.

"Apa Mister bilang?! Tukang selingkuh?!"

"Heh! Lepasin tanganmu itu! Rambutku bisa rontok!"

"Ma-maaf," ucap Sohyun karena ia baru sadar, orang yang duduk di sampingnya adalah bosnya.

"Kau bar-bar juga, ya?" gumam Yoongi.

"Mister jangan sembarangan ngomong dong, Oppa bukan tukang selingkuh."

"Kau pikir aku cuma mengoceh? Aku melihatnya malam itu. Malam yang kau ceritakan bersama Jin kemarin. Aku ada di sana, di salah satu ruang VIP. Jiminmu itu sedang bersama wanita lain. Yang ... lebih cantik dan seksi darimu."

"Mister serius? Nggak bohong?"

"Buat apa aku membohongimu? Nggak ada untungnya!"

"Hah ... jadi bener, Oppa ketemuan sama Nona Seulgi?"

"Jadi gadis berambut sepunggung itu bernama Seulgi? Dia cantik loh. Kulitnya mulus, tubuhnya langsing, tinggi, dan...."

"Cukup! Mister tidak boleh memuji wanita itu di depanku! Yang benar saja."

"Kalau begitu, kau mau kutawarkan bantuan?"

"Bantuan? Apa?"

"Tapi dengar dulu syaratnya."

Sohyun memalingkan posisi duduknya. Mobil Yoongi—yang tadinya hendak membelah kota menuju ke tempat meeting di sebuah restoran— masih terhenti di pinggir jalan. Bibir Yoongi tersungging.

"Apa syaratnya, Mister?"

"Kau ingat kan aku pernah bilang kalau kau jangan mengatakan apapun soal apa yang kulakukan di malam itu?"

"Soal balap mobil?"

"Ya."

"Soal ... berjudi?"

"Ya."

"Soal perilaku Mister yang ternyata tidak sesuai apa yang dibilang orang-orang? Mister yang ternyata sombong, kasar, kejam, galak, dan kayak preman?"

"Ya. Eh, apa?!"

"Oops."

"Kau mengejekku ya?! Aku ini masih atasanmu! Tidak perlu menyebut sifat asliku sedetail itu!"

"Hah, maaf."

"Baiklah, lupakan. Dengarkan syaratku."

Sohyun menyimak dengan saksama. Dengan sigap ia mengeluarkan notes dari dalam tasnya dan bersiap menulis sesuatu di sana.

"Jangan katakan perilaku burukku pada siapapun. Ingat, SIAPAPUN. Terutama pada pria tua yang kusebut sebagai ayah itu. Sangat tidak boleh kau melaporkan apa yang kaulihat padanya."

"Tunggu, memangnya kenapa?"

"Itu bukan urusanmu! Menurut saja!"

"Baik, baik. Lalu, penawaran apa yang Mister maksudkan?"

"Sebagai penawaran, aku akan membantumu mendapatkan lelaki bernama Jimin itu. Aku akan membantumu membuat kekasihmu itu menempel terus padamu, jatuh cinta padamu. Bagaimana?"

"T-tapi ... kok Mister tahu kalau pacar saya selama ini nggak cinta sama saya?"

"Itu bukan hal yang sulit bagi orang sepertiku, Sohyun. Kau hanya belum mengenalku saja. Jadi bagaimana? Deal?"

Tbc.

Aduh, sayang Jimin. Sayang Yoongi juga. Enaknya Sohyun sama siapa ya?

Hwehwe... soalnya Taehyung udah sama aku wkwk.

Lah, apa hubungannya?🙄

Gapapa lah ya, suka-suka yang ngetik hihihi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top